Setelah kepergian Mateo, Chloe berjalan mondar-mandir di dalam kamar yang berukuran sangat luas itu.
“Aku harus mencari cara untuk pergi dari sini.”
Dia mengedarkan pandangannya dan melihat sekeliling. Luas kamar itu lima kali lipat lebih luas dari ruang tamu apartemennya. Terdapat sebuah ranjang berukuran king. Walaupun dia lelah dan cacing-cacing di dalam perutnya sudah membunyikan genderang perang, tapi niatnya untuk melarikan diri dari sana lebih kuat.
“Hmm, ada sebuah jendela yang sepertinya bisa aku pergunakan untuk kabur dari sini. Dan aku juga membutuhkan seutas tali.”
Bergegas dia mendekati jendela-jendela tersebut. Tapi sialnya, jendela-jendela itu tertutup rapat dan hanya bisa dibuka dengan kunci khusus.
“Arrgghh, ini benar-benar menyebalkan,” gerutu Chloe
Dia mengerjap-ngerjapkan matanya. Air matanya sudah menggenang di pelupuk matanya. Kenangan atas kejadian semalam kembali datang memenuhi pikirannya.
'Apa yang harus aku lakukan sekarang?‘
Gadis itu bersandar di dekat jendela. Tanpa sadar tubuhnya merosot ke bawah hingga bokongnya menyentuh lantai. Sekarang dia benar-benar sendiri.
Perlahan-lahan, dia mulai terisak. Wajahnya mencerminkan kehampaan yang dalam. Bola matanya yang bulat dan besar seakan menceritakan kisah sedih yang tak terungkap. Hati Chloe penuh dengan perasaan kesepian dan kehilangan. Ya, ia telah kehilangan segalanya.
Dia marah, kecewa, sakit dan terluka.
"Aaarrgghh…" teriaknya frustasi.
Dia masih tidak rela miliknya yang paling berharga terenggut begitu saja, tanpa seizinnya.
Satu hal yang Chloe tidak sadari, sebuah kamera kecil yang terpasang di tempat tersembunyi di dalam kamar itu, sedang memantau semua gerak-geriknya.
***
“Diana! Antarkan makanan untuk gadis itu,” perintah Mateo sambil terus mengawasi gerak-gerik Chloe lewat layar monitor di depannya.
“Baik, Tuan. Apakah gadis itu memiliki alergi terhadap suatu makanan tertentu?”
‘Sial! Bagaimana aku tahu? Aku bahkan tidak mengenalnya sama sekali.’
“Aku tidak tahu. Berikan saja makanan yang biasa aku makan.”
“Akan saya siapkan sekarang juga, Tuan.”
Diana yang biasanya mengatur menu di dalam mansion itu, segera memerintahkan koki-koki terbaik untuk menyiapkan makanan bagi Chloe.
Mateo kembali mengarahkan pandangannya pada layar di depan.
Pria itu kelihatan bimbang sesaat. Dia tidak suka melihat wanita itu terlihat rapuh karena sikap dan perbuatannya.
Mateo memukul jidatnya sendiri.
‘Bodoh, dia bukan siapa-siapaku! Masih banyak wanita di luar sana yang dengan gampang aku bawa ke ranjangku setiap hari. Kenapa aku harus peduli padanya?’
***
Albert tiba di depan mansion Mateo. Dengan arogan, dia tidak memencet bel agar pintu gerbang dibuka, tapi dia membunyikan klakson mobilnya, membuat suasana yang tadinya sangat tenteram dan sepi, menjadi tiba-tiba bising.
Mateo yang sudah melihat kedatangan Albert dari rekaman CCTV di layar monitor di depannya, segera menghubungi penjaga lewat intercom di menempel di dinding ruang kerjanya.
“Buka pintu gerbang, dan biarkan pria itu masuk ke dalam.”
“Baik, Tuan,” jawab seorang penjaga di luar sana.
