"Tidurku nyenyak sekali."
Bangun tidur, Celine langsung duduk. Perempuan itu menggosok matanya, lalu merenggangkan tubuh sembari mengumpulkan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul.Tapi, sebuah kejutan langsung menyambutnya ketika dia membuka matanya ..."Ini ... dimana?"Mata elangnya menyapu seluruh ruangan. Tempat ini begitu asing. Bingung, kaget, semuanya bercampur jadi satu. Terlebih setelah melihat logo yang terpampang di nakas.Seingatnya, dia pergi ke bar semalam. Tapi kenapa sudah ada di kamar hotel saat dia bangun? "Apa aku memesan kamar dalam keadaan mabuk?"Masih dalam keadaan bingung, Celine melangkah. Tujuannya adalah jendela yang masih tertutup gorden. Tapi, langkahnya terhenti ketika dia melihat pantulan dirinya di cermin."T-tunggu ... apa yang terjadi?" Matanya memelotot. Dia bahkan langsung menutup mulutnya karena kaget. "Kemana perginya pakaianku?"Glek.Celine menelan ludahnya dengan kasar. Wajahnya memucat. "Apakah aku tidur dengan pria hidung belang?"Celine mulai panik. Takut kalau-kalau hal mengerikan itu terjadi semalam. Dia pun memeriksa tubuhnya sendiri.Memang tak ada bekas atau tanda apapun disana, tapi Celine bisa menghirup aroma pria yang tertinggal di tubuhnya."Tidak. Itu tidak mungkin." Celine mulai frustasi. Wanita itu terlihat mondar-mandir. "Ini pasti hanya mimpi."Plak ...Celine memukul dirinya sendiri. Terkejut karena semua ini kenyataan. "Ya Tuhan ... Apa yang sebenarnya terjadi? Aku tidak mungkin melakukan hal bodoh itu, kan?"Dan, tiba-tiba ...Tok tok tok"Nona Celine, Anda sudah bangun?""S-siapa diluar?" Sigap, Celine memperbaiki piyamanya. Tak lupa memakai luaran piyamanya dan mengikat talinya kuat-kuat."Ada apa?" tanya Celine setelah melihat siapa yang datang.Ternyata, itu adalah pelayan hotel. Celine tidak tahu kenapa pelayan itu mencarinya. Tapi yang jelas, pelayan itu membawa sesuatu di tangannya."Tuan Earl meminta kami mengantar pakaian Anda, Nona.""Apa?" Dahi Celine tiba-tiba mengkerut. Apa pelayan ini baru saja menyebut nama Presdirnya yang arogan itu? "Tuan Earl? Maksudmu ... Sebastian Earl Sanders?""Benar. Semalam, Tuan Earl yang membawa Nona kemari." Pelayan itu tersenyum, lalu menyerahkan pakaian Celine yang sudah bersih dan wangi. "Ini untuk Anda, Nona.""Ah ... terimakasih." Celine menerima pakaiannya. Akhirnya dia tahu siapa pria brengsek yang membawanya ke hotel. "Kamu boleh pergi sekarang."Setelah mandi dan mengganti pakaian, Celine pun bergegas. Dia ingin menemui Earl untuk meminta penjelasan.Tapi sesuatu yang kurang menyenangkan terjadi saat Celine hendak meninggalkan hotel. "Kenapa aku tidak boleh pergi?""Karena Anda belum membayar biaya sewanya, Nona!" kata petugas yang menahannya."B-belum?" Wajah Celine memerah menahan malu. Untung dia tak pernah lupa membawa dompetnya. Tapi masih ada kejutan lain yang menantinya di belakang. "Jadi, berapa biaya sewanya semalam?""Tujuh belas juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah, Nona."'Apa? Sebenarnya ... pria itu ingin menolongku atau membunuhku, sih?' batin Celine**Sesampainya di kantor, Celine langsung menemui Earl di ruangannya. Sepertinya pria