Share

Bab 134 : Kepedihan Lalu

Author: NACL
last update Last Updated: 2025-02-01 09:17:26

"Kenapa kamu melamun?"

Suara berat itu mengempaskan lamunan Dewi tentang Bima. Dia mengerjap, lalu menoleh ke arah Denver yang tengah menatapnya dalam-dalam. Seolah pria itu bisa membaca isi hatinya hanya dengan sekali pandang.

Dewi membuka bibir, tetapi tidak ada suara yang keluar. Bahkan bukan tentang Bima, tetapi lebih ke perasaan aneh yang bergemuruh dalam dada setiap kali Denver menatapnya seperti ini.

"Apa yang dia katakan?" Suara Denver lebih rendah sekarang, juga menekan. "Dia mengancammu, hmm? Bilang padaku, Dewi," desaknya.

Dewi tersentak dan buru-buru menggeleng. "Oh … bukan apa-apa."

Dia tersenyum canggung, mencoba meraih bayi dari gendongan Denver. Namun, alih-alih menyerahkannya, pria itu malah menggeser tangan ke belakang, membuat posisi bayi makin jauh.

Dewi hampir kehilangan keseimbangan dan tanpa sadar tangannya bertumpu pada dada bidang pria itu.

Kedekatan ini … terlalu berbahaya.

"Kamu tahu ini terlalu dekat, bukan?" bisik Denver, suaranya serak dan napasnya mengha
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 135: Dia Menghilang

    Setelah makan malam singkat dengan latar sedikit romantis, tetapi berujung berbagi kesedihan, Denver menggendong putra kecilnya dan memberikan bayi itu botol susu."Kalau sudah besar nanti, Papa harap kamu jadi seorang dokter, terserah mau ambil spesialis apa pun," kata Denver sambil menatap dalam mata jernih putranya, yang bibirnya kuat menyedot susu dari botol.Interaksi itu membuat hati Dewi menghangat. Pemandangan ini seperti impian yang sejak lama dia harapkan.Ini terlalu indah jika harus berakhir. Dia ingin membangun rumah tangga bahagia bersama pasangannya. Tentu saja, awalnya dia mengira pria itu adalah Bima.Tangan Dewi yang sedang melipat pakaian bayi terhenti saat air matanya mengalir tanpa bisa dia cegah. Dia buru-buru menyekanya sebelum Denver menyadari."Kenapa harus jadi dokter seperti Papanya? Bukankah bagus kalau dia menentukan sendiri?" timpal Dewi dengan dagu terangkat, membuat Denver menatap dengan intens."Tentunya anakku itu harus banyak menolong orang-orang, Dew

    Last Updated : 2025-02-01
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 136: Siapa Dia?

    “Ada apa, Nak?” tanya Astuti yang turun dari mobil sambil menggendong tas. Wanita paruh baya itu mengikuti arah pandang Dewi.Sekilas tidak ada apa pun di sana, selain seseorang yang berdiri memandang arah mereka. Astuti menoleh pada Dewi.“Kamu kenal Bapak itu, Wi? Kok, lihat kita terus,” bisik Astuti yang kemudian melindungi tubuh Dewi agar tidak dipandangi pria di depan pintu itu.Dewi merasakan desir aneh di dadanya. Ada yang tidak biasa dengan cara pria itu menatapnya—tajam, tetapi bukan dengan kebencian seperti yang biasa dia terima dari orang-orang yang menghakiminya. Seolah pria itu mengenalnya, seolah dia … mencari sesuatu dalam dirinya.Seketika Dewi menyentuh dadanya, mencoba menenangkan degupan jantung yang mulai tidak beraturan. Namun, meski tubuhnya terus bergerak ke depan, pikiran gadis itu tertinggal di sana—bersama tatapan pria misterius itu.“Dewi, kamu sudah datang?”Suara berat Denver terdengar di dekat telinga Dewi, sebelum tangan besar pria itu dengan usil mencubi

    Last Updated : 2025-02-02
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 137: Sampai Kapan Harus Begini?

