Share

Bab 3

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2024-09-10 07:32:26

Setelah diberi waktu berpikir selama sepekan, aku terpaksa setuju. Bukan tanpa alasan, tetapi kemarin salah satu pegawai bank lewat di depan rumah dan tidak sengaja bertemu dengan Ibu. Kami kembali diberi peringatan, memalukan karena ditonton banyak tetangga. Apakah di dunia ini tidak ada rasa kasihan sedikit pun?

Selain itu, orang-orang tempat Ibu mengutang pun datang dengan dalih tersebar sebuah kabar bahwa aku akan menikah dengan orang kaya. Entah siapa yang menjadi dalang di balik semuanya. Sungguh, aku berharap ada portal yang membawaku menuju dunia lain di mana orang-orang begitu baik tanpa saling menjatuhkan.

"Nak Jes sudah di depan."

Aku menghela napas berat, menatap sekilas pada wanita paruh baya itu. Keriput menghiasi wajahnya yang lesu dan sedikit pucat. Jika bukan karena ingin meringankan beban Ibu, maka aku pasti menolak bertemu dengan siapa pun. Di satu sisi, terbesit keinginan mengakhiri hidup dengan harapan mereka mengikhlaskan utang itu karena kasihan, di sisi lain, takut menghadapi kematian.

Air mata berbaris di pipi, terasa hangat. Perlahan, tangan ini menyeka sebelum mengulas senyum dan melangkah panjang menuju ruang tamu. Sesuai kesepakatan, hari ini aku akan dikenalkan pada lelaki bernama Mas Al itu meskipun belum tahu dia akan setuju untuk menikah lagi atau tidak.

Bagaimana jika iya? Bukankah lelaki, terutama ketika merasa mapan, sangat mudah terpikat pada wanita lain? Mereka belum memiliki anak, tidak menutup kemungkinan itu alasan dari suaminya saja agar bisa menikahi seseorang dari masa lalu. Ah, bukankah pikiran ini melayang terlalu jauh? Bahkan kami belum mengenal satu sama lain dan aku sudah sibuk dengan banyak prasangka.

"Kita berangkat sekarang? Kebetulan Mas Al ada di rumah dan tadi aku beralasan ada urusan sebentar. Dia pasti lagi nunggu." Kak Jes menjelaskan.

"Tapi aku takut, Kak."

"Takut kenapa?" tanya Kak Jes meledakkan tawa, "Mas Al gak pernah makan orang. Pokoknya kamu santai aja, ya."

Sekali lagi, aku menatap Ibu yang tersenyum tipis. Ada kesedihan terpancar di kedua matanya, tetapi seolah-olah menyerah kepada takdir. Satu jam yang lalu, aku mengintip ke kamar Ibu dan melihatnya menangis di atas sajadah lusuh, memohon agar Tuhan memberi kami jalan keluar dari setiap masalah yang ada. Untuk itu, aku berusaha menguatkan diri sendiri dan mencoba yakin bahwa setelah hujan, ada pelangi.

Dua jam telah berlalu, sekarang aku duduk di ruang tamu yang begitu luas dengan beberapa hiasan sederhana, tetapi terlihat mewah dan elegan. Pada dinding sebelah kanan ada dua bingkai foto—sepasang suami istri—terlihat bahagia dengan senyum alami.

"Mas, kamu mau bahagiain aku, kan?" Suara Kak Jes memecah lamunan. Tidak lama setelah itu, dia keluar sambil menggandeng tangan suaminya.

Seorang lelaki bertubuh tinggi tegap, kulit putih, rahang tegas, dan memiliki tatapan tajam. Aku diam-diam menggigit bibir karena merasa gugup. Bagaimana jika menikah nanti, dia melakukan kekerasan padaku?

"Bahagiain kamu nggak harus nikah lagi. Aku udah bahagia kayak gini meskipun tanpa anak. Lagi pula bisa aja aku yang bermasalah." Lelaki itu menolak tegas.

"Mas, kamu gak bermasalah, makanya aku berusaha. Sekarang kamu kenalan dulu sama Sonia, baru bisa kamu putusin," balas Kak Jes lagi, "itu kalau kamu beneran cinta sama aku!"

"Cinta? Kamu meragukan cinta aku, Sayang?"

