26Seorang perempuan keluar dari salon seraya mengulum senyum. Dia merasa puas dengan hasil perawatan di tempat tersebut. Wajah dan tubuhnya terasa segar seusai melakukan serangkaian perawatan. Tanti berbelok ke kiri untuk menyusuri jalan yang cukup padat. Dia hendak mampir ke kafe untuk menikmati kudapan. Setelahnya baru dia akan pulang. Tanti mempercepat ayunan tungkai karena matahari menjelang sore terasa menyorot. Dia menutupi area kepala dengan baguette bag hitamnya, sembari meneruskan langkah dan fokus menghadap depan. Seseorang tiba-tiba menggamit lengan kiri Tanti yang spontan menjengit. Dia menoleh ke kiri, lalu membeliak saat memastikan orangnya. Sementara lelaki berkemeja putih pas badan menarik Tanti agar mengikuti langkahnya ke tempat parkir sebuah toko."Mas, lepasin!" desis Tanti sambil mencoba menarik tangannya, tetapi usahanya gagal."Aku cuma pengen ngobrol sebentar, Ti," balas Yosrey. "Enggak mau!" "Sebentar aja. Setelah itu kamu kuantarkan ke rumahmu." Tanti
27Farzan tengah jalan mondar-mandir sepanjang teras, kala mobil SUV hitam berhenti di depan pagar. Lelaki berkaus biru seketika membeliakkan mata saat menyaksikan istrinya turun dari kendaraan itu bersama Yosrey. Farzan menyambangi Tanti yang tengah membuka pagar. Dia menarik tangan sang istri, lalu menunjuk pria berkemeja putih yang terlihat tenang. "Kenapa kamu bisa diantar dia pulang?" tanya Farzan dengan suara naik satu oktaf. "Kami nggak sengaja ketemu. Karena sulit cari taksi, akhirnya dia nganterin aku," jelas Tanti. Dia tidak berani menceritakan kejadian sebenarnya karena yakin bila Farzan akan kian emosi. "Sulit gimana? Segitu banyaknya taksi di Bandung!" "Mas, ini Sabtu. Rame pendatang." Tanti mengerutkan keningnya. "Jangankan taksi online, taksi biasa juga susah," lanjutnya. "Harusnya kamu nelepon aku, pasti kujemput." "Sudahlah, Mas. Yang penting aku sudah nyampe rumah dengan selamat." Tanti memegangi lengan suaminya. "Kita masuk, yuk! Aku lapar," ajaknya. Farzan
28Senin pagi menjelang siang, Farzan tengah berada di ruang rapat kantornya. Sedapat mungkin dia berusaha fokus pada keempat manajer yang bergantian menjelaskan laporan hasil kinerja masing-masing divisi. Sekali-sekali Farzan melirik pergelangan tangan kiri untuk mengecek arloji, sebelum kembali memandang ke depan. Irwansyah yang duduk di kursi sebelah kanan sahabatnya, mengamati tingkah Farzan yang gelisah. Irwansyah menggerakkan kakinya untuk menyentuh kaki sang bos yang spontan terkejut dan menoleh ke kanan. Irwansyah menaikkan alis dua kali, yang dibalas Farzan dengan gelengan pelan. Kendatipun penasaran dengan sikap bosnya, Irwansyah berusaha menyabarkan diri dan menunggu rapat usai. Pria berkemeja hijau muda merasa yakin jika Farzan akan menceritakan penyebab kegundahannya. Tebakan Irwansyah ternyata benar. Seusai acara pertemuan, Farzan mengajak sang sahaba ke ruang kerjanya. Kedua pria berbeda tampilan, duduk berdampingan di sofa biru tua. Farzan menerangkan peristiwa yan