Pintu pagar yang kokoh dan megah itu terbuka dengan pelan. Dengan cepat, Albert memasuki pekarangan mansion milik Mateo. Sebenarnya dia bisa saja mengajak beberapa anak buahnya untuk memberi pelajaran kepada Mateo. Tapi kali ini, dia sendiri yang akan memberikan pelajaran kepada pria itu.
Dengan langkah-langkah panjang, Albert menuju pintu utama. Sebelum tangannya terulur untuk memencet bel, pintu itu terbuka dengan pelan.
“Mana Mateo???" bentak Albert garang. Dia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi pria itu. Kalau pun akan terjadi pertumpahan darah hari ini, dia tidak peduli, asalkan dia bisa membawa pulang Chloe dari sana. Seorang pelayan yang tadi membuka pintu segera menyingkir dari hadapan Albert.
“T-Tuan Mateo akan segera menemui Anda.”
“Ckckckck! Tidak adakah sedikit kesopanan darimu?” sapa Mateo yang muncul dari atas tangga. Dengan penuh percaya diri, pria itu menuruni anak tangga satu persatu.
“Aku tidak perlu bersopan-santun denganmu. Di mana Chloe? Lepaskan gadis itu sekarang juga!”
Ke dua pria itu berdiri di tengah ruangan yang luas dan megah. Masing-masing menatap satu sama lain dengan pandangan tajam yang penuh dengan ancaman. Udara terasa tegang, seolah-olah melekat dengan energi kekerasan yang akan meledak setiap saat dari kedua pria itu.
“Aku akan melepaskan gadis itu, dengan satu syarat.”
“Jangan buang-buang waktuku yang berharga. Aku tidak perlu syarat apa pun untuk mengambil kembali apa yang menjadi hak milikku.”
"Hmm, sombong sekali."
Mateo menangggapi kemarahan Albert sambil tersenyum miring. Dia suka ketika seseorang terpancing emosinya dalam permainan yang dia ciptakan.
Kini mereka saling berhadapan. Tubuh mereka tegak, berotot dan siap untuk bertarung.
Namun, tanpa terduga, Albert melayangkan satu pukulan keras tepat di rahang Mateo sehingga pria itu sempat limbung sebentar. Dia tidak siap menerima pukulan Albert yang datang tiba-tiba.
Mateo memijat rahangnya yang kini memerah. Di dunia bisnis yang dia geluti saat ini, kekerasan dan baku hantam adalah makanannya sehari-hari.
Wajah Mateo memerah menahan rasa amarah di dalam dada. Dia mengepalkan tinjunya dan bersiap untuk menerjang pria itu dan melumatnya habis sampai ke tulang-tulang.
Bersambung....
"Jangan biarkan keadaan menghentikan langkahmu. Karena ketika ada kemauan yang kuat untuk mencari jalan keluar, maka akan selalu ada jalan menuju cahaya di ujung terowongan." - Chloe Adams -
Mateo mengepalkan tangannya. Tanpa sepatah kata, dia melancarkan serangan pertamanya. Buk! Pukulan itu untuk membalas serangan Albert yang tadi, dan tepat mengenai sasaran. Dia menghantam rahang bawah Albert sehingga wajah pria itu terdongak ke atas. Bunyi seperti tulang yang patah benar-benar membuat ngilu bagi siapa saja yang mendengarnya. “Brengsek!” maki Albert kasar. Dia merasakan rahangnya seperti lepas dari tempatnya. Pria itu meringis kesakitan dan memaki-maki dengan kata-kata kotor. Mateo tersenyum miring, dia mengambil ancang-ancang untuk memberikan pukulan selanjutnya. “Rasakan pembalasanku,” teriak Albert menggelegar. Dia melompat ke depan, menyerang dan melayangkan satu tendangan tepat di perut Mateo, tetapi dengan sigap, pria menangkis tendangan Albert. Mateo meringis karena kaki Albert menghantam tulang kering di daerah lengannya. Albert tersenyum senang melihat Mateo meringis kesakitan. Dia maju ke depan tanpa perhitungan, lalu kembali menyerang Mateo. Namun,