"Iya, aku mau kita punya anak. Kamu nggak mungkin lupa sama aturan yang dibuat keluarga kamu, kan? Emang mau kita berakhir di kontrakan sepetak? Nggak sayang sama aku? Janjimu mau buat aku bahagia selamanya, Mas." Kali ini intonasi suaranya menurun, aku bisa melihat dia menundukkan kepala dalam seolah-olah menyembunyikan kesedihan. Ah, rasanya tidak nyaman berada di sini dan menjadi sebab mereka beradu mulut.

"Tapi aku nggak mungkin menduakanmu. Wanita mana yang mau berbagi cinta, Sayang? Aku tahu semua berat kamu lalui. Kamu terpaksa mencari perempuan untuk aku, kan?"

Kak Jes kembali menatap suaminya, kemudian menarik tangan kekar itu dan menuntunnya menuju kursi di mana aku berada. Jantung berdegup tidak normal, berbagai prasangka bersarang dalam jiwa. Sungguh, diri ini takut apabila mendapat bentakan dan hinaan dari seseorang.

Lelaki itu memalingkan wajah ketika aku menyapa dengan sopan. Angkuh sekali seolah-olah aku memang tidak layak dipandang. Rahangnya mengetat sempurna, marah? Namun, Kak Jes mengusap punggung tangan lelaki itu seraya menampilkan gigi yang berderet rapi.

"Kamu cinta sama aku, kamu sayang sama aku. Jadi, kamu harus mau nerima kehadiran Sonia. Dia perempuan baik-baik dan nggak mungkin merebut kamu dariku."

"Sonia mungkin perempuan baik-baik, tetapi aku nggak bisa nerima dia apa pun alasannya. Aku cuma mau menikah sama kamu dan itu janji sejak kita masih pacaran. Aku gak mungkin—"

"Dengar, Mas!" Kak Jes memotong pembicaraan suaminya. "Aku selalu ingat janji itu, tapi aku melakukan ini demi kebaikan kita bersama. Kita saling menguntungkan dan Sonia pun sebenarnya berat. Dia harus bayar utang bank yang ditinggal ... nanti aku ceritain. Intinya, kamu harus mau nikah sama dia biar kita segera punya anak."

"Tidak!"

"Mas, kamu itu beneran sayang sama aku nggak, sih?"

"Kak Jes, maaf kalau kehadiranku merusak kebah—"

"Aku yang membawamu ke sini!" bantah Kak Jes dengan tegas. Aku hanya bisa mengangguk samar karena tidak lagi berani membuka suara. Biarlah, aku mengikuti alur yang mereka inginkan saja.

Beberapa saat hening, Kak Jes kembali membujuk suaminya. Dia mengatakan bahwa Mas Al bisa menjatuhkan talak begitu anak dilahirkan. Jujur, hati merasakan perih luar biasa. Bagaimana aku bisa berakhir seperti ini, Tuhan? Menikah hanya untuk melahirkan anak, kemudian menjadi seorang janda.

Di masa yang akan datang, adakah yang bisa menerima keadaanku? Mungkin sebagian bear mengira aku adalah perusak rumah tangga lalu dicerai karena istri sah masih sangat dicintai. Berat, tetapi saat mencoba mencari jalan lain, buntu.

"Kalau Mas mau, minggu depan kalian bisa menikah. Sederhana saja acaranya," kata Kak Jes lagi.

Minggu depan? Oh, Tuhan, kenapa cepat sekali? Andai saja dibolehkan, aku ingin menjadi babu seumur hidup saja di sini asal bisa mendapat uang untuk melunasi utang bank. Namun, Kak Jes tentu menolak karena kami harus saling membantu.

"Apa harus menikah lagi? Kamu telat haid, kan? Bisa aja lagi hamil. Besok pagi test pack. Aku khawatir nikah, tahu-tahu kamu udah mengandung aja."

"Mas, aku haid sekarang, pagi tadi keluarnya. Jadi, nggak mungkin malah hamil." Kak Jes mengecup pipi lelaki itu singkat. "Sekarang kenalan sama Sonia. Dia baik, kok, Mas."

