Tok! Tok! Tok!Naresh yang tengah bersiap di kamarnya tak ayal tersentak kaget saat ada yang mengetuk pintu, ujung netranya melirik pada pintu kamar mandi, istrinya belum keluar dari sana. Alhasil dengan berat hati pria itu berjalan menuju pintu dan membukanya."Ada apa?""Maaf, Tuan. Di bawah ada Tuan Kenzie yang ingin bertemu dengan Nona Clara," ucap seorang pelayan."Hem, kau boleh pergi."Pelayan tersebut mengangguk, "permisi, Tuan."Naresh menutup pintu. Kepalanya melongok ke bawah, dan benar saja Kenzie tengah duduk di ruang tamu sendirian. Ia akhirnya melangkahkan kaki menuju tangga guna menemui Kenzie."Ada apa kau pagi-pagi mencari istriku, Ken?""Clara mana?"Naresh terkekeh. "Ada apa kau cari istriku? Kalau ada sesuatu bicara saja, nanti aku sampaikan.""Aku beliin dia mie nyemek kesukaannya, aku rasa moodnya bisa meningkat kalau makan mie ini.""Kami sudah sarapan bubur tadi pagi, lagian istriku itu masih sakit. Nggak baik terlalu banyak makan mie," tukas Naresh.Naresh se
Clara turun dari mobil dengan langkah tegap. Kaki jenjangnya melangkah perlahan melewati beberapa petak makam yang masih basah lantaran air hujan. Aroma bunga kenanga menguar terkena angin menambah sakral suasana sore ini, dress hitam yang melekat sempurna di tubuh Clara juga nampak melambai-lambai.Clara meletakkan setangkai bunga sedap malam kesukaan Papanya, memanjatkan doa, dan lantas menyiramkan air ke atas pusara. Wanita cantik berwajah sayu itu juga melakukan hal yang sama pada makam Mamanya.Setelahnya, Clara menekuk kaki dan duduk bersila dengan nyaman di tengah-tengah pusara. Kedua tangannya sama-sama menempel pada nisan orang tuanya."Papa, selamat ulang tahun. Di tanggal yang sama ini pula, Papa juga meninggalkan aku di dunia ini, dan memasrahkan aku pada Mama Anne. Beliau sangat baik padaku, namun putranya ... Ah, pasti Papa bisa melihatnya sendiri dari atas sana."Clara mengalihkan pandangan pada pusara sang Mama, "wejangan Mama sudah berhasil aku terapkan. Walaupun rasa
Naresh melajukan mobilnya dengan perasaan bimbang, ada rasa tidak puas saat Clara tidak lagi mengkhawatirkannya. Bahkan kini keinginannya bertemu Bella sudah sirna, dengan berat hati akhirnya Naresh memutar laju mobilnya ke sebuah club milik sahabatnya.Dentuman keras musik bertalu dengan gemerlapnya dunia malam. Suaranya memekakkan telinga, namun tidak bagi setiap insan yang menari-nari di bawahnya.Naresh memarkirkan mobil dan lantas menyerahkan kuncinya kepada salah satu bodyguard di sana untuk di parkirkan. Kemudian ia berjalan memasuki club dengan langkah tegap."Wah wah wah!" sapa seorang pria dengan postur tubuh tinggi kekar. Pria tersebut tidak henti-hentinya bertepuk tangan sampai jaraknya dengan Naresh benar-benar dekat."Sudahi tepuk tanganmu, Raymond. Aku pusing mendengarnya," ucap Naresh.Raymond Christense, sahabat baik sekaligus salah satu rekan Naresh di dunia pebisnis. Lelaki dengan tato di seluruh badan kecuali wajahnya itu juga pemilik club terbesar di pusat kota. P
Pagi ini Clara sudah siap dengan seluruh makanan yang ia tata di meja makan. Ada nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya, tidak lupa dengan susu segar sebagai pelengkap minumannya."Kamu banyak banget masaknya? Sudah kayak orang hajatan.""Aku hari ini memang hajatan, Mas."Naresh mengernyit bingung, "hajatan apa?""Aku 'kan hari ini ulang tahun."Naresh menghentikan gerakannya menyuap makanan ke dalam mulut. Ia memang tidak terlalu memperhatikan Clara, maklum jika dirinya tidak tahu hari ini ulang tahun istrinya.Netranya terus memperhatikan Clara yang tengah sibuk memasukkan nasi kuning ke dalam box makan, ingin membantu tetapi dia sungkan."Kamu bungkus segitu banyak mau buat apa?""Aku bagiin ke anak-anak di kantor, hitung-hitung sedekah.""Oh," jawab Naresh, singkat.Setelah menyelesaikan sarapan, keduanya lantas beranjak menuju mobil. Pagi ini pasangan suami istri itu memang berangkat bersama, tidak lagi sendiri-sendiri seperti sebelumnya.Sesekali Naresh melemparkan lirikan taj
