"Kita sudah di rumah, Sayang," jawab Rian dengan tersenyum.Kembali Mila tersentuh. Ia kembali mengingat beberapa saat yang lalu melihat lelaki yang kini telah jadi suaminya itu berjuang untuk cinta mereka. Sampai Rian harus memilih untuk meninggalkan orang tuanya dan kini mereka sudah berada di rumah. Mila kemudian duduk. "Kok aku nggak sadar sudah di sini?""Iya, tadi kamu sangat lelah pasti. Aku yang membawa mu ke sini," jawab Rian.Mila langsung memeluk Rian dengan erat. Ia rasakan hangat nya tubuh suaminya itu. Berkali-kali Ia bersyukur karena telah diberikan suami yang sangat sayang dengannya. Tak mudah untuk menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah lagi. Tidak seperti Adam dulu.Tetapi apapun yang terjadi yang paling penting saat ini ia bisa memeluk Rian. Seorang yang menjadi satu-satunya yang ada di samping nya."Sayang, ini masih malam. Sebaiknya kita istirahat dulu, yuk!" ajak Rian.Mila menoleh ke arah jam dinding ternyata memang masih pukul satu dini hari. Pant
"Aku tahu. Kita tetap harus hati-hati! Tetapi kita tetap jalani kehidupan kita dengan sebaik mungkin. Tuhan tak tidur. Ia pasti tahu yang mana yang benar dan mana yang salah dan pasti akan membalas sesuatu yang salah dengan setimpal," sahut Rian kemudian mengantarkan Mila ke kamar untuk beristirahat. Begitu Mila telah tenang ia kemudian membersihkan diri dan bersiap untuk makan malam. Di meja makan Bibi telah menyiapkan makanan dengan menu favorit Mila. Mila seperti mendapatkan booster. Ia harus bisa menikmati makanan yang tersedia untuk siap,menghadapi kenyataan yang masih dalam misteri. Ancaman Yana masih terngiang dalam benak Mila tetapi cukup beberapa saat melupakan nya saat makan malam ia nikmati."Nggak usah tergesa-gesa, Sayang!" tutur Rian."Laper nih," sahut Mila tanpa menoleh ke arah Rian dan melanjutkan makannya."Non, seperti nya Non agak berisi, ya?" ucap Bibi.Seketika Mila menoleh. "Emang iya, Bi?""Kalau sepenglihatan Bibi begitu," sahut Bibi.Mila bahkan tak merasa j
"Tapi kenapa cobaan begitu banyak menghampiri ku, Rian? Aku merasa tak sanggup," keluh Mila. Air matanya kembali luruh tak terbendung."Iya, aku tahu. Karena Tuhan begitu sayang sama kamu, Sayang. Sehingga ujian ini diberikan kepada kamu yang memiliki mental dan hati yang begitu hebat. Aku bangga memiliki kamu. Aku ingin mendampingi kamu. Aku harap kamu juga tak akan pernah menyerah dalam menjalani hidup ini," sahut Rian kemudian mengecup kening Mila dan memeluknya. Keesokan harinya dimana hampir separuh dari karyawan di kantor Mila harus menerima PHK. Dan entah bagaimana nasib yang separuh lagi. Karena berjalan dengan sedikit modal dan juga karyawan. Beberapa gerai juga terpaksa tutup karena tak ada lagi pasukan. Hal itu membuat pemasukan Mila dan Rian juga semakin sedikit. Memang Pak Seno tak meninggalkan hutang tetapi tetap saja tanggung jawab ada di tangan Mila untuk tetap mempertahankan perusahaan. Beberapa karyawan juga kecewa atas keputusan ini. Karena selama in
"Kita tunggu Pak Hamdan mengabarkan siapa yang akan membeli perusahaan ini. Ia pasti bergerak cepat," jawab Mila begitu yakin.Keesokan harinya dimana Pak Hamdan telah mengabari kepada Mila kalau telah menemukan pembeli yang akan membeli perusahaan itu dengan harga yang cukup tinggi. Dengan berbekal kepercayaan kepada Pak Hamdan, Mila setuju dan ia menunggu kedatangan Pak Hamdan dengan calon pembeli nya juga. Sekalian Pak Hamdan mendatangkan notaris untuk membantu proses jual beli agar berlangsung cepat. Tepat pukul sepuluh siang, Mila telah siap kedatangan tamu. Pak Hamdan telah datang dengan seorang perempuan juga laki-laki yang merupakan notaris. "Silakan duduk, Pak Hamdan!" titah Mila. Pak Hamdan dan dua orang lainnya duduk berhadapan dengan Mila."Lalu mana pembeli nya, Pak?" tanya Mila. Rian duduk di samping Mila. "Sebentar lagi akan datang. Tadi katanya sudah menuju kemari," jawab Pak Hamdan kemudian memberikan beberapa berkas pendukung untuk prose
