Dengan langkah pasti, Chloe keluar dari ruangan itu. Dia tidak mau berbalik. Masa depannya bersama Albert ada di depan sana. Dia hanya perlu melangkah untuk menggapainya.
Namun, di dalam hatinya, Chloe tahu bahwa peristiwa semalam, akan meninggalkan bekas yang sulit dihapus.
Chloe berjalan menuju lift yang berada di ujung koridor. Sambil berjalan, dia memikirkan tentang apa yang akan dia katakan kepada Albert saat mereka bertemu nanti dan konsekuensi apa yang akan dia hadapi sebentar lagi.
Ting!
Pintu lift itu terbuka, dia tergesa-gesa memasuki lift tersebut. Dengan tangan yang gemetar Chloe menekan angka satu pada panel lift.
Netra Chloe menatap angka yang terus bergerak turun. Dia sudah tidak sabar lagi untuk segera keluar dari sana. Perasaannya sangat kacau. Ia tidak tahu harus memasang wajah seperti apa saat bertemu dengan Albert nanti.
Pria itu pasti akan marah besar kalau sampai tahu bahwa dia telah menghabiskan malamnya dengan seorang pria yang tidak dikenalnya sama sekali.
Begitu lift itu tiba di lantai satu Chloe segera keluar dan menuju ke bagian resepsionis.
Dia meminjam telepon sebentar dan menelpon Albert.
Chloe memandang sekeliling dan mencari tempat untuk duduk dan menanti Albert di sana. Sambil duduk dia mulai memikirkan cara untuk mengatakan semua hal itu kepada Albert. Namun, dia memutuskan untuk memberitahu Albert nanti saja saat dia sudah siap.
Tiga puluh menit kemudian, Albert tiba di sana. Pria itu menghampiri Chloe dengan tergesa-gesa.
“Hi, darling,” sapa Chloe dengan suara yang dibuat seriang mungkin.
“Hi, my wife wanna be! Hmm, mana teman-temanmu yang lain?” tanya Albert memicingkan matanya.
“Mereka masih tidur. Ini kan masih pagi-pagi sekali," ucap Chloe seraya membuang tatapannya dari mata Albert.
Namun, saat melihat calon istrinya, wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Matanya mengarah ke jaket yang dikenakan oleh Chloe.
Tatapan aneh Albert pada jaket itu membuat Chloe bingung. Ia seakan-akan begitu mengenali jaket yang ia kenakan.
Albert menarik Chloe lagi ke dalam pelukannya. Dia membenamkan wajahnya di antara cekungan leher Chloe. Dihirupnya aroma shampoo dari rambut Chloe.
Namun, ada satu aroma lain yang berasal dari dress, bukan, jaket yang dikenakan Chloe. Itu bukan aroma Chloe.
“Dengan siapa kamu tidur semalam?” tanya Albert tiba-tiba.
Deg! Chole seketika terdiam mendengar pertanyaan Albert.
“Chloe?” sentak Albert sambil menelisik wajah Chloe.
“B-bisakah kita membicarakan hal ini di mansion kamu?”
“Jawab saja pertanyaanku Chloe?!”
“Albert, aku janji akan menjawab semuanya nanti.”
Chloe berjalan di depan Albert dengan langkah gontai.
“Kamu mau ke mana?” kejar Albert. Dia tidak suka ketika Chloe pergi begitu saja saat dia sedang menanti jawaban darinya.
“Aku hanya ingin berbicara denganmu, privat! Bukan di tempat umum.”
Albert menarik lengan Chloe. Dari tatapannya, terpampang ketakutan yang tak bisa Chloe deskripsikan.
“Tolong katakan yang sejujurnya, Chloe.”
“A-aku sudah bilang tadi, kalau aku akan membicarakan semua ini nanti, Albert Wesley. Kenapa kamu tidak memberiku waktu sedikitpun?” keluh Chloe dengan suara putus asa.
“Aku bukan tidak memberimu waktu atau tidak percaya padamu, tapi bukti aroma parfum woody, serta jaket laki-laki ini...”
Albert mendekati Chloe dan mengangkat wajah kekasihnya itu. Netranya menatap bola mata Chloe yang indah.
