31Suasana kamar utama di kediaman Farzan terasa hening. Sang pemilik rumah baru selesai menjelaskan peristiwa di kantornya, yang berakhir dengan pertemuan di apartemen Ristin. Farzan yang bersimpuh di lantai, memeluk pinggang Tanti yang bergeming. Pria berkumis tipis memandangi mata istrinya yang berkaca-kaca. Farzan merutuki diri yang kembali menyebabkan Tanti menangis. "Maafkan aku," bisik Farzan sambil memegangi jemari Tanti. "Ini sesuai dengan rencana awal Mas. Sekarang, jalanilah," cicit Tanti sembari mengusap kasar bulir bening yang membasahi pipinya. "Mana suratnya? Aku tandatangani sekarang," lanjutnya. "Sudah kurobek dan dibuang. Saat aku yakin untuk mempertahankan pernikahan kita." "File-nya pasti masih ada di laptop Mas. Cetak sekarang.""Kamu yakin mau tanda tangan?" "Ya. Aku nggak punya pilihan lain, kan? Dari awal Mas memang berniat poligami. Akhirnya kesampaian juga." "Aku nikahin dia cuma sebentar, Ti. Dia sembuh, langsung kuceraikan. Aku juga akan tetap tingg
32Farzan jalan mondar-mandir sepanjang ruang tamu hingga ruang tengah. Dia gelisah karena sudah hampir tengah malam, tetapi Tanti tidak kunjung kembali. Pria berkaus hitam sudah mencoba mencari istrinya ke mana-mana, termasuk ke rumah mertuanya. Farzan mengungkapkan bila dirinya bertengkar dengan Tanti, tetapi tidak menjelaskan penyebab utamanya. Dayyan, Adik Tanti ikut mencari sang kakak. Dia menghubungi semua teman Tanti, tetapi perempuan berbibir tipis tidak diketahui keberadaannya. Kendatipun kecewa dengan menantunya, Saad tetap mengerahkan orang-orang kepercayaan untuk mencari tempat persembunyian putri keduanya. Saad juga menelepon beberapa kerabatnya untuk menanyakan apakah ada kabar dari Tanti. Haedar sempat mengamuk dan menampar Farzan awal malam tadi. Setelah putra sulungnya menjelaskan penyebab sebenarnya pertengkaran Farzan dengan Tanti. Haedar akhirjya membantu mencari menantunya.Ucapan Haedar masih terngiang-ngiang di telinga Farzan. Lelaki tua tersebut tidak akan
33"Saya terima nikah dan kawinnya Tanti ...." Farzan merapatkan bibirnya sambil memejamkan mata. Ristin menunduk sembari menggerutu dalam hati, karena lelaki bersetelan jas cokelat muda telah salah menyebut namanya. Beruntung saat itu hanya dirinya, keluarga inti dan kedua saksi yang berada di ruang tamu kediaman penghulu setempat. Sejak awal Ristin sudah meminta walimahan diadakan di tempat itu. Sebab statusnya sebagai istri kedua Farzan tidak boleh diketahui keluarga besar dan para tetangga. "Kita ulang lagi, ya," tukas Pak penghulu sambil memandangi Farzan lekat-lekat. "Fokus, Mas," bisik Bobby yang menjadi wali nikah Ristin, karena Ayah mereka telah wafat beberapa tahun silam. Farzan tidak menyahut. Dia hanya mengangguk sembari menenangkan diri. Sekian menit berikutnya, acara ijab kabul diulangi, dan Farzan berhasil menunaikannya dengan baik. Kala Pak penghulu memanjatkan doa demi keberkahan pernikahan itu, Farzan justru berdoa setulus hati agar Tanti segera ditemukan. Dia
