Share

Terjebak Obsesi Sang CEO
Terjebak Obsesi Sang CEO
Author: feynaa

1. Stalker

Author: feynaa
last update Last Updated: 2025-02-01 14:28:54

Basseterre, St. Kitts and Nevis

“Kupastikan kau tidak akan mengabaikan hadiahku lagi kali ini, Gabriella Jovianne.”

Pesan itu lagi.

Tangan kanan Ella mencengkram kuat ponselnya ketika ia membaca sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Sedangkan tangan kirinya mencengkram buket bunga di pangkuannya. Rahangnya mengetat, dengan jengkel ia menghapus pesan itu.

Daren—tunangannya—yang sedang mengemudi menoleh heran padanya yang tiba-tiba menjadi pendiam. “Ada apa?” tanyanya lembut.

Ella menarik napas sembari memasukkan ponsel ke dalam tas bahunya, kemudian kepalanya menggeleng pelan.

“Aku dapat pesan dari nomor tidak dikenal.”

Pria itu mengernyit heran, fokusnya dalam mengemudi menjadi terbagi. “Lagi? Kau yakin itu dari orang tidak kau kenal?”

Ella terdiam, ada satu nama yang terbesit di otaknya. Seorang pria yang pernah hadir di masa lalunya. Namun, ia terlalu membencinya hingga mengucapkan namanya saja pun ia enggan.

“Entahlah, aku malas menebak-nebak,” balasnya lesu sembari bersandar pada jendela.

Jujur saja, gadis itu memikirkan hadiah apa yang dimaksud oleh pengirim pesan itu. Tiba-tiba ia merasakan tangan Daren bertumpu di punggung tangannya. Ibu jarinya mengusap lembut, sedikit memberikan ketenangan.

Suasana di dalam mobil pun hening hingga mobil hitam itu tiba di depan pelataran luas dari villa mewah lantai dua. Daren turun dari mobil kemudian membukakan pintu untuknya, lalu mengantarkannya sampai ke depan pintu villa.

“Terima kasih untuk hari ini. Kau sudah melakukan banyak hal untuk membuatku senang. Aku tidak tahu harus bagaimana dengan semua kebaikanmu,” kata Ella sembari memberikan pelukan singkat.

“Tidak perlu berterima kasih, Ella, bahagiamu juga bahagiaku.” Daren mendekatkan diri pada Ella dan memberikan ciuman lembut di dahinya.

Ella mengangguk lalu perlahan melepaskan genggamannya dengan Daren. “Baiklah, sampai jumpa besok.”

“Ella, tunggu, aku punya sesuatu untukmu,” kata pria itu, membuat satu alis Ella terangkat. “Bisakah kau pejamkan matamu sebentar?”

Ella meragu sesaat, tapi matanya terpejam perlahan. Ia merasakan sesuatu yang bergerak di lehernya. Tanpa diperintah, matanya terbuka. Ia menunduk melihat kalung cantik yang melingkar di sana.

“Cantik sekali,” pujinya, sembari mengusap liontin kalung itu dengan senyum haru.

Binar di matanya kembali lagi. Lupa dengan pesan misterius sebelumnya. “Terima kasih,” katanya penuh haru sembari mengusap pipi tunangannya itu.

“Aku senang kau suka. Sekarang, masuklah, aku akan pergi setelah kau masuk,” balasnya sembari mengusap kepala gadis itu.

Ella melambaikan tangan dengan senyum manis. Setelah Daren membalas lambaian tangannya, ia menutup pintu.

Begitu tiba di dalam kamar, ia melempar tas dan bunga ke atas ranjang, lalu pergi ke meja rias dan menatap pantulan dirinya pada cermin. Tangannya tergerak menyentuh liontin berbentuk bunga matahari, di tengahnya terdapat batu zamrud kecil berwarna hijau itu.

Ini adalah perhiasan pertama yang ia dapat dari Daren, teman masa kecilnya yang sekarang menjadi tunangannya. Kalung ini terasa begitu spesial. Mungkin, ini karena efek jatuh cinta.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu kamarnya yang mengaburkan lamunan Ella. Ia beranjak membuka pintu, tersenyum tipis kepada pelayan yang berada di hadapannya.