    ‘Bapak itu … kenapa tatapannya terasa tidak asing? Apa … sebelumnya kami pernah bertemu?’ batin Dewi.Perasaan itu menggelitik dada Dewi, seperti ada sesuatu yang belum dia sadari sepenuhnya. Gadis itu mencoba mengingat, tetapi tidak satu pun memori tentang pria itu muncul di benaknya.“Sayang … kamu kenapa? Ada yang sakit?” tanya Denver dengan tangan refleks menyentuh pergelangan tangan Dewi, memeriksa denyut nadi gadis itu. “Ini salahku, seharusnya kamu tidak perlu bertemu Mama,” tegas Denver.Dewi mendongak, menatap Denver yang berdiri di sampingnya. Dia menggeleng, lalu berusaha tersenyum, meskipun kaku dan tidak mendengar jelas apa yang diucapkan oleh Denver.“Minumlah. Konon katanya cokelat ini bisa bikin mood kamu membaik,” kata Denver menyodorkan secangkir cokelat dengan bentuk cokelat padat di bagian atasnya.Mata sipit Dewi makin menyipit menatap cangkir di hadapannya. Ini pertama kali dia minum cokelat dengan bentuk agak unik. Namun, dia ingat sedang duduk di Ta&Ma Café mili

    Last Updated : 2025-02-02
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 138 : Tidak Segan Mengambil Paksa

    “Mama sengaja minta aku pulang bukan? Mama tahu aku ada di apartemen bersama Dewi?” protes Denver sesampainya di kediaman Bradley.Dia memandang sengit mamanya yang sedang duduk santai sembari meneguk secangkir teh. Sedangkan Oma Nayla duduk di depannya sembari memilah sesuatu. Denver tidak tahu apa itu karena terlihat seperti kertas biasa.“Duduklah!” titah Dwyne dengan intonasi tidak terbantahkan, tetapi Denver menolak.Pria itu bahkan hendak berjalan kembali menuju pintu utama rumah besar ini.“Kalau tidak ada yang penting. Aku akan kembali ke apartemen. Menemani Dewi dan Dirga,” tegas Denver masih menggenggam erat kunci mobilnya.Tiba-tiba Dwyne terkekeh, nada suaranya terdengar seperti ejekan yang menusuk telinga Denver.“Ternyata perempuan itu membawa pengaruh buruk bagimu. Ingatlah Denver, Mama tidak segan mengambil Dirga secara paksa kalau kamu membangkang!”Darah Denver mendidih. Dia memutar tubuh dengan gerakan kasar, mata karamelnya memancarkan api kemarahan yang membara. R

    Last Updated : 2025-02-02
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 139: Seseorang Bersamanya!

    Dewi membelalak, jari-jarinya gemetar saat melihat layar ponselnya—panggilan itu sudah tersambung lebih dari satu menit! Dadanya langsung terasa sesak. Itu artinya …."Kenapa diam?" Suara berat itu terdengar dari speaker, ada nada yang lebih dingin dari biasanya.Dewi menelan ludah, buru-buru melangkah menjauh dari Darius sebelum menjawab, "Ya, Dokter ….""Apa yang kamu lakukan bersama Darius? Kamu ada di mana sekarang?" cecar pria itu, "biar Ruslan jemput kamu."“Sebaiknya … aku ceritakan nanti saja, Dokter. Tidak perlu dijemput, aku bisa pulang sendiri,” sahutnya dengan penuh ketegasan, “sudah dulu, ya, Dokter.”Dewi buru-buru menuju halte bus. Sial, sudah lebih dari 15 menit tidak ada kendaraan yang lewat. Dia berdecak sebal, teringat bahwa susu Dirga habis.Satu pesan singkat masuk. [Katakan padaku, kamu di mana?]Dewi menghela napas panjang lantas mengetik balasan. [Mau beli susu.][Oke, hati-hati. Jangan lupa hubungi aku

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 140: Menyelidikinya

    Saat Dewi hampir tersungkur ke atas kerasnya aspal, dia merasakan pergelangan tangannya ditarik dengan kuat. Jantung gadis itu mencelos dengan napas tercekat. Tubuhnya terayun, terhuyung ke belakang, dan jatuh ke dalam kehangatan yang begitu familiar.Bahkan kedua tangannya refleks bertumpu pada dada bidang seseorang.Suara riuh di sekitar mereka terdengar samar di telinga, tetapi yang paling jelas adalah detak jantungnya sendiri yang berdegup kencang. Perlahan, Dewi membuka mata dan mendapati mata karamel itu menatapnya tajam."Dokter Denver…," gumamnya, nyaris tak terdengar.Dewi berada di antara perasaan lega dan kikuk saat ini. Sebagian pengunjung mall bersorak melihat aksi heroik Denver, tetapi ada juga yang menatapnya dengan pandangan tidak suka dari pintu masuk.Tanpa banyak kata, Denver menariknya ke dalam mobil. Pria itu sigap memeriksa tanda-tanda syok di wajah Dewi, lalu meraih sebotol air mineral dan menyodorkannya."Minumlah," kata pria itu tegas.Dewi mengangguk, lalu men

    Last Updated : 2025-02-03
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 141 : Panik!

