Share

6. Piyik VS Biawak

Author: Nana Nugroho
last update Last Updated: 2021-07-10 10:43:32

"Sudah, ganti baju, gih! Abis itu istirahat," ucap Mama Mayang sambil menepuk pelan punggung Sakhi.

"Iya, Ma. Makasih, ya Mama udah dengerin aku."

"Nduk, siapa lagi yang bisa kamu percaya lebih dari orang di dalam rumah ini? That's what family for ... saling menguatkan dan menenangkan."

Satu kecupan hangat pun mendarat di pipi Mama Mayang.

"I love you, Ma!" Ucap Sakhi sambil beranjak ke kamarnya.

"I love you, more and more, Baby!" Jawab Mama Mayang sambil mengulas senyum hangat sambil terus memperhatikan punggung putrinya yang kini menghilang di balik tembok kamarnya.

Untuk sesaat Mama Mayang merasa ragu. Apakah keputusannya dan juga Bunda Haifa sudah tepat untuk menjodohkan anak-anak mereka. Mama Mayang berpikir jika Keenan yang pertama bertemu Sakhi di kota ini.

Artinya, Keenan yang akan dijodohkan dengan Sakhi nantinya. Namun beberapa saat lalu, dengan jelas Sakhi mengaku tak punya sedikit pun rasa pada Keenan. Dari sorot matanya saja, Mama Mayang bisa melihat kejujuran, kesedihan juga sorot mata sendu seolah tengah terluka, tapi entah karena apa.

Akhirnya, Mama Mayang memutuskan untuk tidak nenghubungi Bunda Haifa terlebih dahulu. Ia ingin memantau perkembangan hubungan Sakhi juga Keenan. Jika akhirnya Keenan berhasil membuat Sakhi jatuh cinta, maka perjodohan akan dilanjutkan. Namun jika yang terjadi sebaliknya, ia tidak akan mengorbankan perasaan putrinya. Semoga saja Bunda Haifa bisa berpikiran sama dengannya.

********

Sementara di kamar, Sakhi masih tidak percaya dengan apa yang dilaluinya hari ini. Di hari yang sama, semua orang dari masa lalu yang selama ini coba untuk dilupakan justru muncul bersamaan.

Ia tak mengerti, haruskah bersyukur atau mengeluh dengan kejadian ini. Di usia yang semakin dewasa, ia berharap dapat memandang rasa sayangnya kepada Kama yang lama terpendam dari sudut berbeda. Terlebih lagi, ada Keenan sahabat sekaligus mantan (eh ... udah balik jadi pacar lagi) yang perasaannya harus ia jaga. Hmmm ... semacam penebusan dosa untuk masa lalu yang Keenan dapat darinya.

Tak terasa Sakhi terlelap dalam lamunannya. Ya ... hati, otak juga raganya cukup lelah untuk bisa melewati kurang dari setengah hari ini. Perubahan suasana hati dari kaget, bahagia, bingung dan kembali patah hati dalam waktu singkat. Membuat Sakhi ingin sebentar saja beristirahat. 

Rasanya baru sebentar Sakhi memejamkan mata dan menikmati nyamannya selimut juga kasurnya. Tiba-tiba ia merasa ranjangnya bergerak. Perlahan seseorang juga mengguncang pundaknya. 

"Yik ... woi, bangun udah mau Magrib nih!"

Sayup-sayup suara Erlan—Abangnya terdengar. Dengan malas ia pun membuka mata dan menggeliat meluruskan otot-otot seluruh tubuhnya yang terasa tegang dan kaku. 

"Jorok, Lo! Masa cewe molor nyampe jam segini, mana belum mandi pula!" Seloroh Erlan sambil duduk tegap di bagian tepi ranjang adik semata wayangnya itu.

"Beneran, Dek lo balikan ama Keenan?"

"Hmm ...," jawab Sakhi singkat sambil duduk bersandar di kepala ranjang.

"Nggak ada sopan-sopannya, Lo! Masa jawab gue ha, hem kayak sapi aja!"

"Iya, Abang! Lagian orang baru juga melek, udah di cecer aja. Tahu dari mana?"

"Mama, lah! Udah buruan mandi, gih trus turun salat bareng, mumpung gue ama Papa udah pulang."

"Dasar piyik jomblo ngenes! Segitu putus asanya sampe harus balikan ama mantan! Rugi jadi adeknya Erlan, kalo ujung-ujungnya puter balik mungutin barang yang udah sempet lo buang! Hahahaha," cibir Erlan sambil berlalu dari kamar Sakhi.