itu sangat senggang hari ini. Karena di jam kerja seperti ini dia malah asyik membaca buku."Presdir, ada yang ingin kutanyakan padamu."Celine menghirup nafas panjang. Lalu duduk di hadapan pria itu. Tahu hal ini akan terjadi, Earl pun menutup bukunya.Tanpa rasa bersalah, pria itu tersentum lalu menyapa Celine. "Bagaimana tidurmu semalam, Celine? Apakah nyenyak?""Tentu saja."Awalnya, tujuan Celine kemari adalah meminta penjelasan. Tapi niat itu urung dilakukan.Tak ada tanda-tanda bahwa pria ini sudah melecehkannya. Satu-satunya yang membuat Celine penasaran adalah siapa yang mengganti pakaiannya dan kenapa ada aroma pria di tubuhnya.Tapi Celine sedang tidak ingin membahas itu karena adal hal penting lainnya yang ingin dia bicarakan. "Presdir, apa kamu tidak ingin meminta maaf?""Kenapa aku harus meminta maaf?""Karena kamu membuatku bangkrut dalam semalam.""Bangkrut?" Earl pura-pura terkejut. "Apa maksudnya?""Jangan pura-pura tidak tahu. Kamu pasti sengaja, kan?" Celine menunjukkan bukti pembayaran yang sengaja dia simpan. Memasang wajah cemberut agar Earl tahu kalau dia sangat marah. "Aku tidak menyangka harus mengeluarkan uang sebanyak itu untuk tidur singkat yang tidak aku ingat bagaimana prosesnya.""Apa uang itu lebih berharga dari dirimu?" tanya Earl.Meskipun sama-sama duduk. Tapi Earl tetap lebih tinggi. Celine pun harus mendongak jika ingin melihatnya. "Tentu saja diriku lebih berharga dari uang. Tapi bukan berarti aku boleh menghamburkan uang secara cuma-cuma, kan?"Karena Celine menyalahkan dirinya, Earl pun memberinya timpukan menggunakan buku yang dia pegang. "Jadi, kamu lebih suka kalau aku meninggalkanmu di bar?"Pria itu kembali merubah posisinya. Kali ini dia bersandar di kursi dengan kaki menyilang. Tak lupa memberikan teguran keras untuk Celine. "Seharusnya kamu berterimakasih. Bukannya protes.""A-aku ... aku tidak protes, kok.""Lalu, yang barusan itu apa?" Alis Earl menukik tajam. Setajam tatapannya membuat nyali Celine menciut.Tak ingin imej yang dia bangun kemarin hancur, Celine pun langsung mengubah ekspresi dan cara bicaranya. "Presdir, maksudku adalah, kenapa Presdir tidak mengantarku pulang ke rumah saja. Kenapa harus membawaku ke hotel bertarif mahal itu?""Bagaimana caraku mengantarmu ke rumah. Aku kan tidak tahu alamatmu.""Presdir kan bisa bertanya pada Pak Felix.""Felix?" Earl langsung berdiri mendengar nama Felix disebut. Pria itu mengitari meja, lalu berdiri tepat di depan Celine yang mulai berkeringat dingin."Kenapa Felix bisa tahu alamat rumahmu?" Pria itu mendekatkan wajahnya. Memindai Celine dengan tatapan menyelidik."I-itu, karena Pak Felix pernah mengantarku pulang." Yah, hal itu memang pernah terjadi. Hari itu Celine pulang larut malam dan hujan turun dengan lebatnya. Mungkin Felix kasihan padanya, jadi dia mengantarnya pulang.Tapi jawaban itu tidak membuat Earl puas. "Apa kalian sedang berkencan?""A-apa? K-kencan?" Mata Celine memelotot. Selama ini, Felix memang baik dan perhatian. Dan dia adalah tipe idealnya. Tapi bukan berarti Celine memiliki hubungan khusus dengannya. "Presdir, tolong jangan menyebar gosip.""Jadi, kalian tidak pacaran?""Tentu