Lelaki itu menghela napas berat lalu beralih menatapku dan bertanya, "Kamu tidak punya rencana untuk menyukai saya, kan?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bintu Hasan
Tengkyu, Kak~
goodnovel comment avatar
Dee
seru ceritanya, lanjut, Kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 4

    Aku menelan saliva. Pertanyaan macam apa itu? Apakah aku ini dianggap perempuan rendahan yang bisa dengan mudah termakan bujuk rayu lelaki? Ah, andai saja bukan karena utang, aku pasti menolak menikahi lelaki beristri, terutama dengan alasan sekadar melahirkan anak.Sungguh, aku sama sekali tidak peduli lelaki di hadapanku adalah orang kaya yang tampan dan terlihat gagah, ini masalah hati. Sejak dulu, aku berharap menikah dengan seseorang yang cintanya setara agar bisa menerima aku apa adanya dan setelah tua nanti, cinta di antara kami tidak pernah memudar. Namun, harapan telah hirap sesaat setelah aku menginjakkan kaki di rumah mewah ini."Mas, kenapa kamu nanya gitu ke Sonia?" tanya Kak Jes dengan nada tidak suka."Sonia!" Bukannya menjawab, Mas Al justru menyebut namaku penuh penekanan seolah-olah menuntut jawaban.Aku mengangguk cepat. "Iya, Pak. Saya tidak ada niat menyukai—""Bagus, pegang kata-katamu dan ingat satu hal, aku mau menikahimu karena mencintai istriku. Hanya dia yan

    Last Updated : 2024-10-09
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 5

    Saat makan malam, Kak Jess memberi isyarat bahwa aku harus memulai pembicaraan dengan Mas Al yang hanya diam. Entah kenapa, lelaki itu benar-benar terlihat ingin aku pergi karena dianggap sebagai benalu, mungkin. Tidakkah dia menyadari bahwa aku pun sangat membenci pernikahan ini? Tidak ada kebahagiaan seperti yang diceritakan oleh orang-orang."Pak Al tidak makan daging ikan, ya?" tanyaku basa-basi karena di piring lelaki itu hanya ada nasi, ayam, dan telur rebus. Orang kaya dengan lauk sederhana, aku tersenyum dalam hati."Panggil Mas Al, Sonia. Kalau manggil kek tadi, kesannya kamu itu bawahan atau anaknya." Kak Jess menegur dan aku hanya bisa menatapnya, ragu.Setelahnya kembali hening. Lelaki batu itu meninggalkan meja makan begitu saja, mungkin dia marah pada Kak Jess karena memintaku memanggilnya 'Mas'. Entahlah. Aku harus banyak makan malam ini sebelum menjadi babu esok hari."Jangan lupa pakai parfum yang aku beri!" Wanita di sampingku pun berdiri dan mengejar suaminya. Ah, t

    Last Updated : 2024-10-09
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 6

    Bab 6Ternyata hari yang aku lalui tidak semudah yang dibayangkan. Kami pernah berbagi, tetapi lelaki itu seolah-olah hanya menganggapku hama. Ketika berusaha mendekat karena permintaan Kak Jes, misal saja membuatkan sarapan, dia pasti menolak. Aku pun semakin menyadari bahwa dia hanya mencintai istri pertamanya.Sungguh, aku sama sekali tidak mengharapkan balasan karena suatu hari pasti diusir dari sini setelah melahirkan anak mereka. Rasanya memuakkan, ingin mengamuk sebisa mungkin. Namun, bagaimana dengan Ibu dan Tania? Bahagia mungkin saja menyapa karena kami bisa berkumpul seperti dulu, hanya saja ....Ah, ini berat sekali. Kak Jes terlalu baik mau melunasi semua utang, bahkan memberi jaminan untuk makan sehari-hari keluargaku. Kabarnya Tania juga akan dibiayai, terutama jika aku melahirkan anak laki-laki nanti. Bukankah ini sedikit lebih baik daripada tinggal di rumah bordil? Menghela napas, takdir benar-benar tidak berpihak.Dulu, aku pernah melihat keluarga yang selalu dipenuh

    Last Updated : 2024-10-24
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 7