“Maaf mengganggu istirahat anda, Nona, barusan ada seorang kurir yang memberikan ini untuk, Nona,” ucap Mariah sembari menyodorkan sebuah kotak.

Kening Ella berkerut menatap kotak kecil berwarna hitam yang berbalut pita merah. “Kurir? Di jam segini?” tanyanya heran karena ini sudah cukup malam dan tidak ada kurir yang bekerja selarut ini.

Meskipun heran, ia mengambil barang itu. “Terima kasih,” katanya lalu menutup pintu dan duduk di sisi ranjang.

Mata cokelatnya mengamati kotak hadiah itu, tidak ada nama pengirimnya. Namun, terlintas Daren di otaknya, ia tersenyum senang karena percaya bahwa pria itu yang memberikannya hadiah, lagi.

Dengan antusias ia membuka kotak hadiah tersebut. Namun, begitu melihat isinya, senyumnya hilang. Wajahnya berubah pucat dan pupil matanya membesar.

Isi di dalam kotak itu bukan sebuah hadiah yang ia bayangkan. Tangannya gemetar hebat hingga kotak itu terjatuh dengan bunyi gemeretak yang keras.

Isi di dalam kotak itu tercecer di lantai. Sebuah cincin perak menggelinding ke arahnya. Cincin perak yang menjadi bukti ikatan pertunangannya dengan Daren itu kini basah oleh noda berwarna merah darah.

Gadis itu jatuh tersungkur, ia mundur menjauhi cincin itu hingga punggungnya membentur tembok. Tubuhnya bergetar, air matanya mengalir deras.

Ingatannya langsung melompat pada pesan dari nomor tidak dikenal itu. Inikah hadiah yang dimaksud?

Mendadak, ia merasa terlempar ke dalam sebuah ingatan masa lalu yang telah ia kubur rapat-rapat. Bayangan wajah seorang pria muncul dalam ingatannya. Wajah tegas, tatapan mata tajam, menyeringai padanya, menyeramkan.

Ella ingin berteriak, tetapi suaranya teredam. Perasaan takut membuat tubuhnya tidak berdaya.

Suara dering ponsel menyelamatkan jiwanya yang hampir tenggelam dalam bayangan masa lalu itu.

Gadis itu merangkak mengambil ponsel di dalam tasnya dengan tangan gemetar. Sebuah telepon masuk dari nomor itu lagi. Dengan terburu dan panik ia menekan ikon berwarna merah berkali-kali hingga sambungan telepon terputus.

Tanggannya bergulir di atas layar ponsel, berhenti pada nomor kontak Daren. Ia mendial nomor tersebut sambil terduduk di lantai, bersandar di dinding. Air mata masih sesekali menetes di pipinya.

“Kumohon angkat teleponmu,” gumamnya harap-harap cemas.

Ia menggeram ketika tidak ada jawaban dari seberang telepon. Lalu kembali mendial nomor telepon Daren lagi. Nihil, ia masih tidak mendapat jawaban.

Sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal lagi. Tangannya menekan notifikasi pesan itu.

Masuk ke room chat, sebuah video terkirim padanya. Dengan gemetar ia melihat video tersebut. Jantungnya hampir berhenti berdetak.

Video tersebut menunjukkan sebuah mobil dalam keadaan terbalik, dengan plat nomor yang sangat ia hafal. Bagian depan mobil itu hancur parah karena menabrak pembatas jalan.

Lalu ada satu pesan baru yang masuk ke dalam room chat.

“Suka hadiahku, Sayang?”

