“Aku akhirnya ketemu Alana.”Pernyataan Raffael itu membuat semua yang mendengar terkejut. Camelia bahkan hampir menyemburkan teh yang sedang disesap ke layar laptop.“Apa kau sudah gila, Raff?!” sentak Damian, mewakili kekagetan mereka.Namun, alih-alih mengomentari ucapan Damian, Raffael malah memindah fokus kameranya pada sang pengacara. “Natasya saja yang jelaskan,” ujar Raffael lelah. “Aku kemarin cuma 10 menit lihat Alana dan muak.” Netra Natasya mengerjap cepat. Ia belum siap saat wajahnya sudah terpampang di layar. “Astaga! Maafkan adik saya, Natasya. Dia menyusahkanmu dengan hal seperti ini.” Camelia menatapnya dengan perasaan bersalah. Karena dia yang mengenalkan Natasya pada Raffael.“Gak apa-apa, Bu. Saya dapat bayaran tinggi buat kasus ini,” kekehnya ringan. “Langsung saja, Nat,” pinta Reinhart. “Saya penasaran apa yang kamu dapat dari Alana.”Natasya mengangguk paham. Ia pun mulai menceritakan apa saja yang dikatakan Alana saat makan siang tadi. “2 tahun lalu, seora
“Bagaimana? Ada kemajuan?” tanya Raffael pada Natasya. Satu minggu sudah berlalu sejak terakhir kali mereka bertemu Alana. Dan pagi tadi, Natasya kembali melakukan interogasi dengan wanita itu. Natasya terlihat kelelahan. Sepertinya otaknya pusing memikirkan apa yang sebenarnya terjadi dibalik semua ini. “Alana berkata bahwa ia tidak bisa lagi tinggal di rumah pria itu. Karena banyak orang mempertanyakan hubungan mereka. Sepertinya pria itu hanya kasihan saja dengan Alana.” Natasya menjelaskan hasil pertemuan mereka. Dahi Raffael mengerut. Ia jadi bertanya-tanya, apakah Alana sedang bertingkah mencari perhatian atau memang seperti itu kenyataan yang dihadapi.“Lalu?”Natasya melanjutkan, “Ia sudah menanyakan alasan si pria pemilik rumah soal dia yang memberitahunya soal kematian Zach, bahkan memberikan nomornya.”Sang pengacara mengambil napas sejenak, karena sepertinya mereka kembali menemui jalan buntu. “Jawaban pria itu, menurutku hanyalah hal normal,” komentar Natasya. Kemudi
“Kami tidak pernah punya anak dengan nama Zach, Pak.”Pernyataan Samuel—pemilik panti asuhan yang mereka datangi, lagi-lagi membuat kekecewaan semakin besar. “Lalu, apa bapak tahu siapa Kenneth ini?” tanya Reinhart sambil menyerahkan berkas yang mereka temukan di rumah Zach.Pria tua tersebut mengangguk. “Dia anak yang brilian. Diadopsi oleh sepasang suami istri.”Reinhart dan Raffael langsung mendelik. “Apa ada datanya? Suami-istri itu?”Samuel mengangguk. Ia segera meminta satu-satunya staf yang dimiliki untuk mencarikan dokumen tersebut.Sementara menunggu, mereka berbincang-bincang. Tentu saja si pemilik panti bertanya-tanya apa tujuan mereka mencari tahu soal Kenneth dan keluarga barunya itu. “Ah … kami juga cukup bingung menceritakannya. Tapi kami bersumpah, bahwa semua ini bukan untuk tujuan yang buruk, Pak Samuel.”“Aku tidak yakin kalian akan menemukan kejahatan dari Kenneth. Dia anak yang manis.”Raffael dan Reinhart mengangguk saja. Tentu saja, sang pemilik tidak akan tah