34Tanti bergeming. Dia tidak tahu harus menjawab apa karena benar-benar tidak menyangka bila Farzan akan menyatakan cinta. Pada awalnya Tanti menduga jika mereka akan kembali bertengkar. Namun, ternyata tidak. Perempuan berambut sebahu memandangi suaminya yang masih berlutut. Tatapan keduanya bertemu. Tanti terkejut menyaksikan sepasang mata bermanik hitam milik Farzan telah berkaca-kaca."Ti, tolong maafkan aku," rengek Farzan. "Aku nggak sanggup hidup tanpamu. Benar-benar nggak bisa," lanjutnya sambil mengedip-ngedipkan mata yang kian berkabut. "Aku nggak mau pisah sama kamu. Enggak enak banget rasanya sendirian, setelah sebulan lebih ini kita sama-sama terus," tutur Farzan. "Aku dan Ristin juga sudah sepakat untuk bercerai, setelah dia sembuh nanti. Jadi, kumohon, berikan aku kesempatan untuk memperbaiki hubungan kita," pintanya. "Yang tadi kubilang, kita akan pindah, itu beneran akan kulakukan. Ke mana pun yang kamu mau, kuturuti," tambah Farzan. "Ya, Ti, mau, kan?" desaknya s
35Malam bergerak kian larut. Suasana kediaman keluarga Saad sudah sepi. Semua orang telah memasuki kamar masing-masing untuk beristirahat. Demikian pula dengan Tanti dan Farzan. Kendatipun Tanti memprotes, pria bermata sendu tetap kukuh untuk tidur di kasur yang sama. Dengan santainya Farzan merebahkan diri di tengah-tengah tempat tidur, lalu merentangkan kedua tangannya di atas bantal. Lelaki berkaus hitam sedapat mungkin mempertahankan ekspresi serius di wajahnya. Padahal sebenarnya Farzan ingin terbahak kala menyaksikan Tanti mengomel sambil membereskan sofa di dekat jendela. Farzan membiarkan Tanti tidur di sana. Dia tidak mau gegabah dalam bertindak yang akan menyebabkan Tanti kembali meradang dan menjauh. Pria berkumis tipis teringat perbincangannya dengan Saad, setelah mereka bersantap tadi. Lelaki tua meminta Farzan bersabar dan memberikan Tanti waktu untuk menyembuhkan luka hatinya. Saad hafal tabiat sang putri yang sama kerasnya dengan dirinya. Selain Saad, Endang juga
36Senin siang, mobil MPV milik Farzan melaju kencang menuju kawasan Soekarno-Hatta, Kota Bandung. Di belakangnya, mobil SUV hitam milik Irwansyah menyusul dengan kecepatan tinggi. Mereka harus mengejar waktu agar bisa segera menemui beberapa bos muda di kantor Mahendra Grup. Raut wajah Farzan terlihat serius. Dia benar-benar berharap bisa mendapatkan sedikit tempat dalam tender besar, yang diikuti sepuluh perusahaan dari perusahaan gabungan yang disingkat PG. Irshad yang mendampingi Kakak iparnya di kursi sebelah kiri, menuturkan beberapa poin penting yang akan dibahas dalam rapat perdana dari tim baru yang akan dibentuk para pebisnis muda. Setibanya di tempat tujuan, keempat orang pria berbeda tampilan, keluar dari kedua mobil. Mereka jalan tergesa-gesa menuju lobi utama sembari merapikan tatanan rambut, ataupun dasi masing-masing. Seorang lelaki bersetelan jas cokelat muda menyambut kedatangan Farzan, Irwansyah, Irshad dan Moreno, Adik Naila yang menjadi asisten terbaru Farzan.