Begitu Mateo membuka pintu kamar itu, matanya terbelalak menatap pandangan di depannya. “Shiit!!!” teriaknya dengan keras dan panik. Chloe tergeletak di atas lantai dengan tubuh mengejang. Rupanya gadis itu memiliki alergi terhadap semua jenis makanan yang mengandung kacang-kacangan, apalagi kacang tanah. “Chloe!!!” teriak Mateo lagi. Dia mendekati Chloe dan mengangkat gadis itu ke atas ranjang. Untuk pertama kalinya, Mateo, seorang mafia yang dingin dan bengis, panik karena seorang gadis yang bahkan belum dikenalnya sama sekali. Albert yang menunggu di bawah segera berlari ke atas begitu mendengar teriakkan Mateo “What the heck!?” seru Albert sambil mendorong Mateo menjauh dari kekasihnya. “Cepat cari kan Epinefrin auto-injector!!!” perintah Albert dengan gugup. Dia sudah pernah melihat Chloe mengalami hal tersebut saat tanpa sengaja seorang karyawan hotel menggunakan pisau pengoles selai kacang pada selai strawberry kesukaan Chloe. Namun, saat itu kedua orang tua Chloe ada
Mr. Steven dan istri, Mrs. Kirana masih terus berkeliling mencari keberadaan Chloe. Mereka tidak putus-putusnya memanjatkan doa agar anak perempuan mereka satu-satunya berada dalam keadaan baik-baik saja. “Aku masih marah dengan perbuatan Albert yang sangat tidak bertanggung jawab,” gumam Mrs. Kirana sambil mencari-cari ponselnya di dalam tas kecil miliknya. Mr. Steven sudah menceritakan semua yang terjadi, tentang perselingkuhan Chloe. Tetapi menurut Mrs. Kirana, itu tidak bisa dijadikan alasan oleh Albert untuk menelantarkan anak mereka begitu saja. “Aku juga masih marah, tapi sekarang yang terpenting adalah, kita harus menemukan Chloe terlebih dahulu.” Mrs. Kirana mendengus kesal. Walaupun dia sangat menyayangi Albert, tapi perbuatannya tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Kamu percaya kalau Chloe selingkuh, honey?” “No! Aku sama sekali tidak mempercayai ucapan pria itu. Tapi kita akan segera mendapatkan kebenarannya begitu kita menemukan Chloe.” “Hubby, mungkin sebaiknya aku m
Ting-tong! Terdengar bunyi bel dari pintu depan. “Akhirnya Celine, babysitter kamu datang juga! Sebentar ya, mommy mau buka pintu dulu untuk Celine,” ucap Freya lega. Dengan bergegas gadis itu membuka pintu depan. Begitu pintu terbuka, Freya berdiri mematung melihat sosok yang berdiri di depannya. “Selamat sore, Nona Freya!” Seorang polisi yang telah mengintrogasinya semalam, berdiri di depannya. Freya menemukan sosok mayat di Sky pub and hotel tempat mereka merayakan malam pesta lajang untuk sahabatnya, Chloe. “S-selamat sore, Mr. Magnus.. Ada yang bisa aku bantu?” Mr. Magnus menyerahkan sebuah amplop kepadanya, dan saat melihat tulisan pada amplop itu, Freya langsung tahu bahwa itu adalah surat pemanggilan interogasi. “Ini mengenai tragedi yang terjadi semalam. Kami ingin memanggil ulang Nona Freya untuk memberikan keterangan dan kesaksian.” Freya berusaha menahan kegundahannya. Masih teringat dengan jelas di benaknya peristiwa semalam. saat dia sibuk mencari Chloe. yang me