“Raffa!” pekik Manda terkejut. “Raffa!”Manda terus memanggil nama suaminya itu, putus asa. Sejak suara dentuman yang kencang tadi, Raffael tak lagi bicara. Sambungan telepon mereka pun tak terputus. Dan kini ia mendengar banyak suara rintihan.Diana yang mendengar teriakan putrinya pun langsung berlari menuju taman belakang rumah mereka. “Manda?! Ada apa?”Wajah Manda sudah pucat pasi. Air mata membasahi pipinya. Ia punya gambaran apa yang terjadi pada suaminya, tapi ia tak sanggup membayangkan. Sekejap, kesadarannya menghilang.“Manda!” pekik Diana panik. Semua teriakan itu membuat Bintang menangis karena terkejut. Suasana begitu kacau. Rowan tidak sedang di rumah dan ia tidak tahu harus bagaimana. Untungnya, Cal yang tengah berada di teras segera datang. Sebenarnya, ia bermaksud menyampaikan kabar soal Raffael pada majikannya, tetapi ia malah terkejut melihat Manda pingsan di pangkuan Diana. “Astaga, Nyonya! Apa yang terjadi?!”“Cal, tolong aku angkat Manda. Aku akan urus Binta
“Hm ….” Black mengamati tulisan yang ada di setiap file musik itu kemudian menyimpulkan, “Sepertinya ini file rekaman. Apa Tuan Raffa suka nyanyi?”Camelia yang tengah bersedih bahkan bisa mendengus geli mendengar pertanyaan Black. Membayangkan Raffael melakukan rekaman benar-benar seperti dunia terbalik. Penasaran dengan isi file itu, Camelia pun segera menekan tombol ‘play’. Ia malah terkejut karena suara Manda terdengar dari sana. “Ah … rekaman percakapan mereka?” tebak Black yang mendapat anggukan Camelia. Camelia langsung menghentikan rekaman itu dan menghela napas panjang. “Nggak ada yang bisa kita temukan dari sini.”Black mengangguk setuju. Ia malah takut jika ada rekaman pribadi yang tak boleh mereka dengarkan. Namun, pikirannya cukup terganggu. ‘Apa mungkin si Bos rekam semua percakapan teleponnya sama si nyonya.’Dengan ragu, Black meminta agar Camelia memainkan file paling atas. Ia penasaran dengan sesuatu. Dan kalau dugaannya benar, mungkin saja Raffael meninggalkan
Sementara Raffael masih berjuang melawan maut, Black bergerak sendiri dengan semua catatan yang ia dapatkan. Setelah Camelia sedikit tenang, ia juga membahas mengenai pemikirannya.“Aku akan meminta yang lain ke sini. Kurasa mereka bisa membantumu juga, Black.” Camelia mengusulkan. “Ide bagus, Nyonya.”Setelah menunggu cukup lama, Damian dan George datang. Tentu saja Chin Han sedang dalam perjalanan dari Surabaya tanpa perlu diberitahu.“Bagaimana kondisi Raffael dan suamimu?” tanya Damian dengan wajah kalut. Ia tak menyangka penyelidikan mereka akan berbuah hal buruk seperti ini. George pun mengutarakan usulannya, seolah tahu kalau Damian juga berpikiran sama. “Kurasa kita harus hentikan mencari pria bernama Zach itu.”Namun, Black menolak. “Tidak, Tuan-tuan. Sepertinya saya sudah bisa menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi.”Semua orang yang mendengarkan mengerutkan dahi. Tak yakin dengan apa yang bisa dilakukan seorang bodyguard yang baru saja bergabung.Black tak peduli. Ia
“Mohon maaf, Nyonya Camelia. Hanya ini cara yang saya bisa pikirkan untuk membuat Nyonya Manda tenang.”Cal bahkan membungkuk, walau mereka tidak saling lihat, karena hanya melalui sambungan telepon.“Tidak apa-apa, Cal. Pikiranku penuh dengan Reinhart. Aku bahkan lupa kalau Manda pasti di sana lebih panik karena nggak bisa ke sini. Akan kukabari lagi kalau ada progres dari Raffa.”Setelah menutup teleponnya, Cal menghela napas panjang. Ia tak ingin berbohong, tetapi majikan perempuannya sampai tidak mau makan atau minum dan hanya termenung saja di tempat tidurnya. ‘Kurasa hal seperti ini nggak pernah terjadi di hidup nyonya Manda. Dia pasti sangat terpukul,’ batin Cal. Namun, mereka tidak tahu, bahwa Manda menyadari kebohongan itu. Bagaimana mungkin Raffael sadar hanya dalam beberapa jam setelah operasi.Dengan tabrakan yang membuat 5 orang langsung tak sadarkan diri itu, mungkin butuh waktu lebih lama untuk bisa pulih. Manda menghargai niat di balik kebohongan putih sang kakak ip