29Tanti memandangi suaminya yang tengah berbincang dengan Shireen. Kondisi kesehatan Ristin ternyata merupakan gejala yang baru terlihat, dari penyakit tumor otak yang dideritanya. Tanti mengalihkan pandangan pada ranjang di mana Ristin berada. Perempuan berbibir tipis merasa kasihan pada pasien yang harus menderita sakit yang cukup berbahaya. Sentuhan di lengan kanannya menyebabkan Tanti terkejut. Dia menoleh untuk mengamati Farzan yang balas menatapnya saksama. Tanti membiarkan saat Farzan meraih jemarinya dan meminta dipijat pundaknya. Dia melakukan permintaan sang suami karena tahu bila saat itu lelakinya tengah gundah. Shireen berpindah duduk di sebelah kanan Farzan. Dia memejamkan mata sembari berdoa setulus hati agar sahabatnya bisa segera sembuh. "Dia menyembunyikan hal ini dariku. Padahal dia sudah tahu tengah menderita sakit ini dari dua bulan lalu," ujar Farzan dengan suara pelan. "Aku dilarangnya buat cerita, Mas. Padahal aku pengen nunjukin hasil rontgen," sahut Shi
30Bunyi ribut-ribut di depan pintu ruang kerjanya mengejutkan Farzan. Pria berkemeja putih mengerutkan dahi. Dia hendak bangkit, tetapi diurungkan karena pintu terbuka dan Lestari, Ibu Ristin muncul bersama kedua anaknya. Farzan terkesiap, dan bergegas berdiri untuk menyambut Lestari. Namun, perempuan tua itu justru menamparnya dengan keras. Farzan terperangah sambil memegangi pipinya yang panas. Dia hendak bertanya, tetapi Lestari kembali mengangkat tangan kanannya."Bu, tahan dulu!" seru Bobby, Adik bungsu Ristin. "Jangan halangi Ibu, Bob. Laki-laki brengsek ini harus menerima pelajaran karena telah membatalkan rencana pernikahan secara sepihak!" desis Lestari. "Apalagi hanya selang beberapa hari. Benar-benar jahat!" pekiknya sembari berusaha melepaskan tangannya. "Sabar, Bu. Marah-marah begini juga nggak menyelesaikan masalah," terang Kaleena yang ikut memegangi kedua lengan ibunya. "Sama manusia sombong model gini, Ibu nggak bisa berbaik-baik!" geram Lestari. "Dia nggak mikir
31Suasana kamar utama di kediaman Farzan terasa hening. Sang pemilik rumah baru selesai menjelaskan peristiwa di kantornya, yang berakhir dengan pertemuan di apartemen Ristin. Farzan yang bersimpuh di lantai, memeluk pinggang Tanti yang bergeming. Pria berkumis tipis memandangi mata istrinya yang berkaca-kaca. Farzan merutuki diri yang kembali menyebabkan Tanti menangis. "Maafkan aku," bisik Farzan sambil memegangi jemari Tanti. "Ini sesuai dengan rencana awal Mas. Sekarang, jalanilah," cicit Tanti sembari mengusap kasar bulir bening yang membasahi pipinya. "Mana suratnya? Aku tandatangani sekarang," lanjutnya. "Sudah kurobek dan dibuang. Saat aku yakin untuk mempertahankan pernikahan kita." "File-nya pasti masih ada di laptop Mas. Cetak sekarang.""Kamu yakin mau tanda tangan?" "Ya. Aku nggak punya pilihan lain, kan? Dari awal Mas memang berniat poligami. Akhirnya kesampaian juga." "Aku nikahin dia cuma sebentar, Ti. Dia sembuh, langsung kuceraikan. Aku juga akan tetap tingg
32Farzan jalan mondar-mandir sepanjang ruang tamu hingga ruang tengah. Dia gelisah karena sudah hampir tengah malam, tetapi Tanti tidak kunjung kembali. Pria berkaus hitam sudah mencoba mencari istrinya ke mana-mana, termasuk ke rumah mertuanya. Farzan mengungkapkan bila dirinya bertengkar dengan Tanti, tetapi tidak menjelaskan penyebab utamanya. Dayyan, Adik Tanti ikut mencari sang kakak. Dia menghubungi semua teman Tanti, tetapi perempuan berbibir tipis tidak diketahui keberadaannya. Kendatipun kecewa dengan menantunya, Saad tetap mengerahkan orang-orang kepercayaan untuk mencari tempat persembunyian putri keduanya. Saad juga menelepon beberapa kerabatnya untuk menanyakan apakah ada kabar dari Tanti. Haedar sempat mengamuk dan menampar Farzan awal malam tadi. Setelah putra sulungnya menjelaskan penyebab sebenarnya pertengkaran Farzan dengan Tanti. Haedar akhirjya membantu mencari menantunya.Ucapan Haedar masih terngiang-ngiang di telinga Farzan. Lelaki tua tersebut tidak akan