Mateo terus menonton rekaman itu, seakan tidak mengenal lelah untuk mencari tahu kebenarannya. Namun, kali ini dia duduk tertegun ketika melihat sosok Chloe yang berjalan sambil dipapah oleh seorang gadis lain menuju ke sebuah kamar hotel. Mateo menyipitkan matanya begitu melihat Chloe yang berjalan sempoyongan. “Apakah dia juga mabuk berat?” bisik Mateo. Mateo menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tidak tahu pasti, apakah itu akibat dari Chloe sedang mabuk atau karena ada hal lain. Mateo segera mencatat timeline dari rekaman itu. Tak lupa dia mengambil foto dari gadis yang bersama Chloe. Setelah berpikir sebentar, dia kembali menekan tombol play pada layar komputer. Sekarang kedua gadis itu berhenti di sebuah kamar yang bersebelahan dengan kamar yang ditempati oleh wanita yang berpakaian seksi tadi. “Itu kan bukan kamar yang Isac pesan untukku? Lalu kenapa aku bisa berakhir di kamar yang sama dengan gadis itu? Lalu, apakah itu suatu kebetulan mereka bersebelahan kamar dengan
Dokter itu menatap Chloe dan tersenyum lebar. “Cepat sembuh ya, Chloe. Kalau ada apa-apa, segera hubungi pihak rumah sakit.” “Terima kasih dokter.” “Oh ya, siapa yang menyuntikan EpiPen padamu?” Chloe terdiam karena dia sendiri tidak tahu dan tidak bisa mengingat dengan jelas peristiwa itu. Semua terjadi begitu cepat. Dia dalam keadaan setengah sadar, kejang dan sekarat saat itu terjadi. Namun, dari alam bawah sadarnya, dia seperti mendengar suara dua orang pria yang saling berteriak panik. “Albert, menantuku! Ya, dia yang telah memberikan suntikan itu,” jawab Mr. Steven sambil merangkul bahu Albert dengan hangat. "Tanpa pria ini, entah apa yang akan terjadi dengan anakku," lanjutnya. Chloe mengerutkan keningnya berusaha untuk memutar memori yang ada dalam pikirannya, tapi dia tidak mampu mengingatnya. “Albert, cara kamu menyuntikkan EpiPen pada Chloe, sangat benar dan tepat sasaran. Hal itu yang membuat tubuh Chloe merespon dengan cepat." Albert tersenyum lebar. "Kalau sa
Suara musik yang keras di Sky pub and hotel tidak mempengaruhi kehebohan bridal shower atau pesta lajang yang sedang dirayakan oleh sekelompok gadis-gadis muda, berusia sekitar dua puluh dua tahun ke atas. Bagi calon pengantin perempuan, Chloe Adams, hari ini merupakan momen spesial baginya, untuk melepas masa lajangnya sebelum hari pernikahannya, yang akan diadakan satu minggu lagi. Mereka asik bersulang minuman dan bercanda ria. Beberapa dari mereka sudah mulai mabuk. Hal itu bisa dilihat dari cara berjalan merekayang sempoyongan. Salah satu sahabat Chloe, yaitu Yvonne, mendentingkan sebuah gelas dengan menggunakan kuku-kukunya yang di-manikur dengan baik. Teman-temannya yang melihatnya melakukan hal itu, hanya bisa menahan napas. Mereka ngeri kalau-kalau kukunya bisa patah atau lecet. Yvonne melengkungkan sebuah senyum dan mengangkat gelas kristal di tangannya untuk ber-cheers. “Selamat atas pernikahanmu, Chloe Adams! Akhirnya masa lajang-mu akan berakhir sebentar lagi. Chee