saja tidak." Dengan tegas Celine menyangkal tuduhan itu. Toh, memang tidak ada hubungan apa pun diantara mereka."Bagus. Karena aku paling tidak suka pegawaiku terlibat hubungan asmara di kantor." Akhirnya, Earl menjauh. Tapi tiba-tiba ponselnya berbunyi. Itu adalah sebuah pesan masuk dari seseorang.Celine tidak tahu siapa orang itu, Celine juga tidak tahu apa isi pesannya, tapi ekspresi Earl berubah setelah membaca isinya. "Sialan!"Ponsel mahal itu dia letakkan dengan kasar. Takut terkena imbasnya, Celine pun buru-buru pamit undur diri."Presdir, a-aku baru ingat kalau ada hal yang harus kukerjakan." Wanita itu bangkit dari duduknya. "Terimaksih. Dan, maaf sudah merepotkanmu semalam."" ... "Tak ada jawaban, Celine pun beranjak. Tapi tangan kekar milik pria itu mencekal tangannya saat dia akan pergi. "Tunggu dulu. Bukankah kamu harus membalas kebaikanku sebagai ucapan terimakasih?""I-iya, seharusnya memang begitu." Celine menelan ludahnya dengan kasar. Lalu tersenyum sambil mengajukan sebuah pertanyaan untuk Earl. "I-itu ... bagaimana caraku membalas kebaikanmu, Presdir?""Akhir pekan nanti, temui aku di tempat ini pukul 3 sore." Earl menyerahkan sebuah alamat. "Ingat, kamu tidak boleh terlambat. Mengerti?""B-baiklah. Aku mengerti."Akhirnya, Celine keluar dari ruangan itu. Lega rasanya. Tapi, sangat menyesal karena dia lupa bertanya siapa yang mengganti pakaiannya semalam. "Apa mungkin pelayan hotel yang menggantikannya untukku??"**"Akhirnya sampai juga."Begitu turun dari taksi, Celine menyusuri jalanan sekitar untuk mencari alamat yang menjadi tempat janjian mereka. Matanya awas melihat sekeliling. Sementara mulutnya sibuk mengulum permen."Apa ini tempatnya?"Celine memeriksa kembali alamat pemberian Earl. Tidak salah, tapi membuat Celine heran. Dari sekian banyak tempat, kenapa harus tempat ini yang menjadi tempat janjian mereka? "Memangnya, dia ingin aku melakukan apa?"Awalnya, Celine ragu. Tapi seorang perempuan berpakaian rapi keluar dari gedung untuk menyambutnya. "Nona, Anda Nona Celine, kan?""Ah ... darimana kamu tahu namaku?" "Tuan Earl bilang akan datang membawa seseorang. Dan ciri-cirinya persis sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Jadi, kupikir orang itu adalah kamu."" ... ""Mari."Ternyata, perempuan itu adalah salah satu asisten designer terkenal di kota ini. Karena teman pelanggan setianya sudah datang, dia pun
"Presdir, aku sangat jelek saat memakai gaun." Celine mencari alasan. Sepertinya dia masih belum menyerah di detik-detik terakhirnya. "Selain itu, aku juga tidak pandai berbohong. Bagaimana kalau kita mencari perempuan lain saja?"Gadis itu memasang wajah penuh harap. Berdoa di dalam hatinya agar Earl membatalkan niatnya untuk menjadikannya pacar bohongan. Sayangnya, hal seperti itu tidak akan pernah terjadi. "Aku tidak sempat melakukan semua itu."Suara pria itu sangat datar. Sedatar wajahnya saat membuka pintu ruangan yang akan mempertemukan mereka dengan perancang busana terbaik di kota ini."Selamat sore, Tuan Ivan. Maaf membuatmu menunggu." Earl tersenyum. Menyapa Ivan yang sudah menunggunya sejak tadi."Selamat datang." Ivan tersenyum, menyambut Earl dengan hangat sebelum menoleh ke arah Celine. "Jadi, Anda ingin memesan gaun untuk Nona ini, Tuan Earl?" "Benar. Bisakah membantuku memilihkan gaun yang cocok untuknya?""Tentu saja." Ivan terseyum dengan optimis. "Dengan senang ha