33"Saya terima nikah dan kawinnya Tanti ...." Farzan merapatkan bibirnya sambil memejamkan mata. Ristin menunduk sembari menggerutu dalam hati, karena lelaki bersetelan jas cokelat muda telah salah menyebut namanya. Beruntung saat itu hanya dirinya, keluarga inti dan kedua saksi yang berada di ruang tamu kediaman penghulu setempat. Sejak awal Ristin sudah meminta walimahan diadakan di tempat itu. Sebab statusnya sebagai istri kedua Farzan tidak boleh diketahui keluarga besar dan para tetangga. "Kita ulang lagi, ya," tukas Pak penghulu sambil memandangi Farzan lekat-lekat. "Fokus, Mas," bisik Bobby yang menjadi wali nikah Ristin, karena Ayah mereka telah wafat beberapa tahun silam. Farzan tidak menyahut. Dia hanya mengangguk sembari menenangkan diri. Sekian menit berikutnya, acara ijab kabul diulangi, dan Farzan berhasil menunaikannya dengan baik. Kala Pak penghulu memanjatkan doa demi keberkahan pernikahan itu, Farzan justru berdoa setulus hati agar Tanti segera ditemukan. Dia
48"Aku buatin teh hangat, ya," tutur Farzan. "Hu um," sahut Tanti sambil memegangi lengan suaminya dan mengajak Farzan keluar. "Ada makanan apa, Mas? Perutku harus diisi. Kayaknya masuk angin," ungkapnya. "Macam-macam. Nasi juga ada. Mungkin pihak hotel sengaja menyediakan itu buat kita." "Lagi nggak kepengen nasi. Ada sup?" "Ada. Paling banyak, sih, aneka cake. Kamu pasti tahu jenisnya apa aja. Aku nggak hafal." Keduanya tiba di dekat sofa dan duduk berdampingan. Farzan dengan tangkas membuatkan minuman hangat buat sang istri. Sementara Tanti memerhatikan hidangan, sebelum mengambil mangkuk sup jagung yang ternyata masih hangat, karena dihidangkan dalam tempat pemanas makanan. Farzan meletakkan cangkir berisi teh ke meja. Kemudian dia berpindah ke balkon untuk mengambil makanan dan minumannya, untuk dialihkan ke dalam. Selama beberapa saat suasana hening. Mereka sibuk menghabiskan berbagai makanan yang ternyata lezat. Kala Tanti bersendawa, keduanya serentak tersenyum sambil
47Terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat ramai orang berkemeja ataupun blus putih. Para pengawal yang ikut berangkat menemani bos masing-masing, mengenakan kemeja putih dengan logo PB di saku kiri. Selain mereka, beberapa komandan yang turut serta juga menggunakan pakaian serupa. Farzan dan Ristin saling menatap sesaat, kemudian lelaki bercelana jin biru mendekap mantan kekasihnya yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya. Farzan membiarkan Ristin menangis di dadanya, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sang istri kedua. Tidak lama berselang, Ristin mengurai dekapan. Dia mengusap mata dan pipi yang basah dengan tisu. Farzan mengucapkan kata-kata penghiburan yang dibalas Ristin dengan anggukan. Setelah melepaskan perempuan berbaju hijau, Farzan berpindah menyalami Bobby. Dia menitipkan Ristin pada pria yang lebih muda. Sekaligus memastikan Bobby akan membantu usaha baru Ristin yang berkolaborasi dengan BPAGK. Adegan perpisahan
