Pulang kerja sehabis mandi aku duduk di ruang tamu sendirian. Rumah fasilitas dari perusahaan terbilang cukup lumayan, karena semua perabotannya sudah terisi, kualitas bangunnya juga cukup baik. Hanya saja aku sendirian di rumah yang cukup besar, karena isteriku belum bisa menemani. Menjelang malam, sebuah mobil masuk ke halaman rumahku. Itu terlihat dari bias cahaya lampu yang menerpa jendela rumah. Aku beranjak ke pintu depan dan membukanya, ternyata Noni datang mengunjungiku, “Malam Pa.. lagi iseng ya sendirian?” tanya Noni sembari berjalan menghampiri. “Kamu juga lagi iseng ya? Buktinya, kamu mengunjungi, Papa?”Noni melabuhkan sebuah ciuman di pipiku, dia memeluk dan mengajakku masuk ke dalam rumah. “Papa udah makan? Kalau belum biar Noni pesan makanan, gimana?”“Papa udah makan, Non.. Gak usah repot-repot.”Aku serba salah, mau tanya ada apa datang malam-malam ke rumahku? Takutnya dia malah tersinggung. Noni agak sensitif, tidak suka kalau apa yang dia lakukan aku pertanyak
Noni menghentikan cumbuannya saat merasa aku tidak memberikan respon semestinya, “Kenapa, Pa? Papa sudah tidak ingin melakukannya denganku? Sudah dapat yang lebih hebat dari aku?” tanya Noni dengan menatap tajam kedua bola mataku. “Bukan karena itu semua, Non. Tapi, karena Papa sangat menyayangi kamu. Papa harus jaga kesehatan kamu.”Noni turun dari pangkuanku dan berdiri membelakangiku, “Papa tahu gak? Penolakan Papa ini, justeru akan membuat aku sakit. Bukan Cuma sakit secara fisik, Pa, tapi juga yang lainnya.” Noni katakan itu dengan lirih dan tetap membelakangiku. Aku berdiri menghampiri Noni, aku peluk dia dari belakang. Tapi, seketika itu juga dia tepis kedua tanganku. Aku menyentuh bahunya dengan kedua tanganku, aku katakan pada Noni, “Non.. kamu jangan salah faham, Papa akan lakukan itu kalau secara fisik kamu bisa menerimanya.”Aku bisa merasakan apa yang sedang Noni rasakan. Tapi, memenuhi keinginannya bukanlah cara terbaik aku menyayanginya. Aku katakan hal itu pada No
Tidak ada cara yang lebih baik untuk memotivasi orang lain, selain dari memberikan teladan yang baik. Selama aku masih menggaulinya, aku tidak akan bisa memotivasi Noni untuk menjadi lebih baik. Membuat jarak dengan Noni, tidak berarti aku mengurangi perhatian terhadapnya. Sebelum aku memotivasi Noni, aku mengubah sikapku terhadapnya. Upaya ini kelihatannya membuahkan hasil, Noni sekarang lebih giat dan fokus untuk kuliah. Jarangnya Noni bertamu ke kantor membuat Narandra bertanya, saat dia menghadapku di ruang kerjaku Narandra menanyakan Noni. “Maaf om.. pertanyaanku agak di luar konteks pekerjaan. Noni kok jarang ke sini sekarang?” Nara tanyakan itu dengan antusias. “Dia mulai sibuk kuliah, Nara, dia punya cita-cita harus menyelesaikan S1. Kenapa? Kamu kangen ya sama Noni?” “Eehhmm.. ya gitu deh om, tepatnya.. saya merasa kehilangan dia.”“Coba aja kamu bertamu ke rumahnya.. Kalau pun tidak bertemu dia, minimal bisa ngobrol sama orang tuanya.”Aku katakan pada Nara, bersilatura
Sekarang cerita tentang Noni tidak saja bisa aku dapatkan dari Noni atau Widarti, tapi juga dari Nara. Pendekatannya terhadap Noni semakin intens, meskipun Noni belum membuka pintu hatinya pada Nara. Kadang ada kerinduanku terhadap Noni. Tapi, aku harus kalahkan demi masa depan Noni. Kalau dulu aku sengaja hunting untuk mencari ABG yang bisa aku kencani, sekarang tidak lagi aku lakukan itu. Tapi, seperti rezeki yang datang. Kalau memang ditakdirkan dipertemukan dan memang memungkinkan, maka aku tidak akan menolaknya. Saat hari libur, isteri juga anakku belum bisa menemani aku di Bandung. Aku mencari hiburan dengan Window shopping di sebuah Mall. Di sebuah Coffee Shop, aku melihat seorang gadis cantik yang duduk sendirian dengan sebuah laptopnya. Dari jauh aku sudah menduga itu Clara, untuk memastikan penglihatan aku hampiri gadis itu. Aku duduk di hadapannya dan Clara kaget, “Om Danu? Kirain siapa tadi, om. Lagi di Bandung ya?” sapa Clara. “Om tadi ragu mau hampiri kamu, karena