“Keluarga Pak Reinhart?!” seru seorang suster dari pintu ruang operasi. Netra Camelia terbuka lebar mendengar nama suaminya. Ia segera berlari mendapatnya suster itu dan bertanya, “Ada apa, Sus?”“Pasien sudah lewat masa kritis. Tapi, dokter belum memperbolehkan keluar dari ICU. Pak Reinhart meminta saya untuk memanggilkan keluarganya.”Air mata haru pun membasahi wajah Camelia sekali lagi. Ia bergegas mengikuti prosedur untuk memasuki ruangan khusus tersebut dan melangkah semakin dalam menuju ruangan sang suami.Banyak kabel dan selang terhubung dari mesin ke tubuh suaminya, membuat Camelia tak bisa menahan air mata. “Reinhart ….” Camelia berbisik. Ia ingin melihat bola mata sang suami lagi tetapi juga tak ingin mengganggu istirahatnya. Bisikan Camelia ternyata didengar oleh Reinhart. Pria itu langsung membuka mata dan tersenyum.“Kau nangis?” kekeh Reinhart lemah.Camelia menggenggam tangan Reinhart erat dan mendekatkan dengan wajahnya. “Kau tahu aku lemah kalau sampai kau pergi,
“Ab—eh?!” Netra Adelia yang setengah terbuka tadi bertemu pandang dengan Bintang yang baru saja akan membilas rambut. Bintang tersenyum lembut. “Eh … kau mau mandi denganku, Lia?”“Pa—Pa–Pak Bintang?!” pekik Adelia, menutupi matanya.Menyadari kalau ternyata ia sedang berada di rumah Bintang membuatnya langsung panik dan kembali ke lantai 3. “Astaga!” Adelia membanting tubuhnya, tengkurap di atas kasur. “Apa yang kulakukan barusan?!”Ia mencoba menghilangkan rekaman ingatan mengenai tubuh atletis Bintang yang jarang terdeteksi di balik jas kerjanya, tetapi sia-sia. Karena hanya gambaran itu lah yang kini memenuhi pikiran Adelia. Semakin matanya tertutup, semakin sadar kalau ia melihat semuanya. Setelah menenangkan diri, Adelia mulai duduk di pinggir kasur dan mengamati tempat itu. “Aneh bentuk kamarnya. Naik ke atas begini. Di bawah ada kasur juga dan kayaknya tadi masih ada tangga turun ke lantai 1.”Ia mencoba mengingat-ingat kantor Bintang yang berada di apartemen, tetapi tak
“So, gimana penyelesaiannya?” tanya Manda. Bintang sengaja mampir ke rumah orang tuanya hari ini, karena sang ibu mengatakan kalau ia membuat sop buntut hari ini. Tak ia duga, wanita tua itu menaruh perhatian pada kasus Adelia dan Fleur. “Fleur mengakui kesalahan dan tak mau terlibat sampai ke jalur hukum, Ma.”Dahi Manda berkerut. Seolah menyuarakan kebingungan Manda, Raffael bertanya, “Minta Adel diberhentikan dari syuting, sampai kamu tuntut ke jalur hukum?”Bintang lupa, kalau mereka hanya tahu cerita pertamanya saja. “Ah … kalian belum tahu perkembangan terakhir hubungan Adelia dan Fleur?”“Ada masalah lagi?!” Manda sedikit kaget. Ia pikir masalah pertama akan selesai tanpa ada buntutnya.Bintang mengangguk. “Fleur merencanakan pembunuhan terhadap Lia, Pa. Dan Black merekam dengan jelas semua bukti itu.”Raffael dan Manda terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkomentar satu sama lain. “Wajah cantik, berpendidikan dan kaya raya, nggak lantas membuat seseorang menjadi manusia,
