“Pasti kamu sudah tahu jika Nanda bukanlah anak kandungku. Mama yakin dia sudah cerita semua kepadamu. Mama bicara lagi, hanya berharap kamu tidak mempermasalahkan itu. Dia sudah seperti anak kandungku sejak kami memutuskan merawat Nanda dan Nana. Jadi mama harap, kamu bisa menyayanginya terlepas dari siapa dia sebenarnya. Nanda sangat penurut, rajin, dan baik, jaga dia setelah ini untuk kami.” Sashi diam mengingat ucapan Rihana saat mereka di butik waktu itu, hingga dia mengaitkan status Nanda dan Nana dengan apa yang baru saja didengar. “Kenapa kamu berdiri di situ?’ Suara Nanda membuat Sashi terkejut. Dia menoleh tapi siapa sangka Nanda sudah berdiri tepat di belakangnya. “Apa yang--” Apa yang akan dikatakan Nanda terjeda karena Sashi tiba-tiba membungkam mulutnya. Nanda sangat terkejut hingga menatap Sashi yang serius menutup mulutnya. “Jangan berisik,” bisik Sashi. Sashi menarik Nanda ke arah kamar, lantas mengajak suaminya itu masuk. Nanda sangat terkejut dengan yang dila
“Duduklah.” Langit mengajak Nanda bicara berdua di ruang kerjanya. Dia memang belum memiliki kesempatan bicara serius berdua dengan Nanda.Nanda hanya mengangguk sopan, lantas duduk di sofa yang tadi ditunjuk Langit.Langit duduk berhadapan dengan Nanda, menatap pria yang kini sudah memiliki putrinya.“Kamu dan Sashi sudah lama menjalin hubungan. Kamu pasti tahu betul bagaimana sifat Sashi, kan?” Langit membuka perbincangan.Nanda hanya mengangguk mendengar ucapan Langit, tentu saja dia harus melakukan itu agar mertuanya tidak tahu soal yang sebenarnya. Nanda belum memahami Sashi, hanya tahu jika wanita itu keras kepala dan cerewet.“Sebenarnya aku tidak ingin membicarakan ini. Namun, karena kamu suaminya, sepertinya kamu berhak tahu tentang dia lebih dalam. Apa Sashi sudah pernah cerita sebelumnya tentang masa kecilnya?” tanya Langit sebelum melanjutkan ucapannya.Nanda menggelengkan kepala, tentu saja dia tidak tahu dan tidak bisa berbohong karena takut mertuanya itu menanyakan sesu
“Apa kamu tidak bisa membantuku?”Sashi menatap kesal ke Nanda. Mereka baru saja turun dari mobil setelah sampai di rumah milik Nanda yang baru saja selesai direnovasi, tapi Nanda tidak mau membantu Sashi menurunkan koper.Mereka pergi ke rumah yang akan ditempati untuk memindahkan barang Sashi, setelah itu masih harus ke rumah Rihana dan Melvin lagi untuk makan malam bersama.Nanda menghentikan langkah mendengar ucapan Sashi. Dia lantas membalikkan badan kemudian kembali ke arah mobil, menghampiri Sashi yang sudah memasang wajah kesal.Nanda menatap Sashi sejenak, hingga kemudian mengeluarkan kedua koper milik wanita itu dari bagasi. Tak hanya mengeluarkan, Nanda juga membawakan koper itu.Sashi terkejut melihat Nanda yang membantunya membawa koper, tidak menyangka jika pria itu akan membawakan barang miliknya.Mereka pun masuk ke rumah yang bisa dibilang cukup besar. Sashi mengedarkan pandangan, melihat interior rumah Nanda yang didesain klasik dan memukau.“Di mana kamarku?” tanya