"Dasar biawak! Gue bukan jomblo ngenes, gue selektif!" teriak Sakhi sesaat sebelum bayangan Erlan menghilang di balik pintu kamarnya.

Secepat mungkin Sakhi mandi dan bergegas turun untuk bergabung bersama keluarganya bersiap salat Magrib. Di bawah sudah nampak Papanya—Pak Nugraha dengan baju koko putih serta sarung bermotif kotak-kotak berwarna abu-abu. Meski sudah lewat setengah abad, tubuh Pak Bagas Sapta Nugraha masih begitu bugar.

Perawakan tinggi tegap, tulang hidung juga pipi yang tinggi, alis hitam tebal dengan kulit putih, membuat Pak Bagas tak kalah rupawan dari putra sulungnya Erlangga Angger Nugraha. Mereka bak kembar beda generasi, sementara Sakhi mewarisi mata bulat, bibir tipis serta surai hitam nan lebat dari Pak Bagas. Hanya saja tubuh Sakhi mungil mirip Bu Mayang.

"Duh, ganteng banget sih Papaku," ucap Sakhi sembari menghampiri Pak Bagas dan duduk di sebelahnya.

"Hm, masa? Ganteng mana sama mantan yang berhasil bikin kamu mau balikan?" jawab Pak Bagas sambil mengngkat alis dan mengulum senyum menggoda sang putri bungsu.

"Ah, pasti Mama, nih! Nggak sekalian diumumin di mushola aja pake toa, biar sekompleks pada tahu kalo Adek balikan sama Keenan," jawab Sakhi gemas dengan bibir mengerucut.

"Lah, emang kamu artis, Dek? Kok, sampe orang kompleks perlu tahu kalo kamu balikan sama Keenan. Kalo emang perlu, ntar deh, Mama bilang Pak Yusuf yang marbot itu biar umumin di mushola," jelas Bu Mayang panjang lebar semakin menggoda Sakhi.

"Mamaaaa ...," rengek Sakhi makin kesal dengan candaan Sang Mama.

Azan Magrib berkumandang, Pak Bagas mengajak keluarganya untuk ke mushola pribadi mereka dan melaksanakan salat berjamaah. Kesibukan Pak Bagas dan juga Erlan yang kini juga bekerja di perusahaan start up milik papanya—Nugros Corp, membuat mereka sudah jarang sekali bisa salat berjamaah seperti ini.

Usai salat berjamaah, Mama Mayang bersama Sakhi menyiapkan makan malam. Setelah berganti baju santai, Pak Bagas dan juga Erlan ngobrol di ruang tengah yang tidak jauh dari dapur dan ruang makan.

Erlan yang memang selalu usil dengan Sang Adik tak menyia-nyiakan kesempatan untuk kembali menggoda Sakhi.

"Eh, Piyik! Lo beneran masih gagal move on dari si Keenan? Kok, gue lihat lo anyep bener ama tuh anak dari jaman sekolah dulu."

"Apaan, sih, Bang! Nggak usah sotoy, deh. Ngapain gue buang waktu buat jalan sama cowo kalo gue nggak ada rasa?"

Hati Sakhi sedikit berdenyut nyeri kala mengucap kalimat ini. Ya, sejujurnya apa yang dikatakan Erlan justru kondisi yang sebenarnya. Namun, lagi-lagi dengan alasan menebus rasa bersalah pada Keenan, Sakhi coba mengingkari kebenaran itu.

"Hilih, expert mau lo kibulin. Sekali ngeliat gelagat lo juga gue paham, apa isi ati ama otak lo, Yik!"

"Dih, nggak usah sok ngedukun ... emang situ, biawak jadi-jadian yang bisa jalan sama siapa aja tanpa ada rasa apa-apa. Cowo modelan Abang, tuh yang bikin cewe-cewe berprinsip kayak gue, lebih milih jadi jomblo daripada korban perasaan jalan ama biawak KW macem Abang!"

"Wah, songong, nih Si Piyik! Gue sadar pesona gue nggak mudah ditolak. Daripada kharisma gue dianggurin, yaudahlah gue sedekahin buat nyenengin fans-fans gue!"