    "Jangan mudah percaya sama orang asing. Bisa jadi dia berusaha memanfaatkanmu, Sonia. Mungkin dia bersikap baik, tetapi tidak menutup kemungkinan kamu masuk dalam perangkapnya. Apalagi sekarang, kejujuran hampir punah, menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan," lanjut Kak Jes lagi.Aku memutar otak, berusaha mencerna setiap kalimat yang terucap dari mulut wanita cantik itu. Dia melebarkan senyum, tetapi aku tidak bisa membaca pikirannya. Apa maksud kalimat tadi? Apakah secara tidak langsung menuduh Bi Sumi senang memanfaatkan orang lain? Jika iya, mengapa masih bekerja di sini?Sungguh, aku ingin menanyakan semuanya pada Kak Jes, tetapi harus mengurungkan niat ketika melihat wanita paruh baya yang sedang dibicarakan tadi menatap lekat padaku seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu."Jangan melamun, nanti kerasukan." Kak Jes kembali membuka suara. Kami beradu pandang. "Aku ke sini karena mau ngasih kamu sesuatu.""Sesuatu?"Kak Jes mengangguk, kemudian menarik tanganku masuk rumah

    Last Updated : 2024-10-24
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 8

    "Kak, aku nggak harus tinggal di sini. Sebaiknya aku pulang ke rumah ibuku saja.""Kenapa gitu?""Aku nggak mau hubungan Kak Jes dan Mas Al memburuk karena aku. Aku nggak mau mood Mas Al rusak karena melihat aku. Jika aku hamil, aku pasti mengabari Kak Jes.""Gimana kamu mau hamil kalau nggak tinggal di sini, Sonia? Meskipun kamu hamil anak Mas Al, Mas Al pasti nggak mau mengakui itu darah dagingnya karena bisa aja, kan, kamu tidur sama lelaki lain?""Tidur sama lelaki lain?" Kedua mataku seketika menyipit mendengar tuduhan itu. Apa Kak Jes menyadari apa yang tadi dia ucapkan?"Maksudku bisa jadi Mas Al berprasangka gitu. Udah, kamu di sini aja. Aku gak apa-apa dan gak ngerasa cemburu, kok. Malah senang kalau kalian bisa dekat.""Kenapa?"Kak Jes hanya tersenyum, kemudian meraih camilan yang ada di sampingnya. Pertanyaanku tadi tidak menemukan jawaban. Pun susah menerka-nerka karena raut wajah Kak Jes biasa saja, bahkan bisa tertawa lepas ketika menonton acara komedi.Kata orang, semu

    Last Updated : 2024-10-24
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 9

    Badan terasa remuk ketika tangan seseorang menyentuh lembut pundak ini. Aku membuka mata, menguceknya berulang kali agar pandangan tidak lagi pudar. Setelah mandi pagi tadi, rupanya aku terlelap. Bagaimana tidak, Mas Al mengamuk tadi malam karena aku tergugu di depan kamar dengan isakan kecil.Dia begitu jahat, padahal apa salahnya menganggap aku ini adik atau mungkin teman? Tidak bisakah dia tersenyum manis barang sebentar? Memang hati ini tidak menaruh harap, tetapi tetap membutuhkan kasih sayang karena bagaimanapun aku adalah seorang perempuan.Sebelum semuanya berubah, aku adalah gadis kecil yang manja. Bapak begitu menyayangi kami. Untuk itu, aku seperti tidak percaya ketika beliau berubah hampir seratus persen. Mengapa? Setiap malam aku akan bertanya kepada bulan alasan Bapak bersikap demikian, tetapi tidak kunjung menemukan jawaban."Sonia!" Suara berat itu menggema dalam kamar membuat tersadar dari lamunan.Mas Al berdiri tanpa ekspresi. Aku segera bangun dan membalas tatapann

    Last Updated : 2024-10-24
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 10

    "Bi Sumi, bicaralah!" pintaku penuh penekanan.Wanita paruh baya itu menunduk sekilas sebelum kembali menatap mataku. Dia pun menjawab, "Bibi akan cerita kalau Non Sonia percaya sama Bibi.""Kenapa gitu?""Karena ada kemungkinan Non Sonia ngadu ke Bu Jessi.""Paling aku mengawasi saja, Bi."Detik selanjutnya kami terdiam begitu lama. Aku sibuk menerka apa yang sedang dipikirkan oleh Bi Sumi dan mungkin dia sendiri sedang berusaha menyusun kalimat. Entahlah. Pada intinya, kami tenggelam dalam pikiran masing-masing.Andai saja boleh, bukankah aku mendambakan kebebasan? Aku berharap bisa segera pergi dari sini dan hidup sesuai keinginan hati. Akan tetapi, terlalu besar resikonya apabila nanti melarikan diri sesuai saran dari Bi Sumi. Mereka orang kaya dan tentu mudah menemukan aku di mana pun.Hidup miskin memang nasib buruk karena kita terkadang harus masuk dalam perangkap dosa. Bukan hanya itu, keadilan tidak berlaku bagi kami. Dalam sebuah drama yang pernah aku lihat, ada salah satu d