“Kalian jadi berangkat besok, kan?” tanya Melvin saat bicara berdua dengan Nanda di ruang kerja. “Ya, kami juga sudah pamit dengan orang tua Sashi,” jawab Nanda sambil sambil memainkan jari di meja kerja sang papa. Melvin mengamati wajah putranya, hingga kemudian bertanya, “Kalian bahagia ‘kan?” Nanda terkejut mendengar pertanyaan Melvin. Hingga menatap sang papa kemudian menjawab, “Tentu saja. Kenapa Papa bertanya seperti itu?” “Ya, karena kamu terlihat sedikit murung. Papa pikir ada hal yang mengganggumu setelah menikah,” ujar Melvin menjelaskan penilaiannya. Nanda tersenyum mendengar ucapan sang papa, lantas menggelengkan kepala. “Tidak mungkin tak bahagia, Pa. Aku hanya masih memikirkan pekerjaan saja,” balas Nanda membuat sebuah alasan. “Kamu ini. Baru saja menikah sudah memikirkan pekerjaan. Biar Bas dan Nana yang urus, kamu nikmati saja waktu bersama istrimu,” ujar Melvin merasa putranya itu terlalu gila kerja. “Sashi juga dokter, dia pasti akan sibuk ke depannya setelah
“Apa kita hanya akan duduk berdiam di kamar, memandang lautan lepas tanpa menikmatinya?”Sashi bicara sambil memandang laut lepas dari kamar yang memiliki view laut. Mereka sudah sampai di hotel sejak kemarin sore, hingga pagi ini pun Nanda tidak mau mengajak Sashi jalan-jalan.“Pergi saja kalau mau pergi,” balas Nanda sambil fokus ke laptop.Sashi memutar kepala dengan cepat mendengar balasan Nanda, lantas mencebik kesal karena ternyata honeymoon itu benar-benar formalitas.“Padahal aku mau jalan-jalan, mumpung libur.” Sashi bergumam sambil memandang laut.Melihat laut yang indah, bahkan banyak anak kecil juga keluarga lain bermain di pantai, membuat Sashi berkeinginan pergi sendiri.Tanpa pamit, Sashi berjalan ke arah pintu untuk meninggalkan kamar. Namun, saat tangan hampir meraih gagang pintu, gerakan tangan terhenti karena pertanyaan Nanda.“Mau ke mana?” Nanda hanya melirik Sashi yang sudah sampai di belakang pintu.Sashi memutar badan dengan malas, lantas menatap Nanda yang mas
“Ma, lihat ini.” Nana yang baru saja pulang bekerja bersama Bastian, langsung menghampiri Rihana yang sedang duduk dengan Clara.“Lihat apa?” tanya Rihana penasaran.Nana duduk di sisi kanan Rihana, sedangkan Clara berada di sisi kiri sang mama.“Kak Sashi baru saja mengirimiku beberapa foto. Katanya ini tadi saat mereka diving, lalu ini pemandangan dari kamar hotel yang mereka tempati,” ujar Nana menjelaskan foto-foto yang baru saja diterima.Clara langsung tidak senang mendengar Nana membahas tentang Sashi, hingga saat Rihana sedang ingin menanggapi ucapan Nana, Clara langsung meletakkan piring berisi buah dengan kasar di meja.Rihana dan Nana sangat terkejut dengan yang dilakukan Clara, sampai-sampai mereka memandang Clara yang pergi menuju kamarnya.“Kenapa Clara?” tanya Nana keheranan.“Sepertinya sejak Nanda mau menikah, dia sering uring-uringan,” jawab Bastian.Rihana dan Nana langsung menoleh begitu mendengar jawaban Bastian.Rihana sendiri tidak memperhatikan, meski sudah mer
Suara gelas pecah mengejutkan seluruh pengunjung restoran yang sedang menikmati malam di tepi pantai. Nanda dan Sashi melihat seorang anak berumur 10 tahun yang tampak sesak napas, sang ibu kebingungan sambil berteriak minta tolong. Sashi berlari menghampiri, disusul Nanda yang terkejut karena istrinya itu pergi begitu saja. “Ada apa, Nyonya?” tanya Sashi. “Anakku tiba-tiba saja sesak napas, padahal tadi baik-baik saja,” kata wanita itu. Sashi memperhatikan anak kecil yang ternyata siang tadi bertemu dengan Sashi ketika main bola. Sashi pun mencoba mengecek kondisi anak itu, lantas melihat ke meja. “Dia alergi sesuatu?” tanya Sashi ke wanita itu. “Tidak, selama ini baik-baik saja,” jawab wanita itu. Sashi mengecek gejala yang dialami anak itu, hingga kemudian berkata, “Dia alergi protein tinggi, kemungkinan makan udang atau lobster dalam jumlah banyak, memicu tubuhnya bereaksi berlebih karena tak mampu menampung protein yang masuk.” Sashi melihat bintik di kulit anak kecil it