"Sok kecakepan banget, sih! Gelaaay gue dengernya, tahu nggak!" Heran gue, apa yang dilihat ama cewe-cewe minim otak itu dari lo, Bang. Sayangnya termasuk si Mayra sohib gue," jawab Sakhi dengan ekspresi menelisik dan memandang Sang Abang dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Heh, Piyik! Udah gue bilang, pesona gue tidak terelakkan. Biasa, turunan dari Papa. Lihat aja, tuh si Mama. Tiap Papa keluar kota, segala sarung papa yang bau kentut, kumel, buluk aja dikelonin buat obat kangen!"

"Eh, kok jadi bawa-bawa Mama? Mana ada Mama kayak gitu, hoax, tuh si Abang!" tukas Mama Mayang sambil membawa lauk pauk ke meja makan.

"Ooh, jadi Mama suka ngelonin sarung Papa kalo lagi ditinggal ke luar kota? Nah, kalo lagi di rumah gini, kok malah dicuekin, sih?" Goda Papa Bagas sambil merangkul Mama Mayang.

"Tolong, ya ada anak perawan di sini Bapak-Ibu Nugraha. Jangan mempertontonkan kemesraan yang berlebihan, nggak bagus buat tumbuh kembang saya," cibir Sakhi pada kedua orang tuanya yang kini tengah berpelukan di sisi meja makan.

"Bilang aja lo ngiri, Yik! Sini-sini gue peluk adek gue yang jomblo, eh salah udah punya pacar tapi bekas mantan," ejek Erlan sambil menghampiri Sakhi sambil merengkuh tubuh adik mungilnya untuk dipeluk, atau lebih tepatnya Erlan memiting leher Sakhi.

"Abaang, lepasin! Ogah gue lo tempelin, sawan ntar!"

"Busyet! Lo pikir gue setan, Yik! Parah, lo!" jawab Erlan tanpa melepas tangannya dari leher Sakhi.

"Bukan, Abang bukan setan, tapi titisan setan! Makanya rawan bikin sawan, sono gih jauh-jauh!"

"Wah, makin songong si Piyik! Tuh, Pa masa Papa dikatain setan, kan nggak sopan," ujar Erlan mengadu sambil menarik-narik rambut Sakhi yang dikuncir ekor kuda.

"Mana ada! Gue bilang lo, Bang yang titisan setan!" 

"Lo pikir gue anak siapa, anak Papa, kan? Kalo gue titisan setan ... artinya secara nggak langsung lo mau bilang kalo Papa setan, Yik!"

"Kamu, ter-la-lu, Dek! Mana ada setan ganteng kayak Papa gini," tukas Pak Bagas dengan suara dibuat mirip Bang Haji Roma.

"Udah, ah! Kok, ribut terus, sih ... Sakhi buruan bantuin Mama siapin nasi sama piringnya. Abang juga jangan jahil terus, dong! Udah pada tua juga!" Hardik Mama Mayang.

Sakhi yang berhasil lepas dari Erlan pun langsung beranjak ke dapur dan membawa piring juga nasi ke meja makan. Ya, meski di luar ia selalu tampil sebagai perempuan dewasa, tenang dan juga cenderung dingin. Di rumah ia hanyalah Si Bungsu yang manja dan selalu jadi obyek kejahilan Papa juga Abangnya.

"Lagian kalian, tuh brojol dari perut Mama semua. Bukan mungut dari kebun binatang! Gimana ceritanya jadi biawak sama piyik? Mana bisa biawak sama piyik sodaraan. Habitatnya beda, induknya juga beda. Nah, kalian ... penanam sahamnya sama, distributornya juga sama!" Mama Mayang kembali mengomel pada dua anaknya.

"Abang, tuh, Ma!" tukas Sakhi sambil memasang wajah memelas.

"Lah, dia playing victim! Nggak nyadar lo, hobi banget ngatain gue biawak! Dasar piyik manja!" Balas Erlan.

"Duh, Gusti ... paringi power! Bocah loro kok angel eram tuturane!" geram Mama Mayang.

"Ngomong apaan, sih, Ma? Berdoa ke Allah masa multilingual gitu? Mana bisa dikabulin!" Sakhi mengomentari Sang Mama dengan geleng-geleng kepala.

"Nah, gini nih anak jaman sekarang. Gampang banget jadi wakilnya Tuhan. Gampang nge-bid'ah orang, nge-kafirin orang. Udah ada malaikat, Dek yang bertugas menilai amal manusia. Allah juga nggak menunjuk siapapun buat jadi wakil-Nya untuk ngehakimin orang lain, atau mutusin mau ngabulin doa atau sebaliknya," tutur Mama Mayang bijaksana.