Lalu, pandangannya turun ke leher wanita itu. Bukti bahwa calon istrinya sudah melakukan percintaan dengan pria lain terpampang nyata di hadapannya.
Wajah pucat serta marahnya semakin tak terkendali tatkala ia melihat kembali jaket yang Chloe kenakan.
Chloe hanya terdiam. Silence is golden, isn’t it? tapi benarkah dengan diamnya saat ini akan menyelesaikan masalahnya?
Tapi dari sikap Albert, Chloe merasa bukan hanya dirinya yang sekarang tengah menyimpan rahasia besar.
“Aku sudah melakukan kesalahan yang fatal semalam,” ucap Chloe pelan, nyaris berbisik.
Albert mengepalkan tangannya menahan emosi di dalam dada.
“Ikut aku sekarang,” bisik Albert dengan suara bergetar.
Hatinya mendidih karena pengakuan Chloe. Kekecewaan dan kebencian bercampur aduk di dalam kepalanya. Terlebih, Albert seakan seperti ketakutan dengan apa yang akan disampaikan oleh Chleo.
“Masuk!” perintah Albert sambil membukakan pintu mobilnya untuk Chloe.
Tanpa disuruh kedua kali, Chloe langsung melompat masuk ke dalam mobil.
Albert mulai mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“Baiklah, aku akan memberitahu semuanya tentang kejadian semalam!” teriak Chloe kesal.
Albert hanya diam, menunggu Chloe membuka semuanya.
“Minumanku dicampur obat perangsang oleh seseorang dalam pesta lajang kemarin malam. Hal itu membuatku berakhir di atas ranjang dengan seorang pria yang sama sekali tidak aku kenal.”
Mendengar kata 'obat perangsang', wajah Albert kembali memerah menahan amarah. Ia mengepalkan tangannya dan memukul stir mobil dengan keras.
"Kamu bohong, Chloe! Siapa pria yang tidur denganmu itu!"
Tubuh Chloe gemetar. Dia hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang ada dalam dadanya.
“Aku sedang menceritakan yang sebenarnya, Albert! Aku tidak tahu siapa pria itu!”
“Listen! Kamu kira aku bakal percaya dengan cerita murahanmu itu?”
“Aku dijebak, Albert!”
Chloe mulai menangis terisak-isak.
“Lalu apa yang kamu lakukan dengan pria itu?” tanya Albert tanpa tanpa mempedulikan tangisan Chloe.
“Dia menciumku dan memaksaku untuk melakukan hal yang tidak ingin aku lakukan. Aku menolak dan mencoba melepaskan diri, tapi semua penolakan dan usahaku sia-sia.”
“Lalu? Apakah kamu…?”
“Albert, aku bersumpah, kalau itu aku lakukan karena pengaruh dari obat perangsang.”
“Kamu menjijikkan,” cetus Albert tanpa perasaan. Lalu dengan wajah sinis, dia berkata lagi dengan kejam.
“Keluar dari mobilku sekarang juga, aku tidak sudi melihatmu.”
***
Sementara itu, di sebuah kamar hotel, seorang laki-laki tampan tengah menyugar rambutnya dengan kasar.
“Arrgghh” dengusnya pelan sambil memijat pelipisnya.
Rasa pusing dan mual terasa semakin menjadi-jadi. Alkohol sialan itu telah membuatnya merasakan pusing yang luar biasa.
“Aku di mana?”
Namun, saat mengedarkan pandangannya, menatap bercak darah yang ada di kasurnya.
“Darah? Itu darah milik siapa?”
Matanya yang berwarna biru terbelalak melihat noda darah yang cukup lebar di atas bed cover putih.
“Astaga! Apa yang telah aku lakukan semalam?”
Tadi malam dia benar-benar mabuk dan bergairah. Kegembiraan yang dia rasakan karena kliennya telah menandatangani proyek besar yang akan mereka kerjakan tahun ini, membuatnya lupa diri dan menikmati alkohol diluar batas.
Dengan tergesa-gesa dia memungut pakaianya yang tergeletak di atas lantai dan mengenakannya.
“Brengsek! Siapa yang telah menjebakku hingga aku berakhir di kamar ini dan merenggut kegadisan seorang wanita?” makinya dengan penuh amarah.