Bunyi pesan itu membuat Ella menjatuhkan ponselnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   2. Masa Lalu yang Kembali

    Dengan wajah basah penuh air mata, ia berlari keluar rumah untuk memasuki mobilnya yang sudah terparkir di pelataran. Ia meminta supir melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tangannya meremas ujung pakaiannya. Dadanya naik turun dengan cepat, amarah dan perasaan takut menjadi satu. Tak lama, mobil memasuki parkiran rumah sakit terbesar di ibu kota. Ia buru-buru turun dari mobil, berlari ke dalam rumah sakit dan bertanya pada resepsionis tentang keberadaan Daren. Ella langsung berlari ke ruang operasi sesuai arahan resepsionis. Lampu di atas pintu operasi berwarna merah menunjukkan bahwa operasi masih berlangsung. Gadis itu menyugar rambutnya sambil bersandar di dinding. Hatinya merapalkan segala doa keselamatan untuk Daren. Air matanya turun tiada henti. "Daren, tolong, tolong bertahan. Tuhan, tolong selamatkan dia," gumamnya harap-harap cemas. “Sekarang aku mengerti mengapa kau selalu membuang hadiah yang kuberikan bahkan tanpa repot-repot melihatnya. Ternyata ini hadi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   3. Panic Attack

    Tubuh Ella langsung berkeringat dingin. Amarahnya terganti dengan rasa bersalah. Membayangkan bahwa wanita baya itu pasti telah melihat kejadian tidak etis yang baru saja terjadi. Ella tidak tahu seberantakan apa penampilannya saat ini, tapi itu pasti memalukan. Dengan langkah cepat, wanita itu baya mendekati Ella dan menariknya menjauh dari Lorenzo, hingga membuat tubuh Ella terhuyung.“Apa yang kau lakukan? Kau gila, hah?” maki Pamela, Ibu Daren dengan suara keras yang memekakkan telinga.“Kau selingkuh? Beraninya kau menyelingkuhi putraku di depan wajahku? Beraninya kau melakukan ini pada putraku?!” teriaknya lagi tepat di depan wajah Ella sembari mendorong kasar bahu gadis itu hingga ia mundur selangkah. Suaranya menggelegar bagai petir di siang bolong.Gadis itu pucat pasi dan tubuhnya gemetar. "Ini salah paham, ini tidak seperti yang Ibu lihat. Aku tidak berselingkuh, tolong dengarkan aku.”Pamela berkacak pinggang, kepalanya menggeleng. “Masih berani kau mengelak setelah apa

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   4. Terjebak Dominasi Lorenzo

    Mata Ella membelalak penuh ketegangan dan keterkejutan, pupilnya melebar. Dengan cepat ia menepis tangan Lorenzo lagi. Sentuhannya, walau hanya sekilas, terasa panas di kulitnya. Tangannya mencengkeram kerah baju Lorenzo dengan kekuatan yang lahir dari campuran amarah dan keputusasaan, hingga jari-jarinya memucat. Ia salah telah percaya pada Lorenzo di awal. Percaya pada pria sepertinya adalah sebuah bencana! “Kau semakin kelewatan. Ini namanya penculikan, Lorenzo! Hentikan mobilnya sekarang! Aku mau turun!” desisnya. Lorenzo menarik napas panjang dan berat. Satu alisnya terangkat, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ella hingga napasnya menerpa halus di kulit wajah gadis itu. Lorenzo menyeringai lebih lebar, ada kilatan kemenangan di matanya. Tangan Lorenzo di pinggul Ella mencengkramnya kuat, hampir menyakitkan membuat gadis itu meringis. “Siapa kau berani memberiku perintah?” gumamnya dengan nada yang sangat rendah. “Dasar bajingan sialan!” maki Ella, kata-katanya penuh keben

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   5. Ciuman Kepemilikan

    Ella mengerjap, pistol yang ia pegang tidak memiliki peluru. Pantas saja Lorenzo tidak bergeming. Namun, tindakannya tersebut berhasil memancing kemarahan pria itu. Ella mundur selangkah, tapi Lorenzo dengan cepat mencengkram tangan Ella dan merampas pistol itu dari tangannya. Ia membuang pistol itu ke sembarang arah. Tanpa kata ia mengangkat tubuh Ella dan melemparnya ke ranjang. Tidak terlalu kuat untuk menyakitinya, tapi cukup membuat Ella tersentak dan menjerit. Lorenzo menindihnya. Ella mengerjap beberapa kali, membeku. "Lorenzo!" teriaknya, tangannya menahan dada Lorenzo. Namun, tangan Lorenzo mencengkram pergelangan tangan Ella, menguncinya di atas kepala dengan genggaman yang tegas dan menyakitkan. Pria itu mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu. Tatapan mereka bertemu, saling melempar tatapan tajam. Ella merasa tatapan Lorenzo itu seperti predator yang ingin membunuh mangsanya. “Bajingan, mau apa kau?!” jerit Ella terus meronta-ronta, tubu