    Last Updated : 2024-10-25
  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 11

    Jam dua siang. Seharusnya aku terlelap karena sejak tadi merasa mengantuk, badan pun terasa pegal. Akan tetapi, pikiran yang bersarang memang sangat mengganggu, apalagi tidak ada lawan bicara.Teman? Aku punya banyak teman, hanya satu yang bisa dipercaya. Sayang sekali karena dia sedang berada di Kalimantan menyusul orang tua tunggalnya. Aku rindu dan kami lost contact entah mengapa. Jika dia tahu beratnya kehidupan yang aku jalani, apakah dia menjatuhkan air mata?Ponsel yang tergeletak di nakas berdering memecah lamunan. Aku segera meraihnya dan segera merekahkan senyuman begitu membaca nama kontak yang tertera. 'Dek Tania'. Dia pasti baru pulang dari sekolah dan merindukan kakaknya yang paling baik dan tidak sombong ini."Halo, Dek?" sapaku dengan nada suara khas orang kegirangan."Kak, Ibu mau bicara, kangen katanya. Aku alihkan ke panggilan video, ya?"Aku mengiakan, kemudian panggilan pun teralihkan. Air mata sejuk seketika meleleh di kedua pipi ini. Ibu dan Tania tersenyum, jel

    Last Updated : 2024-10-25

Latest chapter

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 118

    Setelah malam penuh ketegangan itu, rumah Albian tidak lagi menjadi tempat yang aman. Ethan memutuskan memindahkan keluarga Albian ke tempat persembunyian sementara. Sebuah vila di luar kota, tersembunyi di balik hutan, dipilih sebagai lokasi terbaik untuk memastikan keamanan mereka. Jessica duduk di kursi dekat jendela besar vila itu, pandangannya kosong menatap ke luar. Dia merasa seperti beban berat terus menghimpitnya. Sonia, yang tak pernah membiarkan orang lain tenggelam dalam rasa bersalah terlalu lama, mendekatinya. “Kita semua berada di sini karena kamu, Jessica,” kata Sonia, nada suaranya tegas, “tapi aku ingin kamu tahu, aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu.” Jessica menoleh, matanya berkaca-kaca. “Sonia ... aku sudah menghancurkan hidup kalian. Jika sesuatu terjadi pada Farhan atau Alia ....” Sonia menggeleng. “Aku tidak mau mendengar penyesalan itu lagi. Apa yang kita perlukan sekarang adalah rencana. Kamu bilang kamu punya salinan data itu. Di mana?” Wanita itu m

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 117

    Malam itu, suasana rumah keluarga Albian penuh ketegangan. Jessica duduk di sudut ruangan dengan wajah penuh kecemasan, tangannya gemetar saat memegang secangkir teh yang hampir dingin. Di seberangnya, Sonia dan Albian saling bertukar pandang, mencoba membaca pikiran satu sama lain.Farhan dan Alia sudah terlelap di kamar mereka, tidak menyadari badai yang tengah mendekat. Sonia menatap Albian dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan—campuran antara kekhawatiran dan kekuatan.“Jessica.” Sonia akhirnya memecah keheningan. “Kita harus tahu semuanya. Tidak ada yang bisa disembunyikan sekarang. Apa sebenarnya yang mereka inginkan darimu?”Jessica menggigit bibir bawahnya, ragu-ragu untuk bicara. “Aku sudah memberitahu kalian. Itu semua tentang dokumen yang aku curi—”“Tidak mungkin hanya itu,” potong Sonia, nadanya tegas, “mereka tidak akan mengorbankan segalanya hanya untuk mengejar dokumen biasa.”Albian menatap Jessica tajam. “Jessica, kalau kamu ingin kami membantu, kamu harus berkata

