"Luna?"
Mata Celine membesar melihat siapa yang memanggilnya. Dia adalah Luna-sahabat baik, sekaligus guru El Baldwin-putranya. "Apa yang kamu lakukan disini?"Wanita itu mendekat, tak percaya bisa bertemu dengannya di tempat itu."Aku baru saja menemui suamiku." Luna menunjuk gedung yang berdiri kokoh di belakangnya "Dia bekerja disana.""Benarkah?" Matanya memelotot. Takjub dengan pengakuan Luna barusan. "Itu sangat keren!""Kamu juga sangat keren," puji Luna.Wanita itu memperhatikan Celine sebentar. Hanya beberapa minggu sejak pertemuan terakhir mereka, tapi Celine sudah banyak berubah. "Bagaimana kabarmu?""Aku baik." Celine tersenyum manis, tak lupa menyodorkan tangannya pada Luna. "Terimakasih ya, atas semuanya?""Untuk?" Luna memicingkan salah satu matanya. Seingatnya, dia tidak melakukan apa pun. Lalu, kenapa Celine mengucapkan terimakasih?"Ehh ... i-itu, karena tanpa bantuanmu, aku tidak mungin bisa bertemu dengan El." Canggung, Celine pun menggaruk pipinya yang tidak gatal.Hak asuh El jatuh ke tangan mantan suaminya. Dan Celine tidak diijinkan menemui anak itu. Tapi berkat Luna, akhirnya Celine bisa melepas rindu kapan pun dia mau.Celine juga sering menitipkan sesuatu untuk anak itu melalui Luna. Termasuk, kue ulang tahun yang dia pesan tempo hari itu."Tidak perlu berterimakasih. Aku senang bisa membantumu, Celine!" Setelah mengatakan itu, tiba-tiba ekspresi Luna berubah.Jujur saja, perubahan itu membuat Celine bertanya-tanya. Apalagi, Luna sepertinya enggan menyambut uluran tangannya. "Ada apa? Kenapa kamu melihatku dengan tatapan seperti itu?""Maafkan aku!" Luna menghela nafas berat. Perempuan itu memang mengabaikan uluran tangan Celine, tapi sebagai gantinya, Luna malah memeluk Celine erat-erat.Mendengar permintaan maaf itu, perasaan Celine jadi tak menentu. Apakah Luna sengaja menemuinya untuk menyampaikan kabar buruk? Atau, mungkinkah terjadi sesuatu dengan El? "El, dia ... baik-baik saja, kan?" tanya Celine dengan terbata."Dia baik. Tapi sepertinya, aku tidak bisa memberikan barang pemberianmu untuknya lagi.""Kenapa?""Karena ayahnya membawanya pergi ke luar negeri, Celine."Deg"Apa?" Seketika, bahu Celine melorot. Wajahnya berubah murung, dan mulutnya terkunci.Tidak mungkin anak itu pergi. El adalah sumber kekuatannya, selain ayahnya.Kalau anak itu pergi dan ayahnya tak kunjung sadarkan diri, lalu bagaimana cara Celine melanjutkan hidup?"Luna, kamu bercanda, kan?" Akhirnya, Celine melepas pelukan Luna. Selama ini Luna tidak pernah berbohong. Tapi kali ini saja, Celine berharap Luna membohonginya. "Tahu tidak? Candaanmu kali ini sangat tidak lucu, tahu?""Tapi aku sedang tidak bercanda, Celine." Luna kembali meraih tangan Celine, lalu memberikan sebuah kotak berukuran kecil kepadanya. "El menitipkan benda ini untukmu.""Jadi, dia benar-benar pergi?"Luna mengangguk. "Dia bilang kamu harus menjemputnya suatu hari nanti."Tiba-tiba suasana menjadi hening. Celine menatap kotak itu dengan tatapan nanar. Sementara Luna, tak ada yang dia lakukan selain memperhatikan Celine.Tapi, begitu melihat matanya mengembun, Luna langsung menarik Celine ke pelukannya. "Tidak apa-apa. Menangislah sepuasmu jika itu bisa memuatmu lega."