Satu minggu telah berlalu, kondisi Clara juga sudah lebih baik dari sebelumnya. Namun tidak dapat di pungkiri masih ada ketakutan yang membekas saat ia berdekatan dengan Naresh. Banyak kegiatan positif yang ia lakukan guna menghilangkan bayangan mengerikan itu, dan hari ini bertepatan dengan jadwalnya ke psikiater.Naresh sudah bersiap di mobil. Sebenarnya Clara bisa merasakan perubahan Naresh selama satu minggu ke belakang ini. Suaminya itu menjadi lebih lembut dan tidak terlalu memaksakan kehendaknya."Sudah siap?" tanya Naresh saat Clara baru saja duduk di sampingnya.Wanita itu hanya menimpalinya dengan anggukan. "Jangan khawatirkan apapun, aku akan menemanimu, Cla. Kalau perlu aku nanti akan ikut masuk.""Kalau Dokter bilang aku harus menjauhi penyebab stres, berarti kita harus berjauhan.""Tidak! Aku akan meminta Dokter menyarankan hal lain. Pokoknya kamu nggak boleh menjauhiku, Cla.""Dasar gila," gumam Clara, lirih.Sementara Naresh hanya mengedikkan bahunya cuek, lelaki itu
Pagi ini Naresh di kejutkan dengan kedatangan Mamanya, apalagi saat Anne datang dengan Kenzie, semakin menambah jantungnya yang berdetak kencang. Rencananya mengunjungi Bella sontak saja batal, ingin membuat alasan pekerjaan pun rasanya percuma jika sang Mama ada di sini."Loh, Mama sudah datang? Kok cepet banget?" ucap Clara yang baru saja turun dari lantai atas. Naresh semakin bingung di buatnya. Jadi Clara juga tahu? Berarti di sini hanya dirinya yang nampak seperti orang bingung yang tidak tahu apa-apa? Ah, benar-benar situasi yang menyebalkan bagi Naresh."Gimana kondisi kamu, Sayang? Kamu nggak lupa minum obatnya 'kan?"Clara mengulas senyum lebar, "semuanya aman, Mah. Aku juga nggak lupa, kok. Ayo langsung ke ruang makan saja, Mah, Ken, pasti kalian belum sarapan 'kan?" "Sebenarnya aku tadi sudah mau sarapan di tempat Tante Anne, Cla. Namun sayang sekali Tante sangat merindukan menantunya, jadi kita langsung kemari tanpa sempat sarapan," tutur Kenzie.Anne sontak meninju leng
Beberapa hari kemudian.Siang ini Clara sudah bersiap dengan setelan santainya dan dandanan cantik. Ia sadar, tidak mungkin dirinya akan terus terjebak dalam trauma. Ia harus bisa bangkit, tetap bersinar, dan memperbaiki pernikahannya yang memilukan."Aku akan niatkan kejadian itu untuk melayani Mas Naresh yang pertama kalinya. Setelah ini aku harus bisa bangkit dan membuat Mas Naresh takluk. Aku akan membuat Mas Naresh tidak bisa lepas dariku!" gumamnya.Lihatlah! Wanita cantik itu sudah menyadari kekuatannya. Clara sudah mengambil keputusan besar sesuai arahan sang Mama mertua untuk biduk rumah tangganya, ia sudah pernah jatuh, mustahil kalau dirinya akan menyerah semudah ini."Jika aku menyerah, maka hanya aku yang akan terpuruk. Mas Naresh akan mendatangi Bella dan mengajak wanita itu menikah, lalu mereka akan hidup bahagia. Aku sudah lemah selama beberapa hari ini, maka sekarang akan aku tunjukkan kekuatan istri sah yang sebenarnya," gumamnya lagi.Clara menatap pantulan wajahnya
"Eugh..," Bella melenguh saat ada sebuah tangan bergerak nakal di atas dadanya.Perlahan kelopak matanya membuka, ia mendapati Sean di sampingnya tengah menatapnya sayu. Lelaki itu menelusupkan tangannya ke bawah kepala Bella, menjadikan lengan kekarnya sebagai bantalan untuk wanita itu, dan menekan kepala Bella untuk lebih dekat dengannya.Bibir keduanya menyatu, saling memagut dan menggigit sama lain. Lidah keduanya sama-sama membelit, merasakan hangatnya rongga mulut yang memabukkan. "Aaahh..," Desahan Bella lolos saat Sean menelusupkan tangannya pada pangkal pahanya.Jemarinya bergerak lincah di sana, hingga membuat sang empu menggelinjang hebat. Tubuh Bella bergetar, merasakan sensasi surgawi yang di berikan oleh Sean."Kita akan melakukannya, Bell. Nikmatilah ... Biar pikiranmu segar setelah ini, lalu kita akan membicarakan rencana balas dendam," bisik Sean sembari mengecup basah telinga Bella."Ye-Yeah, aku mau. Aku juga menyukainya, Sayang. Aku menyukai permainanmu," ujar Bel
