Naresh berbalik badan dan mengurungkan niatnya menemui Clara. Padahal tadi niatnya adalah meminta maaf dan berbicara empat mata dengan istrinya itu. Moodnya langsung menurun melihat Kenzie dengan lancangnya mendekati Clara."Apa-apaan Kenzie tadi?! Menawarkan sesuatu seolah aku nggak bisa kasih buat Clara. Mana Clara juga diam saja, sama-sama sialan mereka," gerutunya sambil menjalankan mobil.Tujuannya kali ini adalah apartemen Bella, dirinya masih belum kapok menjalin hubungan dengan kekasihnya itu. Seperti biasa, Naresh langsung berjalan menuju unit milik kekasihnya setelah sampai di sana. Ting!Pintu terbuka. Naresh langsung melangkah menuju kamar dan merebahkan diri di ranjang. Ia tidak peduli kemana Bella saat ini, mungkin wanita itu tengah berbelanja, pikirnya."Aku nggak mau Clara dekat sama Kenzie, aku nggak suka melihat meraka akrab," gumamnya lagi.Netranya menatap ke langit-langit. Ia teringat ucapan Mamanya tentang warisan, berati menceraikan Clara sekarang ataupun sembi
Tok! Tok! Tok!Naresh yang tengah bersiap di kamarnya tak ayal tersentak kaget saat ada yang mengetuk pintu, ujung netranya melirik pada pintu kamar mandi, istrinya belum keluar dari sana. Alhasil dengan berat hati pria itu berjalan menuju pintu dan membukanya."Ada apa?""Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Kenzie yang ingin bertemu dengan Nona Clara," ucap seorang pelayan."Hem, kau boleh pergi."Pelayan tersebut mengangguk, "permisi, Tuan."Naresh menutup pintu. Kepalanya melongok ke bawah, dan benar saja Kenzie tengah duduk di ruang tamu sendirian. Ia akhirnya melangkahkan kaki menuju tangga guna menemui Kenzie."Ada apa kau pagi-pagi mencari istriku, Ken?""Clara mana?"Naresh terkekeh. "Ada apa kau cari istriku? Kalau ada sesuatu bicara saja, nanti aku sampaikan.""Aku beliin dia mie nyemek kesukaannya, aku rasa moodnya bisa meningkat kalau makan mie ini.""Kami sudah sarapan bubur tadi pagi, lagian istriku itu masih sakit. Nggak baik terlalu banyak makan mie," tukas Naresh.Naresh se
Clara turun dari mobil dengan langkah tegap. Kaki jenjangnya melangkah perlahan melewati beberapa petak makam yang masih basah lantaran air hujan. Aroma bunga kenanga menguar terkena angin menambah sakral suasana sore ini, dress hitam yang melekat sempurna di tubuh Clara juga nampak melambai-lambai.Clara meletakkan setangkai bunga sedap malam kesukaan Papanya, memanjatkan doa, dan lantas menyiramkan air ke atas pusara. Wanita cantik berwajah sayu itu juga melakukan hal yang sama pada makam Mamanya.Setelahnya, Clara menekuk kaki dan duduk bersila dengan nyaman di tengah-tengah pusara. Kedua tangannya sama-sama menempel pada nisan orang tuanya."Papa, selamat ulang tahun. Di tanggal yang sama ini pula, Papa juga meninggalkan aku di dunia ini, dan memasrahkan aku pada Mama Anne. Beliau sangat baik padaku, namun putranya ... Ah, pasti Papa bisa melihatnya sendiri dari atas sana."Clara mengalihkan pandangan pada pusara sang Mama, "wejangan Mama sudah berhasil aku terapkan. Walaupun rasa
