Sementara itu Alexander sesampainya di rumah, Alexander segera menuju kamarnya dengan langkah-langkah yang berat. Dia merasa terbebani oleh beban kesalahan yang begitu berat, membebani pikirannya dengan setiap detik yang berlalu.
Memasuki kamar mandi, dia membiarkan air pancuran mengalir di atas tubuhnya, mencoba membersihkan dirinya dari rasa bersalah yang membelenggunya. Namun, setiap tetes air hanya terasa seperti pengingat yang menyayat hatinya atas apa yang telah terjadi semalam."Iya aku mabuk, aku melakukan nya tanpa sadar. Okeh aku mabuk dalam ingatan ku dia Emily, sekarang harus mencari cara agar semuanya berjalan seperti biasanya. " Ucap Alexander menenangkan dirinya.Sementara dia membersihkan dirinya, ingatan akan kejadian malam sebelumnya terus menghantui pikirannya. Dia memutar kembali momen-momen yang menyakitkan dari malam itu, merasa terjebak dalam siklus penyesalan yang tak berujung."Apa yang telah aku lakukan...? Bagaimana aku bisa melakukan sesuatu yang begitu keji dan merusak?" Batin Alexander.Sementara air pancuran masih mengalir di sekitarnya, Alexander terus merenung dalam keheningan kamar mandi. Ingatannya melayang ke gambaran wajah Emily, kekasihnya yang telah lama hilang, dan dia menyadari bahwa kejadian semalam telah dipicu oleh kesalahpahaman yang menyakitkan."Aku melihat Emily dalam dirinya... aku merindukan Emily begitu banyak, dan ketika aku melihatnya di sana, aku terlalu terbawa perasaan..." Ucap Alexander.Dia merasa seperti telah mempermalukan dirinya sendiri dan menghancurkan segalanya yang telah ia bangun bersama Emily selama ini. Rasanya seperti dunianya runtuh di sekitarnya, meninggalkannya terpaku dalam rasa putus asa dan penyesalan yang mendalam."Oh, Emily... maafkan aku atas semua yang telah kulakukan. Aku begitu bodoh dan gegabah." Ucap Alexander dengan penuh penyesalan.Alexander segera menggenggam handuk dan keluar dari kamar mandi dengan langkah mantap. Dengan suara tegas, dia memanggil Daniel, asistennya, yang menunggu di luar kamar."Daniel, aku butuhmu sekarang juga." Teriak Alexander.Daniel, yang sebelumnya merasa cemas dan bingung atas keadaan Alexander, segera merespons panggilan majikannya."Tuan muda,apa yang terjadi?" Tanya Daniel penasaran."Daniel apakah Emily sudah pulang dari Amerika?" Tanya Alexander.Daniel tercengang ia bingung kenapa tuan nya bertanya seperti itu, bukan kah tuan nya tahu bahwa Emily kekasihnya akan pulang lima bulan lagi."Maaf tuan muda, bukan kah anda mengetahui nya bahwa nona Emily pulang lima bulan lagi, bukan sekarang." Ucap Daniel.Alexander merasakan tekanan semakin bertambah di dadanya. Kepalanya terasa berat karena bertarung dengan pikiran yang kacau."Aku... aku telah melakukan sesuatu yang bodoh, Daniel. Aku keliru, aku mempermalukan diriku sendiri dan merusak segalanya." Ucap Alexander.Daniel melihat kebingungan yang meliputi wajah Alexander, dan ekspresi khawatir merayap di wajahnya."Apa yang terjadi tuan muda ?, apakah semalam?" Tanya Daniel.Alexander menghela nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sebelum mengungkapkan kenyataan yang menyakitkan ini, ia takut jika kejadian semalam akan menyebar luas yang merusak reputasi bisnis Alexander apa lagi jika keluarga besar dan Emily mengetahunya."Daniel, semalam... aku melakukan sesuatu yang sangat bodoh. Aku masuk ke kamar hotel yang salah, dan aku... aku mengira wanita di sana adalah Emily. Aku... aku melakukan hubungan dengannya." Ucap Alexander panik."Tuan, apa yang Anda katakan...?" Tanya Daniel terkejut dan bingung."Iya aku tidur dengan wanita tersebut Daniel, aku dalam pengaruh alkohol aku tidak bisa berfikir jernih, bagaimana bisa seorang ceo pemilik perusahaan Griffin Enterprises tidur dengan wanita asing, bagaimana bisa ini terjadi Daniel ?" Ucap Alexander frustasi."Sesuai tebakan ku, bahwa terjadi sesuatu kepada tuan muda. Apa yang harus ku lakukan, pasti tuan muda sangat terbebani dengan masalah ini." Batin Daniel melihat ekspresi panik Alexander.Daniel merasa bingung dengan apa yang terjadi, pantas saja semalam tuan nya tak ada di kamar yang telah ia pesan ternyata tuan nya masuk ke kamar yang salah. Daniel mencoba menenangkan tuannya, ia akan