"Iya, Ma. Maaf, Adek juga nggak maksud gitu, Mama, ih mendadak serius gini, jadi horor, kan," jawab Sakhi menyesal.

Ting tong ....

Tiba-tiba terdengar bunyi bel berbunyi sesaat setelah mereka duduk di ruang makan dan bersiap makan malam.

"Biar Abang aja, Ma yang lihat," ucap Erlan menghentikan Mama Mayang yang akan beranjak ke depan melihat siapa yang datang.

"Assalamualaikum ...," terdengar suara lelaki di luar pintu.

"Wa'alaikumussalam, tunggu sebentar!" sahut Erlan sambil mempercepat langkahnya menuju pintu.

Sesaat setelah pintu terbuka, Erlan cukup terkejut melihat siapa yang berdiri di sana.

"Eh, elo ... masuk gih!"

Wah, siapa ya yang datang? Kok, sampai bikin Bang Erlan kaget gitu .... yang tebakannya betul, dapet kiss jauh dari Babang Tamvan, Erlan ya!

Related chapters

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   7. Kandidat Terkuat

    "Siapa yang datang, Bang?" tanya Mama Mayang begitu melihat putra sulungnya memasuki ruang makan. "Assalamualaikum, Ma, Pa, maaf ganggu makan malamnya." Suara bariton yang begitu Sakhi kenal, seketika membuat tubuh Sakhi seolah membeku di kursinya. "MasyaAllah, Kama! Apa kabar, Le? Kamu makin ganteng aja," jawab Mama Mayang begitu tahu siapa yang berjalan mengekor di belakang Erlan—putranya. "Alhamdulillah, Ma, Kama baik. Mama sama Papa sehat, kan?" Kama segera menghampiri Mama Mayang dan mencium tangannya. Hal serupa juga ia lakukan pada Papa Bagas yang duduk di kursi makan utama. "Makin gagah kamu! Ayok, ikut makan sekalian," ajak Papa Bagas. "Daddy ..." Kai yang sejak tadi tidur dalam gendongan Kama terbangun mendengar ada interaksi banyak orang di sekitarnya. "Aduh, anak ganteng udah bangun! Sini pangku, Eyang," ajak Mama Mayang sambil beranjak akan mengambil Kai dari gendongan Kama. Namun belu

    Last Updated : 2021-07-11
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   8. Orang Ketiga

    Setelah sempat bersi tegang dengan Erlan, akhirnya Kama mulai mencoba menguasai emosinya. Semua sudah terlanjur terjadi. Benar kata Erlan tidak ada yang bisa diubah, tetapi bisa diperbaiki. Mungkin, Kama harus mempertimbangkan tawaran sahabatnya itu untuk menjadikannya kandidat terkuat calon suami Sakhi. "Trus, apa rencana lo?" Masih dengan tatapan menghunus, Kama bertanya pada Erlan. "Aelah, tertarik juga, kan Lo! Issh ... gitu pake ngebogem gue segala lagi," jawab Erlan Santai. Sesaat kemudian dua pria dewasa itu justru terbahak bersama. Seolah tengah menertawakan kebodohan mereka di masa lalu dan beberapa saat lalu. Kama meninju bahu Erlan pelan dan meminta maaf. "Sory!" "It's ok, mumpung lo belum resmi jadi adek ipar gue," seloroh Erlan dengan cengiran khas yang nampak seperti bocah. Erlan mengalihkan pandangan ke diary berwarna biru yang berada di tangan Kama. Sesaat kemudian Kama pun mengikuti arah pandang sahabatnya tersebut. Ia

    Last Updated : 2021-07-15
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   9. Pengakuan

    Setelah drama keributan antara Erlan dan Sakhi, keluarga Nugraha beserta Kama salat Subuh berjamaah dan setelahnya para lelaki berkumpul di ruang tengah. Sementara Mama Mayang dan juga Sakhi berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Tidak ada lagi rasa canggung dalam interaksi Kama dengan keluarga Nugraha. Bahkan untuk sesaat ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya jika ia benar-benar menjadi menantu di keluarga ini. Pukul 05.30 Kai tiba-tiba muncul dari kamar Sakhi dan mencari Sang Mimma. "Mimma, Kai sudah bangun!" Sakhi yang mendengar suara Kai segera menghampiri. Ia langsung mencium gemas pipi gembil bocah 5 tahun itu. Segera diajaknya Kai mandi dan mengganti bajunya dengan baju yang ada di mobil Kama. Sarapan berjalan dengan tenang, bahkan Kai juga sudah duduk dan makan sendiri tanpa dipangku atau disuapi oleh Sakhi lagi. Sesaat setelah sarapan usai, Pak Bagas berpamitan berangkat ke kantor bersama Erlan. Sementara Sakhi, sud

