Hidup kadang menjadi ladang bagi manusia menuai setiap perbuatan. Apa yang aku alami, juga Widarti dan Jatimin alami adalah balasan perbuatan yang kami terima.Aku membalas pesan Widarti dan berusaha untuk menguatkan dia dan Jatimin,[Wid.. mas doakan semoga kamu dan Jatimin kuat menghadapi ujian-Nya. Memang tidak ringan Wid, tapi hal seperti itulah yang akan menumbuhkan kasih sayang kalian pada Noni. Mas juga sedang menerima ujian Tuhan, Rani anak mas yang sedang hamil, dirawat di rumah sakit. Mas juga sadar kalau sedang menuai apa yang pernah mas tanam. Semoga kita semua kuat menghadapi ujian-Nya]Itulah pesan yang aku kirimkan pada Widarti, untuk mengingatkannya. Bahwa, sekian lama mereka berdua menyia-nyiakan Noni dan sekarang baru mereka terima betapa sedihnya melihat kenyataan, saat anak yang kita cintai menghadapi sakaratul maut.Keesokan harinyaPagi itu Radith mengajakku untuk bicara, dia sangat mencemaskan keadaan Rani, “Pa.. tolong kuatkan Radith, Papa kan sudah punya pengal
Satu minggu kemudian Sembuh dan sakit adalah kewenangan Tuhan semata. Manusia diuji dengan sakit dan sehat, adalah bagian dari nikmat-Nya. Tidak bisa dikatakan hanya sehat sebagai nikmat-Nya, sakit pun adalah juga nikmat-Nya.Itulah rahasia Tuhan dalam menguji umatnya, apakah selalu bersyukur atau malah sebaliknya hanya semgumpat. Rani sudah diperbolehkan pulang, dengan berbagai catatan dari dokter. Kemungkinan besar Rani akan melahirkan diusia kandungan 7 bulan.Sementara kabar tentang Noni, tetap menjalani perawatan. Itulah cara Tuhan mendekatkan Noni dengan kedua orang tuanya, setelah sekian lama terpisah.Saat hal itu aku katakan pada Widarti dan Jatimin, mereka sangat menyadarinya,“Mas Danu benar.. Mungkin ini cara Tuhan agar kami berdua penuh perhatian pada Noni.” ujar Jatimin saat itu.Beberapa hari yang lalu, Widarti mengabarkan aku bahwa Jatimin sekarang mengubah penampilannya. Yang tadinya brewokan seperti Jatiman, sekarang lebih klimis.“Lho? Emang kamu sudah ceritakan pa
“Saya dapat laporan kantor cabang Surabaya, pak Danu.. “Deg! Seketika aku deg-degan, bertanya-tanya dalam hati ada masalah apa lagi?“Kira-kira soal apa ya, pak?” tanyaku dengan penuh Kecemasan.“Bantuan dan petunjuk pak Danu di Surabaya, meng-goalkan kantor cabang Surabaya memenangi tender.” ucap pak Anggoro.“Alhamdulillah.. “ Aku bersyukur dalam hati. “Syukurlah, Pak, tidak sia-sia apa yang kita lakukan selama satu minggu.”“Pak Danu tahu apa yang sudah saya siapkan untuk bapak?”Wajah pak Anggoro mulai semringah, namun aku dibuatnya semakin penasaran.“Wah! Mana saya tahu, pak, saya sih kalau bapak senang, saya juga ikut senang.”Pak Anggoro akhirnya menjelaskan bahwa, pak Supriatna akan dipindahkan ke Palembang. Supriatna dianggap terlalu santai memegang kantor cabang di Bandung. Sehingga, produktivitas kantor cabang Bandung kurang maksimal.Namun, aku tetap saja tidak tahu ke mana arah pembicaraan pak Anggoro. Pak Anggoro katakan padaku,“Pak Danu mengakhiri masa bakti di Bandu