**"Siapa dia?"Hanya kata itu yang Earl tanyakan saat Celine kembali. Bukannya menjawab, Celine justru meminta maaf. "Maaf membuatmu menunggu lama, Presdir."Saat ini, Celine tidak lagi seenerjik sebelumnya. Perubahan perilaku itu tentu membuat Earl heran.Terlebih, Earl sempat melihat apa yang Celine dan Luna lakukan, tapi tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. "Ada apa? Apa ada masalah?"Celine menggeleng. "Tidak ada," jawabnya. Gadis itu tersenyum, ingin menunjukkan pada Earl seolah tak tak ada masalah."Yakin?" Dahi Earl mengkerut karena heran. Lalu memindai Celine dari ujung kepala hingga ujung kakinya.Tidak ada yang aneh, tapi bekas air mata yang belum mengering di sudut mata itu sudah cukup membuktikan bahwa Celine sedang tidak baik-baik saja. "Lalu kenapa kamu menangis?""Tidak kok." Tak ingin terlihat lemah, Celine pun mengalihkan pembicaraan. Tak lupa merubah ekspresinya menjadi lebih ceria. "Presdir, sebenarnya ada tempat lain yang ingin aku kunjungi. Jadi, kita berpisah disini saja, ya?""Memangnya kamu mau pergi kemana?" Earl melihat jam yang melingkar di tangannya. Malam belum terlalu larut, tapi tidak baik seorang perempuan berkeliaran sendirian di jam seperti ini, kan?Sayangnya, Celine tidak ingin memberitahu Earl kemana dia akan pergi. Wanita itu berbalik arah, lalu menjawab pertanyaan Earl dengan singkat. "Rahasia."Selepas kepergian Celine, Earl tersenyum tipis. Lalu membakar tembakaunya dan menghisapnya perlahan sebelum membuangnya ke udara. "Rahasia ya? Kalau begitu, akan kucari sendiri apa rahasiamu itu, Celine."**"Berikan aku satu lagi?"Celine mengangkat tangannya. Dua botol alkohol telah berpindah ke perut, tapi kelihatannya masih jauh dari cukup.Mau bagaimana lagi? putra kesayangannya tiba-tiba pergi. Bukankah wajar jika Celine patah hati?"Pesanan Anda, Nona!" kata seorang pelayan."Terimakasih."Celine menuang kembali alkoholnya di gelas kosong. Selama beberapa waktu, ekpresinya terus berubah. Terkadang, dia tersenyum. Tapi terkadang juga menangis. "Sayang, apa yang harus mami lakukan kalau mami rindu?" sesalnya.Dulu, El lahir dengan kondisi cacat. Anak itu tidak bisa berjalan karena struktur tulangnya bengkok. Walaupun begitu, Celine merawat anak itu dengan penuh cinta.Setelah melakukan serangkaian operasi dan pengobatan bertahun-tahun, akhirnya El bisa berjalan dengan normal. Sebagai seorang ibu, Celine tentu sangat bahagia.Tapi kebahagiaan Celine tak berlangsung lama. Karena Dave memutuskan untuk menceraikannya."Dave, kamu benar-benar brengsek!" umpat Celine.Sekali lagi, Celine menuang alkoholnya. Tapi kepalanya terasa semakin berat. Akhirnya, Celine pun tersungkur ke meja. Dan sebelum kesadarannya hilang, dia sempat berbicara pelan, "El, bersabarlah. Mami pasti akan menjemputmu suatu hari nanti."Melihat Celine mabuk, seorang pria yang sejak tadi mengawasinya pun mendekat.Menolong sudah pasti. Tapi sebelum itu, dia masih sempat-sempatnya memberikan pujian untuk Celine. "Ternyata kamu kuat minum. Lain kali, kalau mau minum tolong undang aku juga, okay?"**"Tidurku nyenyak sekali."Bangun tidur, Celine langsung duduk. Perempuan itu menggosok matanya, lalu merenggangkan tubuh sembari mengumpulkan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul.Tapi, sebuah kejutan langsung menyambutnya ketika dia membuka matanya ... "Ini ... dimana?"Mata elangnya menyapu seluruh ruangan. Tempat ini begitu asing. Bingung, kaget, semuanya bercampur jadi satu. Terlebih setelah melihat logo yang terpampang di nakas.Seingatnya, dia pergi ke bar semalam. Tapi kenapa sudah ada di kamar hotel saat dia bangun? "Apa aku memesan kamar dalam keadaan mabuk?"Masih dalam keadaan bingung, Celine melangkah. Tujuannya adalah jendela yang masih tertutup gorden. Tapi, langkahnya terhenti ketika dia melihat pantulan dirinya di cermin."T-tunggu ... apa yang terjadi?" Matanya memelotot. Dia bahkan langsung menutup mulutnya karena kaget. "Kemana perginya pakaianku?"Glek.Celine menelan ludahnya dengan kasar. Wajahnya memucat. "Apakah aku tidur dengan pria hidung belang?"Celin