"Jangan-jangan..."
Sebelumnya, saat merayakan proyek yang telah ia dapatkan, ia melihat sosok pria yang begitu ia benci tengah tersenyum padanya.
Ya, pria yang merupakan lawan bisnisnya itu. Namun, entah kenapa saat perayaan itu terjadi, ia justru ikut merayakan kemenangannya. Bagaimana bisa seseorang dengan bangga merayakan kemenangan musuhnya?
Pria itu mencari-cari gawainya, tapi benda itu seakan raib entah ke mana.
“Ke mana ponselku? Bukankah semalam aku masih menggunakannya untuk menelpon Isac?”
Dia tiba-tiba teringat; Isac, bawahannya, seharusnya malam itu membawakannya seorang wanita penghibur!
“Pasti ponselku di jaket, ya! Jaketku mana?” serunya tanda sadar.
Matanya menyapu semua sudut kamar dan berusaha mencari keberadaan jaket berwarna biru tua itu.
“Sialan, masa jaketku tiba-tiba seperti punya sayap sendiri?”
Karena kesal tidak menemukan jaket itu, dia berjalan ke arah meja kecil di samping ranjang dan meraih telepon hotel.
Ditekannya nomor ponselnya sendiri dan menunggu dengan tidak sabar. Namun, dia langsung terhubung dengan operator.
“Pasti batre ponselku habis.”
Dengan hati gusar, dia berjalan mondar-mandir sambil berpikir dan mencari jalan keluar.
Tanpa menunggu lama, dia segera menelpon Isac. Anak buah sekaligus tangan kanannya yang sangat ia percayai.
“Hello,” sapa Isac dengan suara kesal. Rupanya karena unknown number membuat pria itu sedikit terganggu.
“Isac, ini aku Mateo.”
“Hah? T-Tuan Mateo? Tuan ada di mana sekarang? Saya sudah mencari Tuan sepanjang malam."
“Siapa wanita yang telah kamu sewa semalam?” tanya Mateo yang menghiraukan pertanyaan Isac begitu saja.
“M-maksud, Tuan? Aku tidak memesan wanita mana pun untuk Tuan semalam.”
“Are you kidding me?”
“Saya serius, Tuan. Semalam saya mencari Tuan di tempat Tuan mengadakan transaksi bisnis."
"Lalu?"
"Saya mencari-cari Tuan, tapi Tuan tidak ada di sana. Saya pikir Tuan pulang begitu saja karena tidak sabar menunggu saya.”
“Damn it!”
Ternyata dugaannya tepat. Dia telah salah sangka. Wanita semalam yang ditidurinya, bukanlah wanita panggilan yang telah disediakan oleh anak buahnya. Dia bahkan sudah mengambil kegadisan seseorang tanpa perasaan.
“Jemput aku sekarang juga!”
“Di mana, Tuan?”
"Di Sky pub and hotel. Aku tunggu!”
Klik.
Sambungan telepon terputus sebelum Isac sempat berkata apa-apa lagi.
Setelah merapikan penampilannya, Mateo segera turun ke lobby. Pikirannya kalut dan rasa bersalah menyerang hati nuraninya.
Kalau benar dia sudah merenggut kegadisan seorang wanita tadi malam, maka sebagai seorang pria sejati, dia harus mempertanggung perbuatannya.
Namun, memikirkan hal itu saja langsung membuatnya mual dan pusing.
Di tengah kemelut pikiran yang menderanya, sebuah nama tiba-tiba muncul di kepalanya. Pria itu yang berpotensi menjebaknya dengan wanita itu.
"Albert..." geramnya seraya mengepalkan tangan.
Dari kejauhan dia melihat Isac berlari-lari kecil ke arahnya.
"Tuan Mateo, sa...."
"Segera minta pihak hotel untuk menyediakan rekaman CCTV semalam," potong Mateo dengan suara tegas dan berwibawa.
"Baik, Tuan. Akan segera saya laksanakan."
"Mana kunci mobilnya?"
Dengan cepat Isac menyerahkan kunci mobil sport milik Tuannya.
Rupanya Meteo telah berpesan kepada Isac tadi untuk membawa mobil sport saja karena dia ingin mengemudi sendiri.