Beberapa jam kemudian."Presdir, aku sudah siap." Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama, akhirnya Celine selesai juga. Hal pertama yang ingin dia lakukan adalah meminta pendapat Earl tentang riasan di wajahnya."Bagaimana? Tidak terlalu menor, kan?" Gadis itu tersenyum, ingin memamerkan kecantikan alaminya untuk mengejutkan Earl. Tapi sayang, waktunya kurang tepat."Tunggu sebentar." Sedikitpun, Earl tak menoleh. Pria itu berdiri membelakangi Celine. Ternyata dia masih sibuk memperbaiki tatanan rambutnya.Maklum, Earl baru bersiap setengah jam yang lalu. Berbeda dengan Celine yang memulainya lebih awal. Jadi, wajar kalau pria itu belum siap.Selesai dengan rambutnya, Earl mengambil parfum dan menyemprotkannya di beberapa titik. Pria itu juga sempat merapikan dasinya sebelum memakai jas berwarna hitam yang tergantung di sebelahnya."Masih lama?" tanya Celine.Wanita itu maju beberapa langkah. Tapi disaat yang bersamaan, Earl memutar tubuhnya dan melakukan hal yang sama. "Oke, aku j
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!" ajak Earl."Baiklah."Akhirnya, mereka pun memasuki rumah dimana Andreas merayakan hari jadi pernikahannya. Kedatangan mereka tampaknya mencuri perhatian.Karena ini adalah pertama kalinya Earl membawa seorang gadis. Belum terbiasa, Celine pun berbisik pelan. "Presdir, kenapa mereka terus melihat kita?""Entahlah." Earl menoleh. Berpura-pura merapikan anting Celine dan bicara tak kalah pelan. "Jangan memanggilku dengan sebutan itu di hadapan mereka.""Maafkan aku." Celine menghela nafas. Menjadi pusat perhatian nyatanya tidak membuat dirinya gentar. Justru sebaliknya, dia sangat antusias memainkan peran sebagai kekasih Earl."Sayang, jadi yang mana kakekmu? Aku tidak sabar bertemu dengannya." Gadis itu tersenyum manis. Tak ragu memamerkan kemesraan di hadapan semua orang."Kamu lihat pria tua yang berdiri disana?" Earl menunjuk ke tengah-tengah ruangan. "Dia adalah kakekku."Seketika, Celine melihat ke arah itu. Dia melihat sesosok pria tua te
Akhirnya, perayaan ulang tahun pernikahan Andreas dan Sarah pun dimulai. Dua pembawa acara tampak kompak memandu jalannya acara. Diawali dengan sambutan, pesan dari pasangan, penayangan video, pemotongan kue hingga pesta dansa.Sejauh ini, semuanya berjalan sangat lancar. Setidaknya, tidak ada yang berpikir bahwa Celine dan Earl hanyalah sepasang kekasih palsu."Tidak ingin berdansa, Earl?" Sarah memegang tangan Earl. Memberi kesempatan pada cucu kesayangannya sebelum sesi dansa berakhir."Tidak." Earl menggelengkan kepala. "Aku tidak menyukai hal-hal seperti itu."Mendengar jawaban itu, Sarah tersenyum. Lalu bertanya pada Celine yang saat itu sedang memperhatikan mereka. "Bagaimana denganmu, Celine?"Kali ini, tangan Sarah berpindah ke tangan Celine. Menimbang sebentar, Celine menggenggam tangan itu dengan mengulas senyum.Ini bukanlah pertama kalinya Celine menghadiri sebuah pesta. Tapi kalau dansa, Celine belum pernah melakukannya. Jadi, lebih baik dia menolak."Aku mau, tapi ... "