    Last Updated : 2021-07-15
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   10. Kepo Mode On

    Sampai di pelataran parkiran, Sakhi sudah melihat Keenan yang berdiri sambil bersandar di bagian depan kap mobilnya. Memandang lurus ke arah mobil Kama yang baru saja datang dan tengah bersiap parkir. Sakhi melirik sekilas ke arah Kama. Tak ada yang berubah, masih dengan sikapnya yang tenang, bahkan ia masih sempat mengulas senyum ke arah Sakhi sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda wanita pujaannya. Sakhi hanya bisa tersipu dengan pipi merona dengan sikap Kama tersebut. Sungguh jauh dari sosok Kama yang selama ini dikenalnya. Dingin, datar dan cenderung kaku ketika berada di luar rumah. Sakhi tak menyangka jika lelaki itu bisa bersikap lembut, manis bahkan sedikit norak. Aah ... Sakhi harus merasakan jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada sosok pria yang sama. Namun sekarang, ia harus memikirkan bagaimana harus menghadapai Keenan. "Jangan takut, bersikap biasa aja! Keenan juga nggak akan kelihatan kalau kamu kasih Abang sedikit senyuman manis kamu, Dek

    Last Updated : 2021-07-15
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   11. ABG Tua

    Suasana menjadi sedikit canggung. Bagaimanapun Erlan adalah kakak Sakhi. Meski mereka cukup dekat, tetapi tidak dalam membahas hal-hal pribadi juga intim seperti ciuman atau aktivitas berpacaran lainnya."Kenapa lo, Yik? Santuy aja, gue masih waras buat ngelaporin kelakuan lo ama dosen cabul ke Mama," seru Erlan sambil melirik Kama dengan ekor matanya.”Mampus! Abang beneran lihat,” batin Sakhi."Eh, itu kenapa pada kompak, sih, Pak Kama sama Bang Erlan?" tanya Mayra tiba-tiba.Sakhi menatap Erlan dan Kama bergantian. Benar saja, sudut bibir mereka sama-sama ada bekas luka kecil."Abang berdua abis berantem?" tanya Sakhi to the point."Biar dosen lo tahu adat, nggak main nyosor anak perawan di pinggir jalan," tuka Erlan sambil menggeser mangkok mie ayam yang baru datang.Sakhi bergeming, ia tak bisa berucap apapun. Bukan kesalahan Kama sepenuhnya, toh dia juga tak menghindar atau menolak kala Kama menciumnya. Sayangn

    Last Updated : 2021-08-06
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   1. Hidayah Untuk Hadiah

    "Sakhi!"Sambil berlari kecil, gadis bertubuh mungil dengan celana jeans serta kemeja putih bermotif itu menghampiri sahabatnya sejak SMA itu."Dari mana aja, sih! Udah dichat, ditelepon, ga ada respon sama sekali!"Dengan bibir mengerucut si gadis mungil bernama Mayra itu pun menghenyakkan diri di sisi Sakhi."Hehehe, sorry! Gue buru-buru, misi utama gua hari ini sampe ke kampus sebelum telat.""Dapet hidayah dari mana Lo masuk kelasnya Bu Sari? Gue tadi chat mau nanya, Lo titip absen apa ijin?""Tahu, nih! Tiba-tiba aja dari semalem gue udah rencanain hari ini musti masuk. Semacam ada feeling good gitu. Mau dapet hadiah kali ya makanya ketiban hidayah...."Dua sahabat itu masih asyik mengobrol di bangku masing-masing ketika dosen memasuki ruangan. Mereka baru tersadar ketika suara bariton yang terdengar asing menyapa."Selamat siang semua, perkenalkan nama saya Kama dan mulai ha

    Last Updated : 2021-06-14
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   2. Mendadak Jadi Mimma