Naresh melajukan mobilnya dengan perasaan bimbang, ada rasa tidak puas saat Clara tidak lagi mengkhawatirkannya. Bahkan kini keinginannya bertemu Bella sudah sirna, dengan berat hati akhirnya Naresh memutar laju mobilnya ke sebuah club milik sahabatnya.Dentuman keras musik bertalu dengan gemerlapnya dunia malam. Suaranya memekakkan telinga, namun tidak bagi setiap insan yang menari-nari di bawahnya.Naresh memarkirkan mobil dan lantas menyerahkan kuncinya kepada salah satu bodyguard di sana untuk di parkirkan. Kemudian ia berjalan memasuki club dengan langkah tegap."Wah wah wah!" sapa seorang pria dengan postur tubuh tinggi kekar. Pria tersebut tidak henti-hentinya bertepuk tangan sampai jaraknya dengan Naresh benar-benar dekat."Sudahi tepuk tanganmu, Raymond. Aku pusing mendengarnya," ucap Naresh.Raymond Christense, sahabat baik sekaligus salah satu rekan Naresh di dunia pebisnis. Lelaki dengan tato di seluruh badan kecuali wajahnya itu juga pemilik club terbesar di pusat kota. P
Pagi ini Clara sudah siap dengan seluruh makanan yang ia tata di meja makan. Ada nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya, tidak lupa dengan susu segar sebagai pelengkap minumannya."Kamu banyak banget masaknya? Sudah kayak orang hajatan.""Aku hari ini memang hajatan, Mas."Naresh mengernyit bingung, "hajatan apa?""Aku 'kan hari ini ulang tahun."Naresh menghentikan gerakannya menyuap makanan ke dalam mulut. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Clara, maklum jika dirinya tidak tahu hari ini ulang tahun istrinya.Netranya terus memperhatikan Clara yang tengah sibuk memasukkan nasi kuning ke dalam box makan, ingin membantu tetapi dia sungkan."Kamu bungkus segitu banyak mau buat apa?""Aku bagiin ke anak-anak di kantor, hitung-hitung sedekah.""Oh," jawab Naresh, singkat.Setelah menyelesaikan sarapan, keduanya lantas beranjak menuju mobil. Pagi ini pasangan suami istri itu memang berangkat bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti sebelumnya.Sesekali Naresh melemparkan lirikan taj
Ceklek!"Mas," ucap Clara saat melihat suaminya sudah masuk ruangan.Naresh tidak menjawab, pria tampan dengan raut wajah yang masih di tekuk itu langsung mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Sementara Clara hanya mampu menatapnya saja."Ingat ini, Cla. Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan Kenzie setelah ini!""Kami memang dekat sejak dulu, Mas."Sret!Clara langsung menundukkan kepalanya saat Naresh melemparkan tatapan ngeri. Atmosfer di sekitarnya mendadak mencekam. Alhasil, wanita cantik itu hanya bisa pasrah sambil duduk di sofa dan mulai membuka laptop guna mengerjakan tugas.Seharusnya Naresh bisa sedikit lembut, mengingat ini adalah hari ulang tahunnya. Padahal saat suaminya itu bersama Bella, Clara tidak pernah ada masalah. Giliran sekarang ada yang mendekatinya, Naresh marah-marah.Memang apa salahnya? Bahkan Clara tidak merespon Kenzie, tapi tetap saja ia kena marah. Suami tampannya itu benar-benar tidak berperasaan.Menit berlalu...Waktu sudah menunjukkan jam makan
Clara masih terdiam, hingga Naresh menggandeng tangannya untuk bangkit pun wanita cantik itu masih membeku. Manik beningnya menyelami netra elang suaminya, mencari maksud sang suami mengajaknya seperti ini.Jujur saja, ia takut seperti yang sudah-sudah. Di kecewakan, di khianati, bahkan di bentak habis-habisan."Kenapa? Jangan pikirkan sesuatu yang malah membuatmu semakin bimbang, nikmati saja," bisik Naresh tepat di telinga Clara, yang mana itu semakin membuatnya meremang."A-Aku...,""Kenapa, Cla? Kamu mau bicara apa?""Aku nggak bisa berdansa."Naresh mengerutkan keningnya, "iya kah? Namun tidak masalah, aku akan membantumu. Kamu cukup mengalungkan tangan di leherku, Cla. Setelah itu, ikuti saja gerakanku."Clara mengangguk dan mulai mengikuti arahan dari Naresh."Jangan menunduk, lihat mataku dalam-dalam. Kamu bisa melihat bayanganmu di mataku 'kan?"Glek!Tenggorokannya tercekat. Sedekat ini dengan suaminya membuat jantungnya semakin tidak aman. Hembusan napas hangat Naresh menye