Ceklek!"Mas," ucap Clara saat melihat suaminya sudah masuk ruangan.Naresh tidak menjawab, pria tampan dengan raut wajah yang masih di tekuk itu langsung mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Sementara Clara hanya mampu menatapnya saja."Ingat ini, Cla. Kamu jangan pernah dekat-dekat lagi dengan Kenzie setelah ini!""Kami memang dekat sejak dulu, Mas."Sret!Clara langsung menundukkan kepalanya saat Naresh melemparkan tatapan ngeri. Atmosfer di sekitarnya mendadak mencekam. Alhasil, wanita cantik itu hanya bisa pasrah sambil duduk di sofa dan mulai membuka laptop guna mengerjakan tugas.Seharusnya Naresh bisa sedikit lembut, mengingat ini adalah hari ulang tahunnya. Padahal saat suaminya itu bersama Bella, Clara tidak pernah ada masalah. Giliran sekarang ada yang mendekatinya, Naresh marah-marah.Memang apa salahnya? Bahkan Clara tidak merespon Kenzie, tapi tetap saja ia kena marah. Suami tampannya itu benar-benar tidak berperasaan.Menit berlalu...Waktu sudah menunjukkan jam makan
Clara masih terdiam, hingga Naresh menggandeng tangannya untuk bangkit pun wanita cantik itu masih membeku. Manik beningnya menyelami netra elang suaminya, mencari maksud sang suami mengajaknya seperti ini.Jujur saja, ia takut seperti yang sudah-sudah. Di kecewakan, di khianati, bahkan di bentak habis-habisan."Kenapa? Jangan pikirkan sesuatu yang malah membuatmu semakin bimbang, nikmati saja," bisik Naresh tepat di telinga Clara, yang mana itu semakin membuatnya meremang."A-Aku...,""Kenapa, Cla? Kamu mau bicara apa?""Aku nggak bisa berdansa."Naresh mengerutkan keningnya, "iya kah? Namun tidak masalah, aku akan membantumu. Kamu cukup mengalungkan tangan di leherku, Cla. Setelah itu, ikuti saja gerakanku."Clara mengangguk dan mulai mengikuti arahan dari Naresh."Jangan menunduk, lihat mataku dalam-dalam. Kamu bisa melihat bayanganmu di mataku 'kan?"Glek!Tenggorokannya tercekat. Sedekat ini dengan suaminya membuat jantungnya semakin tidak aman. Hembusan napas hangat Naresh menye
Pagi ini Clara sudah berdandan rapi, ia mengenakan dress selutut berwarna merah yang sangat kontras dengan kulit putihnya. Rambutnya sengaja di gerai, dengan sentuhan makeup natural di wajahnya yang semakin membuat cantik.Clara meraih tas mini dan lantas turun ke bawah menemui suaminya yang telah siap di ruang tamu. Di sana Naresh nampak fokus memandang ponselnya, bahkan tidak menyadari kehadiran sang istri di sampingnya."Ada pekerjaan, Mas?"Naresh tersentak kaget."Eh, kamu ngagetin saja. Iya, ini lagi ngecek beberapa perusahaan yang minta kerja sama. Kemarin asistenku lupa nggak kasih maksimal pendaftaran, jadi ini ada lima puluh lebih yang mencalonkan diri. Sedangkan aku hanya pilih satu," jelas Naresh."Nanti aku bantuin sisanya," ucap Clara yang langsung membawa angin segar bagi Naresh."Makasih sebelumnya. Oh, iya, kamu sudah siap?""Sudah, ayo berangkat sekarang biar nggak macet."Naresh mengangguk. Ia lantas beranjak dari duduknya dan melangkah berbarengan dengan Clara.Tib
"Eum, kebetulan istri saya sedang di kamar mandi, Pak. Mari kita berbicara di luar saja, nanti biar istri saya menyusul," ucap Naresh yang langsung mengajak seseorang itu pergi.Bella yang melihatnya semakin bertambah sebal. Kakinya menghentak ke lantai dengan sorot mata menukik tajam. Naresh mengatakan istrinya di kamar mandi? Yang benar saja?!"Aku nggak terima kalau harus saingan sama Clara," geramnya.***Menit berlalu...Bella sudah merampungkan kegiatannya berbelanja. Wanita cantik itu lantas membawa semua belanjaannya menuju mobil, di sepanjang jalan ia terus saja memberengut kesal. Bagaimana tidak? Bahkan saat ini ia tidak tahu kemana tadi perginya Naresh.Benar-benar menyebalkan. Naresh memang di kenal sebagai suaminya Clara, dan selamanya Bella akan tetap menjadi selingkuhan. Namun, jujur saja hatinya menginginkan lebih dari ini."Ayo cepat masuk mobil, jangan sampai ada yang lihat." Naresh langsung membuka kunci mobil, yang mana itu cukup membuat Bella tersentak."Kamu kena