Sashi terbengong memandang benda besar yang ada di hadapannya. Dia seperti orang yang baru pertama kali melihatnya, hingga membuatnya tampak begitu kagum. “Katupkan mulutmu, jangan sampai ada air liur menetes,” ledek Nanda karena Sashi bengong dengan mulut terbuka. Sashi langsung mengatupkan mulut mendengar ledekan Nanda, lantas memicing tajam ke pria yang sudah berdiri di sampingnya. Nanda menoleh Sashi, membuat keduanya saling tatap meski bola mata mereka sama-sama tertutup kacamata hitam. “Kamu memang tidak pernah bicara manis atau sedikit lembut,” gerutu Sashi. Bahkan dia menganggap kalau Nanda sama sekali tidak memiliki selera humor dan sangat kaku ketika bicara. “Untuk apa bicara manis, jika membuat seseorang berbunga kemudian salah paham. Itu malah akan berbahaya,” balas Nanda sambil mengayunkan langkah menuju tangga yang ada di hadapan. Sashi komat-kamit kesal mendengar ucapan Nanda, apalagi pria itu berjalan meninggalkannya begitu saja. “Kamu serius ingin mengajakku nai
“Dia tampan sekali. Pipinya juga menggemaskan.” Rihana langsung menggendong cucu keduanya itu. Rihana, Bintang, dan para suami datang ke sana setelah satu minggu Sashi melahirkan. Mereka begitu bahagia mengetahui Sashi melahirkan dengan lancar. “Aku mau menggendongnya,” kata Bintang mengambil Archie dari gendongan Rihana. Sashi dan Nanda menatap para orang tua yang sangat bahagia. Mereka begitu bahagia melihat semuanya berkumpul di sana. “Siapa namanya?” tanya Bintang sambil menimang bayi Archie. “Archie Abimand Mahendra. Nanda ingin nama keluarga tersemat di namanya,” jawab Sashi. “Nama yang bagus,” puji Rihana sambil mengelus pipi Archie menggunakan telunjuk, membuat bayi mungil itu menggeliat geli. Bintang menatap cucu pertamanya itu. Melihat Archie yang sangat menggemaskan, membuat Bintang malah sedih. “Apa kamu akan balik ke Indonesia?” tanya Bintang sambil menatap Sashi. Semua orang pun terkejut hingga menatap Bintang, kemudian ke Sashi secara bergantian. Sashi bingung
Sashi baru saja keluar dari kamar mandi. Dia tiba-tiba merasakan perutnya sakit, membuat Sashi langsung berpegangan pada kusen pintu. “Agh, kenapa sakit?” Sashi memegangi perutnya yang besar. Kehamilan Sashi baru memasuki usia sembilan bulan. Dia menjalani hari dalam masa kehamilan dengan baik meski Nanda tak selalu ada di sampingnya. Pagi itu dia baru saja mencuci wajah, tapi perutnya tiba-tiba terasa mulas bahkan panas juga pinggangnya pegal. “Apa kamu mau keluar sekarang?” Sashi menahan sakit sambil mengusap perutnya. Sashi mengalami kontraksi, membuatnya tak sanggup berjalan hingga memilih langsung duduk di ranjang. Dia berulang kali mengatur napas karena kontraksi yang terjadi. “Anda sudah bangun?” Suara perawat pribadi yang selama beberapa bulan ini merawat dan menjaga Sashi masuk kamar. Dia terkejut karena melihat Sashi kesakitan. “Anda baik-baik saja?” tanya wanita itu langsung berlari menghampiri Sashi. “Sepertinya bayinya mau lahir,” jawab Sashi sambil menahan sakit