    “Selamat, Dokter Denver. Semoga kali ini kamu menjadi dokter yang lebih baik lagi,” ucap Dewi dengan senyum mengembang dengan jemari menggenggam erat ponsel.“Makasih ... bukankah aku keren? Apa kamu bangga memiliki calon suami sepertiku?” goda pria itu.Meskipun hanya berbicara melalui telepon, Dewi tetap merasakan kehangatan itu. Denver selalu membuatnya nyaman.Setelah beberapa hari menanti, hasil beasiswa akhirnya keluar. Dewi dinyatakan lulus dan harus segera mengurus administrasi kampus. Sementara itu, Denver sibuk menghadiri seminar kedokteran serta menerima penghargaan sebagai dokter terbaik berkat partisipasinya menjadi relawan.“Umm ... Dirgantara pasti bangga punya Papa yang hebat,” sahut Dewi, memilih menyebut nama putranya daripada langsung memuji Denver.Seketika gelak tawa renyah terdengar dari telepon. Rupanya, Denver sangat terhibur dengan ucapan itu.“Tentu saja dia bangga. Aku ini papanya, dan kamu harus memujiku secara langsung. Pulang jam berapa? Aku jemput,” ujar

    Last Updated : 2025-02-04
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 142 : Jadi Kenyataan!

    Ketegangan itu menular pada Dewi. Dia menatap Dirga sekilas, lalu menghampiri Astuti di samping pintu."S—siapa yang datang, Bu?" tanyanya dengan suara pelan dan nyaris bergetar.Astuti menelan ludah, matanya terpaku pada layar interkom."I—itu, Wi," tunjuknya, suara Astuti terdengar ragu. "Kenapa momennya tidak pas, ya?" gumamnya pada diri sendiri.Dewi mengalihkan pandangan ke layar interkom, dan seketika napasnya tercekat. Dada yang sejak tadi terasa sesak kini makin menghimpit. Jemari ramping gadis itu refleks mencengkeram kuat kemeja putihnya.Andai bisa, Dewi ingin menolak kedatangan wanita itu. Namun, naluri sebagai ibu tidak bisa mengizinkan dirinya melakukan hal itu. Dengan napas tertahan, dia mengangguk."Kamu serius, Wi? Kalau … Nyonya itu cari keributan bagaimana?" bisik Astuti hati-hati, takut didengar oleh Darius yang sejak tadi memperhatikan mereka dengan kening mengerut."Biarkan saja Bu Dwyne ketemu

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 246 : Dibawa Pergi

    “Tumben mendadak datang ke sini, Wi?” Intonasi Maharani terdengar tercekat, senyumnya kaku. “Ini masih pagi.”Dewi tidak langsung menjawab. Dia hanya menatap lekat wajah Maharani, mengamati setiap perubahan ekspresinya. Napas Maharani tampak tersendat, jemarinya mencengkeram gelas susu sangat erat hingga sedikit bergetar. Terlalu jelas dia menyembunyikan sesuatu.“Rani … tujuanku datang ke sini ingin tahu apa hubunganmu dengan Dokter Dania. Aku tidak percaya kalian berteman,” ujar Dewi dengan nada tajam, mata sipitnya menyipit penuh selidik.Tangan Maharani makin gemetar. Gelas yang dipegangnya hampir tergelincir. Wajah yang semula tenang kini memucat.Dewi tidak bisa mengabaikan perasaan tidak nyaman sejak kemarin. Kedekatan tak wajar antara Maharani dan Dania terus mengusik pikirannya. Pagi ini, tanpa banyak berpikir, dia memutuskan mengunjungi rumah kontrakan.Denver yang kebetulan ada kegiatan pagi ini bersedia mengantarnya. Mereka berangkat lebih awal dari biasanya.“Ada apa, Rani

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 245 : Ada Hubungan Apa?