“Wanita itu adalah milikmu malam ini. Lakukan apa saja yang kamu mau, tapi jangan lupa bayar kenikmatanmu dengan video terpanas-mu bersamanya malam ini.” “Jangan khawatir, kamu akan menerima hasilnya sebentar lagi.” Klik.. Sambungan pun terputus. Setelah selesai menelpon laki-laki suruhannya tadi, gadis itu, Audrey, kembali bergabung dengan teman-temannya yang lain. Dia menggoyang-goyangkan tubuhnya yang semampai mengikuti alunan suara musik. Dia menutup matanya sambil menikmati alunan musik yang ada. Audrey adalah seorang seorang photo model yang bernaung di bawah Agency Modeling Heartbreak, milik keluarga Albert Wesley. 'Aku tidak sabar lagi untuk mendapatkan kiriman video panas mereka. Tidak akan kubiarkan dia menikah dengan Albert semudah itu,' batin- nya penuh kebencian. “Siapa yang kamu telpon barusan?” tanya Freya penasaran. Dia sedikit curiga ketika melihat Audrey berbicara di telepon sambil melirik-lirik ke arah Chloe. “Oh, bukan urusanmu, tapi kalau kamu memang ing
“Ssst,” bisik Chloe begitu melihat Mateo yang masuk ke dalam kamar bayi. Rupanya si kembar tiga baru saja mulai tertidur setelah rewel karena rebutan ASI. Chloe bertekad untuk memberikan asi kepada ketiga junior tercintanya. Dia menolak dengan tegas untuk memberikan susu formula.“Kamu terlihat sangat lelah, sayang,” bisik Mateo yang tiba-tiba menggendong istrinya dan membawanya keluar dari kamar bayi. Chloe hampir saja memekik karena kaget, tapi akhirnya dia merangkul leher suaminya dan menikmati perlakuan mesra darinya.“Aku harus memompa air susuku dulu sayang, karena kalau tidak, maka mereka akan rewel lagi saat bangun nanti.”“Tenang saja, aku akan menemanimu memompa susu untuk bayi-bayi kita.”Chloe mengangguk riang. Sudah beberapa malam dia tidak bisa tertidur lelap. Mengurus satu bayi saja sudah sangat melelahkan, apalagi tiga bayi sekaligus. Kadang dia sampai kelelahan dan bisa ketiduran saat sedang makan atau menyusui si kembar.Setelah tiba di kamar, Mateo segera meminta be
“Bolehkah aku meminta selembar kertas lagi?” pinta Jason begitu menyerahkan surat yang sudah dia tulis untuk Samuel.“Untuk apa?” tanya petugas penjara dengan alis bertaut itu sambil menerima surat dari tangan Jason. Baginya, memberikan selembar kertas kepada seorang tahanan adalah ide yang paling buruk. Sudah kejadian beberapa kali para tahanan memakai hal itu untuk melukai tubuh mereka. Bahkan ada yang bisa memotong urat nadi mereka dengan sebuah pulpen atau selembar kertas.“Aku akan menulis sebuah surat lagi,” ucap Jason dengan wajah memelas. Dia sudah capek bermain sandiwara sekarang. Semua usahanya sia-sia.“Hmm, kamu boleh mendapat selembar kertas lagi tapi, tapi dengan satu syarat.”“Apa syaratnya?”“Kamu tulis di sel khusus saja karena aku tidak mengizinkan kamu untuk sendirian di dalam sel-mu.”“Baiklah,” balas Jason pasrah. Dia sudah tidak punya energi lagi untuk berdebat dengan petugas penjara.“Di mana aku akan menulis surat ini?” tanya Jason.“Ikut aku.”Jason mengikuti
Albert duduk terpekur menunggu sang pengacara menghampirinya. Sidang keputusan akhir yang dijadwalkan hari ini, menentukan berapa lama ia akan mendekam dalam penjara.“Ke mana daddy dan mommy?” tanya Albert begitu Mr. Edward, pengacara keluarganya muncul dari balik pintu.Mr. Edward menarik napas panjang, lalu dengan wajah sedih, dia menceritakan tragedi yang telah terjadi di mansion keluarganya. Albert hanya bisa mencengkram pinggiran meja mendengar penuturan pengacaranya.“Sampai saat ini, kami masih terus mencari jejak Mr. Ragnar. Semoga beliau segera ditemukan.”“Siapa yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu?” dengus Albert dengan wajah memerah. Selama beberapa hari dia menantikan kabar dari kedua orang tuanya, tapi ternyata mereka sendiri sedang mengalami musibah.“Kami belum tahu siapa yang melakukan penyerangan tersebut, Tuan.”“Bukankah ada kamera CCTV di setiap sudut mansion milik daddy?”“Benar, Tuan, tapi malam itu, semua CCTV telah dikuasai oleh pihak lawan.”Albert m