“Apa yang sudah kau lakukan, Fleur?!” Pria tak berambut dengan tubuh tinggi kekar itu membanting pesawat telepon yang ada di meja kerjanya. Beliau adalah CEO rumah produksi Lightern—Bastian Moore. “Aku minta kamu dekati Bintang, supaya bisa merger dengan perusahaannya! Kenapa malah bikin masalah dan membuat marah produser Brian?!”Fleur hanya bisa menunduk, menyembunyikan wajahnya dari amarah sang atasan. Dua tangannya kuat-kuat meremas bahan gaun bertekstur floral itu, menahan diri untuk tidak marah atau menangis. Ia benar-benar tak menyangka, bahwa kebenciannya pada Adelia menyebabkan Bintang kehilangan minat terhadap Lightern.‘Aku terbakar cemburu saat perempuan sial itu membuka pintu dan dengan naturalnya mengira yang datang adalah Bintang,’ sesal Fleur. Di balik penyesalan itu, juga ada amarah yang besar pada Adelia. Kecemburuannya masih belum sirna. Sedikitpun tak berkurang. “Mau apa lagi kalau sudah begini, hm?!” sentak Bastian putus asa. “Sejak pagi sekretarisku sudah me
“Theo, apa kau yang menitipkan tas ini ke Fleur untuk diberikan pada Adelia?” Brian menunjuk tas yang masih di posisi awal.Tenda Fleur tidak tersentuh sama sekali. Brian membiarkannya demikian sampai ia menemukan siapa pelaku yang berani mengacaukan suasana di lokasi syuting.Sementara sutradara mengurus jalannya syuting hari ini, Brian memutuskan untuk bicara dengan manajer Adelia.“Tas?” Dahi Theo berkerut. Ia mengamati tas itu dan berpikir keras. “Hm … aku nggak pernah lihat tas ini,” klaimnya. “Adel juga nggak punya tas seperti ini. Kau tahu sendiri kondisi anak itu. Dia nggak punya uang lebih untuk beli tas yang nggak dia butuhkan.”Brian mengangguk setuju. “Tapi, Fleur menuduhnya meletakkan tas dan ular ini di kasurnya. Kita nggak punya bukti kalau tas ini bukan milik Adelia.”“Saya ada buktinya.” Seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam muncul dan bergabung dalam percakapan mereka. Membuat Brian dan Theo tertegun. “Siapa kamu?!”“Saya bertugas menjaga Nona Adelia. Jad
Staf yang mengikuti Brian masuk ke tenda Fleur tiba-tiba keluar dengan mulut tertutup tangan. Menahan mual karena sudah menyaksikan sesuatu yang menggelikan di dalam sana. “Ada apa?!” tanya peserta syuting lainnya. Mulai tak sabar karena tak satupun menjelaskan apa yang sudah mereka lihat.Bahkan Fleur kini masih berjongkok dekat pohon besar. Gemetar di dalam perlindungan tubuh Vildan.“Ular ….” Hanya itu yang berhasil diutarakan salah satu staf. Nada suaranya pun terdengar ngeri. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, Brian keluar dan segera menenangkan keributan. “Semua kembali ke ruang makan untuk sarapan!” serunya. “Fleur, kau pakai tendaku untuk sementara ini. Kami akan membuatkan tenda yang baru.”Seolah sadar dari rasa takutnya, ia pun berdiri dan meneriaki Adelia. “Ini semua gara-gara Adelia! Perempuan jalang itu!”Netra semua orang terbeliak mendengar ucapan Fleur. Pertanyaan mulai muncul di antara mereka, tentang kenapa Fleur memberi label kejam pada artis yang baru mem
“Kau satu tenda dengan Adelia kan?” Fleur mendatangi seorang artis muda yang jam terbangnya masih tergolong sedikit dibandingkan dengan Fleur yang sudah senior itu. Mereka baru saja tiba di tempat perkemahan dan semua orang tengah sibuk mengurus barang bawaannya masing-masing. “Oh! Iya, Kak Fleur.” Artis muda bernama Abby itu tersenyum ramah. “Ada apa?”“Ada yang menitipkan ini.” Fleur memberikan sebuah tas makan kecil pada Abby. “Katanya ini tas milik Adelia.”Abby menerima tas itu. “Ah! Terima kasih, Kak. Nanti saya kasih Adel.”Fleur tersenyum singkat kemudian kembali ke tendanya. Artis perempuan senior yang sedang naik daun itu mendapat perlakuan khusus. 1 tenda untuk dirinya sendiri. Sementara itu, Abby bergegas mencari Adelia untuk memberikan barang titipan tadi.“Adel! Ini katanya tas kamu!” seru Abby dengan senyum lebar. Produser memang menempatkan Adelia bersama dengan Abby karena ia tahu, mereka bisa dekat. “Dari siapa, By?” tanya Adelia dengan pandangan heran.Ia suda