    "Ayo, Daddy!"Bocah kecil itu terus merajuk sambil menarik lengan Kama yang belum beranjak dari kursinya."Maaf, Pak! Tadi Den Kai nangis minta diantar ke Bapak. Makanya saya bawa buat cari Bapak." Pak Tarno memberi penjelasan dengan raut gugup kepada Kama."Iya, Pak nggak apa-apa. Ya sudah Bapak bisa pulang duluan naik taxi, ini ongkosnya biar saya bawa mobil sendiri nanti."Kama menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan kepada Pak Tarno—Supirnya. Pak Tarno pun segera berlalu meninggalkan kantin."Hai, Aunty!"Tiba-tiba saja Kai si bocah tampan dengan pipi gembil itu menyapa Sakhi sembari melambaikan tangannya. Tak lupa senyum merekah yang memamerkan deretan gigi putih kecil dan rapinya ia berikan."Oh, hai tampan!"Sedikit kikuk Sakhi membalas sapaan Kai. Namun ia bisa segera menguasai diri dan situasi saat ini."Nama kamu Kai, ya? Kamu bisa panggil kakak, Kak Sakh

    Last Updated : 2021-06-16
  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   3. Sang Mantan

    Kama menarik tubuhnya menjauh dari Sakhi dan mensejajari tubuh Kai. Dielusnya lembut kepala putra kesayangannya yang saat ini tengah menggenggam ujung cardigan yang dikenakan Sakhi seolah takut ditinggalkan."Kakak Sakhi harus pulang, Boy! Besok-besok kita ajak kakak main ke taman atau ke rumah Oma, ya," bujuk Kama."No, Daddy! Kai mau bobo' sama Mimma Sakhi! Kai mau Kak Sakhi jadi Mimmanya Kai!" Dengan raut wajah kesal serta suara sedikit meninggi, Kai menjawab."Kai, sayang, anak tampan ... nggak boleh kasar, ya sama Daddy, nggak sopan. Kalau Kai mau panggil Kakak dengan sebutan Mimma juga boleh, tapi sekarang Kakak harus pulang. Nanti, Kai anterin Kakak, ya!"Dengan bibir mengerucut dan isak tertahan, Kai menganggukkan kepalanya. Tangan mungilnya yang tadi menggenggam ujung cardigan Sakhi, kini telah berada dalam genggaman tangan Sakhi."Kita ganti dulu bajumu, Boy!"Kama yang tak diacuhkan oleh d

    Last Updated : 2021-06-19

Latest chapter

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   11. ABG Tua

    Suasana menjadi sedikit canggung. Bagaimanapun Erlan adalah kakak Sakhi. Meski mereka cukup dekat, tetapi tidak dalam membahas hal-hal pribadi juga intim seperti ciuman atau aktivitas berpacaran lainnya."Kenapa lo, Yik? Santuy aja, gue masih waras buat ngelaporin kelakuan lo ama dosen cabul ke Mama," seru Erlan sambil melirik Kama dengan ekor matanya.”Mampus! Abang beneran lihat,” batin Sakhi."Eh, itu kenapa pada kompak, sih, Pak Kama sama Bang Erlan?" tanya Mayra tiba-tiba.Sakhi menatap Erlan dan Kama bergantian. Benar saja, sudut bibir mereka sama-sama ada bekas luka kecil."Abang berdua abis berantem?" tanya Sakhi to the point."Biar dosen lo tahu adat, nggak main nyosor anak perawan di pinggir jalan," tuka Erlan sambil menggeser mangkok mie ayam yang baru datang.Sakhi bergeming, ia tak bisa berucap apapun. Bukan kesalahan Kama sepenuhnya, toh dia juga tak menghindar atau menolak kala Kama menciumnya. Sayangn

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   10. Kepo Mode On

    Sampai di pelataran parkiran, Sakhi sudah melihat Keenan yang berdiri sambil bersandar di bagian depan kap mobilnya. Memandang lurus ke arah mobil Kama yang baru saja datang dan tengah bersiap parkir. Sakhi melirik sekilas ke arah Kama. Tak ada yang berubah, masih dengan sikapnya yang tenang, bahkan ia masih sempat mengulas senyum ke arah Sakhi sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda wanita pujaannya. Sakhi hanya bisa tersipu dengan pipi merona dengan sikap Kama tersebut. Sungguh jauh dari sosok Kama yang selama ini dikenalnya. Dingin, datar dan cenderung kaku ketika berada di luar rumah. Sakhi tak menyangka jika lelaki itu bisa bersikap lembut, manis bahkan sedikit norak. Aah ... Sakhi harus merasakan jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada sosok pria yang sama. Namun sekarang, ia harus memikirkan bagaimana harus menghadapai Keenan. "Jangan takut, bersikap biasa aja! Keenan juga nggak akan kelihatan kalau kamu kasih Abang sedikit senyuman manis kamu, Dek