Pagi ini Clara sudah berdandan rapi, ia mengenakan dress selutut berwarna merah yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambutnya sengaja di gerai, dengan sentuhan makeup natural di wajahnya yang semakin membuat cantik.Clara meraih tas mini dan lantas turun ke bawah menemui suaminya yang telah siap di ruang tamu. Di sana Naresh nampak fokus memandang ponselnya, bahkan tidak menyadari kehadiran sang istri di sampingnya."Ada pekerjaan, Mas?"Naresh tersentak kaget."Eh, kamu ngagetin saja. Iya, ini lagi ngecek beberapa perusahaan yang minta kerja sama. Kemarin asistenku lupa nggak kasih maksimal pendaftaran, jadi ini ada lima puluh lebih yang mencalonkan diri. Sedangkan aku hanya pilih satu," jelas Naresh."Nanti aku bantuin sisanya," ucap Clara yang langsung membawa angin segar bagi Naresh."Makasih sebelumnya. Oh, iya, kamu sudah siap?""Sudah, ayo berangkat sekarang biar nggak macet."Naresh mengangguk. Ia lantas beranjak dari duduknya dan melangkah berbarengan dengan Clara.Tib
Paris, Prancis."Aku tidak bisa menunggu lagi, Ray. Aku harus pulang!""Kondisimu sudah stabil?""Bahkan aku sudah merasa sehat dari satu minggu yang lalu."Seorang lelaki berbadan besar itu tak ayal terkekeh mendengar jawaban sahabatnya tersebut. Akhirnya ia memutuskan mengantarkan sahabatnya ke Bandara pagi ini."Jangan lupa hubungi aku kalau kau sudah sampai, Naresh," ucapnya."Aku akan langsung menghubungimu. Terima kasih atas bantuannya," jawab Naresh seraya memeluk erat tubuh besar Raymond.Yeah! Setelah kejadian kebakaran itu Naresh mengalami luka bakar lumayan parah dan juga benturan yang membuatnya tidak sadarkan diri. Sedangkan Raymond juga mengalami luka bakar, tetapi masih tergolong ringan. Itulah yang membuat Raymond berinisiatif membawa sahabatnya ke Prancis.Naresh mengalami koma selama satu Minggu, lelaki tampan itu meraih kesadarannya pada Minggu kedua, dan itu bertepatan saat Clara meninggalkan Italia. Makanya Raymond masih menahan sahabatnya.Namun, Raymond tetap me
Clara menuju ruang meeting bersama dengan Anne, kedua wanita berbeda usia itu sepakat untuk melantik petinggi perusahaan yang baru. Sebenarnya ini adalah tugas Naresh, tetapi lagi-lagi Clara yang harus melakukannya.Beberapa kali wanita cantik itu tampak menghela napas. Bohong kalau ia tidak rapuh. Justru saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping, dan kepingannya pula yang menusuknya hingga berdarah-darah."Kamu baik-baik saja, Cla?" tanya Kenzie yang turut hadir dalam rapat ini."Iya," jawab Clara, singkat."Kalau dulu, mungkin aku akan mengatakan kamu harus mengikhlaskan Naresh dan mulailah menata hidup baru denganku. Namun, sekarang ... aku ingin mengatakan kamu harus kuat. Jika kamu percaya Naresh akan kembali, maka tidak ada yang mustahil. Semesta pasti mendengar doamu, Cla. Dan setiap doa pasti dikabulkan. Jika bukan sekarang, berarti nanti."Clara mengulas senyum tipis. Lelaki yang sempat membuatnya trauma ini sudah berubah menjadi lebih baik. Bahkan beberapa minggu lalu K