“Jadi, baik aku atau perempuan miskin itu nggak diizinkan keluar dari ‘Survival Home’?!”Bintang menatap Fleur yang duduk dengan angkuh, bersedekap di hadapannya. Manda dan Dennis meninggalkan begitu saja masalah ini di tangannya.‘Kalau bisa aku mau mengeluarkan kau saja, Fleur. Dibanding Lia yang sudah jadi artisku.’ Bintang menjawab tanpa suara. “Bisakah kau menyaring kalimatmu, Fleur. Adelia juga perempuan, sama sepertimu,” tegur Bintang berusaha sabar.Karena menurut Manda, hubungannya dengan Adelia tidak boleh sampai ketahuan orang luar, apalagi mereka yang tidak terjamin bisa menjaga rahasia. Fleur mendengus geli. “Ha! Setidaknya aku nggak miskin seperti dia!”Bintang mencoba tenang, tapi bukan berarti ia tak bisa tegas. Bagaimana pun ia harus menegur perempuan angkuh itu. “Fleur, Aku harus mengusirmu kalau bicara nggak sopan soal artis di bawah naungan RAFTEN!”Walau tak menjawab, Bintang bisa melihat tubuh Fleur sedikit menyentak karena tegurannya.Kemudian, sang CEO menam
“Nona Fleur! Ini bukan saatnya untuk berdebat!” sentak sang produser, mencoba bersikap tegas. Sang manajer pun panik. Tidak paham kenapa tiba-tiba Fleur mengamuk di depan sang produser.Namun, Fleur merasa memegang kendali. Ia tahu kalau dirinya tidak mungkin dilepaskan dari acara itu. “Ha! Kalau memang Anda masih akan lanjut dengan kondisi seperti ini, saya mundur!” Fleur segera berbalik untuk meninggalkan lokasi syuting.Brian pun langsung berdiri dan menahannya dengan kalimat yang sudah Bintang anjurkan. “Ini keputusan Pak Bintang! Tidak ada yang akan keluar dari acara ini. Jika Nona Fleur memaksa, Pak Bintang mengatakan bahwa akan ada penalti.”Netra Fleur membulat. Ia berbalik dan menatap Brian seolah tidak percaya Bintang akan menimpakan penalti atas dirinya. Fleur mendengus geli. “Mana mungkin Bintang memperlakukanku seperti itu! Kau hanya membual!”“Silakan coba saja kalau berani, Nona Fleur!” Brian menantang. Setengah gemetar, karena di satu sisi, ia harus mempertahankan
“Fleur minta Adelia dikeluarkan dari survival home.”Dahi Bintang berkerut. “Apa dia sebut alasannya? Kenapa di hari kalian nggak syuting, bisa ada bentrok? Apalagi antara artis selevel Fleur dengan pendatang baru.”Brian menggeleng. “Fleur nggak menjelaskan keberatannya mengenai keberadaan Adelia. Tapi dia mengancam, kalau kami nggak mengeluarkan Adelia, dia yang akan keluar dari survival home.”Bintang menggaruk kepala belakangnya. Pusing dengan kelakuan Fleur yang tiba-tiba memusuhi kekasih barunya itu. “Saya nggak habis pikir apa yang membuat Fleur tiba-tiba memusuhi Lia, Pak Brian. Apa Anda punya clue?”Brian terdiam sesaat kemudian mengoreksi ucapan Bintang. “Sejak awal Fleur nggak suka dengan Adelia, Pak. Jadi, sepertinya rasa tidak suka itu menumpuk dan meledak sekarang.”Napas Bintang terdengar panjang dan lelah. “Ya sudah, keluarkan saja Fleur dari sana.”Mendengar itu spontan Brian berdiri dan menggebrak meja kerja sang CEO. “Nggak bisa, Pak! Dia wajah acara ini!”“Saya ju