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   6. Kebenaran Tersembunyi

    Plak! Suara tamparan itu terdengar nyaring. Ella berdiri dengan napas tersengal, telapak tangannya terasa panas setelah dengan penuh kemarahan menampar wajah Lorenzo. Rasa geram di dadanya tidak lagi bisa dilampiaskan dengan kata-kata. Matanya yang hijau berkilat penuh dendam. "Kau jahat, Lorenzo, kau anggap aku apa? Barang? Aku tidak akan pernah menjadi milikmu dengan cara seperti ini!” katanya. Tubuh tegap Lorenzo tidak berpindah seinci pun bahkan setelah mendapat tamparan kuat Ella yang membekas kemerahan di pipinya. Ia menatap Ella sesaat sebelum tawanya yang sinis memecah keheningan. Tangannya tiba-tiba terangkat, mencengkeram rahang Ella membuat gadis itu meringis. Jari-jarinya terasa dingin, menekan kulit lembut Ella hingga meninggalkan bekas merah samar. "Dan aku akan membuatmu menarik kata-katamu, cepat atau lambat," sahut Lorenzo. “Aku tidak akan memaafkanmu meski kau berlutut sekalipun,” ancam Ella, suaranya tegas, menolak menunjukkan ketakutannya di hadapan p

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   7. Permohonan di Tengah Hujan

    Bruk! Aw!” Ella mengerang kesakitan saat tubuhnya terhempas ke tanah yang becek dan licin, basah oleh guyuran hujan yang tak kunjung reda. Ia menatap kain lusuh yang masih digenggam erat di tangannya—sehelai kain yang tadinya ia ikat di pagar balkon sebagai alat bantu untuk turun dari lantai dua. Ikatan yang ia buat ternyata tidak cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya. Berakhir jatuh dengan cukup keras. Hujan deras menerpa wajahnya, mengaburkan pandangan, sesekali petir menggelegar. Rasa dingin menusuk hingga ke tulang-tulangnya, membuatnya menggigil. Ia berdiri, menahan rasa ngilu pada anklenya, sesekali merintih. Memaksakan kakinya melangkah meski terpincang-pincang. Ia menyusuri semak-semak belukar. Mencoba mencari kalung yang dilempar Lorenzo. Ia harus menemukan kalung itu. Tidak peduli tangannya yang terluka tergores ranting-ranting semak belukar. Gadis itu terus menyusuri taman. Matanya menyapu setiap sudut taman yang gelap. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing, membua

    Last Updated : 2025-04-23
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   8. Genjatan Senjata

    Ella tidak menyangka ia masih memilki setitik rasa untuk Lorenzo. Permohonan pria itu ternyata mampu meluluhkannya. Menjadi sebuah genjatan senjatanya yang menghentikan perang mereka sementara. Namun, ada rasa kepuasan dalam diri Ella hanya karena Lorenzo menjilat ludahnya sendiri dengan berlutut di hadapannya. Ella tidak menyadari bahwa ia semakin terikat dengan Lorenzo, tidak menyadari bahwa perubahan situasi ini ada pada kendali Lorenzo. “Hatchu!” Lorenzo menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengeringkan rambut Ella dengan hair dryer. Mereka duduk di sofa dengan Ella memunggunginya. Pria itu menarik pundak Ella agar berbalik padanya ketika lagi-lagi mendengar Ella bersin. Ia menempelkan punggung tangannya di kening Ella. Suhu tubuh gadis itu terasa meningkat “Lihat apa yang kau dapat dari ulahmu, kau demam sekarang,” kata Lorenzo. Ella menepis tangan Lorenzo dia keningnya. Meskipun dirinya sudah tidak memberontak dan lebih tenang, gadis itu masih enggak berin