Di rumah sakit, aku ceritakan pada Sri dan anak-anakku bahwa aku dipromosikan untuk memegang kepala cabang Bandung. Semua senang mendengar kabar tersebut. Hanya saja aku belum bisa ajak isteriku ikut ke Bandung. Aku ceritakan itu situasi di rumah sakit sudah tenang, mereka pun bersuka cita mendengarnya, “Kalau gitu, mas duluan aja ke Bandung. Nanti aku nyusul sama Priska, gimana?”“Yang penting kondisi Rani sudah tenang dulu, baru mas ke Bandung.”Rani malah memintaku untuk segera ke Bandung, karena jabatan itu sebuah kehormatan menurutnya. “In Shaa Allah, Rani sudah sedikit tenang, Pa. Papa berangkat aja ke Bandung, biar mas Radith nanti yang awasi aku.”Keesokan harinya, aku berangkat ke Bandung dengan Kereta Api. Tidak ada peristiwa yang berarti di sepanjang perjalanan. Sampai di Bandung aku disambut karyawan kantor cabang Bandung. Diantaranya ada pak Supriatna, “Selamat mengemban tugas baru, Pak. Nanti saya akan serahkan kunci mobil dan rumah untuk bapak selama di Bandung.” u
Satu minggu kemudianSejak pertemuan Narandra dengan Noni di rumah sakit, aku tahu kalau Narandra menyukai Noni. Itu aku ketahui dari tatapan dan gesture tubuhnya. Hanya saja Narandra tidak pernah mengungkapkannya.Tapi, setiap aku berada di rumah sakit, dengan berbagai alasan Narandra selalu berusaha untuk menemuiku. Seperti hari ini, saat aku menjemput kepulangan Noni dari rumah sakit. Narandra juga ikut menemaniku, alasannya ingin belajar bersosialisasi dengan orang banyak.“Om gak keberatan kan kalau Nara ikut om ke sini?” tanya Nara saat kami menunggu Noni keluar dari ruang perawatan.“Ya gak apa-apa sih, kalau kamu memang punya kepentingan.”“Nara perlu belajar banyak hal dari om Danu, termasuk juga soal bersosialisasi.”Sebagai orang tua, jelas aku tahu kepentingan Nara. Dia ingin mencuri perhatian Noni, dia ingin Noni tahu bahwa dia punya perhatian.”Begitu Noni keluar dari ruang perawatan dan didampingi Widarti dan Jatimin, aku hanya menatapnya. Begitu Noni melihat aku, dia m
Hari demi hari, Narandra terus memperlihatkan sikapnya yang jujur dan apa adanya. Aku menganggap Narandra sebagai seorang pembelajar yang baik. Dia mau belajar banyak dariku, baik dari cara aku memperlakukan orang lain, juga bagaimana aku menuntaskan pekerjaan. Noni pun kerap mengunjungi aku di kantor, kadang sekadar untuk makan siang. Sikap Noni juga sudah banyak berubah, dia semakin dewasa. Suatu ketika Noni bertanya tentang Narandra, itu dia tanyakan saat dia mengunjungiku di kantor, “Pa.. Nara itu angkuh ya? Dia sih gak celamitan, tapi cueknya keterlaluan.”Aku mencoba menggoda Noni, untuk mengetahui perasaannya pada Nara, “Kamu ke sini sengaja menemui Papa, atau mau ketemu Nara?” godaku. “Ya ketemu Papa lah, masak mau ketemu Nara? Ngobrol juga gak pernah, kok!?”Aku jelaskan pada Noni, bahwa Nara itu orangnya apa adanya. Nara bersikap cuek karena terlalu serius dengan pekerjaan. “Yang jelas, Nara itu kurang pergaulan, Non. Dia belum pernah dekat dengan wanita, jadi dia belum
Pulang kerja sehabis mandi aku duduk di ruang tamu sendirian. Rumah fasilitas dari perusahaan terbilang cukup lumayan, karena semua perabotannya sudah terisi, kualitas bangunnya juga cukup baik. Hanya saja aku sendirian di rumah yang cukup besar, karena isteriku belum bisa menemani. Menjelang malam, sebuah mobil masuk ke halaman rumahku. Itu terlihat dari bias cahaya lampu yang menerpa jendela rumah. Aku beranjak ke pintu depan dan membukanya, ternyata Noni datang mengunjungiku, “Malam Pa.. lagi iseng ya sendirian?” tanya Noni sembari berjalan menghampiri. “Kamu juga lagi iseng ya? Buktinya, kamu mengunjungi, Papa?”Noni melabuhkan sebuah ciuman di pipiku, dia memeluk dan mengajakku masuk ke dalam rumah. “Papa udah makan? Kalau belum biar Noni pesan makanan, gimana?”“Papa udah makan, Non.. Gak usah repot-repot.”Aku serba salah, mau tanya ada apa datang malam-malam ke rumahku? Takutnya dia malah tersinggung. Noni agak sensitif, tidak suka kalau apa yang dia lakukan aku pertanyak