"Akhirnya sampai juga."Begitu turun dari taksi, Celine menyusuri jalanan sekitar untuk mencari alamat yang menjadi tempat janjian mereka. Matanya awas melihat sekeliling. Sementara mulutnya sibuk mengulum permen."Apa ini tempatnya?"Celine memeriksa kembali alamat pemberian Earl. Tidak salah, tapi membuat Celine heran. Dari sekian banyak tempat, kenapa harus tempat ini yang menjadi tempat janjian mereka? "Memangnya, dia ingin aku melakukan apa?"Awalnya, Celine ragu. Tapi seorang perempuan berpakaian rapi keluar dari gedung untuk menyambutnya. "Nona, Anda Nona Celine, kan?""Ah ... darimana kamu tahu namaku?" "Tuan Earl bilang akan datang membawa seseorang. Dan ciri-cirinya persis sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Jadi, kupikir orang itu adalah kamu."" ... ""Mari."Ternyata, perempuan itu adalah salah satu asisten designer terkenal di kota ini. Karena teman pelanggan setianya sudah datang, dia pun
"Presdir, aku sangat jelek saat memakai gaun." Celine mencari alasan. Sepertinya dia masih belum menyerah di detik-detik terakhirnya. "Selain itu, aku juga tidak pandai berbohong. Bagaimana kalau kita mencari perempuan lain saja?"Gadis itu memasang wajah penuh harap. Berdoa di dalam hatinya agar Earl membatalkan niatnya untuk menjadikannya pacar bohongan. Sayangnya, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi. "Aku tidak sempat melakukan semua itu."Suara pria itu sangat datar. Sedatar wajahnya saat membuka pintu ruangan yang akan mempertemukan mereka dengan perancang busana terbaik di kota ini."Selamat sore, Tuan Ivan. Maaf membuatmu menunggu." Earl tersenyum. Menyapa Ivan yang sudah menunggunya sejak tadi."Selamat datang." Ivan tersenyum, menyambut Earl dengan hangat sebelum menoleh ke arah Celine. "Jadi, Anda ingin memesan gaun untuk Nona ini, Tuan Earl?" "Benar. Bisakah membantuku memilihkan gaun yang cocok untuknya?""Tentu saja." Ivan terseyum dengan optimis. "Dengan senang ha
Beberapa jam kemudian."Presdir, aku sudah siap." Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama, akhirnya Celine selesai juga. Hal pertama yang ingin dia lakukan adalah meminta pendapat Earl tentang riasan di wajahnya."Bagaimana? Tidak terlalu menor, kan?" Gadis itu tersenyum, ingin memamerkan kecantikan alaminya untuk mengejutkan Earl. Tapi sayang, waktunya kurang tepat."Tunggu sebentar." Sedikitpun, Earl tak menoleh. Pria itu berdiri membelakangi Celine. Ternyata dia masih sibuk memperbaiki tatanan rambutnya.Maklum, Earl baru bersiap setengah jam yang lalu. Berbeda dengan Celine yang memulainya lebih awal. Jadi, wajar kalau pria itu belum siap.Selesai dengan rambutnya, Earl mengambil parfum dan menyemprotkannya di beberapa titik. Pria itu juga sempat merapikan dasinya sebelum memakai jas berwarna hitam yang tergantung di sebelahnya."Masih lama?" tanya Celine.Wanita itu maju beberapa langkah. Tapi disaat yang bersamaan, Earl memutar tubuhnya dan melakukan hal yang sama. "Oke, aku j