    Last Updated : 2025-04-24
  • Terjebak Obsesi Sang CEO   9. Ancaman Kematian

    “Ella, kau masih di sana, Nak?” Suara Thomas masih terdengar karena telepon masih tersambung. Ella melirik ponsel dalam genggaman Lorenzo, lalu berdehem. Mencoba membuat suara sebagai kode yang bisa didengar Thomas. Sekaligus menjadi upayanya untuk mengaburkan rasa gugup karena ketidaksiapan menghadapi Lorenzo. Tatapan pria itu sangat tidak bersahabat dan entah mengapa membuatnya merinding. Segera Ella membuang wajahnya, menghindari kontak mata dengan Lorenzo. Sepasang mata hitam yang tajam itu seolah mampu menembus pertahanan terdalamnya. Mata Lorenzo beralih pada benda tipis dalam gengaman tangan kekarnya. Tanpa kata ia beranjak keluar ruangan lalu menutup pintu sembari mendekatkan ponsel ke telinganya dan bersandar di dinding. “Ella butuh istirahat,” ucapnya dingin sembari memasukkan satu tangan ke sakunya. “Kau... Lorenzo?” Thomas bertanya dengan nada curiga dan menyelidik. “Kau tidak perlu tahu siapa aku.” Lorenzo menjawab dengan sikap acuh tak acuh, suaranya datar. M

    Last Updated : 2025-04-25

Latest chapter

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   14. Rahasia Ella

    “Kekerasan tidak akan membuatnya jera,” gumam Ella lemah. “Ayah tidak seharusnya melakukan itu.” Ia bersandar di kepala ranjang memperhatikan Karen yang sedang memeriksa termometer. Angka di layar kecil itu membuatnya meringis—suhu tubuh Ella tinggi. “Istirahat, Ella. Jangan pikirkan pria itu. Dia pantas dihukum oleh ayahmu,” sahutnya sembari menarik selimut hingga menutupi perut Ella. “Apa yang kau harapkan akan dilakukan Ayahmu setelah putrinya dibawa pergi oleh pria tanpa izin? Mengajak Lorenzo ngobrol santai di gazebo sambil main catur dan minum kopi, begitu?” sarkasnya jengkel. Ella terdiam, ia menunduk menelan kata-kata yang ingin keluar. Ia tahu ibunya sama murkanya dengan ayahnya. Pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan derit keras. Thomas berdiri di ambang pintu, matanya—yang biasanya penuh otoritas—kini dipenuhi kecemasan. Langkahnya berat saat ia mendekat. Tanpa kata, ia menarik Ella ke dalam pelukannya, erat. “Ayah sangat cemas.” Suara Thomas serak, penuh emosi yang i

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   13. Serangan Balik

    Sepanjang perjalanan, Lorenzo menggenggam tangan Ella dengan kelembutan yang mengherankan. Suhu tubuh Ella masih panas. Wajahnya nampak khawatir saat melirik wajah Ella di kursi sebelah. Ella memejamkan mata dan berpura-pura tertidur menghadap jendela. Kepala Ella berdenyut-denyut sangat menyiksa. Pikirannya masih berkecamuk memikirkan kejadian tidak senonoh beberapa waktu lalu. Rasa menyesal dan bersalah kepada Daren menghantui benaknya. Ia merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan perasaannya. Mobil memasuki halaman sebuah villa mewah. Alis Lorenzo berkerut dalam melihat sejumlah penjaga berseragam hitam di sekitar pelataran. Mereka mendekat dengan postur siaga. Meski situasi tampak mencurigakan, Lorenzo tetap tenang. Setelah mematikan mesin. Tangannya bergerak mengusap kepala Ella, membangunkan gadis itu dari tidur pura-puranya. Ella membuka mata perlahan, terkejut melihat villa dikelilingi banyak orang. Remasan lembut Lorenzo di tangannya membuat Ella menole