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 116

    Sonia memutuskan untuk tidak tinggal diam. Dia mengamati kembali rekaman CCTV yang menunjukkan pria dengan jaket logo misterius itu. Dalam pikirannya, ada satu pertanyaan yang terus menghantuinya: kenapa mereka begitu gigih mengejar Jessica?Sementara itu, di ruang kerjanya, Albian menelepon salah satu kontak kepercayaannya. “Dapatkan semua informasi tentang logo ini. Siapa pun yang terlibat di balik organisasi ini, aku ingin tahu segalanya,” katanya dengan nada penuh determinasi.Tak lama, Albian keluar dari ruang kerja. “Kita harus berbicara serius,” katanya sambil memandang Sonia dan Jessica.“Apalagi sekarang, Mas?” tanya Sonia.“Aku sudah memanggil penyelidik pribadi untuk menyelidiki organisasi ini. Tapi Jessica, kamu harus bicara jujur. Apa yang sebenarnya mereka inginkan darimu? Ini bukan sekadar ancaman biasa. Pasti ada alasan besar kenapa mereka segigih ini.”Wanita itu tampak gugup. “Mereka menginginkan ... dokumen penting yang dulu aku ambil dari salah satu pemimpin mereka

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 115

    Suara retakan dari dapur membuat Sonia dan Jessica saling pandang dengan ketegangan di mata mereka. Sonia segera meraih ponsel di meja, bersiap menghubungi Albian yang sedang bekerja di ruang pribadinya. Namun sebelum dia sempat menekan tombol, Jessica menahan tangannya."Tunggu. Kalau kamu membuat suara, mereka bisa tahu kita menyadari kehadiran mereka," bisik Jessica."Siapa mereka?" tanya Sonia, suaranya tertahan, tetapi tegas.Jessica tidak menjawab. Dia hanya menatap ke arah dapur, memasang kewaspadaan.Dari bayangan di balik pintu dapur, terdengar langkah-langkah pelan. Jessica meraih sebuah benda berat—kayu kecil yang tergeletak di dekat meja—dan bergerak mendekati pintu.Sonia, meskipun gugup, mengikuti di belakangnya.Namun, sebelum mereka bisa mendekat, pintu terbuka, dan seseorang yang tidak dikenal muncul. Wajahnya tertutup oleh topi dan masker. Tatapannya tajam, tetapi dia tampak terkejut mendapati Jessica dan Sonia berdiri di sana."Siapa kamu?!" Sonia berseru dengan sua

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 114

    Keesokan harinya, Jessica benar-benar kembali seperti yang dijanjikan. Kali ini, dia membawa dokumen-dokumen yang katanya bisa membuktikan ancamannya nyata. Sonia duduk di ruang tamu bersama Albian, dengan sikap waspada, sementara Jessica mulai menjelaskan.“Orang ini, namanya Vincent,” kata Jessica, sambil menunjuk sebuah nama di salah satu dokumen, “dia mantan rekan bisnisku. Awalnya, aku pikir dia hanya marah karena aku mundur dari proyek kami. Tapi belakangan, dia mulai mengancam akan membocorkan rahasia pribadiku dan menyebarkan berita palsu untuk menghancurkan reputasiku.”“Dan apa hubungannya dengan kami?” potong Sonia dingin.Jessica menelan ludah, gugup. “Karena Vincent tidak hanya menyerangku. Dia juga menyebut nama kalian. Dia tahu aku pernah menjadi bagian dari kehidupan kalian dan dia akan menggunakan itu untuk mempermalukan kalian di publik.”Albian memijat pelipisnya, sementara Sonia menatap Jessica dengan tajam. “Jadi, karena ulahmu sendiri, sekarang kami juga terancam

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 113

    Jessica tersenyum tipis, tapi jelas terlihat tegang. “Aku butuh bicara denganmu, Mas.” Albian diam, tubuhnya membeku. Dia ingin langsung menutup pintu, tapi Jessica memandangnya dengan sorot mata yang penuh tekanan. “Ini penting.” Sonia, yang mendengar suara di depan pintu, berjalan mendekat. “Mas? Siapa—” Langkahnya terhenti begitu melihat Jessica berdiri di ambang pintu. “Sonia.” Jessica mengangguk singkat, seolah kehadirannya adalah hal yang wajar. “Lama tidak bertemu.” “Kamu ... mau apa lagi kamu ke sini?” tanya Sonia, suaranya bergetar, bukan karena takut, tapi karena amarah yang berusaha dia kendalikan jika teringat pada perbuatan wanita licik itu. Jessica melirik Sonia sebelum kembali menatap Albian. “Aku perlu bicara dengan kalian. Ini soal sesuatu yang sangat penting.” “Jessica, kamu seharusnya tidak di sini,” ujar Albian, nadanya datar, tapi penuh ketegasan. Wanita licik itu mendesah. “Aku tidak punya pilihan lain, Mas. Percayalah, aku tidak ingin datang jika tidak te