"Hampir saja." Di balik pintu itu, Celine menghela nafas lega. Mungkin, dia pikir dia sudah aman. Padahal, pengakuannya justru menimbulkan masalah baru untuk Earl.Pria itu merapatkan tubuh Celine ke dinding. Satu tangannya menekan dinding, sementara tangan yang lain menyentuh dagu Celine. "Apa kamu sangat ingin menikah denganku, Celine?" "Hah?" Dahi Celine mengkerut. "Jangan terlalu percaya diri."Gadis itu menghempaskan tangan Earl, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain. Sepertinya, dia marah karena Earl sudah berprasangka buruk padanya."Hei, aku sedang bicara denganmu." Earl kembali menyentuh dagu Celine, memaksa gadis itu untuk melihatnya. Tapi, Celine justru menggigit tangannya. "Apa yang kamu lakukan, Celine?"Earl menarik tangannya. Tidak sakit, tapi bekas gigitan Celine tercetak jelas diatasnya. "Kenapa kamu menggigitku?""Karena kamu sangat menyebalkan." Celine mendorong pria itu agar menjauh. "Siapa juga yang ingin menikah denganmu?""Lalu kenapa kamu mengatakan kalau kamu
Keesokan harinya.Ting Tong ...Celine masih terbuai dalam mimpi ketika seseorang menekan bel pintu. Bel pertama, Celine mengabaikannya. Bel kedua, Celine menutup telinganya. Baru di bel ketiga, Celine bangun dari tidurnya."Siapa yang bertamu pagi-pagi begini?" gerutu Celine.Dengan malas, Celine turun dari ranjang. Wanita itu meraih gagang pintu dengan mata setengah terbuka. "Siapa?" "Aku," jawab seorang pria yang tak lain adalah Sebastian Earl Sanders."P-presdir?" Akhirnya mata Celine terbuka sepenuhnya. "Apa yang kamu lakukan disini, Presdir? Bukankah ini hari minggu?"Celine buru-buru merapikan rambutnya. Sementara Earl tampak mendorong pintu. "Setidaknya, biarkan aku masuk dulu.""Jangan masuk!" Celine menahan pintu. "Kamarku berantakan.""Kalau aku bilang ingin masuk, ya masuk." Sepertinya, pria itu tidak ingin mengalah. Disaat Celine berusaha menutup pintu, Earl justru melakukan sebaliknya. Dia bahkan hanya membutuhkan satu tangan untuk membuka pintu itu seluruhnya."Kamu tin
DEGMeski jantungnya berdetak lebih cepat, tapi Celine merasa waktu berjalan sangat lambat. Itu karena tiba-tiba Earl menyebut nama putranya yang sudah lama tidak dia lihat."Presdir, tolong jangan bercanda." Celine tersenyum nanar, lalu menyeka buliran air yang mulai menggenang di sudut-sudut mata. "Itu tidak mungkin."Dave-mantan suaminya memiliki pekerjaan yang mapan dan berpendidikan. Selain itu, dia berasal dari keluarga yang terpandang. Dibandingkan dengannya, Celine bukanlah apa-apa. Dengan perbedaan sebesar itu, ditambah sederet alasan lain, apakah masih ada cara agar Celine mendapatkan kembali anak itu? Pada tahap ini, bisa bertemu dengannya saja sudah seperti keajaiban. "Benarkah?" Satu bibir Earl terangkat ke atas. Pria itu mendekati Celine dengan percaya diri, lalu berbisik pelan, "Bagimu, mungkin hal itu mustahil. Tapi bagiku, tidak ada yang tidak mungkin, Celine!"Setelah membisikkan kata-kata itu, Earl mengambil ponsel dan kunci mobil yang dia letakkan di meja. Tapi, s