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   12. Ciuman Kesepakatan

    “Kau bisa mengawasiku,” jawab Ella tenang.“Hanya saja, pastikan kau mengawasiku dalam jarak yang wajar. Tidak terlalu dekat dan membuatku risih. Kau juga boleh ikut bersamaku jika aku keluar rumah, kau juga bisa datang ke rumahku kapan pun.”Lorenzo terdiam sejenak, sedikit merenung. Ia mengamati setiap detail ekspresi Ella. Dengan gerakan yang lembut namun posesif, ia menarik tubuh Ella ke pangkuannya. Meski terkejut, Ella tidak menolak.Tangan Lorenzo bertumpu di pahanya yang tidak tertutup kain. Ella bisa merasakan kehangatan dari tangan Lorenzo yang membuatnya gelisah. Sedangkan tangannya yang lain melingkar di pinggang Ella.“Apa alasanmu membuat keputusan seperti ini?” Suara Lorenzo terdengar sangat curiga.“Jangan kau pikir aku akan langsung percaya. Aku mengenalmu dengan baik, hingga aku tahu bahwa ada rencana lain yang kau rencanakan dalam kepala cantikmu itu, kan?”Ella mengernyit, memberanikan diri menatap mata Lorenzo langsung. Sebenarnya ia sendiri tidak yakin dengan ap

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   11. Negosiasi Menyelamatkan Diri

    Menit-menit berlalu terasa sangat menegangkan untuk Ella. Keringat dingin membasahi telapak tangannya sejak ia mengatakan ingin membuat kesepakatan dan balasan Lorenzo hanya merintahkannya menunggu. Sedangkan pria itu sekarang mengurus orang-orang suruhan Thomas yang datang menjemputnya. Dengan gelisah, gadis itu berjalan mondar-mandir bak setrikaan. Otaknya terus berputar memikirkan segala kemungkinan kesepakatan yang bisa menguntungkannya sekaligus melindungi orang-orang terdekatnya. Dengan tangan gemetar, ia beranjak mengambil air minum untuk menenangkan diri. Namun gelas itu tergelincir dari genggamannya yang basah oleh keringat. Tiba-tiba Sebuah tangan besar dengan sigap menangkap gelas tersebut sebelum pecah membentur lantai. Ella tersentak dan menoleh, mendapati sosok besar Lorenzo menjulang di hadapannya. Bahkan derap langkah pria ini tak terdengar olehnya, mungkin karena pikirannya yang terlalu ramai. Tanpa kata, pria itu menuangkan air ke gelas lalu menyodorkannya

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   10. Kesepakatan Mendesak

    Bohong jika Ella tidak merasa cemas dengan ancaman Lorenzo. Gadis itu meringkuk di atas kasur, menggigiti kukunya. Pria itu tidak pernah main-main dengan perkataannya. Apa yang dilakukan pada Daren sudah membuktikan semuanya dan ia tidak mau melakukan kesalahan yang sama—mengabaikan perkataan Lorenzo. Ancaman yang dilontarkannya bukan hanya isapan jempol belaka. Lorenzo merupakan tipe orang yang selalu bisa dipegang kata-katanya. Rasa frustasi semakin memuncak. Rambutnya yang acak-acakan ia cengkram. Kepalanya berdenyut nyeri sekali memikirkan jalan keluar dari lingkaran setan ini. Ella sadar, dengan melarikan diri terus menerus bukanlah solusi dari masalah ini. Ia harus mencari cara lain. Suara derit pintu memecah keheningan, membuat tubuhnya tegang. Refleks, Ella membalikkan badan membelakangi pintu dan memejamkan mata erat-erat. Terdengar suara derap langkah mantap yang semakin mendekat, diikuti gerakan kasur yang memberitahu bahwa seoseorang telah duduk di sisi ka

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   9. Ancaman Kematian

    “Ella, kau masih di sana, Nak?” Suara Thomas masih terdengar karena telepon masih tersambung. Ella melirik ponsel dalam genggaman Lorenzo, lalu berdehem. Mencoba membuat suara sebagai kode yang bisa didengar Thomas. Sekaligus menjadi upayanya untuk mengaburkan rasa gugup karena ketidaksiapan menghadapi Lorenzo. Tatapan pria itu sangat tidak bersahabat dan entah mengapa membuatnya merinding. Segera Ella membuang wajahnya, menghindari kontak mata dengan Lorenzo. Sepasang mata hitam yang tajam itu seolah mampu menembus pertahanan terdalamnya. Mata Lorenzo beralih pada benda tipis dalam gengaman tangan kekarnya. Tanpa kata ia beranjak keluar ruangan lalu menutup pintu sembari mendekatkan ponsel ke telinganya dan bersandar di dinding. “Ella butuh istirahat,” ucapnya dingin sembari memasukkan satu tangan ke sakunya. “Kau... Lorenzo?” Thomas bertanya dengan nada curiga dan menyelidik. “Kau tidak perlu tahu siapa aku.” Lorenzo menjawab dengan sikap acuh tak acuh, suaranya datar. M