"Kerjakan tugas kamu sekarang, dan kirim rekaman CCTVnya kepadaku secepat mungkin."
"Baik!" jawab Isac sambil mengangguk patuh.
Bersambung
"Marah adalah reaksi alami terhadap pengkhianatan, tetapi kuasailah dirimu saat kebenaran mengungkapkan segalanya." - Albert Wesley -
"Apakah kamu tidak mendengarkan kata-kataku tadi? Keluar dari mobilku sekarang juga." “Are you crazy? Di luar dingin sekali! Kamu tidak bisa membuangku di jalanan dengan begitu saja!” teriak Chloe gusar. Dia sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Albert sekarang. “Jangan pernah berteriak seperti itu padaku!” bentak Albert dengan wajah memerah. “Tapi kamu sudah keterlaluan!” “Aku bersikap seperti ini, karena tingkahmu juga sudah keterlaluan!” “Tidak pernah terlintas sedikitpun untuk mengkhianatimu, Albert.” Albert memaki-maki dalam dalam hati. Niatnya awalnya adalah untuk menjebak Mateo, tapi semua malah berbalik menyerang dirinya. Rencananya menjadi boomerang baginya. “Apakah kamu menikmati percintaan itu?” “Pertanyaan yang gila. Aku sedang dalam keadaan terangsang karena pengaruh obat sialan itu, jadi aku tidak sadar apa yang telah kulakukan.” “Damn it! Aku tidak bisa memaafkanmu saat ini. Tolong keluar dari mobil ini sekarang.” “Albert, please….” “Itu tidak bisa diampu
"Jump into the car right now, before this cold weather kills you." Tubuh Chloe langsung gemetar begitu melihat sosok itu. Ya, pria yang telah menghancurkan masa depannya hanya dalam dalam waktu satu malam. “Apa yang sedang kamu pikirkan?” teriak Mateo tidak sabar. Chloe berdiri di sana dalam bimbang. Dia lebih rela mati kedinginan di luar sana dari pada masuk ke dalam perangkap pria itu. Tetapi, bukankah dia masih terlalu muda untuk mati saat ini? “Kenapa lama sekali?! Cepat masuk. SEKARANG!!!” Chloe mendelikkan matanya yang indah dengan galak ketika mendengar nada perintah dari pria bengis itu. Dia paling anti dengan pria yang suka memerintah seenaknya. Sebagai balasannya, Chloe menunjukkan jari tengah dan berlalu dari hadapan pria itu. Whatever!!! Kalau memang takdirnya dia akan mati karena suhu dingin, dia rela, asalkan pria itu berhenti mengusik hidupnya. “Shit!!!” maki pria itu dengan kesal. Dia paling anti dengan gadis-gadis yang keras kepala. Gadis-gadis yang seperti it
“Albert?” gumam Mateo terkejut saat melirik lewat kaca spion. Dia langsung mengenal mobil yang sedang membunyikan klakson dengan sangat nyaring itu. “Dari mana kamu mengenal Albert?” tanya Chloe dengan mata membelalak. “Nanti aku ceritakan, sekarang kita balap-balapan dulu dengannya.” Mateo menyeringai kejam. Walaupun dia tidak mengerti dengan maksud Albert membunyikan klakson, tapi Mateo tidak bisa melupakan senyum sinis Albert semalam, saat mereka merayakan kesuksesannya. Mobil Mateo dan Albert terus melaju dengan kecepatan mematikan, menimbulkan suara gemuruh yang menggetarkan jalanan kota. Kini mobil Albert berada tepat di belakang mobil Mateo. Jika Mateo menginjak rem saat itu, pasti akan terjadi kecelakaan maut yang tak bisa dihindarkan. “Kamu gila! Hentikan mobilnya! Aaaaa!!” Chloe menjerit ketakutan dan menatap jalanan dengan wajah ngeri ketika Mateo menginjak pedal gas lebih dalam lagi. Kecepatan mobil bertambah dan sudah di luar batas kecepatan mengemudi. Terdengar