Noni menghentikan cumbuannya saat merasa aku tidak memberikan respon semestinya, “Kenapa, Pa? Papa sudah tidak ingin melakukannya denganku? Sudah dapat yang lebih hebat dari aku?” tanya Noni dengan menatap tajam kedua bola mataku. “Bukan karena itu semua, Non. Tapi, karena Papa sangat menyayangi kamu. Papa harus jaga kesehatan kamu.”Noni turun dari pangkuanku dan berdiri membelakangiku, “Papa tahu gak? Penolakan Papa ini, justeru akan membuat aku sakit. Bukan Cuma sakit secara fisik, Pa, tapi juga yang lainnya.” Noni katakan itu dengan lirih dan tetap membelakangiku. Aku berdiri menghampiri Noni, aku peluk dia dari belakang. Tapi, seketika itu juga dia tepis kedua tanganku. Aku menyentuh bahunya dengan kedua tanganku, aku katakan pada Noni, “Non.. kamu jangan salah faham, Papa akan lakukan itu kalau secara fisik kamu bisa menerimanya.”Aku bisa merasakan apa yang sedang Noni rasakan. Tapi, memenuhi keinginannya bukanlah cara terbaik aku menyayanginya. Aku katakan hal itu pada No
196. EndingTiga bulan kemudian Noni yang pada awalnya tidak tertarik dengan Nara, menjalin hubungan hanya untuk menyenangkan hati orang tuanya. Lambat laun cintanya berlabuh juga pada Nara, “Mas.. Kok kamu sabar sekali menghadapi aku?” itu dikatakan Noni satu hari sebelum akad nikahnya dengan Nara padaku. “Non, aku sangat yakin dengan kekuatan cinta, mencintai itu seperti titik air di atas batu. Harus intens dan serius, itulah yang akhirnya aku dapatkan.” jawab Nara penuh keyakinan Noni memeluk Nara sangat erat, “Kamu hebat, mas, kesabaran kamulah yang membuat aku jatuh cinta pada akhirnya.” bisik Noni. Nara jelaskan pada Noni, bukan hanya dalam mencintai harus yakin pada perasaan. Tapi, dalam segala hal manusia harus serius pada tujuan hidupnya. Bagi Nara, cukuplah penderitaan sudah menjadi bagian hidupnya. Sekarang dia ingin menghiasi cintanya pada Noni penuh dengan kebahagiaan. “Aku sangat berharap Papa besok hadir pada pernikahanku, tanpa ada Papa hidupku belumlah lengkap.
Satu bulan kemudianPernikahan pak Anggoro dan Adriana tidaklah dirayakan secara meriah, mengingat isteri pak Anggoro juga belum lama meninggal. Sebuah pernikahan yang sangat sederhana, yang dirayakan di villa pak Anggoro di puncak. Aku hadir bersama isteriku, sengaja aku minta Sri untuk menemaniku. Tadinya Sri tidak ingin pergi, karena dia tahu di acara itu pasti ada Widarti Mama Noni, yang merupakan mantanku sebelum menikahi Sri. “Mas.. biarlah aku di rumah saja, aku tidak ingin nanti Widarti malah tidak menerima kehadiranku.” ucap Sri saat itu“Sri.. mas justeru ingin perlihatkan pada Widarti, bahwa aku bahagia bersama kamu. Aku ingin semua orang tahu, bahwa aku bangga sama kamu, Sri.”Akhirnya Sri bersedia menemaniku malam itu. Sri terlihat cantik sekali, karena memang dia tidak pernah berdandan seperti itu. Kami berangkat dari rumah dengan menggunakan mobil kantor yang dipinjamkan pak Anggoro. Sampai di Villa kami agak terlambat, sehingga kedatangan kami menjadi perhatian bany