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   8. Genjatan Senjata

    Ella tidak menyangka ia masih memilki setitik rasa untuk Lorenzo. Permohonan pria itu ternyata mampu meluluhkannya. Menjadi sebuah genjatan senjatanya yang menghentikan perang mereka sementara. Namun, ada rasa kepuasan dalam diri Ella hanya karena Lorenzo menjilat ludahnya sendiri dengan berlutut di hadapannya. Ella tidak menyadari bahwa ia semakin terikat dengan Lorenzo, tidak menyadari bahwa perubahan situasi ini ada pada kendali Lorenzo. “Hatchu!” Lorenzo menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengeringkan rambut Ella dengan hair dryer. Mereka duduk di sofa dengan Ella memunggunginya. Pria itu menarik pundak Ella agar berbalik padanya ketika lagi-lagi mendengar Ella bersin. Ia menempelkan punggung tangannya di kening Ella. Suhu tubuh gadis itu terasa meningkat “Lihat apa yang kau dapat dari ulahmu, kau demam sekarang,” kata Lorenzo. Ella menepis tangan Lorenzo dia keningnya. Meskipun dirinya sudah tidak memberontak dan lebih tenang, gadis itu masih enggak berin

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   7. Permohonan di Tengah Hujan

    Bruk! Aw!” Ella mengerang kesakitan saat tubuhnya terhempas ke tanah yang becek dan licin, basah oleh guyuran hujan yang tak kunjung reda. Ia menatap kain lusuh yang masih digenggam erat di tangannya—sehelai kain yang tadinya ia ikat di pagar balkon sebagai alat bantu untuk turun dari lantai dua. Ikatan yang ia buat ternyata tidak cukup kuat untuk menahan berat tubuhnya. Berakhir jatuh dengan cukup keras. Hujan deras menerpa wajahnya, mengaburkan pandangan, sesekali petir menggelegar. Rasa dingin menusuk hingga ke tulang-tulangnya, membuatnya menggigil. Ia berdiri, menahan rasa ngilu pada anklenya, sesekali merintih. Memaksakan kakinya melangkah meski terpincang-pincang. Ia menyusuri semak-semak belukar. Mencoba mencari kalung yang dilempar Lorenzo. Ia harus menemukan kalung itu. Tidak peduli tangannya yang terluka tergores ranting-ranting semak belukar. Gadis itu terus menyusuri taman. Matanya menyapu setiap sudut taman yang gelap. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing, membua

  • Terjebak Obsesi Sang CEO   6. Kebenaran Tersembunyi

    Plak! Suara tamparan itu terdengar nyaring. Ella berdiri dengan napas tersengal, telapak tangannya terasa panas setelah dengan penuh kemarahan menampar wajah Lorenzo. Rasa geram di dadanya tidak lagi bisa dilampiaskan dengan kata-kata. Matanya yang hijau berkilat penuh dendam. "Kau jahat, Lorenzo, kau anggap aku apa? Barang? Aku tidak akan pernah menjadi milikmu dengan cara seperti ini!” katanya. Tubuh tegap Lorenzo tidak berpindah seinci pun bahkan setelah mendapat tamparan kuat Ella yang membekas kemerahan di pipinya. Ia menatap Ella sesaat sebelum tawanya yang sinis memecah keheningan. Tangannya tiba-tiba terangkat, mencengkeram rahang Ella membuat gadis itu meringis. Jari-jarinya terasa dingin, menekan kulit lembut Ella hingga meninggalkan bekas merah samar. "Dan aku akan membuatmu menarik kata-katamu, cepat atau lambat," sahut Lorenzo. “Aku tidak akan memaafkanmu meski kau berlutut sekalipun,” ancam Ella, suaranya tegas, menolak menunjukkan ketakutannya di hadapan p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status