“Kenapa kamu ke sini lagi?” Bumi melotot ke Winnie yang kembali datang ke kafenya. Dia sepertinya sedikit tak senang dengan Winnie yang sangat cerewet. “Apa? Aku mau jajan, kenapa kamu galak sekali? Ingat, Om. Tidak boleh galak-galak, nanti cepat tua,” balas Winnie tak takut sama sekali meski Bumi memasang wajah garang. “Kalau mau beli makanan atau minuman di sini, take away jangan makan di sini,” ucap Bumi karena sebelumnya Winnie begitu cerewet bertanya soal seseorang yang menemuinya waktu itu. Padahal jika dipikir, Winnie tak ada hubungan dengan Bumi, tapi kenapa gadis itu bertanya seolah sedang menginterogasi. Selama beberapa bulan ini, Winnie memang sering datang ke kafe Bumi meski tidak tiap hari. Bukannya senang mendapat pelanggan tetap, Bumi malah kesal karena sikap Winnie cerewet dan penasaran dengan apa pun yang dilihat di kafe itu.Baru saja Winnie ingin membalas ucapan Bumi. Tiba-tiba beberapa anak berseragam masuk ke kafe dan langsung menatap Winnie. “Eh, kamu di sin
“Kamu benar-benar tidak apa-apa jika aku balik ke indo?” tanya Nanda sambil membelai rambut Sashi dengan lembut. Nanda sudah beberapa hari di sana. Dia harus kembali ke Indonesia untuk mengurus pekerjaan, tapi Nanda juga masih berat jika harus meninggalkan Sashi. “Iya, tidak apa-apa. Lagian aku juga baik-baik saja, bahkan tidak mengalami morning sickness. Jadi kamu jangan cemas,” jawab Sashi. Sebenarnya bukan masalah takut Sashi sakit atau mengalami kendala saat menjaga kesehatan. Dia hanya tak bisa jauh dari istrinya yang sedang hamil, Nanda seperti perlu terus berada di sisi istrinya itu. Saat keduanya masih berbincang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Nanda pun memilih membuka pintu, hingga melihat pelayan rumah berdiri di hadapannya. “Ada apa?” tanya Nanda. “Nyonya besar datang bersama yang lain, Tuan.” Pelayan itu menyampaikan kedatangan Rihana. “Mama datang? Baiklah, aku akan segera turun,” kata Nanda lantas kembali masuk menghampiri Sashi. “Ada apa?” t
“Kamu benar-benar tidak apa?” tanya Sashi saat melihat Nanda sedang berganti pakaian.Nanda menoleh saat mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mendekat ke Sashi yang duduk di ranjang.“Apanya tidak apa, hm?” tanya balik Nanda lantas duduk di samping Sashi.Sashi sepertinya masih takut jika Nanda belum bisa menerima jika dirinya hamil, meski tadi sudah berkata tidak apa-apa.“Kamu tidak apa-apa kalai aku hamil?” tanya Sashi memastikan.Nanda memulas senyum mendengar pertanyaan Sashi. Dia lantas mengusap lembut rambut istrinya itu.“Tentu saja tidak apa-apa. Aku malah bahagia karena akhirnya kamu bisa hamil. Mungkin dulu aku belum siap karena takut kamu sakit, tapi sekarang berbeda karena yang terpenting bagiku sekarang kamu bahagia,” jawab Nanda sambil tersenyum begitu tulus dan penuh kasih sayang.Sashi menautkan jemari mereka, lantas menyandarkan kepala di pundak Nanda.“Aku janji akan selalu sehat dan menjaga bayi kita dengan baik,” ucap Sashi agar Nanda tak perlu cemas.Nanda ters
Nanda masuk ke ruang USG, hingga melihat Sashi yang berbaring dan kini sedang diperiksa.“Bagaimana kondisi istri saya?” tanya Nanda saat sudah masuk ke ruangan itu.Sashi terkejut hingga tatapannya tertuju ke Nanda yang baru saja datang.“Kamu datang.” Sashi terlihat senang melihat Nanda di sana.Nanda mendekat dengan ekspresi wajah cemas, lantas memandang ke monitor yang baru saja diperhatikan oleh dokter.“Sebenarnya istri saya kenapa, Dok?” tanya Nanda.Dokter itu tersenyum sambil meletakkan alat USG, hingga kemudian menjawab, “Selamat, istri Anda hamil.”Nanda tertegun tak percaya mendengar ucapan selamat dari dokter itu. Dia sampai memandang Sashi dengan rasa tak percaya.Sashi sendiri hanya tersenyum karena tadi sudah memberitahu kalau dirinya hamil, kini usia kandungan Sashi pun baru enam minggu.“Hamil? Serius hamil? Bukan penyakit?” tanya Nanda memastikan dengan sedikit rasa tidak percaya.Sashi meraih tangan Nanda yang dekat dengannya, lantas menautkan jemari mereka.“Iya,