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!" ajak Earl."Baiklah."Akhirnya, mereka pun memasuki rumah dimana Andreas merayakan hari jadi pernikahannya. Kedatangan mereka tampaknya mencuri perhatian.Karena ini adalah pertama kalinya Earl membawa seorang gadis. Belum terbiasa, Celine pun berbisik pelan. "Presdir, kenapa mereka terus melihat kita?""Entahlah." Earl menoleh. Berpura-pura merapikan anting Celine dan bicara tak kalah pelan. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu di hadapan mereka.""Maafkan aku." Celine menghela nafas. Menjadi pusat perhatian nyatanya tidak membuat dirinya gentar. Justru sebaliknya, dia sangat antusias memainkan peran sebagai kekasih Earl."Sayang, jadi yang mana kakekmu? Aku tidak sabar bertemu dengannya." Gadis itu tersenyum manis. Tak ragu memamerkan kemesraan di hadapan semua orang."Kamu lihat pria tua yang berdiri disana?" Earl menunjuk ke tengah-tengah ruangan. "Dia adalah kakekku."Seketika, Celine melihat ke arah itu. Dia melihat sesosok pria tua te
Akhirnya, perayaan ulang tahun pernikahan Andreas dan Sarah pun dimulai. Dua pembawa acara tampak kompak memandu jalannya acara. Diawali dengan sambutan, pesan dari pasangan, penayangan video, pemotongan kue hingga pesta dansa.Sejauh ini, semuanya berjalan sangat lancar. Setidaknya, tidak ada yang berpikir bahwa Celine dan Earl hanyalah sepasang kekasih palsu."Tidak ingin berdansa, Earl?" Sarah memegang tangan Earl. Memberi kesempatan pada cucu kesayangannya sebelum sesi dansa berakhir."Tidak." Earl menggelengkan kepala. "Aku tidak menyukai hal-hal seperti itu."Mendengar jawaban itu, Sarah tersenyum. Lalu bertanya pada Celine yang saat itu sedang memperhatikan mereka. "Bagaimana denganmu, Celine?"Kali ini, tangan Sarah berpindah ke tangan Celine. Menimbang sebentar, Celine menggenggam tangan itu dengan mengulas senyum.Ini bukanlah pertama kalinya Celine menghadiri sebuah pesta. Tapi kalau dansa, Celine belum pernah melakukannya. Jadi, lebih baik dia menolak."Aku mau, tapi ... "
"Hampir saja." Di balik pintu itu, Celine menghela nafas lega. Mungkin, dia pikir dia sudah aman. Padahal, pengakuannya justru menimbulkan masalah baru untuk Earl.Pria itu merapatkan tubuh Celine ke dinding. Satu tangannya menekan dinding, sementara tangan yang lain menyentuh dagu Celine. "Apa kamu sangat ingin menikah denganku, Celine?" "Hah?" Dahi Celine mengkerut. "Jangan terlalu percaya diri."Gadis itu menghempaskan tangan Earl, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sepertinya, dia marah karena Earl sudah berprasangka buruk padanya."Hei, aku sedang bicara denganmu." Earl kembali menyentuh dagu Celine, memaksa gadis itu untuk melihatnya. Tapi, Celine justru menggigit tangannya. "Apa yang kamu lakukan, Celine?"Earl menarik tangannya. Tidak sakit, tapi bekas gigitan Celine tercetak jelas diatasnya. "Kenapa kamu menggigitku?""Karena kamu sangat menyebalkan." Celine mendorong pria itu agar menjauh. "Siapa juga yang ingin menikah denganmu?""Lalu kenapa kamu mengatakan kalau kamu
Keesokan harinya.Ting Tong ...Celine masih terbuai dalam mimpi ketika seseorang menekan bel pintu. Bel pertama, Celine mengabaikannya. Bel kedua, Celine menutup telinganya. Baru di bel ketiga, Celine bangun dari tidurnya."Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gerutu Celine.Dengan malas, Celine turun dari ranjang. Wanita itu meraih gagang pintu dengan mata setengah terbuka. "Siapa?" "Aku," jawab seorang pria yang tak lain adalah Sebastian Earl Sanders."P-presdir?" Akhirnya mata Celine terbuka sepenuhnya. "Apa yang kamu lakukan disini, Presdir? Bukankah ini hari minggu?"Celine buru-buru merapikan rambutnya. Sementara Earl tampak mendorong pintu. "Setidaknya, biarkan aku masuk dulu.""Jangan masuk!" Celine menahan pintu. "Kamarku berantakan.""Kalau aku bilang ingin masuk, ya masuk." Sepertinya, pria itu tidak ingin mengalah. Disaat Celine berusaha menutup pintu, Earl justru melakukan sebaliknya. Dia bahkan hanya membutuhkan satu tangan untuk membuka pintu itu seluruhnya."Kamu tin