Di sisi lain Naresh baru saja sampai di apartemen Bella, lelaki itu melangkah cepat menuju unit kekasihnya, pikirannya hanya di penuhi wanita itu. Tanpa tahu istrinya sedang dalam bahaya.Ting!Pintu terbuka. Naresh langsung mencari keberadaan Bella, pandangan netranya mengedar ke seluruh penjuru apartemen. Sepersekian detik kemudian Bella keluar dari kamarnya hanya dengan mengenakan bikini warna merah menyala yang sangat menggoda."Selamat malam, Sayang. Malam ini menginap di sini saja, ya. Aku kangen banget sama kamu," ujar Bella."Kamu tadi telepon aku katanya ada hal penting?!""Hal pentingnya, ya, ini. Malam ini kita harus saling memuaskan dan melewatinya bersama sampai besok pagi. Dari kemarin kamu nggak ada waktu, loh, buat aku."Naresh membuang pandangannya ke lantai. Ia ingin marah namun tidak sampai hati, apalagi melihat kekasihnya sudah siap melayaninya seperti ini. Sementara Bella langsung melangkah mendekati Naresh yang masih tidak bergeming di dekat pintu, wanita itu lang
"Ini aku Kenzie, Cla. Kamu jangan khawatirkan apapun, aku akan melindungi kamu," bisiknya.Tubuh Clara lemas seiring dengan bunyi sirine polisi yang membawa angin segar bagi pernapasannya. Ada dua mobil polisi dan satu mobil pribadi berhenti tepat di depan markas tempat ia di sekap. Wanita cantik itu baru menyadari jika di sekelilingnya adalah hutan."Kamu bisa jalan? Ayo kita keluar pelan-pelan, ada Tante Anne juga di sana.""Mama?""Iya, ayo kita ke sana."Kenzie mengandeng kedua bahu Clara, lelaki itu berjaga-jaga seandainya temannya itu akan pingsan. Di depannya telah banyak polisi dan beberapa bodyguard berpencar, tidak seberapa lama kemudian satu rombongan polisi ke luar dari markas tersebut dengan membawa seorang laki-laki yang beberapa saat lalu hendak melecehkannya."Dia yang telah membawaku ke sini, Ken. Dia juga hampir melecehkan aku," isak Clara."Dia akan mendapat balasan yang setimpal," balas Kenzie dan langsung membawa Clara masuk ke mobil.Di dalam mobil, Anne tengah d
Naresh terbangun saat mendengar deringan telepon yang memekakkan telinganya, tangannya meraba-raba meja, dengan mata yang masih sulit terbuka. Ia langsung menempelkan ponselnya ke telinga tanpa melihat siapa si penelpon."Halo," ucapnya serak."Turun, Naresh. Aku ada di lobi," jawab seseorang di seberang telepon.Deg!Naresh sontak membuka kedua matanya lebar-lebar, ia menatap layar pipih di tangannya. Di layar ponsel tersebut, terpampang nama Kenzie dan detik waktu yang terus berjalan."Kau ngapain di sini? ini masih jam dua, gila!""Cepat turun atau aku yang naik."Naresh menggeram kesal, "iya-iya. Tunggu sebentar."TUT!Naresh mematikan sambungan teleponnya dengan asal. Lelaki itu lantas bangun dan beranjak menuju kamar mandi guna membasuh tubuhnya yang lengket karena sisa percintaannya dengan Bella. Sekitar tiga puluh menit, Naresh sudah siap turun.Ia membangunkan kekasihnya untuk berpamitan, namun sayangnya wanita itu masih betah menutup mata. Dengan berat hati akhirnya Naresh m
"Argh..! SIAL..!"Belum selesai kebingungan Bella terbangun dari tidurnya dan tidak menemukan Naresh di sampingnya. Beberapa menit lalu wanita itu menerima telepon dari Sean yang mengabarkan bahwa lelaki itu sedang di kantor polisi.Benar-benar menyebalkan. Paginya harus di awali dengan suasana yang menjengkelkan. Bagaimana bisa Clara kabur? Bukankah Sean bilang akan mengikat wanita itu? Kalau sudah begini, ia bisa-bisa ikut terseret."Tidak! Aku tidak boleh terseret, aku harus ke kantor polisi dan meminta Sean menutup mulut."Bella bergegas turun setelah menyambar tas mininya, dirinya bahkan belum sempat membenahi penampilan. Pikirannya terlalu kacau memikirkan nasibnya ke depan.Setelah menempuh dua puluh menit perjalanan, Bella sudah menghentikan mobilnya di parkiran kantor polisi. Wanita itu berusaha mengatur deru napas juga detak jantungnya. "Tenang ... Aku harus tenang. Datang ke sana, minta Sean tutup mulut, dan pulang. Yeah, aku harus bisa!" gumamnya bermonolog.Bella keluar