“Silahkan tanda tangan di sini, Tuan Jason,” ucap notaris Jason setelah pria itu menulis semua total kekayaan Jason. Semua miliknya akan jatuh ke tangan Samuel saat anak itu berusia delapan belas tahun. “Sebentar, aku akan membaca ulang semuanya terlebih dahulu.” Jason pun membaca surat tersebut dengan serius.“Masih ada satu yang kurang,” cetus Jason sambil mengetuk-ngetuk jari-jarinya di atas meja. “Harta yang mana lagi, Tuan?” tanya sang Notaris yang bernama Mr. Jon“Aku masih mempunyai satu harta lagi yang belum tertera di sini.”Mr. Jon menautkan alisnya dan kembali memeriksa total kekayaan Jason baik harta bergerak maupun tidak bergerak.“Aku masih mempunyai satu rumah di jalan Karl Johan, itu ingin aku wariskan pada Samuel.”“Baiklah, akan saya masukkan ke dalam daftar ini, tapi saya butuh waktu untuk membuat surat wasiat yang baru.”“Bisa selesai besok?”“Bisa, Tuan.”“Hmm, kalau begitu kita buat jadwal untuk besok. Aku juga mau menulis surat untuk anak itu.”Mr. Jon mengangg
“Apa ada apa dengannya?” jerit Chloe semakin panik. Dia sudah tidak memperdulikan lagi dengan perawat dan jarum yang sedang menjahit bagian intimnya yang sudah dilewati tiga kepala bayi beberapa menit yang lalu. Hatinya terasa sakit seperti akan kehilangan sesuatu yang berharga dari hidupnya.Mateo menyerahkan bayi laki-laki yang terlihat seperti tertidur itu, ke dalam gendongan Chloe. “Darling, kamu kenapa? Selamat datang di dunia ini," ucap Chloe lembut. Dia mendekap bayi itu dan mengecup keningnya dengan lembut. Tidak ada reaksi dari bayi itu, bibirnya semakin membiru.“Tolong!” jerit Chloe histeris. “Lakukan sesuatu!” Dia memeluk bayi itu lembut dan menggosok punggung bayi dengan lembut untuk merangsang pernapasan sang bayi. Sambil melakukan hal itu, tak henti-hentinya Chloe menaikkan doa untuk kesembuhan sang putra.“Sepertinya ada sesuatu yang menyumbat hidung dan mulutnya,” celetuk Chloe. Saat hendak membuka mulut sang bayi untuk memberikan napas bantuan, Chloe melihat begitu
Mateo menatap bayi itu dengan mata penuh haru. Namun, kebahagiaannya tertahan oleh kenyataan bahwa Chloe masih dalam proses melahirkan dua bayi lagi. "Sayang, kamu sangat luar biasa …, tapi masih ada dua bayi mungil kita yang bersiap untuk keluar!" bisiknya penuh kekaguman dan ketegangan.Chloe hanya bisa mengangguk lemah, tubuhnya masih bergulat dengan kontraksi berikutnya."T-tolong ..., aku tak tahu bisa berapa lama lagi," ujarnya dengan napas tersengal.“Kamu pasti bisa, sayang. Aku akan berjuang bersamamu.”“Aaaaa, kamu cerewet sekali,” teriak Chloe frustasi. “Coba aja kamu hamil dan melahirkan, biar kamu tahu rasakan sendiri,” tambahnya dengan emosi. Benar juga apa yang dikatakan orang-orang, kalau terlalu cerewet dengan orang hamil yang sedang berjuang untuk melahirkan, yang ada malah didamprat kembali. Mateo hanya bisa nyengir menerima omelan ChloeDengan cepat, Linda membersihkan bayi pertama Chloe dan Mateo, lalu meminta salah satu perawat untuk menyerahkan bayi itu kepada