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 112

    Suara tawa Farhan dan Alia menggema di halaman belakang rumah besar itu. Farhan, yang kini berusia tujuh tahun, tengah mengejar adiknya yang baru belajar berjalan dengan langkah kecil-kecil yang lucu. Sonia memandangi mereka dari teras sambil menyeduh teh hangat, senyum lembut menghiasi wajahnya."Mereka tumbuh begitu cepat," gumamnya.Albian muncul dari dalam rumah dengan membawa nampan kecil berisi kue-kue kering. "Dan mereka semakin mirip dengan ibunya," katanya sambil duduk di samping Sonia.Sonia tersenyum sambil mengambil satu kue. "Kalau Farhan, mungkin. Tapi Alia jelas memiliki sikap keras kepala ayahnya.""Hati-hati, itu terdengar seperti kritik," goda Albian sambil tersenyum lebar."Tidak, itu pujian terselubung, Mas," balas Sonia sambil menahan tawa.Malam harinya setelah anak-anak tidur, Sonia dan Albian duduk bersama di ruang keluarga. Albian mengambil map kecil dari meja."Aku punya ide," katanya sambil membuka map itu dan menunjukkan brosur liburan, "bagaimana kalau kit

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 111

    Cahaya mentari pagi menyusup ke dalam ruang kerja Sonia, yang dipenuhi dengan peta, dokumen, dan laporan. Sebagai inisiator utama proyek amal keluarga, Sonia telah membawa perubahan besar yang awalnya hanya bertujuan lokal, kini berkembang hingga ke tingkat internasional."Ibu, ini laporan dari cabang baru di Kamboja," kata seorang staf muda, menyerahkan sebuah dokumen kepada Sonia.Sonia menerima laporan itu dengan senyuman. "Terima kasih, Lisa. Pastikan mereka mendapatkan semua dukungan yang mereka butuhkan. Kita ingin hasil ini berkelanjutan, bukan hanya pencapaian sementara."Lisa mengangguk sebelum bergegas pergi. Proyek amal yang dimulai Sonia kini mencakup pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan di berbagai negara berkembang. Tantangannya semakin besar, tetapi semangat Sonia tetap menyala.Sungguh dia tidak menduga akan menjadi seorang wanita karir, padahal dulu hanya dipandang sebelah mata. Besar kemungkinan memang itu adalah buah dari kesabarannya. Sonia harus lebih

  • Terjebak Jadi Istri Kedua sang CEO   Bab 110

    Angin musim gugur berembus lembut di taman belakang rumah besar keluarga Albian. Hari itu, keluarga besar mengadakan pertemuan santai untuk merayakan keberhasilan proyek amal yang baru saja selesai. Proyek tersebut tidak hanya membantu banyak orang, tetapi juga memperkuat citra keluarga di mata publik. Sonia, yang menjadi ujung tombak proyek itu, kini menjadi pusat perhatian.“Sonia, kamu benar-benar luar biasa,” kata salah satu bibi dari pihak Albian, Bu Gertrude. Dia dikenal sebagai salah satu anggota keluarga yang paling sulit memuji orang lain, “proyek ini berjalan sangat baik, dan aku yakin kontribusimu yang membuatnya berhasil.”Sonia tersenyum hangat, sedikit tersipu. “Terima kasih, Tante Gertrude. Tapi ini semua hasil kerja tim. Aku hanya melakukan bagian kecil.”Mertua, yang duduk tidak jauh dari mereka, hanya mengangguk kecil sambil menyesap tehnya. Meskipun dia tidak langsung memuji, tatapan matanya tidak lagi penuh keraguan seperti sebelumnya.“Sonia memang pekerja keras,”

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status