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   9. Pengakuan

    Setelah drama keributan antara Erlan dan Sakhi, keluarga Nugraha beserta Kama salat Subuh berjamaah dan setelahnya para lelaki berkumpul di ruang tengah. Sementara Mama Mayang dan juga Sakhi berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan pagi ini. Tidak ada lagi rasa canggung dalam interaksi Kama dengan keluarga Nugraha. Bahkan untuk sesaat ia sudah membayangkan bagaimana bahagianya jika ia benar-benar menjadi menantu di keluarga ini. Pukul 05.30 Kai tiba-tiba muncul dari kamar Sakhi dan mencari Sang Mimma. "Mimma, Kai sudah bangun!" Sakhi yang mendengar suara Kai segera menghampiri. Ia langsung mencium gemas pipi gembil bocah 5 tahun itu. Segera diajaknya Kai mandi dan mengganti bajunya dengan baju yang ada di mobil Kama. Sarapan berjalan dengan tenang, bahkan Kai juga sudah duduk dan makan sendiri tanpa dipangku atau disuapi oleh Sakhi lagi. Sesaat setelah sarapan usai, Pak Bagas berpamitan berangkat ke kantor bersama Erlan. Sementara Sakhi, sud

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   8. Orang Ketiga

    Setelah sempat bersi tegang dengan Erlan, akhirnya Kama mulai mencoba menguasai emosinya. Semua sudah terlanjur terjadi. Benar kata Erlan tidak ada yang bisa diubah, tetapi bisa diperbaiki. Mungkin, Kama harus mempertimbangkan tawaran sahabatnya itu untuk menjadikannya kandidat terkuat calon suami Sakhi. "Trus, apa rencana lo?" Masih dengan tatapan menghunus, Kama bertanya pada Erlan. "Aelah, tertarik juga, kan Lo! Issh ... gitu pake ngebogem gue segala lagi," jawab Erlan Santai. Sesaat kemudian dua pria dewasa itu justru terbahak bersama. Seolah tengah menertawakan kebodohan mereka di masa lalu dan beberapa saat lalu. Kama meninju bahu Erlan pelan dan meminta maaf. "Sory!" "It's ok, mumpung lo belum resmi jadi adek ipar gue," seloroh Erlan dengan cengiran khas yang nampak seperti bocah. Erlan mengalihkan pandangan ke diary berwarna biru yang berada di tangan Kama. Sesaat kemudian Kama pun mengikuti arah pandang sahabatnya tersebut. Ia

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   7. Kandidat Terkuat

    "Siapa yang datang, Bang?" tanya Mama Mayang begitu melihat putra sulungnya memasuki ruang makan. "Assalamualaikum, Ma, Pa, maaf ganggu makan malamnya." Suara bariton yang begitu Sakhi kenal, seketika membuat tubuh Sakhi seolah membeku di kursinya. "MasyaAllah, Kama! Apa kabar, Le? Kamu makin ganteng aja," jawab Mama Mayang begitu tahu siapa yang berjalan mengekor di belakang Erlan—putranya. "Alhamdulillah, Ma, Kama baik. Mama sama Papa sehat, kan?" Kama segera menghampiri Mama Mayang dan mencium tangannya. Hal serupa juga ia lakukan pada Papa Bagas yang duduk di kursi makan utama. "Makin gagah kamu! Ayok, ikut makan sekalian," ajak Papa Bagas. "Daddy ..." Kai yang sejak tadi tidur dalam gendongan Kama terbangun mendengar ada interaksi banyak orang di sekitarnya. "Aduh, anak ganteng udah bangun! Sini pangku, Eyang," ajak Mama Mayang sambil beranjak akan mengambil Kai dari gendongan Kama. Namun belu