Satu bulan berlalu. Mila terlihat makin berisi lagi. Mila merasa jika itu adalah efek dari banyak makan. Karena Mila seakan melampiaskan semua yang ia rasakan dengan makan akan berkurang. Sehari-hari Reva hanya di rumah. Sementara Rian juga masih sibuk dengan aktivitasnya sebagai pengangguran."Sayang, sepertinya aku harus mencari kerja. Kita tak mungkin akan seperti ini terus 'kan?" tanya Rian. Memang tak nyaman jika terus di rumah. Terlebih Rian yang sudah sejak lama terus bekerja. Rian merasa begitu bosan beberapa hari ini. Ia sudah waktunya untuk bangkit dari keterpurukan. "Bagaimana kalau kita ambil ide dari Sera? Doa 'kan mengajak untuk membuka usaha. Apa kamu setuju? Apa nggak sebaiknya kita tanya dia dulu usaha apa yang cocok untuk kita?" usul Mila.Rian pun setuju. Mereka langsung menuju ke rumah Sera. Tak ada yang berubah di sana. Mila mengetuk pintu dan tak lama kemudian Sera membuka pintu. "Eh, kamu, Mila. Ayo masuk! Sepertinya satu bulan nggak ketemu kamu makin berisi s
Malam harinya Mila baru bangun. Ia baru menyadari kalau sedang tertidur di bukan kamarnya. Ia mendengar samar-samar seperti suasana di resto. Ia mengucek mata dan ternyata memang Ia sudah tertidur cukup lama. Ia kemudian ke kamar mandi dan mencuci muka. Sebisa mungkin Ia tak terlihat baru bangun tidur. Ia merapikan rambutnya kemudian mengaca dan merasa sudah waktunya untuk keluar. Ia kemudian merasa kalau pipinya makin cubby saja. Pantas saja banyak orang menyebut nya kalau makin berisi. Saat hendak membuka pintu ternyata bersamaan dengan Rian yang membuka pintu dan mereka sama-sama terkejut."Kamu sudah bangun? Aku mau mengajak kamu pulang," ucap Rian."Iya, baru juga bangun. Sudah mau pulang nih?" balas Mila."Ya sudah, kita di dalam saja dulu! Sera sudah pulang dari tadi," sahut Rian kemudian justru masuk ke dalam kamar.Mila duduk di samping Rian. Ada kekhawatiran yang tiba-tiba muncul di benaknya. Ia kemudian menggenggam tangan suaminya. "Rian, aju barusan
Tanpa menunggu Mila membuka pintu dan Rian langsung saja masuk ke dalam. Ia melihat Mila sedang bersandar di kamar mandi dengan duduk di lantai. Ia langsung menghampiri Mila. "Sayang, kamu kenapa?" Tanpa bisa menjawab dan mulut masih tak bisa berbicara Mila hanya menunjukkan kepada Rian benda pipih yang ia bawa. Rian melihat dan awalnya dia tak mengerti. Setelah beberapa saat ia baru menyadari kalau ternyata benda pipih itu menunjukkan garis dua. Perasaan mereka berdua begitu bahagia. Terlebih bibi yang ikut melihat momen Mila dan Rian berpelukan di dalam kamar mandi. Rian kemudian membopong Mila ke kamar dengan baju yang basah. Air mata keluar dari keduanya. Tak menyangka momen hari ini begitu sangat membuat seisi rumah itu jadi bahagia. Setelah cukup tenang akhirnya Rian mengajak Mila ke rumah sakit. Perasaan bahagia mereka kemudian mengusap perut Mila berkali-kali. Memang selama ini Mila tak pernah menyadari hal itu. Karena ia juga tak pernah merasakan seperti kehamilan
"Kamu lihat apa, Sayang?" tanya Rian saat memperhatikan istrinya tak berkedip saat menatap sesuatu dan ikut melihat ke arah yang sama."Bang Adam," celetuk Mila. Sejak kapan ia keluar dari penjara? Kenapa bisa secepat itu ia bebas.Rian hafal siapa yang istrinya panggil dengan sebutan Bang Adam. Ternyata Adam justru menghampiri mereka berdua. "Mila," sapa Adam. Wajahnya tak seseram saat masuk penjara. Dan kini lebih bersih dan seperti Adam yang Mila kenal dulu. "Ke-kenapa kamu sudah bebas, Bang?" tanya Mila."Kenapa? Nggak boleh? Aku juga boleh dong menikmati udara bebas. Apalagi aku sudah bebas Kenapa kamu jadi pusing?" sahut Adam dengan senyum tipis. Tetapi melihat hal itu membuat Mila jadi takut. Ia bangkit bersama juga dengan Rian. Ia tak mau sampai terjadi sesuatu kepada Mila."Kalian mau kemana? Aku tak akan mengganggu kalian kok," tanya Adam."Nggak. Aku lebih baik pergi," jawab Mila kemudian gegas pergi meninggalkan makanan yang masih belum habis di