37Waktu terus bergulir. Farzan mengebut semua pekerjaan agar bisa tuntas sebelum keberangkatannya dan Tanti, ke New Zealand akhir bulan depan. Irshad dan Irwansyah yang menjadi pemimpin Bramanty Grup selama Farzan tidak berada di Indonesia, harus bekerjasama sebaik mungkin mengendalikan perusahaan tersebut. Selain Farzan, Tanti, Yayat dan Darmi, Moreno juga akan ikut berangkat mengikuti bosnya. Pria muda berusia dua puluh tiga tahun tersebut akan digembleng semaksimal mungkin. Moreno tengah dipersiapkan untuk menjadi pemangku jabatan bos sementara, hingga semua cucu Haedar Bramanty bisa mengambil tanggung jawab memimpin perusahaan.Sabtu malam, tepat pukul 7, Ristin tiba di restoran bersama Bobby, Shireen dan Bi Asih. Meskipun canggung, tetapi Ristin berusaha untuk tetap tenang. Dia jalan sambil memegangi lengan kanan Bobby hingga tiba di ruang VIP lantai dua bangunan, di mana keluarga Bramanty telah menunggu. Tanti berdiri untuk menyambut madunya dengan pelukan hangat. Tanpa rag
38Teriakan seseorang dari ujung lorong lantai lima hotel yang akan ditempati, menyebabkan Farzan mengerutkan dahi. Setelah mengenali pria yang mendatanginya, senyuman Farzan seketika melebar. Kedua pria berbeda tampilan serentak mengembangkan kedua tangan untuk berpelukan. Mereka saling menepuk pundak rekan kuliah yang sudah lama tidak berjumpa. Meskipun dulu tidak terlalu dekat, tetapi bertemu kawan lama terasa menyenangkan bagi mereka. "Asa tambah kasep," puji Wirya Arudji Kartawinata, direktur utama BPAGK dan PBK. "Kamu juga, makin cling," balas Farzan sembari mengurai pelukan. "Sorry, pas nikahanmu aku nggak bisa datang. Lagi tugas ke Thailand.""Enggak apa-apa. Kadomu sudah disampaikan Zein." "Berdua aja?" Wirya mengulurkan tangan kanan untuk menyalami Tanti. "Ada Irwansyah dan istrinya di bawah. Tadi lagi ngobrol sama Mas Arkhan." Wirya mengangguk paham. Dia menoleh ke belakang dan memanggil beberapa orang yang tengah memandangi mereka. Wirya merangkul pundak Farzan. Saa
49*Grup Proyek New Zealand*Axelle Dante Adhitama : Kami sudah sampai di bandara Cengkareng.Baskara Gardapati Ganendra : Alhamdulillah.Artio Laksamana Pramudya : Lusa kita meeting, @Dante.Dante : Mas @Tio, bisa nggak jangan rapat dulu? Aku mau cuti dan istirahat di rumah.Tio : Cutinya, kan, dari kantor Adhitama. Dari PG, cuti sudah diambil bulan lalu.Dante : Astagfirullah! Dasar, Komisaris pelit!Tio : Aku harus tegas, karena gajimu besar, @Dante.Dante : Aku mau resign aja dari PG!Tio : Enggak bisa. Kontrakmu masih berlaku sampai 47 tahun, 111 hari lagi.Dante : Gelo!Yanuar Kaisar Ming Sipitih : Aku terkenyout!Austin David Wirapranata : Apa itu, @Yanuar?Yanuar : Terkejut, @Mas David. Bahasa gaul itu.Alvaro Gustav Baltissen : Bukan bahasa gaul, tapi alay.Heru Pranadipa Dewawarman : Yanuar memang masih remaja.Samudra Adhitama : ABG.Arrivan Qaiz Latief : Ababil.Fairel Attalariz Calief : Gen Z.Harry Adhitama : Yanuar bukan lagi gen Z, tapi, gen ZZZ.Wirya Arudji Kartawina