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   6. Piyik VS Biawak

    "Sudah, ganti baju, gih! Abis itu istirahat," ucap Mama Mayang sambil menepuk pelan punggung Sakhi."Iya, Ma. Makasih, ya Mama udah dengerin aku.""Nduk, siapa lagi yang bisa kamu percaya lebih dari orang di dalam rumah ini? That's what family for ... saling menguatkan dan menenangkan."Satu kecupan hangat pun mendarat di pipi Mama Mayang."I love you, Ma!" Ucap Sakhi sambil beranjak ke kamarnya."I love you, more and more, Baby!" Jawab Mama Mayang sambil mengulas senyum hangat sambil terus memperhatikan punggung putrinya yang kini menghilang di balik tembok kamarnya.Untuk sesaat Mama Mayang merasa ragu. Apakah keputusannya dan juga Bunda Haifa sudah tepat untuk menjodohkan anak-anak mereka. Mama Mayang berpikir jika Keenan yang pertama bertemu Sakhi di kota ini.Artinya, Keenan yang akan dijodohkan dengan Sakhi nantinya. Namun beberapa saat lalu, dengan jelas Sakhi mengaku tak punya sedikit pun rasa pada Keenan. Dari sorot matanya s

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   5. Long Journey

    Perlahan Keenan melepas tangannya dari kedua bahu Sakhi. Mereka berdua masih bertahan dalam diam. Jika Keenan tengah menunggu keputusan yang akan dibuat Sakhi tentang tawarannya. Sakhi justru berpikir, haruskah mengulang hubungan yang sedari awal tidak didasari cinta. Bahkan sekedar cinta monyet sekalipun."Khi, aku masih nunggu jawaban kamu."Perlahan Sakhi menatap Keenan dan melihat ke dalam matanya. Mata yang dulu penuh kehangatan seorang sahabat, tapi entah mengapa kini begitu dingin dan biasa saja.Sejenak rasa ragu menggoyahkan hatinya. Namun sekali lagi tak ia acuhkan, ia mencoba memakai logika untuk melindungi hatinya."Hmm ... Tiga puluh hari, ya, Keen!""Saat tepat satu bulan, jika ternyata hatiku masih tetap sama, aku minta kita cukup bersahabat aja."”Aku nggak mau, salah satu dari kita atau bahkan kita berdua terlalu lama memendam sakit karena hal yang dipaksakan atau nggak sesuai harapan.""Aku ...."Belum s

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   4. Jodoh yang Tertunda

    "Aku pacaran cuma sekali. Itu juga sama kamu, Keen," lirih Sakhi.Keenan menatap dalam mata Sakhi dari tempat ia duduk saat ini. Seolah tengah mencari kebohongan atas apa yang baru saja Sakhi ucapkan.Hmm ... sayangnya tidak ada kebohongan di sana. Keenan pun tahu, Sakhi tidak pernah dekat dengan cowok manapun kala itu selain dirinya yang memang sudah bersahabat sejak kecil."Jadi, kenapa kamu tiba-tiba putusin aku trus ngilang gitu aja, Khi?""Bahkan saat kamu memutuskan untuk muncul lagi, bukan aku yang kamu temui, tapi justru Kak Kama!" Nggak salah, kan kalau aku curiga sama kalian!""Sakhi salah satu mahasiswaku, Keen!" tukas Kama."Bahkan tadi Sakhi juga berusaha menghindar, aku yang terus mengejar untuk memastikan dan kebetulan, Kai diantar Pak Tarno ke kampus, lalu langsung lengket dengan Sakhi."Kama mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya. Yah, walaupun tidak sepenuhnya jujur. Sebab sebulan sebelum kepindahan Kama dari

  • Terjebak Kenangan Kakak si Mantan   3. Sang Mantan

    Kama menarik tubuhnya menjauh dari Sakhi dan mensejajari tubuh Kai. Dielusnya lembut kepala putra kesayangannya yang saat ini tengah menggenggam ujung cardigan yang dikenakan Sakhi seolah takut ditinggalkan."Kakak Sakhi harus pulang, Boy! Besok-besok kita ajak kakak main ke taman atau ke rumah Oma, ya," bujuk Kama."No, Daddy! Kai mau bobo' sama Mimma Sakhi! Kai mau Kak Sakhi jadi Mimmanya Kai!" Dengan raut wajah kesal serta suara sedikit meninggi, Kai menjawab."Kai, sayang, anak tampan ... nggak boleh kasar, ya sama Daddy, nggak sopan. Kalau Kai mau panggil Kakak dengan sebutan Mimma juga boleh, tapi sekarang Kakak harus pulang. Nanti, Kai anterin Kakak, ya!"Dengan bibir mengerucut dan isak tertahan, Kai menganggukkan kepalanya. Tangan mungilnya yang tadi menggenggam ujung cardigan Sakhi, kini telah berada dalam genggaman tangan Sakhi."Kita ganti dulu bajumu, Boy!"Kama yang tak diacuhkan oleh d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status