Bintang mengajak Sashi makan di restoran dengan memesan ruangan private. Dia hanya ingin makan dengan nyaman bersama putrinya, agar tak ada yang mengganggu apalagi jika sampai ada yang mengetahui siapa Sashi karena melihat berita.“Makan yang banyak, akhir-akhir ini kamu agak kurusan. Apa makanan di rumah tidak enak? Mau mommy yang kirim makanan ke rumah setiap hari?”Bintang begitu cerewet jika sedang cemas. Dia memberikan banyak lauk ke piring Sashi, membuat putrinya itu sampai bingung.Aruna melirik Sashi yang terus diberi lauk. Mungkin dia sedang diabaikan, tapi Aruna menyadari jika sikap Bintang hanya karena sedang cemas.“Mom, ini sudah banyak. Jangan ditambah lagi.” Sashi mencoba menghalangi Bintang yang mau mengambilkan lauk lain.“Kamu itu harus makan yang banyak agar sehat. Sudah makan saja,” kata Bintang tak ingin dicegah.Sashi menghela napas kasar, lantas melirik Aruna yang hanya mengedikkan bahu.“Kenapa aku yang dikasih terus, Mom. Runa tidak?” tanya Sashi mengingatkan
“Kenapa kamu berbohong?”Langit sangat terkejut karena mendapat amukan dari sang istri saat baru saja masuk rumah.“Bohong bagaimana?” Langit bingung sendiri karena tidak tahu apa yang terjadi.Bintang mendekat ke suaminya, lantas memukul lengan pria itu dengan sangat keras.Langit pun terkejut sampai memekik karena lengannya panik.“Ada apa? Kenapa malah main pukul?” tanya Langit kebingungan dengan sikap istrinya.Aruna melihat Bintang yang sedang mengamuk. Dia langsung kabur untuk menghindar sebab lupa memberitahu ayahnya jika Bintang sudah mengetahui perihal berita yang beredar.“Bagaimana bisa kamu menyembunyikan informasi sepenting itu dariku? Harusnya kamu memberitahuku, jadi aku bisa melabrak wanita itu karena berita aku menamparnya tersebar, bahkan Sashi ikut diseret di dalamnya. Aku tidak terima!” Bintang meluapkan emosinya yang sudah ditahan sejak siang tadi.Langit sangat terkejut mendengar ucapan Bintang, hingga akhirnya paham kenapa istrinya marah.“Kamu sudah tahu?” tany
“Sejak siang tadi kamu terus murung. Apa benar jika tidak ada masalah? Kamu tidak mau cerita kepadaku?”Nanda merasa semakin aneh dengan sikap Sashi karena tak seceria biasanya.Mereka sudah berada di rumah, bahkan kini berada di kamar untuk istirahat setelah seharian berada di perusahaan.Sashi menoleh Nanda, melihat suaminya yang berdiri menatapnya. Dia sedang berpikir, bahkan disaat berita itu sudah hilang, kenapa suaminya masih tak menceritakan hal itu kepadanya.Sashi pun mendekat ke Nanda, lantas melepas ikatan dasi suaminya sambil bicara.“Bukankah seharusnya kamu yang cerita kepadaku. Apa ada sesuatu yang ingin kamu beritahu kepadaku hari ini?”Sashi menatap wajah Nanda setelah mengatakan itu, dia ingin suaminya jujur tanpa harus menunggu dirinya bertanya.Nanda menatap kedua bola mata Sashi, tatapan istrinya itu seperti sedang menuntut sebuah jawaban yang pasti. Nanda mengembuskan napas kasar, mungkin memang lebih baik cerita lagi pula berita itu sudah menghilang.Nanda mengg
“Apa kakakmu dan mamamu baik-baik saja?” tanya Ansel saat bertemu dengan Aruna di kafe.Aruna sedang minum jus saat mendengar pertanyaan kekasihnya itu.“Mereka baik-baik saja, aku bersyukur baik kakakku dan Mama tidak menganggap serius berita itu,” jawab Aruna, “sebenarnya berita itu menyakitkan, tapi selama mereka pun sudah tak mempermasalahkan, kami sekeluarga sudah tak ingin membahas hal itu,” imbuh Aruna.“Ya, lebih baik tidak memicu masalah lain dengan memperburuk kondisi sekarang. Lagi pula berita itu juga sudah hilang,” balas Ansel.Aruna mengangguk-anggukan kepala, kemudian menyantap hidangan yang dipesan.“Saat aku wisuda nanti, kamu akan datang, kan?” tanya Ansel sambil menatap serius Aruna.Aruna menatap Ansel dengan mulut penuh, lantas menganggukkan kepala.“Tentu saja aku akan datang, keluargaku juga akan datang karena ingin melihat Bumi diwisuda,” jawab Aruna.Mendengar nama Bumi, ekspresi wajah Ansel sedikit berubah.“Kamu masih sering berhubungan dengannya?” tanya Ans