    “Hari ini Pratiwi bisa bantu kamu belajar.” Denver menandatangani berkas di layar tabletnya, jemarinya cekatan bergerak tanpa sedikit pun mengalihkan perhatian.“Beneran?” Mata Dewi berbinar. “Memangnya dokterku enggak repot kalau ditinggal Suster Tiwi?” tanyanya sambil menyuapi Dirga dengan lembut, memastikan anaknya mengunyah dengan benar.Meskipun ada pengasuh, Dewi tetap ingin menikmati setiap momen berharga bersama putranya. Bahkan selama seminggu ini, saat dia menjalani masa magang di JB, Dirga selalu mengekor ke mana pun dia pergi, enggan jauh dari sang ibu.“Iya, Sayang. Hari ini aku libur praktik, cuma ada jadwal operasi jam tiga sore.” Denver akhirnya melirik, senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat melihat wajah Dewi yang sumringah.Dewi memang sedang menempuh gelar profesinya sebagai perawat praktisi, dan Denver memberid dukungan penuh. Bahkan, dia rela melepas perawat kepercayaan untuk membim

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 244 : Apa yang Terjadi?

    “Bagaimana hasil pemeriksaanku? Umm … kapan program bayi tabungnya?” Maharani menyandarkan punggung pada dinding kamar sempitnya. Dia masih menempelkan telepon genggam di telinga, mendengar suara Dania yang terdengar ceria di seberang sana."Oke. Hasil pemeriksaanmu sangat bagus, Maharani. Dokter bilang badanmu dalam kondisi prima. Dengan obat yang sudah diberikan, sel telurmu berada dalam kualitas terbaik," tutur Dania yang suaranya penuh kepuasan.Maharani tersenyum getir. "Itu … kabar baik. Aku ingin semua berjalan lancar. Aku juga mau minta tolong Dokter Dania untuk daftar operasi plastik di rumah sakit JB … setelah melahirkan."Dania terdiam sejenak, lalu tertawa tanpa suara dan geleng-geleng. "Gampang. Aku bisa mengurus semuanya untukmu. Kamu hanya perlu menunggu kehamilan itu saja."Maharani menarik napas panjang dan berbisik, "Boleh aku minta sesuatu?”“Katakan saja!”“Umm … tolong siapkan tempat tingg

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 243 : Rencana Licikku

    "Papa lihat ada pisang goleng gosong manis!" seru Dirga, saat melihat Denver baru saja pulang dari rumah sakit. Bocah kecil itu berlari mendekati papanya, sambil membawa pisang di kedua tangannya."Aaa ... Papa, ini enak. Onty Lani yang bawa." Dirga tersenyum lebar, lalu satu tangannya menunjuk ke samping."Papa mau coba, satu saja." Denver membuka mulutnya dan dia lumayan menikmati pisang 'gosong' kesukaan putranya.Dewi pun terkikik geli melihat tingkah dua lelaki itu, tetapi tidak dengan Maharani yang saat ini duduk di ruang keluarga rumah Dewi.Maharani memandangi sekeliling dengan perasaan campur aduk. Tangannya menggenggam kotak kecil berisi sale pisang buatannya sendiri, buah tangan darinya untuk sang sahabat.Aroma kayu manis dari diffuser ruangan bercampur dengan bau kopi yang disajikan pelayan rumah. Nyaman, hangat, dan jauh dari kesulitan yang beberapa hari ini membuat kepala Maharani dilanda pusing.Dewi kel

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 242 : 500 Juta Untuk Sewa Rahim

    "Hari ini aku ke kampus. Ada kelas," kata Darius dengan suara datarnya. Pagi ini, Darius merapikan jasnya di depan cermin. Dia melirik Dania yang masih berbaring di tempat tidur dengan wajah ketus. Sejak tadi, wanita itu tidak mengucapkan sepatah kata pun. Semalam, Darius berhasil menggagalkan rencana liciknya. Tabung kecil berisi benihnya sudah dia amankan sebelum Dania sempat membawanya pergi. “Aku berangkat dulu,” ucap Darius lembut, dan mengecup puncak kepala sang istri. Dania tetap diam. Tangan wanita itu sibuk mengetuk-ngetuk layar ponsel, tetapi sorot matanya menunjukkan kekecewaan mendalam. Saat Darius hendak melangkah keluar, Dania bersuara pelan, tetapi penuh sindiran. “Kamu pikir bisa lolos terus?” Wanita itu menatap tajam pada Darius. "Aku akan menggunakan cara lain, apa kamu lupa aku ini lulusan kedokteran?" Darius berhenti sejenak, menoleh dengan ekspresi