“Dalam keadaan habis sakit aja stamina om masih okey, gimana sebelumnya ya?” puji Virna “Om cuma bisanya seperti tadi itu, Virna, maaf ya performa om kurang bagus.” aku sedikit merendahkan diriVirna memelukku, “Om.. apa yang aku rasakan tadi sudah lebih dari cukup. Makanya aku membayangkan om saat masih sehat.”Aku jelaskan pada Virna, bahwa sesuai dengan usiaku saat ini performaku sudah jauh menurun. Namun, Virna menganggap kalau aku masih mampu mengimbangi durasinya dalam bercinta. Selama ini Virna bisa merasakan seperti itu jika berhubungan dengan lelaki seusianya. Baginya apa yang aku suguhkan padanya sudah lebih dari cukup. “Ada yang istimewa dari om, cara om memperlakukan aku. Om benar-benar pakai perasaan saat melakukannya.”“Kalau itu soal kebiasaan aja, Vir, om selalu menganggap pasangan bercinta itu adalah kekasih. Om tidak akan bercinta dengan wanita yang tidak om sukai.”Virna mempererat pelukannya, “Terima kasih om sudah perlakukan aku dengan penuh cinta.” ucap Virna
Keesokan harinya Pulang dari Bandung aku semakin percaya diri, terlebih lagi setelah kencan dengan Noni. Ternyata aku memang harus membebaskan diri dari berbagai ketakutan, aku harus lebih santai menghadapi keadaan. Virna memang tidak mungkin telepon aku, karena dia hanya memasukkan nomor ponselnya di daftar kontakku. Aku sangat yakin kalau dia mau menguji aku, apakah aku bersedia untuk meneleponnya. Saat aku berada di taman perumahan aku telepon Virna, “Hai Vir.. kok kamu gak kelihatan di taman?” tanyaku Virna katakan pagi itu dia tidak di rumah, dia sedang berada di luar rumah. Virna mengajakku untuk bertemu, “Di mana Virna?” tanyaku lagiVirna katakan kalau dia sedang staycation di sebuah hotel dan dia memberikan nama hotelnya, juga nomor kamarnya. Aku tidak buang kesempatan itu, aku segera pulang ke rumah untuk segera mandi. Saat aku sedang berpakaian, Sri masuk ke kamar, “Tuh kan! Kalau sudah sehat aja gak betah di rumah, mas mau kemana rapi gitu?” tanya Sri penuh kecurig
Di kantor, aku, Nara dan Noni membicarakan rencana pernikahan Noni dan Nara. Keluarga Noni menginginkan pernikahan dilaksanakan enam bulan lagi. Berbeda dengan keinginan Noni dan Nara, yang menginginkan pernikahan dilaksanakan tahun depan. Noni dan Nara butuh masukan dariku, “Pernikahan itu bisa dilaksanakan tergantung kesiapan kalian, karena yang akan menikah adalah kalian,” itu yang bisa aku katakan“Iya Pa, aku dan mas Nara siapnya tahun depan, tapi Papa dan Mama maunya lebih cepat dari itu.” ujar NoniNara pun menjelaskan, secara finansial dia baru bisa melaksanakan tahun depan. Namun, menurut Nara Jatimin menyanggupi untuk menutupi seluruh biaya. Alasan Jatimin, karena Noni anaknya satu-satunya. “Jadi, sebetulnya alasan kalian menunda juga terlalu prinsip, ya. Ikuti saja keinginan Papa kamu, Non, itulah yang paling baik. Aku jelaskan juga alasan Nara menunda bisa ditanggulangi Jatimin, jadi alasan Nara tidaklah menjadi halangan bagi keluarga Noni. Keluarga Noni tidak terlalu
Satu minggu kemudian Aku dijemput Noni dan Nara, alasannya Noni dan Nara banyak yang ingin dibicarakan di Bandung terkait rencana pernikahan mereka. Di Bandung aku nginap di rumah Nara, rumah yang pernah aku tempati sebagai kepala cabang. Saat aku di kantor menemani Nara dan bertemu dengan karyawan, Noni mengajakku keluar. Alasannya, dia ingin memberikan kejutan padaku. Aku minta izin pada Nara, “Nara.. om izin jalan sama Noni ya, Noni mau kasih kejutan pada om.”“Iya mas.. gak lama kok, aku mau perlihatkan sesuatu pada Papa.”“Okey.. Gak apa-apa kok, silahkan aja Pa.. saya belum bisa menemani karena lagi padat hari ini.” ucap Nara. Noni menyetir mobilnya, aku mendampinginya di depan. Noni cerita, bahwa rumah nenek sudah di renovasi, itulah yang ingin diperlihatkannya padaku. “Rumahnya sudah bagus Pa, yang renovasi Papa Jatimin.”“Jadi kamu mau kasih lihat rumah nenek sama Papa?”“Iya Pa, biar gimanapun rumah itu banyak kenangan kita, Pa. Papa senang gak aku ajak ke sana?”Aku me