Satu tahun berlalu. Sashi masih setia menemani Aruna di luar negeri, Nanda sendiri datang setiap seminggu sekali, lantas tinggal beberapa hari sebelum kembali ke Indonesia.Sashi sendiri mulai lega karena akhirnya Aruna bisa menyesuaikan diri dan kini sudah memiliki beberapa teman di kampus barunya.“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Sashi saat melihat Aruna baru saja pulang.“Menyenangkan,” jawab Aruna sambil melebarkan senyum.“Mommy tadi telepon, tanya apa kamu masih suka murung-murungan, kujawab tidak karena kamu sudah baik-baik saja,” ucap Sashi.Aruna tersenyum tipis mendengar ucapan Sashi. Meski dia terlihat baik-baik saja, tapi tetap saja sudah satu tahun belum bisa melupakan Ansel.“Jika nanti sudah lulus, aku ingin kerja di sini saja. Di sini lebih enak, meski pergaulan di sini berbeda dengan di Indonesia, tapi aku sudah berusaha menjaga batasan,” ujar Aruna.Sashi sangat terkejut mendengar ucapan Aruna. Dia lantas membalas, “Apa kamu tidak ingin meneruskan perusahaan Dadd
“Bagaimana dengan Runa?” tanya Nanda saat menemui Sashi di kamar. Mereka sudah ada di sana sebulan. Aruna sendiri belum keluar dari rumah sama sekali sejak sebulan ini. “Masih sama. Hanya di kamar, duduk di teras, atau jalan-jalan,” jawab Sashi yang sedih mengetahui Aruna tak seperti dulu dan lebih banyak murungnya. Nanda menghela napas, mereka sudah berusaha membuat Aruna bersemangat, soal Aruna mau bangkit atau tidak, semua harus dari diri sendirinya. “Kalian tidak apa-apa jika aku tinggal? Aku tidak tega melihatmu sedih melihat Aruna seperti itu,” ucap Nanda sambil mengusap rambut Sashi. Nanda masih harus bolak-balik mengurus pekerjaan, sehingga dia pun tidak bisa setiap saat ada di sana. “Kamu tenang saja, aku baik-baik saja di sini. Soal Runa, aku akan berusaha mengajaknya jalan-jalan mencari suasana baru. Dia juga seharusnya sudah mulai mengurus perpindahan kuliahnya, tapi dia belum bersemangat,” balas Sashi. Sashi mencoba memahami posisi suaminya yang tak bisa terus berad
Aruna memandangi kamar yang akan ditinggalkannya. Dia sudah memantapkan hati untuk pergi karena benar-benar tak bisa melupakan Ansel begitu saja jika masih di kota itu. Baginya Ansel adalah cinta pertama yang tak bisa dilupakan. Meski dulu awalnya dia menyukai Bumi, tapi kenyataannya Ansellah yang menduduki hatinya pertama kali. “Kamu sudah siap?” tanya Sashi yang menghampiri Aruna di kamar. Aruna menatap Sashi, lantas menganggukkan kepala. Dia mengambil tas dan jaketnya, lantas menarik koper yang ada di dekat ranjang. Setelah mengurus visa tinggal terbatas dan pasport, akhirnya Aruna akan pergi ke Amerika untuk belajar sekalian menenangkan diri. Namun, tentunya Aruna akan pergi bersama keluarga, lalu nantinya akan tinggal bersama Sashi dan Nanda sesuai kesepakatan, meski Nanda akan bolak-balik karena urusan pekerjaan. Bintang menatap Aruna yang baru saja menuruni anak tangga bersama Sashi. Bintang tak kuasa melihat kedua putrinya akan pergi dan tinggal jauh darinya. Sopir yang