mencari cara agar semuanya baik-baik saja, dan Daniel berjanji tidak akan ada satu orang pun yang tahu tentang kejadian ini.Mendengar asisten pribadinya berbicara seperti itu, membuat Alexander sedikit lega, ia meminta Daniel untuk mencari tahu siapa wanita tersebut dan apa pekerjaannya bahkan Alexander meminta Daniel untuk mengawasi wanita tersebut.Daniel melihat tuannya merasa kasian, ia berjalan mendekati laci membuka dan meraih obat penenang. Daniel memberikan nya kepada tuannya, biasanya Alexander akan meminum obat tersebut disaat ia sedang banyak masalah atau pusing. "Tuan muda, silakan anda perlu ini untuk memenangkan pikiran anda." "Umm,, terimakasih Daniel." Ucap Alexander meraih obat dan segera meminumnya. Saat Alexander meraih gelas air minum ia melihat jam tangannya diatas meja tak ada. ia mengingat terakhir kali nya melepaskannya di kamar tersebut, apakah jam tangan tersebut tertinggal disana, jika benar maka ini akan menjadi masalah besar bagi Alexander. "Daniel, jam tangan ku hilang ku rasa seperti nya tertinggal disana, kau harus mencarinya Daniel jangan sampai wanita tersebut menemukannya." Perintah Alexander dengan panik. "Baiklah tuan muda, aku akan mencarinya untuk anda.""Temukan Daniel, karena itu jam tangan pemberian dari Emily. " Daniel mengangguk iya, ia membungkukkan badannya dan segera keluar dari
Daniel mempercepat kendaraan nya, tak butuh waktu lama ia segera tiba dirumah Alexander. Daniel menuju ruang kerja tuannya, ia melihat Alexander berdiri didepan jendela dengan satu gelas minuman seperti nya tuannya memikirkan kejadian semalam. "Tuan muda. " Sapa Daniel. Alexander berbalik badan, ia melihat Daniel namun wajahnya berbeda seperti nya terjadi sesuatu dihotel tersebut. "Ada apa dengan wajah mu ?, bagaimana jam tangan ku apakah kamu mendapatkan nya ?." tanya Alexander seraya meneguk minuman ditangan nya. Daniel membungkuk tubuh nya meminta maaf karena ia gagal mendapatkan jam tangan tersebut. Daniel memberitahu Alexander bahwa wanita tersebut yang terlebih dahulu menemukan jam tangan tersebut. "Apa kau bilang ?, lalu..? "Maaf tuan, saat aku sampai keadaan kamar sudah rapih wanita tersebut pergi setelah kita keluar dari sana. wanita tersebut adalah Sarah Miller seorang mahasiswi tuan. " jelas Daniel gugup. Alexander menggenggam erat gelas yang ditangannya, tatapan pen
Setelah beberapa minggu berlalu, keadaan Sarah semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus, dan dia merasakan kelemahan yang luar biasa. Setiap hari menjadi perjuangan baginya untuk bangun dari tempat tidur."Apa yang terjadi pada ku, kenapa beberapa hari aku merasa pusing dan mual." Batin Sarah kebingungan. Gejala mual yang sering muncul membuatnya kesulitan untuk makan atau minum dengan baik. Sarah merasa terjebak dalam siklus yang tidak berujung dari ketidaknyamanan fisik dan kecemasan mental.Sarah meraih tas nya dan memasukan ponselnya segera keluar dari kamar,namun langkah nya terhenti saat melihat ibu tiri nya melihat nya dengan aneh. "Mau kemana ?, masih pagi bukan kah kamu sudah keluar dari pekerjaan mu." "Bukan urusan anda. " Ketus Sarah. "Kau pikir kau bisa kabur begitu saja?,Dasar anak tak tahu diuntung bukannya nyari pekerjaan ini tidak menumpang makan".desis ibu tirinya dengan nada sinis, tatapan dinginnya menusuk ke dalam jiwa Sarah.Kata-kata tersebut menusuk hati Sar
Setelah melihat hasil yang tidak sesuai dengan harapannya,membuat Sarah terpukul dengan semuanya ia merasa frustasi, dengan gemetar Sarah meraih ponselnya dan membuka daftar kontaknya. Dia mencari nama sahabatnya, Talia, dengan jari-jarinya yang gemetar. Begitu menemukannya, dia menekan tombol panggil dengan hati yang berdebar kencang.Setelah beberapa kali berdering, telepon itu diangkat. Suara Talia terdengar dari seberang sambungan, penuh dengan kehangatan dan kepedulian.“Halo, Sarah, ada apa?” Tanya Talia dengan lembut, menyadari dari nada suara Sarah bahwa ada sesuatu yang tidak beres.Sarah menelan ludah, mencoba menahan emosinya yang meluap-luap. “T-Talia, aku butuh kamu,” Ucapnya dengan suara yang gemetar.“Ada apa, Sarah? Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Talia, suaranya penuh kekhawatiran.Sarah tak menjawab pertanyaan dari Talia, ia menangis terisak-isak. Mendengar suara Sarah menangis Talia kuatir dengan keadaan Sarah ia takut jika terjadi sesuatu kepada Sarah. “Sarah,