46Deretan mobil beraneka tipe dan warna melintas di jalan bebas hambatan menuju Kota Jakarta. Farzan yang berada di mobil kedua yang dikemudikan Irwansyah, mendengarkan penuturan Linggha Atthaya Pangestu yang berada di kursi tengah bersama Leandru Mahendra dan Giandra Ardianto, sahabat Linggha yang juga merupakan salah satu anggota PG. Sementara Moreno dan Rusdi, ajudan Linggha yang berada di belakang, turut mendengarkan percakapan para bos. Tiba-tiba Rusdi terbahak dan menyebabkan yang lainnya terkejut. Sang pengawal cepat-cepat menghentikan tawanya karena dipandangi Linggha. "Maaf, Pak. Ini aku lagi berbalas pesan dengan teman-teman pengawal di semua mobil," jelas Rusdi. Dia memutuskan menerangkan alasannya tertawa agar tidak diomeli sang bos. "Hmm, ya." Linggha manggut-manggut. "Sepertinya semua pengawal PBK, kalau sudah mengobrol itu akan jadi kocak semua," sambungnya. "Sama aja dengan semua bosnya," tukas Giandra. "Paling kacau memang pasukan Pramudya," sela Leandru. "Di
45Embusan angin sepoi-sepoi menyapa apa pun yang dilewatinya. Dedaunan bergoyang mengikuti arah sang bayu. Sinar mentari yang cukup hangat menjadikan senja itu terasa menyenangkan. Sepasang manusia duduk di bangku panjang taman sebuah rumah sakit. Sementara pendamping mereka memerhatikan keduanya dari kursi-kursi di lorong. Yosrey mengamati paras Tanti yang kian ayu. Dia tahu, sudah tidak akan bisa menggapai hati perempuan pujaan, karena telah dimiliki Farzan. Yosrey pun sadar, tidak ada cara lain baginya kecuali melepaskan serta mengikhlaskan Tanti. Kenangan masa indah mereka tempo hari masih terbayang jelas dalam ingatan Yosrey. Lelaki berkaus putih hanya bisa menyimpan memori itu dalam ruang khusus di sudut hatinya. "Kamu kapan berangkat, Ti?" tanya Yosrey memecahkan keheningan. "Jumat nanti kami ke Jakarta dulu. Ke New Zealand-nya, Sabtu siang," jelas Tanti. "Kenapa harus ke Jakarta? Enggak bisa berangkat dari sini?" "Sebetulnya bisa. Tapi, Jumat siang, Mas Farzan rapat te
44Ruang pertemuan di lantai tiga gedung hotel Bramanty Grup, Jumat malam terlihat ramai orang. Selain karyawan di perusahaan itu, teman-teman semasa kuliah Farzan juga turut hadir. Seusai memberikan kata sambutan, Farzan meminta Tanti untuk maju dan bergabung dengannya di panggung. Pria bersetelan jas abu-abu mengulaskan senyuman, saat menyambut istrinya yang mengenakan gaun panjang berwarna serupa dengannya. Farzan melingkarkan tangan kiri ke pinggang Tanti, kemudian mencuri kecupan di pipi sang istri. Tidak peduli diteriaki hadirin, Farzan justru mengangkat tangan kanan dan melambai seraya tersenyum lebar. Setelahnya, CEO Bramanty Grup tersebut mengambil mikrofon dari tiang di depannya. Farzan mendekatkan benda itu ke depan wajah, lalu memindai sekitar seraya mengulum senyum. "Teman-teman semuanya, sekali lagi, saya dan istri mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di malam perpisahan kami," tutur Farzan. "Kami sengaja mengumpulkan karyawan perusahaan, teman-teman kuliah
43Seunit mobil MPV hitam berhenti di depan sebuah rumah di kawasan Sriwijays. Pengemudinya turun sambil membawa dua kantung belanja sarat barang. Dia memasuki pekarangan rumah di mana beberapa pria tengah menurunkan perabotan dari mobil bak terbuka. Farzan memasuki ruang tamu sambil mengucapkan salam yang disahut kedua perempuan dari ruangan dalam. Pria berkemeja cokelat muda meneruskan langkah hingga tiba di ruang keluarga, yang lebih rapi daripada di depan. Farzan meletakkan kedua tas ke sofa. Tanti segera membongkar isi tas sambil menyusunnya di meja. Sementara Ristin memasukkan beberapa bungkusan berisi aneka buah ke lemari pendingin. "Ti, masak nggak?" tanya Farzan sambil mendudukkan diri di sofa tunggal. "Enggak, Mas," jawab Tanti. "Mas lapar?" tanyanya. "Hu um. Tadi siang padahal sudah makan. Tapi jam segini sudah qlapar lagi." "Aku bikinin nasi goreng, mau?" "Boleh. Sekalian es teh manis." "Sip." Tanti bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan buat suaminya. Ristin