Clara menyembunyikan alat tes kehamilannya di dalam tas, kemudian ia lekas keluar kamar guna mencari Hilda. Beruntung pengawalnya itu masih duduk di ruang tamu. "Hilda ...."Wanita itu terperanjat saat melihat Nona-nya sedang berlari menuruni tangga. "Hati-hati, Nona!" ucapnya dan langsung menghampiri Clara."Kenapa wajahmu?" tanya Clara."Saya khawatir kalau Nona jatuh.""Ah, kamu ini. Sudah, ayo antarkan aku ke rumah sakit."Hilda membelalakkan mata."Nona sakit?!" tanyanya dengan nada serius."Ish! Apaan, sih?! Sudahlah nggak usah banyak tanya. Lebih baik kamu cepat siapkan mobil, mumpung Mama lagi tidur.""Baik, Nona," sahutnya dan lantas berlari menuju parkiran.Clara yang melihatnya tak ayal tersenyum, meskipun hanya senyuman tipis. Karena wanita cantik tentu juga memikirkan kondisi janinnya. Kasihan kalau ikut stres.•Beberapa menit kemudian, Clara sudah sampai di rumah sakit. Ia langsung menuju Dokter Kandungan tanpa ditemani oleh Hilda. Sengaja, karena wanita cantik itu be
Keadaan berubah gaduh saat beberapa Polisi kembali masuk ke dalam restoran, sementara Clara sudah tidak sadarkan diri. Namun, Hilda dengan sigap memberitahukan kepada teman-temannya untuk segera mencari jawaban atas cincin itu.Clara membuka mata dan mendapati bahwa dirinya sedang terbaring di kamar hotel. Perlahan wanita cantik itu berusaha menegakkan tubuhnya, sesekali netranya menelisik ke sekeliling."Hilda ...!"Hening! Sama sekali tidak ada jawaban."Hilda ...!" Clara kembali berteriak lebih lantang.Sekejap kemudian pengawal wanitanya itu masuk kamar dengan napas terengah-engah dan langsung menuju ke dekatnya."Ada apa, Nona? Ada sesuatu yang Anda butuhkan?""Bagaimana pencariannya? Apa ada titik terang?!" tanyanya dengan raut penuh harap."Maaf, Nona. Mereka mengatakan belum mendapatkan apa-apa," jawabnya dengan kepala menunduk."Apa?! Dari tadi masih belum mendapatkan apa-apa?! Sebenarnya kalian bisa bekerja tidak?!"Hilda semakin dalam menundukkan kepalanya. Sementara Clara
Clara terbangun dengan kepala yang masih terasa pusing, bola mata coklatnya mengedar ke sekeliling, dan hanya menemukan Hilda yang duduk di samping ranjangnya. Wanita cantik itu menekan sisi pelipis dengan sebelah tangan, sekejap kemudian tangisnya kembali meledak saat teringat Naresh."Nona, apa ada yang sakit? Sebentar, saya akan panggilkan Dokter.""Aku mau suamiku, Hilda."Deg!Hilda yang tadinya hendak beranjak, langsung mendudukkan dirinya di kursi, tangannya menggenggam erat lengan Clara."Para bodyguard dan kepolisian sudah mencari Tuan Naresh dan Tuan Raymond, tapi kebanyakan korban tidak dikenali, Nona. Saat ini mereka sedang menunggu hasil DNA, dan semoga saja Tuan Naresh tidak termasuk salah satu korban. Semoga Tuan Naresh selamat," ucap Hilda berusaha menenangkan."Tapi kemana perginya suamiku kalau dia masih selamat, Hilda?!""Nona, besok kita akan mencari tahu. Ini masih gelap, dan mereka berjanji subuh nanti hasil DNA korban sudah keluar. Jika tidak ada yang cocok den
Matahari tepat berada di atas kepala, Clara melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan jarumnya menunjukkan pukul setengah dua belas. Pesawat yang ia dan Naresh tumpangi baru saja mendarat di Bandara.Naresh dan Clara langsung menuju mobil yang menjemputnya, keduanya langsung dibawa ke sebuah hotel yang terletak di kawasan ellite pusat kota. Hotel bintang lima ini berdiri menjulang di tengah-tengah hiruk pikuk dan gemerlapnya Ibu kota Italia.Yeah! Negara itu menjadi tujuan bulan madu mereka. Clara sudah membayangkan akan mengunjungi banyak tempat wisata dan tempat bersejarah. Ia juga ingin mencoba banyak restoran pasta bersama suaminya."Mau istirahat sekarang?" tanya Naresh.Clara menggeleng. Ia lantas menghempaskan tubuhnya ke kasur empuk berwarna putih itu dan memejamkan matanya sejenak."Aku nggak capek, kok, Mas. Lagian aku tadi udah tidur di pesawat.""Yakin? Atau kamu mau bercinta?" Naresh langsung mengungkung tubuh mungil itu, hal itu tak ayal membuat Clara ter