"Apa hubunganmu dengan pria itu?" Mateo menatap Chloe dengan tajam sehingga membuat gadis itu semakin gugup. Ingin rasanya dia meremas-remas ujung jaket yang dia kenakan untuk mengusir kepanikan yang menyerangnya. “Jawab!” desak Mateo dengan suara beratnya. Chloe memejamkan matanya, berusaha untuk tidak menatap wajah tampan yang diselimuti kemarahan itu. “Dia tunanganku.” Buk! Mateo memukul setir mobil di depannya berulang kaki. Pria itu menatap lurus ke depan. ‘Apakah mereka berdua telah bekerja sama untuk menjebakku? Awas saja! Kalau benar adanya, maka gadis ini akan menjadi tawananku. Tidak akan kubiarkan Albert memenangkan pertarungan ini.’ “Kami akan menikah seminggu lagi. Jadi aku mohon, lupakanlah peristiwa semalam.” “Hmm,” guman Mateo menanggapi perkataan Chloe, seolah-olah gadis hanyalah seorang gadis kecil yang sedang merengek mencari perhatiannya. Chloe kebingungan dengan respon Mateo yang singkat dan tidak jelas. Kesunyian yang mencekam dalam mobil itu membuat Chlo
“Aku baru saja mengetahui kalau Chloe berselingkuh,” ucap Albert pelan. “Apa? Berselingkuh? K-kamu yakin?” Mr. Steven terdengar begitu terkejut ketika mendengar perkataan calon anak menantunya itu. Dia mengenal anak perempuannya dengan baik. Tidak mungkin gadis yang selama ini memegang prinsip hidupnya dengan kuat, bisa melakukan perbuatan terlarang itu. “Albert, jawab pertanyaanku.” Albert mengangguk, tapi dia segera sadar kalau Mr. Steven tidak melihat anggukan kepalanya. “Benar, Chloe telah mengkhianatiku dan itu benar-benar menyakitiku.” “No, no, no… Ini tidak mungkin terjadi. Di mana Chloe sekarang? Daddy mau bicara langsung dengannya." “Tadi dia bersama denganku, tapi kami bertengkar. Lalu aku menurunkannya di tengah jalann. Aku marah saat dia mengakui hal itu ketika aku memintanya untuk bicara jujur.” “Apa? Kamu menurunkan putriku di jalanan dalam keadaan cuaca seperti ini?” “Aku marah karena mendengar pengakuannya,” dalih Albert. “Kamu sadar dengan apa yang sudah kamu
Setelah kepergian Mateo, Chloe berjalan mondar-mandir di dalam kamar yang berukuran sangat luas itu. “Aku harus mencari cara untuk pergi dari sini.” Dia mengedarkan pandangannya dan melihat sekeliling. Luas kamar itu lima kali lipat lebih luas dari ruang tamu apartemennya. Terdapat sebuah ranjang berukuran king. Walaupun dia lelah dan cacing-cacing di dalam perutnya sudah membunyikan genderang perang, tapi niatnya untuk melarikan diri dari sana lebih kuat. “Hmm, ada sebuah jendela yang sepertinya bisa aku pergunakan untuk kabur dari sini. Dan aku juga membutuhkan seutas tali.” Bergegas dia mendekati jendela-jendela tersebut. Tapi sialnya, jendela-jendela itu tertutup rapat dan hanya bisa dibuka dengan kunci khusus. “Arrgghh, ini benar-benar menyebalkan,” gerutu Chloe Dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Kenangan atas kejadian semalam kembali datang memenuhi pikirannya. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang?‘ Gadis itu bersandar di de
Mateo mengepalkan tangannya. Tanpa sepatah kata, dia melancarkan serangan pertamanya. Buk! Pukulan itu untuk membalas serangan Albert yang tadi, dan tepat mengenai sasaran. Dia menghantam rahang bawah Albert sehingga wajah pria itu terdongak ke atas. Bunyi seperti tulang yang patah benar-benar membuat ngilu bagi siapa saja yang mendengarnya. “Brengsek!” maki Albert kasar. Dia merasakan rahangnya seperti lepas dari tempatnya. Pria itu meringis kesakitan dan memaki-maki dengan kata-kata kotor. Mateo tersenyum miring, dia mengambil ancang-ancang untuk memberikan pukulan selanjutnya. “Rasakan pembalasanku,” teriak Albert menggelegar. Dia melompat ke depan, menyerang dan melayangkan satu tendangan tepat di perut Mateo, tetapi dengan sigap, pria menangkis tendangan Albert. Mateo meringis karena kaki Albert menghantam tulang kering di daerah lengannya. Albert tersenyum senang melihat Mateo meringis kesakitan. Dia maju ke depan tanpa perhitungan, lalu kembali menyerang Mateo. Namun,