42Beberapa unit mobil MPV berbagai tipe dan warna, melaju di jalan bebas hambatan menuju luar Kota Jakarta, Sabtu pagi. Setiap lima kilometer, semua sopir yang merupakan pengawal PBK akan berlatih manuver. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan semua pengawal bila harus menghindari pihak lawan. Farzan berada di kursi bagian depan mobilnya yang dikemudikan Hisyam, pengawas beberapa unit kerja para pengawal di Bandung. Hisyam juga menjadi manajer operasional BPAGK yang nantinya akan bersinergi dengan Farzan di New Zealand. Pada kursi tengah, Wirya dan Zulfi serta Moreno tengah berdiskusi serius. Dimas dan Valdy turut mendengarkan percakapan itu. Kedua pria di kursi belakang yang masih aktif sebagai pengawal sekaligus asisten bos masing-masing, nantinya akan ikut tinggal di New Zealand. Hansel Arvasathya, anak dari Timothy Arvasathya, telah menyediakan dua rumah bersebelahan yang akan ditempati Farzan, Moreno dan tim pengawal yang menjadi tim pelaksana proyek. Selain rumah, Hansel
41Detik terjalin menjadi menit. Jam terus berputar hingga hari berganti, tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Jumat pagi, Farzan berpamitan pada Tanti. Setelah mendaratkan kecupan di dahi sang istri, pria berkemeja biru muda bergegas memasuki mobilnya yang berada di depan pagar rumah.Moreno yang menjadi sopir, menekan klakson sebagai tanda berpamitan. Lelaki berkulit kuning langsat menekan pedal gas hingga kendaraan melaju melintasi jalan blok tersebut. Tanti mengamati hingga mobil suaminya menghilang dari pandangan. Selanjutnya dia membuka pintu mobil sedannya dan memasuki kendaraan yang tengah dipanaskan mesinnya. Yayat berpindah ke dekat pagar. Dia segera menutup benda besi, sesaat setelah mobil Tanti keluar dari pekarangan rumah. Pria tua memasang gembok, sebelum kembali ke halaman untuk melanjutkan pekerjaan memangkas rumput. Tanti melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sekali-sekali dia akan berdendang mengikuti irama lagu yang diputar di radio. Jalanan yang padat tidak
40Sengatan sinar matahari di luar, seketika menghilang saat Ristin menginjakkan kaki di ruang tamu rumah milik Haedar. Dia berdiri di tengah-tengah ruangan yang tidak memiliki pembatas dengan ruang keluarga, hingga terkesan luas.Minimnya perabotan menjadikan tempat itu terlihat lega. Tanpa sadar Ristin melengkungkan senyuman, karena ternyata dia menyukai rumah itu. Meskipun bentuk bangunannya tidak semewah rumah utama Haedar, tetapi dinding bernuansa hijau muda dan putih terkesan meneduhkan siapa pun yang melihatnya. Tanti yang ditemani Jihan, mengajak Ristin berkeliling. Sementara Bi Asih berhenti di ruang tengah untuk mengobrol dengan Darmi, yang merupakan Kakak sepupunya. "Ini kamar utamanya. Aku yakin, kamu pasti betah tinggal di sini, karena tempatnya nyaman," tukas Tanti seusai membuka pintu ruangan besar yang berada di ujung kanan halaman. Terpisah tiga meter dengan bangunan utama. Ristin manggut-manggut. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling seraya tersenyum. "Ya, di si