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 241 : Mengambil Kesempatan

    Pagi-pagi sekali, Dania sudah tiba di Rumah Sakit JB. Dia melirik ke kanan dan kiri, lalu melangkah masuk ke dalam area klinik poli estetika.Wanita itu mengendap-endap layaknya penyusup, senyum tipis terpatri di wajahnya. Setelah berhasil mendapatkan sedikit informasi dari para perawat kemarin, hari ini dia berniat menggali lebih dalam.“Aku yakin Maharani itu kompeten,” gumamnya, dengan mata waspada, khawatir Darius mengikutinya.Dari balik meja resepsionis, seorang wanita berkulit sawo matang menyambut dengan senyum ramah. “Selamat siang, Dokter Dania, ada yang bisa saya bantu?”Dania menyeringai dan mengangguk kecil, lalu berdeham. “Aku mau bicara sama salah satu perawat di sini.”Wanita itu meneliti Dania sesaat, lantas mengangguk. “Sebentar, saya panggilkan.”Tidak butuh waktu lama, seorang wanita berkacamata dengan seragam perawat rapi datang menghampiri. “Ada yang bisa saya bantu, Dokter Dania?”Dania tersenyum r

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 240 : Ibu Pengganti

    Dania memandang kertas kecil di tangannya. Sebuah rincian medis atas nama seseorang."Maharani Putri, rincian biaya bedah plastik," ucapnya. Mata wanita itu menyipit, meneliti nama itu dengan saksama. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya, seakan-akan dia pernah mendengar dan bahkan mengenal orang ini.Awalnya, dia hendak meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Namun, telinganya menangkap bisikan dua orang perawat yang baru saja keluar dari poli estetika, tengah berbincang di dekatnya."Kasihan, ya? Maharani apes banget.""Benar. Begitulah orang kaya, kalau tidak butuh, ya, ditendang.""Padahal dia bisa saja minta tolong sama Pak Rudi. Dia 'kan pernah jadi ibu pengganti."Langkah Dania seketika terhenti. Jari-jarinya yang tadi hendak membuang kertas itu kini mengurungkan niatnya dam menjauh dari tempat sampa. Mata wanita itu kembali tertuju pada tulisan pada kertas medis di tangannya. Maharani Putri. Ibu pengganti?Tiba-tiba sja senyuman miring terukir di bibirnya. Kerta

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 239 : Anak Kecil Itu Pengganggu

    Dewi menatap wajah kecil dalam dekapannya. Tubuh mungil itu terasa menghangatkan hati, tetapi pikirannya merambat begitu dingin. Kata-kata Dania tadi masih menusuk-nusuk benaknya, berputar tanpa henti seakan menjadi mantra kutukan. "Mama, aku mau bobo dipeluk Mama, ya?" Dirga menggumam pelan, matanya yang indah mulai meredup dalam kantuk. Dewi tersentak dari lamunannya. Dia menelan ludah, berusaha mengembalikan fokus ke putranya. Bibir merah muda wanita itu melengkung samar, meskipun hatinya masih penuh gundah. "Iya, Sayang. Mama bakal peluk Dirga semalaman." "Janji. Mama nggak hilang, ya?" Bocah itu menatap sang mama dengan mata ngantuknya. "Janji, Bos Kecil." Dirga tersenyum kecil mendengar ucapan mamanya, lalu menyusup lebih dalam ke pelukan Dewi. Napas anak itu mulai teratur, tangannya masih menggenggam baju ibunya erat. Seakan takut jika melepaskan, Dewi akan kembali hilang. Denver melirik ke kaca spion, melihat istrinya yang masih menunduk, membelai rambut putranya de

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 238 : Kamu Bikin Mama Takut

    Hening menyelimuti ruangan ketika Denver menekan tombol merah di ponsel. Wajah tampan Dokter itu masih serius, tatapannya dalam, tetapi terdapat sedikit kelegaan yang tersirat. Dia berbalik menatap Dewi yang masih terduduk di sofa dengan wajah cemas. Bahkan paras ayunya berubah jadi pucat karena tragedi ini. "Ayo, kita jemput Dirga," kata Denver, sambil berjalan mendekati Dewi. Dewi menatap sang suami dengan mata yang masih basah. Dia mengangguk lemah. Ketika dia hendak berkata untuk menjawab, Denver telah berjongkok di hadapannya. Pria itu menghapus sisa air mata di pipi istrinya dengan jemarinya yang hangat. "Jangan menangis lagi," ujar Denver lembut dan penuh ketenangan.. "Nanti Dirga bisa sedih melihatmu seperti ini." Dewi menunduk, menarik napas dalam, lalu berdiri. Dia menggenggam tangan Denver dengan erat, seakan dia takut terjatuh, karena satu-satunya yang bisa membuatnya tetap berdiri tegak adalah sang suami. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas menuju mobil

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status