Tidak ada cara yang lebih baik untuk memotivasi orang lain, selain dari memberikan teladan yang baik. Selama aku masih menggaulinya, aku tidak akan bisa memotivasi Noni untuk menjadi lebih baik. Membuat jarak dengan Noni, tidak berarti aku mengurangi perhatian terhadapnya. Sebelum aku memotivasi Noni, aku mengubah sikapku terhadapnya. Upaya ini kelihatannya membuahkan hasil, Noni sekarang lebih giat dan fokus untuk kuliah. Jarangnya Noni bertamu ke kantor membuat Narandra bertanya, saat dia menghadapku di ruang kerjaku Narandra menanyakan Noni. “Maaf om.. pertanyaanku agak di luar konteks pekerjaan. Noni kok jarang ke sini sekarang?” Nara tanyakan itu dengan antusias. “Dia mulai sibuk kuliah, Nara, dia punya cita-cita harus menyelesaikan S1. Kenapa? Kamu kangen ya sama Noni?” “Eehhmm.. ya gitu deh om, tepatnya.. saya merasa kehilangan dia.”“Coba aja kamu bertamu ke rumahnya.. Kalau pun tidak bertemu dia, minimal bisa ngobrol sama orang tuanya.”Aku katakan pada Nara, bersilatura
Sekarang cerita tentang Noni tidak saja bisa aku dapatkan dari Noni atau Widarti, tapi juga dari Nara. Pendekatannya terhadap Noni semakin intens, meskipun Noni belum membuka pintu hatinya pada Nara. Kadang ada kerinduanku terhadap Noni. Tapi, aku harus kalahkan demi masa depan Noni. Kalau dulu aku sengaja hunting untuk mencari ABG yang bisa aku kencani, sekarang tidak lagi aku lakukan itu. Tapi, seperti rezeki yang datang. Kalau memang ditakdirkan dipertemukan dan memang memungkinkan, maka aku tidak akan menolaknya. Saat hari libur, isteri juga anakku belum bisa menemani aku di Bandung. Aku mencari hiburan dengan Window shopping di sebuah Mall. Di sebuah Coffee Shop, aku melihat seorang gadis cantik yang duduk sendirian dengan sebuah laptopnya. Dari jauh aku sudah menduga itu Clara, untuk memastikan penglihatan aku hampiri gadis itu. Aku duduk di hadapannya dan Clara kaget, “Om Danu? Kirain siapa tadi, om. Lagi di Bandung ya?” sapa Clara. “Om tadi ragu mau hampiri kamu, karena
Kali ini Clara tidak seperti biasanya, penuh hasrat dan rasa. Menit demi menit keintiman dinikmatinya dengan segenap rasa, itu sangat bisa aku rasakan. Sejenak, aku merasa menikmatinya. Tapi, juga merasa takut bila Clara tidak lagi bisa aku lepaskan. Aku menuntun Clara menuju puncak pelepasan, dia sangat terpuaskan. “Om.. Kali ini berbeda sekali, aku semakin tidak ingin kehilangan om,”ucap Clara di sela nafasnya yang masih tersengal. Aku tidak terlalu menghiraukan ucapannya, karena sekujur persendianku terasa lemas. Begitu juga dengan nafasku tak henti tersengal. “Om.. gak dengar ya?” tanya Clara sembari bangun dan menatapku. “Kamu terlalu terbawa perasaan, Clara. Have fun aja, ini hanya sekadar kesenangan, Clara.”“Aku gak bisa, om, karena aku sangat menikmatinya.. Makanya aku tidak akan mengubah seleraku.”Clara sepertinya terhalu berharap banyak dengan hubungan yang kami lakukan. “Harus bisa, Clara, om tidak ingin kamu terlalu berharap banyak dengan hubungan kita.”Clara sep
“Selamat pagi om.. “ sapa Narandra pagi itu. Narandra terlihat begitu charming, banyak sekali perubahan yang terjadi dengan dirinya. “Pagi Nara.. tumben kamu pagi-pagi sudah menemui om. Ada apa nih?” tanyaku sambil mempersilahkan dia duduk. “Silahkan duduk, Nara.”“Ternyata saya berguru kepada yang berpengalaman, gak sia sia.. ““Ada apa nih? Ilmu apa yang sudah kamu terapkan?”Nara ceritakan tentang proses pendekatannya dengan Noni dan keluarganya. Dia merasa perubahan sikap Noni terhadapnya semakin menaruh harapan. “Sampai saat ini Noni masih belum membuka diri, om. Tapi, saya sangat optimis..”“Apa yang membuat kamu tetap optimis? Apakah sikap Noni menjanjikan sesuatu pada kamu?” aku mencoba menyelidik.“Noni sepertinya menguji perjuangan saya, om, dia tahu kalau saya seorang pejuang yang tangguh.”Nara katakan itu dengan sangat optimis dan percaya diri. Aku senang dengan apa yang diperlihatkan Nara, dia sangat tahu bagaimana memperjuangkan keinginannya. “Nara.. Noni itu sepert