Begitu Mateo membuka pintu kamar itu, matanya terbelalak menatap pandangan di depannya. “Shiit!!!” teriaknya dengan keras dan panik. Chloe tergeletak di atas lantai dengan tubuh mengejang. Rupanya gadis itu memiliki alergi terhadap semua jenis makanan yang mengandung kacang-kacangan, apalagi kacang tanah. “Chloe!!!” teriak Mateo lagi. Dia mendekati Chloe dan mengangkat gadis itu ke atas ranjang. Untuk pertama kalinya, Mateo, seorang mafia yang dingin dan bengis, panik karena seorang gadis yang bahkan belum dikenalnya sama sekali. Albert yang menunggu di bawah segera berlari ke atas begitu mendengar teriakkan Mateo “What the heck!?” seru Albert sambil mendorong Mateo menjauh dari kekasihnya. “Cepat cari kan Epinefrin auto-injector!!!” perintah Albert dengan gugup. Dia sudah pernah melihat Chloe mengalami hal tersebut saat tanpa sengaja seorang karyawan hotel menggunakan pisau pengoles selai kacang pada selai strawberry kesukaan Chloe. Namun, saat itu kedua orang tua Chloe ada
“Ssst,” bisik Chloe begitu melihat Mateo yang masuk ke dalam kamar bayi. Rupanya si kembar tiga baru saja mulai tertidur setelah rewel karena rebutan ASI. Chloe bertekad untuk memberikan asi kepada ketiga junior tercintanya. Dia menolak dengan tegas untuk memberikan susu formula.“Kamu terlihat sangat lelah, sayang,” bisik Mateo yang tiba-tiba menggendong istrinya dan membawanya keluar dari kamar bayi. Chloe hampir saja memekik karena kaget, tapi akhirnya dia merangkul leher suaminya dan menikmati perlakuan mesra darinya.“Aku harus memompa air susuku dulu sayang, karena kalau tidak, maka mereka akan rewel lagi saat bangun nanti.”“Tenang saja, aku akan menemanimu memompa susu untuk bayi-bayi kita.”Chloe mengangguk riang. Sudah beberapa malam dia tidak bisa tertidur lelap. Mengurus satu bayi saja sudah sangat melelahkan, apalagi tiga bayi sekaligus. Kadang dia sampai kelelahan dan bisa ketiduran saat sedang makan atau menyusui si kembar.Setelah tiba di kamar, Mateo segera meminta be
“Bolehkah aku meminta selembar kertas lagi?” pinta Jason begitu menyerahkan surat yang sudah dia tulis untuk Samuel.“Untuk apa?” tanya petugas penjara dengan alis bertaut itu sambil menerima surat dari tangan Jason. Baginya, memberikan selembar kertas kepada seorang tahanan adalah ide yang paling buruk. Sudah kejadian beberapa kali para tahanan memakai hal itu untuk melukai tubuh mereka. Bahkan ada yang bisa memotong urat nadi mereka dengan sebuah pulpen atau selembar kertas.“Aku akan menulis sebuah surat lagi,” ucap Jason dengan wajah memelas. Dia sudah capek bermain sandiwara sekarang. Semua usahanya sia-sia.“Hmm, kamu boleh mendapat selembar kertas lagi tapi, tapi dengan satu syarat.”“Apa syaratnya?”“Kamu tulis di sel khusus saja karena aku tidak mengizinkan kamu untuk sendirian di dalam sel-mu.”“Baiklah,” balas Jason pasrah. Dia sudah tidak punya energi lagi untuk berdebat dengan petugas penjara.“Di mana aku akan menulis surat ini?” tanya Jason.“Ikut aku.”Jason mengikuti