“Pipimu kenapa?”Sashi sangat terkejut melihat pipi Aruna yang merah dan sedikit bengkak. Sang adik datang ke perusahaan bersama Ansel dalam kondisi buruk.Aruna hanya diam sambil memegangi pipi yang masih panas.Sashi menoleh Ansel, tatapannya seolah memberikan tuduhan jika Ansel yang menampar adiknya.“Runa tadi bertengkar dengan teman kampus, lalu ditampar oleh ibu temannya,” ujar Ansel langsung menjelaskan karena tak ingin dituduh.Sashi sangat terkejut hingga menatap Aruna dengan rasa tak percaya.“Apa itu benar?” tanya Sashi sambil menatap Aruna.“Iya,” jawab Aruna, “aku kesal karena dia menuduhku rubah, sudah begitu mengataiku anak haram. Cih, dia sama dengan ibunya yang bermulut busuk. Pantas saja kena tampar Mama saat di pesta malam itu.”Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna, jadi sang adik bertengkar dengan wanita yang menghina dirinya di pesta malam itu.“Duduk, biar aku obati pipimu,” kata Sashi.Aruna duduk di kursi depan meja Sashi, sedangkan Ansel berdiri menung
[Papa, Mama mau melabrak wanita yang bertengkar dengan Mama di pesta tempo hari. Buruan susul aku kirim alamatnya.]Aruna mengirimkan pesan sesaat sebelum dirinya pergi menemani sang mama. Kini mobil yang dikemudikannya berhenti di sebuah pusat kebugaran, tapi sang papa belum memberikan balasan atas pesan yang dikirimnya sejak 15 menit lalu.Bintang sudah turun lebih dulu untuk mencari wanita yang berani menampar putrinya. Dia tidak bisa diam saja mengetahui anaknya ditampar juga dihina sebagai anak haram, padahal Aruna lahir setelah dirinya dan Langit menjalin rumah tangga hampir 3 tahun.Aruna buru-buru mengejar sang mama. Dia panik dan bingung jika sampai terjadi sesuatu dengan Bintang.Bintang masuk ke pusat kebugaran yang biasa didatangi ibu Angel. Di sana memang ada kelas yoga yang banyak diikuti ibu-ibu rumah tangga dari kalangan atas.Bintang masuk ke ruangan yoga, hingga melihat beberapa wanita sedang melakukan yoga di sana. Dia pun menghampiri dengan cepat wanita yang sudah
“Udah, Ma. Mama jangan begini.” Aruna berusaha menenangkan Bintang agar tak terus emosi.Bintang menoleh Aruna, hingga kemudian bertanya, “Memangnya mama kenapa? Mama baik-baik saja.”“Tapi Mama tadi marah-marah seperti itu. Aku cemas jika penyakit Mama kambuh,” ucap Aruna sambil memasang wajah cemas.Bintang menunjukkan kedua tangan, tak ada ruam yang artinya dia baik-baik saja.“Mama baik-baik saja, Runa. Mama malah begitu lega karena bisa mengamuk dan menampar wanita itu. Mama sepertinya belum puas, harusnya tadi Mama pukul sampai jatuh lalu tendang sekalian. Enak sekali dia ngatain kamu juga.”Bintang terlihat mengerikan saat marah seperti itu. Aruna sampai tidak tahu lagi apakah bisa menganggap Bintang tertekan atau wanita tadi yang nantinya akan tertekan.Bintang meraih ponsel, lantas mengetik sesuatu sebelum akhirnya dikirimkan ke seseorang.“Mama ngapain?” tanya Aruna penasaran.“Bersenang-senang,” jawab Bintang.Aruna mendadak horor melihat sikap Bintang yang seperti ini. Seu
“Makan yang banyak, kalian harus selalu sehat.”Bintang memberikan lauk ke piring Sashi dan Nanda secara bergantian.Keduanya pun menatap Bintang yang begitu antusias mengambilkan makanan untuk mereka, hingga keduanya saling tatap sejenak.“Terima kasih, Mom.” Sashi cemas jika sikap Bintang sebenarnya hanya untuk menutupi kesedihan. Dia tak langsung tenang jika melihat ibunya bersikap tak seperti biasanya.Aruna memperhatikan Bintang yang terus saja memperhatikan Sashi dan Nanda, hingga bibir gadis itu mengerucut.“Mommy, aku juga mau diperhatiin,” rengek Aruna yang memang duduk di samping Bintang.Bintang dan semua orang pun menoleh ke Aruna karena keheranan gadis itu memanggil dengan sebutan mommy.“Apa? Kenapa kalian menatapku begitu?” tanya Aruna sambil mengedip-ngedipkan kelopak mata.“Kenapa kamu jadi ikutan manggil mommy?” tanya Bintang keheranan.Aruna menghela napas kasar hingga kedua pundaknya naik lantas turun. Dia pun menjawab, “Ya, karena Kak Sashi manggil mommy, terus da