“Abis aku sebel, om, pak Anggoro sekarang kurang perhatian.” wajah Adriana terlihat murung“Tapi, kebutuhan kamu tetap dipenuhinya dong..oh ya Dri, kenalin ini Narandra.. “ aku perkenalkan Narandra pada Adriana. “Hai.. Aku Adriana, keponakan om Danu.” Adriana memperkenalkan diri, Narandra pun juga begitu, “Aku Narandra, asistennya om Danu..”Danu responnya biasa saja terhadap Adriana. Sebaliknya, Adriana sempat terpesona dengan tampilan Narandra bak Esmud Masak ini. “Noni gimana kabarnya om?”“Kalau tanya kabar Noni, sebaiknya kamu tanya sama Nara. Dia lebih tahu dari om.” Aku sengaja katakan itu agar Adriana tahu, bahwa Nara dekat dengan Noni. “Oh ya? Beneran Nara? Beruntung kamu bisa dekat dengan Noni, karena dia itu seleranya om-om.”“Gitu deh, Dri.. Noni sekarang sedang tekun kuliah, dia ingin mengejar cita-citanya.” jawab Nara. Aku kembali tanyakan pada Adriana, apa tujuannya menyusulku sampai ke Bandung. Adriana hanya katakan kalau dia sangat rindu sama aku. Dugaanku, Adri
“Kok kamu tahu Nara, Dri? Emang kamu sudah kenal?” selidik Noni. “Tadi sewaktu Adriana ke kantor, Papa sedang ngobrol sama Nara. Papa kenalkan Adri pada Nara, Non.”Ada kecurigaan yang tersirat dari pandangan Noni, dia seakan tidak terima Adriana diperkenalkan pada Nara. “Silahkan kalau Papa mau antar Adriana, aku gak ikut.” ucap Noni sembari ngeloyor begitu saja. Adriana mencolek aku, “Om.. Noni kenapa? Kok sepertinya julid gitu?”“Gak apa-apa, Dri.. mungkin dia lelah.”Aku dan Adriana masuk ke mobil dan segera meninggalkan halaman rumah Widarti. Dalam perjalanan menuju ke hotel Adriana kembali menggodaku, tapi aku tidak terlalu meresponnya. Aku tetap fokus menatap ke arah jalan, dan memikirkan sikap Noni yang tidak seperti biasanya. “Om Danu kok gak sehangat dulu ya.. kenapa om? Udah hijrah ya?” tanya Adriana dengan bercanda. Candaan Adriana itu membuatku menahan tawa, “Emang kalau udah hijrah syahwatnya hilang, Dri? Gak juga kali.”“Ya.. biasanya sih gitu om, jadi alim dan t
Dengan nafas yang masih tersengal, aku ambil ponselku yang di nakas disamping tempat tidur. Ternyata dari isteriku, aku segera telepon balik, “Hallo.. Sri, tadi telepon? Maaf, mas lagi nyetir tadi.. “ aku terpaksa berbohong pada isteriku. “Iya mas.. cuma mau kasih tahu aja, besok aku dan anak-anak mau ke Bandung. Kebetulan Radith lagi ada waktu.”Satu sisi aku senang keluargaku mau ke Bandung. Namun, di sisi lain aku juga khawatir kalau Clara tiba-tiba muncul ke rumah. “Ya bagus deh kalau gitu, jadi ramai di rumah. Aku selalu kesepian di sini, Sri.”Setelah menceritakan kondisi kehamilan Rani, Sri mengakhiri pembicaraan. Adriana begitu cemas saat mendengar isteriku yang telepon. Tapi, setelah Sri mengakhiri pembicaraan dia pun tersenyum menatapku. “Dari isteri ya om?”“Iya Dri, isteri dan anak-anak om mau ke Bandung.”Ekspresi wajah Adriana seketika berubah, tergurat kekecewaan di wajahnya. “Gak bilang kapan mau ke Bandungnya?”Aku terpaksa berbohong pada Adriana, aku katakan kal
Aku mengintip dari jendela mobil Clara, terlihat Clara sedang tertidur pulas. Sementara pintu mobilnya terkunci, aku ketuk kaca jendelanya berulang-ulang. Sejenak kemudian Clara terbangun, dia menurunkan kaca jendela mobilnya, “Wah! Maaf om, aku capek sekali.. “ ucapnya sembari membuka pintu mobil. “Tindakan kamu ini berbahaya, Clara, kamu bisa keracunan CO2 kalau terlalu lama.”Clara mematikan mesin mobilnya dan bergegas turun, “Masak sih om? Seperempat jam yang lalu aku sampai di sini. Jadi, aku tunggu om di mobil.”Clara katakan itu dengan santainya, seakan dia sudah biasa menemui aku di rumah. Sengaja aku tidak ajak dia masuk, kami ngobrol di halaman depan rumah. “Kan sudah banyak kejadian seperti itu? Ngomong-ngomong, ada apa nih, Clara?”Dengan tenangnya Clara jelaskan, bahwa dia hanya iseng mau main ke rumahku. Namun, aku tidak terlalu percaya dengan apa yang dia katakan. Aku berdalih, bahwa aku tidak bisa menerima kedatangannya. “Bukan om menolak kedatangan kamu, Clara, m