Albert duduk terpekur menunggu sang pengacara menghampirinya. Sidang keputusan akhir yang dijadwalkan hari ini, menentukan berapa lama ia akan mendekam dalam penjara.“Ke mana daddy dan mommy?” tanya Albert begitu Mr. Edward, pengacara keluarganya muncul dari balik pintu.Mr. Edward menarik napas panjang, lalu dengan wajah sedih, dia menceritakan tragedi yang telah terjadi di mansion keluarganya. Albert hanya bisa mencengkram pinggiran meja mendengar penuturan pengacaranya.“Sampai saat ini, kami masih terus mencari jejak Mr. Ragnar. Semoga beliau segera ditemukan.”“Siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu?” dengus Albert dengan wajah memerah. Selama beberapa hari dia menantikan kabar dari kedua orang tuanya, tapi ternyata mereka sendiri sedang mengalami musibah.“Kami belum tahu siapa yang melakukan penyerangan tersebut, Tuan.”“Bukankah ada kamera CCTV di setiap sudut mansion milik daddy?”“Benar, Tuan, tapi malam itu, semua CCTV telah dikuasai oleh pihak lawan.”Albert m
“Silahkan tanda tangan di sini, Tuan Jason,” ucap notaris Jason setelah pria itu menulis semua total kekayaan Jason. Semua miliknya akan jatuh ke tangan Samuel saat anak itu berusia delapan belas tahun. “Sebentar, aku akan membaca ulang semuanya terlebih dahulu.” Jason pun membaca surat tersebut dengan serius.“Masih ada satu yang kurang,” cetus Jason sambil mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja. “Harta yang mana lagi, Tuan?” tanya sang Notaris yang bernama Mr. Jon“Aku masih mempunyai satu harta lagi yang belum tertera di sini.”Mr. Jon menautkan alisnya dan kembali memeriksa total kekayaan Jason baik harta bergerak maupun tidak bergerak.“Aku masih mempunyai satu rumah di jalan Karl Johan, itu ingin aku wariskan pada Samuel.”“Baiklah, akan saya masukkan ke dalam daftar ini, tapi saya butuh waktu untuk membuat surat wasiat yang baru.”“Bisa selesai besok?”“Bisa, Tuan.”“Hmm, kalau begitu kita buat jadwal untuk besok. Aku juga mau menulis surat untuk anak itu.”Mr. Jon mengangg
“Apa ada apa dengannya?” jerit Chloe semakin panik. Dia sudah tidak memperdulikan lagi dengan perawat dan jarum yang sedang menjahit bagian intimnya yang sudah dilewati tiga kepala bayi beberapa menit yang lalu. Hatinya terasa sakit seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya.Mateo menyerahkan bayi laki-laki yang terlihat seperti tertidur itu, ke dalam gendongan Chloe. “Darling, kamu kenapa? Selamat datang di dunia ini," ucap Chloe lembut. Dia mendekap bayi itu dan mengecup keningnya dengan lembut. Tidak ada reaksi dari bayi itu, bibirnya semakin membiru.“Tolong!” jerit Chloe histeris. “Lakukan sesuatu!” Dia memeluk bayi itu lembut dan menggosok punggung bayi dengan lembut untuk merangsang pernapasan sang bayi. Sambil melakukan hal itu, tak henti-hentinya Chloe menaikkan doa untuk kesembuhan sang putra.“Sepertinya ada sesuatu yang menyumbat hidung dan mulutnya,” celetuk Chloe. Saat hendak membuka mulut sang bayi untuk memberikan napas bantuan, Chloe melihat begitu
Mateo menatap bayi itu dengan mata penuh haru. Namun, kebahagiaannya tertahan oleh kenyataan bahwa Chloe masih dalam proses melahirkan dua bayi lagi. "Sayang, kamu sangat luar biasa …, tapi masih ada dua bayi mungil kita yang bersiap untuk keluar!" bisiknya penuh kekaguman dan ketegangan.Chloe hanya bisa mengangguk lemah, tubuhnya masih bergulat dengan kontraksi berikutnya."T-tolong ..., aku tak tahu bisa berapa lama lagi," ujarnya dengan napas tersengal.“Kamu pasti bisa, sayang. Aku akan berjuang bersamamu.”“Aaaaa, kamu cerewet sekali,” teriak Chloe frustasi. “Coba aja kamu hamil dan melahirkan, biar kamu tahu rasakan sendiri,” tambahnya dengan emosi. Benar juga apa yang dikatakan orang-orang, kalau terlalu cerewet dengan orang hamil yang sedang berjuang untuk melahirkan, yang ada malah didamprat kembali. Mateo hanya bisa nyengir menerima omelan ChloeDengan cepat, Linda membersihkan bayi pertama Chloe dan Mateo, lalu meminta salah satu perawat untuk menyerahkan bayi itu kepada