Virna belum tahu situasi di kompleks perumahan, dengan entengnya dia mengajakku mampir ke rumahnya, “Om keberatan gak kalau aku ajak mampir ke rumah?”“Keberatan sih gak, Virna, masalahnya kompleks perumahan ini bukanlah seperti perumahan pondok indah. Apa kata warga entar lihat om ke rumah kamu.” aku menolak dengan halus. “Om.. aku mau tanya, sekarang performa om gimana?”Sepertinya Virna mau menguji staminaku, “Performa sih lumayan dibandingkan beberapa bulan yang lalu.”Virna pembicaraannya sudah mulai rada panas, dia menanyakan vitalitasku sudah kembali normal atau belum. Dari gestur tubuhnya Virna terlihat sangat gelisah, seperti ada yang ingin buru-buru dia tuntaskan. Virna mengulurkan tangannya, “Om pegang deh telapak tangan aku..” Aku ambil telapak tangannya, “Lho? Kok basah gini, Vir? Kenapa tuh?” tanyaku pura-pura polos“Aku gitu om.. kalau sudah ketemu yang aku inginkan, aku jadi nervous kalau tidak aku dapatkan.”Aku sebetulnya tahu apa yang Virna sedang alami dan ras
Kesehatanku sudah berangsur pulih, setiap pagi aku mulai melakukan olah raga ringan dengan gerak jalan. Selain itu aku juga mengubah penampilan, yang tadinya lebih klimis, sekarang wajahku mulai ditumbuhi kumis dan brewok tipis. Di taman komplek perumahan aku berlari-lari kecil untuk jarak pendek, sekadar menggerakkan tubuh agar berkeringat. Banyak juga penduduk disekitarnya yang ikut berolahraga. Saat sedang melepas lelah di bangku taman, seorang gadis menghampiriku, “Pagi om.. maaf om warga disekitar komplek ini ya?” tanya gadis itu“Iya dik.. adik juga warga sini ya? Kok om baru lihat kamu?” aku berusaha bersikap seramah mungkin“Kenalin om.. Virna, aku warga baru di sini, baru dua bulan pindah ke sini.” Dia mengulurukan tangan dan memperkenalkan diriAku pun membalas jabatan tangannya sambil memperkenalkan diri, “Danu.. om warga pertama di komplek ini.”Virna yang memakai outfit sport yang ketat dengan belahan depan rendah, sehingga memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya yang men
Yosi pada akhirnya datang ke rumahku, dia kaget saat tahu aku lagi sakit, “Ya Tuhan, om.. aku benar-benar gak tahu kalau om sakit. Emang Maura tahu dari mana om sakit, tante?”“Tante juga gahu Yosi, yang jelas dia datang ke rumah saat om lagi sakit. Dia bawa anaknya yang berusia hampir satu tahun.”Yosi ceritakan pada isteriku kenapa dia kenalkan Maura padaku, alasan dia semata-mata karena aku sering menolong orang lain. Yosi katakan kalau dia kasihan pada Maura yang sedang hamil, tapi cowoknya kabur. Saat itu aku hanya diminta mencari solusinya, dan aku memberikan solusinya. “Yang aku tahu gitu tante, Maura juga bilang sama aku kalau om Danu baik dan tidak macam-macam.”“Kamu sering menemui om ya?”“Gak sering tante, baru sekali itu aja.. benar kan om?”“Ya Sri.. Yosi ketemu aku baru kali itu aja.”“Emang Maura cerita apa sama tante soal om?”Sri katakan pada Yosi, bahwa Maura tidak banyak bicara. Maura hanya prihatin melihat keadaanku, dia belum sudah lama tidak bertemu denganku.