Daniel duduk di ruangannya yang gelap, jendela tertutup rapat. Matanya tertuju pada layar laptop di hadapannya, yang dipenuhi dengan berbagai laporan dan catatan yang dia kumpulkan selama beberapa hari terakhir. Namun, setiap upaya yang dia lakukan untuk melacak keberadaan Sarah terasa sia-sia. "Bagaimana jika Tuan Muda Alexander tahu bahwa aku kehilangan jejak nona Sarah." Gumam Daniel yang merasa kuatir jika tuannya tahu. Tanpa ragu lagi, Daniel mengambil keputusan yang sulit. Dia harus mencari bantuan dari orang-orang yang memiliki koneksi dan sumber daya yang lebih besar darinya. Dia harus membayar mata-mata.Dengan hati yang berat, Daniel mulai mencari kontak yang tepat. Dia tahu bahwa langkah ini bukanlah tanpa risiko, tetapi dia tidak memiliki pilihan lain. Sarah perlu ditemukan, dan dia akan melakukan apa pun untuk membuat itu terjadi."Hallo, aku perintahkan cariikan aku seseorang nanti akan ku kirimkan fotonya." "Dengan senang hati pak Daniel." Ucap pria tersebut. Dia ta
Sesampainya di rumah Alexander, Daniel langsung menuju ruang kerja tuannya. Hatinya berdebar-debar karena dia tahu bahwa dia harus memberitahu Alexander tentang Sarah.Tanpa menunggu waktu lama, Daniel mengetuk pintu ruang kerja Alexander. Suaranya terdengar gemetar saat dia memanggil "Tuan Alexander, saya harus memberitahumu sesuatu yang penting."Pintu terbuka, dan Alexander muncul dari baliknya dengan ekspresi campuran kebingungan dan kecemasan. "Apa yang terjadi, Daniel? Ada apa?" tanyanya dengan suara tegang. "Sarah... dia sedang mengandung anakmu, tuan."Ucap Daniel dengan napas yang terengah-engah, Daniel memulai. Alexander terdiam, matanya melebar dalam kejutan dan tidak percaya. Dia hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar.Daniel melanjutkan, menjelaskan semua yang dia ketahui tentang situasi Sarah dan bagaimana mereka harus menghadapinya bersama. Dia tahu bahwa kebenaran ini tidak akan mudah diterima, tetapi mereka harus menghadapinya bersama.Saat sua
Alexander dan Daniel berangkat menuju rumah yang ditempati Sarah dengan perasaan yang campur aduk. Mereka tiba di depan rumah yang sederhana namun terawat dengan baik, dan Alexander merasa bingung kenapa rumah Sarah disini, bukan kah Daniel pernah bilang bahwa rumah Sarah bukan didaerah sini. "Daniel, kau yakin disini ?." Tanya Alexander bingung. "Benar tuan muda, aku melihat nya nona Sarah disini dengan seorang wanita muda nona." Daniel mengetuk pintu dengan hati-hati, dan setelah beberapa saat, pintu dibuka oleh seorang wanita muda yang tersenyum ramah. "Permisi ada apa ya ?." Tanya wanita tersebut. Saat Alexander berbalik badan, wanita tersebut terkejut melihat kedatangan Alexander secara tiba-tiba di depan rumahnya. "Kami mencari wanita ini ?." Tanya Daniel menujukan sebuah foto Sarah. "Tania, sudah datang ketoprak nya?." Teriak Sarah dari dalam. Tak lama kemudian, Sarah muncul dari dalam rumah dengan senyuman hangat di wajahnya. Namun, senyumnya memudar saat dia melihat A
Beberapa minggu berlalu, dan persiapan untuk pernikahan Alexander dengan Sarah mulai dilakukan. Meskipun Sarah tidak merasa bahagia dengan situasinya, dia menyadari bahwa ini adalah kesempatan bagi dia untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi bayinya.Sarah dan Alexander bertemu di sebuah ruangan yang didesain megah untuk pembicaraan terakhir sebelum pernikahan. Wajah mereka dipenuhi dengan ekspresi yang kompleks, mencerminkan perasaan yang beragam di dalam hati mereka."Aku tahu ini mungkin tidak mudah bagi Anda, tapi perlu kau tahu jangan terlalu berharap dengan ku Sarah," ucap Alexander dengan suara menekan. "Baiklah aku tahu tuan, aku tidak akan melebihi batas ku pada mu." Sarah mengangguk, mencoba menahan emosinya. Dia tahu bahwa dia harus bertindak dewasa dan menerima keputusan yang telah dibuat. Meskipun hatinya masih penuh dengan rasa sakit dan kecewa, dia berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi bayinya."Baguslah jika kamu memahami ku, dan perlu kau ingat pernik