“Nyonya Chloe akan melahirkan sekarang!” cicit Linda dengan wajah sedikit panik. Tapi dia berusaha menyembunyikan kepanikan-nya agar Mateo tidak ikut-ikutan tegangnya.“Hah? A-aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan bathup,” gagap Mateo. Dari awal kehamilan, Chloe memang sudah merencanakan akan melahirkan di dalam air (water birth). Wanita itu ingin merasakan bagaimana melahirkan secara normal, tapi di dalam air.Sebenarnya, bathup yang Mateo adalah sejenis kolam karena besar yang sudah di siapkan beberapa hari yang lalu. Dia meminta pelayan untuk mengisi kolam itu itu dengan air hangat.Malam itu, langit di luar jendela terasa gelap lebih dari biasanya, seolah turut merasakan ketegangan di dalam mansion Chloe dan Mateo. Cahaya lampu-lampu kecil di ruang kamar mereka yang luas, memberikan penerangan lembut. Namun, suasana di sana jauh dari kata tenang. Beberapa pelayan sibuk membantu dengan menyiapkan barang-barang yang diperlukan. Tak lama kemudian, kolam karet besar sudah terisi
Jason terbaring lemas di ranjang tidurnya yang semakin hari semakin terasa sempit. Dia sudah putus asa karena semua usahanya tidak ada yang berhasil. Dari mulai dengan menipu para sipir penjara dengan pura-pura sakit dan sesak napas, sampai meminta simpati dari dokter penjara. Namun, semua tidak ada yang berjalan sesuai dengan rencana yang telah dia susun dengan matang. Belum lagi dengan tindakannya mengancam Freya di rumah sakit, kini dia terkena pasal baru dan hukumannya diperpanjang karena dianggap sebagai tahanan yang membahayakan orang-orang sekitar. Hak cutinya pun diambil kembali oleh pihak hukum.“Apa yang harus aku lakukan?” bisik Jason dalam kesendiriannya. Dia kesepian, tiba-tiba, dia merindukan wajah Samuel, bocah tampan yang mirip sekali dengannya.“Aku harus melakukan sesuatu,” cetus Jason sambil melompat dari tempat tidurnya, lalu ia berjalan ke arah jeruji penjara, mencoba untuk memanggil seorang petugas yang sedang berjaga-jaga.“Bisakah Anda ke sini sebentar? Ada se
Chloe duduk di sofa bersama teman-temannya. Wajahnya terlihat begitu cantik dan bersinar setelah didandani oleh Hilde.“Coba rasakan ini,” ucap Chloe sambil menarik tangan Freya dan meletakkannya di atas perutnya yang sudah semakin membesar. “Oh, aku merindukan masa-masa seperti ini,” bisik Freya sambil menikmati pergerakan dan tendangan tiga bayi kembar di kulit perut Chloe.“Ini sangat luar biasa, tapi tidak ketika kamu harus bolak-balik kamar mandi karena tendangan mereka,” keluh Chloe dengan wajah konyol.“Hahaha, aku ingat itu,” celetuk Freya. Chloe pun tersenyum lebar, tangan lembutnya mengelus perutnya yang sudah sangat besar. Matanya berbinar melihat tamu-tamu yang berdatangan, membawa kado-kado berwarna pastel. Baby shower kali ini berbeda dari yang ia bayangkan. Tidak hanya karena kehamilannya yang luar biasa dengan tiga bayi kembar. Tetapi juga karena Mateo, suaminya, yang memutuskan untuk mengambil alih semua persiapan acara gender reveal.Mateo, seperti biasa, terlihat