“Nyonya Chloe akan melahirkan sekarang!” cicit Linda dengan wajah sedikit panik. Tapi dia berusaha menyembunyikan kepanikan-nya agar Mateo tidak ikut-ikutan tegangnya.“Hah? A-aku akan menyuruh pelayan untuk menyiapkan bathup,” gagap Mateo. Dari awal kehamilan, Chloe memang sudah merencanakan akan melahirkan di dalam air (water birth). Wanita itu ingin merasakan bagaimana melahirkan secara normal, tapi di dalam air.Sebenarnya, bathup yang Mateo adalah sejenis kolam karena besar yang sudah di siapkan beberapa hari yang lalu. Dia meminta pelayan untuk mengisi kolam itu itu dengan air hangat.Malam itu, langit di luar jendela terasa gelap lebih dari biasanya, seolah turut merasakan ketegangan di dalam mansion Chloe dan Mateo. Cahaya lampu-lampu kecil di ruang kamar mereka yang luas, memberikan penerangan lembut. Namun, suasana di sana jauh dari kata tenang. Beberapa pelayan sibuk membantu dengan menyiapkan barang-barang yang diperlukan. Tak lama kemudian, kolam karet besar sudah terisi
Jason terbaring lemas di ranjang tidurnya yang semakin hari semakin terasa sempit. Dia sudah putus asa karena semua usahanya tidak ada yang berhasil. Dari mulai dengan menipu para sipir penjara dengan pura-pura sakit dan sesak napas, sampai meminta simpati dari dokter penjara. Namun, semua tidak ada yang berjalan sesuai dengan rencana yang telah dia susun dengan matang. Belum lagi dengan tindakannya mengancam Freya di rumah sakit, kini dia terkena pasal baru dan hukumannya diperpanjang karena dianggap sebagai tahanan yang membahayakan orang-orang sekitar. Hak cutinya pun diambil kembali oleh pihak hukum.“Apa yang harus aku lakukan?” bisik Jason dalam kesendiriannya. Dia kesepian, tiba-tiba, dia merindukan wajah Samuel, bocah tampan yang mirip sekali dengannya.“Aku harus melakukan sesuatu,” cetus Jason sambil melompat dari tempat tidurnya, lalu ia berjalan ke arah jeruji penjara, mencoba untuk memanggil seorang petugas yang sedang berjaga-jaga.“Bisakah Anda ke sini sebentar? Ada se
Chloe duduk di sofa bersama teman-temannya. Wajahnya terlihat begitu cantik dan bersinar setelah didandani oleh Hilde.“Coba rasakan ini,” ucap Chloe sambil menarik tangan Freya dan meletakkannya di atas perutnya yang sudah semakin membesar. “Oh, aku merindukan masa-masa seperti ini,” bisik Freya sambil menikmati pergerakan dan tendangan tiga bayi kembar di kulit perut Chloe.“Ini sangat luar biasa, tapi tidak ketika kamu harus bolak-balik kamar mandi karena tendangan mereka,” keluh Chloe dengan wajah konyol.“Hahaha, aku ingat itu,” celetuk Freya. Chloe pun tersenyum lebar, tangan lembutnya mengelus perutnya yang sudah sangat besar. Matanya berbinar melihat tamu-tamu yang berdatangan, membawa kado-kado berwarna pastel. Baby shower kali ini berbeda dari yang ia bayangkan. Tidak hanya karena kehamilannya yang luar biasa dengan tiga bayi kembar. Tetapi juga karena Mateo, suaminya, yang memutuskan untuk mengambil alih semua persiapan acara gender reveal.Mateo, seperti biasa, terlihat