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya di ujung barat, Naresh dan Clara baru saja keluar dari kamar lantaran pelayan yang memanggilnya atas perintah Anne. Ternyata wanita paruh baya itu sudah bersiap di meja makan."Mama ternyata sudah menunggu kita, Mas," ucap Clara saat hendak menuruni tangga."Memang sudah jamnya makan malam 'kan? Wajar kalau Mama menunggu kita.""Ih! Dasar nggak peka. Aku tuh nggak enak sama Mama," ucap Clara dengan berbisik."Kenapa memangnya?""Harusnya kita duluan yang hadir di meja makan, bukan malah Mama yang menunggu. Ini semua gara-gara kamu!"Naresh menoleh dengan pandangan tidak terima. Bisa-bisanya dirinya malah disalahkan."Kok malah aku?""Iya, lah. Kamu dari tadi nahan aku buat keluar, dan akhirnya kita telat 'kan? Sudahlah, aku mau turun duluan."Naresh masih melongo melihat Clara yang meninggalkannya seorang diri di sini. Lelaki itu menatap punggung istrinya yang semakin jauh dengan pandangan penuh tanda tanya.Memangnya apa salahnya? Bukankah Clara ta
"Eugh ..."Clara melenguh sambil mengerjapkan kelopak matanya. Wanita cantik itu merasakan sesuatu yang berbeda pada area sensitifnya, sebuah sentuhan yang membuatnya sontak bergairah. Benar saja. Saat ia membuka lebar kelopak matanya, suami tampannya itu tengah bermain-main di puncak dadanya. Layaknya bayi yang kelaparan, lelaki tampan itu menyusu dengan begitu lahap."M-Mas ...""Kenapa, Cla?" tanya Naresh dengan masih terus menyusu di sana."Kamu nggak tidur?"Naresh menggeleng. Mulutnya masih penuh dengan buah kenyal itu, sementara tangan sebelahnya asyik memelintir buah stroberi ranum pada buah satunya."Aaaahh ...."Desahan itu tak dapat terelakkan. Clara sungguh menikmatinya, apalagi saat merasakan celana dalamnya lembab. Iris coklat itu menoleh ke arah meja, keningnya mengerut saat mendapati masih jam satu siang. Berarti dirinya hanya tidur tiga puluh menit."Mas, a-aku masih ngantuk," ujar Clara."Tidur saja, Cla. Kenapa malah bangan kalau masih ngantuk?""Aku mau pipis, mak
Clara meraup bibir merah alami milik Naresh. Menyesapnya dan sesekali memberikan gigitan manjanya di bibir kenyal itu. Naresh yang terhenyak tentu saja kelabakan, apalagi saat Clara memasukkan lidah hangatnya, dan menyapu seluruh rongga mulut lekaki itu."Aku juga mencintaimu, Mas. Sangat mencintaimu. Aaahh ... kita akan memulainya lagi. Yeah, kau dan aku. Kita akan memulai lagi dari awal," ucap Clara saat baru saja melapas pagutannya."I-Itu artinya?""Kita tidak akan bercerai, karena kita saling mencinta. Bukankah tugas dua orang yang saling mencintai adalah saling menjaga? Kita juga saling menyayangi 'kan, Mas? Itu artinya kita harus bersama-sama melewati badai ini. Kita juga akan membuat Naresh junior dan Clara junior lagi," ujar Clara dengan suara lirih.Naresh sontak tergelak mendengarnya, tidak terasa air matanya juga menetes. Seluruh beban yang menghimpit dadanya beberapa saat lalu telah terangkat. Semua ketakutan akan perpisahan yang menghantuinya beberapa saat lalu juga tela