Kali ini Clara tidak seperti biasanya, penuh hasrat dan rasa. Menit demi menit keintiman dinikmatinya dengan segenap rasa, itu sangat bisa aku rasakan. Sejenak, aku merasa menikmatinya. Tapi, juga merasa takut bila Clara tidak lagi bisa aku lepaskan. Aku menuntun Clara menuju puncak pelepasan, dia sangat terpuaskan. “Om.. Kali ini berbeda sekali, aku semakin tidak ingin kehilangan om,”ucap Clara di sela nafasnya yang masih tersengal. Aku tidak terlalu menghiraukan ucapannya, karena sekujur persendianku terasa lemas. Begitu juga dengan nafasku tak henti tersengal. “Om.. gak dengar ya?” tanya Clara sembari bangun dan menatapku. “Kamu terlalu terbawa perasaan, Clara. Have fun aja, ini hanya sekadar kesenangan, Clara.”“Aku gak bisa, om, karena aku sangat menikmatinya.. Makanya aku tidak akan mengubah seleraku.”Clara sepertinya terhalu berharap banyak dengan hubungan yang kami lakukan. “Harus bisa, Clara, om tidak ingin kamu terlalu berharap banyak dengan hubungan kita.”Clara sep
“Selamat pagi om.. “ sapa Narandra pagi itu. Narandra terlihat begitu charming, banyak sekali perubahan yang terjadi dengan dirinya. “Pagi Nara.. tumben kamu pagi-pagi sudah menemui om. Ada apa nih?” tanyaku sambil mempersilahkan dia duduk. “Silahkan duduk, Nara.”“Ternyata saya berguru kepada yang berpengalaman, gak sia sia.. ““Ada apa nih? Ilmu apa yang sudah kamu terapkan?”Nara ceritakan tentang proses pendekatannya dengan Noni dan keluarganya. Dia merasa perubahan sikap Noni terhadapnya semakin menaruh harapan. “Sampai saat ini Noni masih belum membuka diri, om. Tapi, saya sangat optimis..”“Apa yang membuat kamu tetap optimis? Apakah sikap Noni menjanjikan sesuatu pada kamu?” aku mencoba menyelidik.“Noni sepertinya menguji perjuangan saya, om, dia tahu kalau saya seorang pejuang yang tangguh.”Nara katakan itu dengan sangat optimis dan percaya diri. Aku senang dengan apa yang diperlihatkan Nara, dia sangat tahu bagaimana memperjuangkan keinginannya. “Nara.. Noni itu sepert
“Abis aku sebel, om, pak Anggoro sekarang kurang perhatian.” wajah Adriana terlihat murung“Tapi, kebutuhan kamu tetap dipenuhinya dong..oh ya Dri, kenalin ini Narandra.. “ aku perkenalkan Narandra pada Adriana. “Hai.. Aku Adriana, keponakan om Danu.” Adriana memperkenalkan diri, Narandra pun juga begitu, “Aku Narandra, asistennya om Danu..”Danu responnya biasa saja terhadap Adriana. Sebaliknya, Adriana sempat terpesona dengan tampilan Narandra bak Esmud Masak ini. “Noni gimana kabarnya om?”“Kalau tanya kabar Noni, sebaiknya kamu tanya sama Nara. Dia lebih tahu dari om.” Aku sengaja katakan itu agar Adriana tahu, bahwa Nara dekat dengan Noni. “Oh ya? Beneran Nara? Beruntung kamu bisa dekat dengan Noni, karena dia itu seleranya om-om.”“Gitu deh, Dri.. Noni sekarang sedang tekun kuliah, dia ingin mengejar cita-citanya.” jawab Nara. Aku kembali tanyakan pada Adriana, apa tujuannya menyusulku sampai ke Bandung. Adriana hanya katakan kalau dia sangat rindu sama aku. Dugaanku, Adri
“Kok kamu tahu Nara, Dri? Emang kamu sudah kenal?” selidik Noni. “Tadi sewaktu Adriana ke kantor, Papa sedang ngobrol sama Nara. Papa kenalkan Adri pada Nara, Non.”Ada kecurigaan yang tersirat dari pandangan Noni, dia seakan tidak terima Adriana diperkenalkan pada Nara. “Silahkan kalau Papa mau antar Adriana, aku gak ikut.” ucap Noni sembari ngeloyor begitu saja. Adriana mencolek aku, “Om.. Noni kenapa? Kok sepertinya julid gitu?”“Gak apa-apa, Dri.. mungkin dia lelah.”Aku dan Adriana masuk ke mobil dan segera meninggalkan halaman rumah Widarti. Dalam perjalanan menuju ke hotel Adriana kembali menggodaku, tapi aku tidak terlalu meresponnya. Aku tetap fokus menatap ke arah jalan, dan memikirkan sikap Noni yang tidak seperti biasanya. “Om Danu kok gak sehangat dulu ya.. kenapa om? Udah hijrah ya?” tanya Adriana dengan bercanda. Candaan Adriana itu membuatku menahan tawa, “Emang kalau udah hijrah syahwatnya hilang, Dri? Gak juga kali.”“Ya.. biasanya sih gitu om, jadi alim dan t