48"Aku buatin teh hangat, ya," tutur Farzan. "Hu um," sahut Tanti sambil memegangi lengan suaminya dan mengajak Farzan keluar. "Ada makanan apa, Mas? Perutku harus diisi. Kayaknya masuk angin," ungkapnya. "Macam-macam. Nasi juga ada. Mungkin pihak hotel sengaja menyediakan itu buat kita." "Lagi nggak kepengen nasi. Ada sup?" "Ada. Paling banyak, sih, aneka cake. Kamu pasti tahu jenisnya apa aja. Aku nggak hafal." Keduanya tiba di dekat sofa dan duduk berdampingan. Farzan dengan tangkas membuatkan minuman hangat buat sang istri. Sementara Tanti memerhatikan hidangan, sebelum mengambil mangkuk sup jagung yang ternyata masih hangat, karena dihidangkan dalam tempat pemanas makanan. Farzan meletakkan cangkir berisi teh ke meja. Kemudian dia berpindah ke balkon untuk mengambil makanan dan minumannya, untuk dialihkan ke dalam. Selama beberapa saat suasana hening. Mereka sibuk menghabiskan berbagai makanan yang ternyata lezat. Kala Tanti bersendawa, keduanya serentak tersenyum sambil
47Terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat ramai orang berkemeja ataupun blus putih. Para pengawal yang ikut berangkat menemani bos masing-masing, mengenakan kemeja putih dengan logo PB di saku kiri. Selain mereka, beberapa komandan yang turut serta juga menggunakan pakaian serupa. Farzan dan Ristin saling menatap sesaat, kemudian lelaki bercelana jin biru mendekap mantan kekasihnya yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya. Farzan membiarkan Ristin menangis di dadanya, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sang istri kedua. Tidak lama berselang, Ristin mengurai dekapan. Dia mengusap mata dan pipi yang basah dengan tisu. Farzan mengucapkan kata-kata penghiburan yang dibalas Ristin dengan anggukan. Setelah melepaskan perempuan berbaju hijau, Farzan berpindah menyalami Bobby. Dia menitipkan Ristin pada pria yang lebih muda. Sekaligus memastikan Bobby akan membantu usaha baru Ristin yang berkolaborasi dengan BPAGK. Adegan perpisahan
46Deretan mobil beraneka tipe dan warna melintas di jalan bebas hambatan menuju Kota Jakarta. Farzan yang berada di mobil kedua yang dikemudikan Irwansyah, mendengarkan penuturan Linggha Atthaya Pangestu yang berada di kursi tengah bersama Leandru Mahendra dan Giandra Ardianto, sahabat Linggha yang juga merupakan salah satu anggota PG. Sementara Moreno dan Rusdi, ajudan Linggha yang berada di belakang, turut mendengarkan percakapan para bos. Tiba-tiba Rusdi terbahak dan menyebabkan yang lainnya terkejut. Sang pengawal cepat-cepat menghentikan tawanya karena dipandangi Linggha. "Maaf, Pak. Ini aku lagi berbalas pesan dengan teman-teman pengawal di semua mobil," jelas Rusdi. Dia memutuskan menerangkan alasannya tertawa agar tidak diomeli sang bos. "Hmm, ya." Linggha manggut-manggut. "Sepertinya semua pengawal PBK, kalau sudah mengobrol itu akan jadi kocak semua," sambungnya. "Sama aja dengan semua bosnya," tukas Giandra. "Paling kacau memang pasukan Pramudya," sela Leandru. "Di
45Embusan angin sepoi-sepoi menyapa apa pun yang dilewatinya. Dedaunan bergoyang mengikuti arah sang bayu. Sinar mentari yang cukup hangat menjadikan senja itu terasa menyenangkan. Sepasang manusia duduk di bangku panjang taman sebuah rumah sakit. Sementara pendamping mereka memerhatikan keduanya dari kursi-kursi di lorong. Yosrey mengamati paras Tanti yang kian ayu. Dia tahu, sudah tidak akan bisa menggapai hati perempuan pujaan, karena telah dimiliki Farzan. Yosrey pun sadar, tidak ada cara lain baginya kecuali melepaskan serta mengikhlaskan Tanti. Kenangan masa indah mereka tempo hari masih terbayang jelas dalam ingatan Yosrey. Lelaki berkaus putih hanya bisa menyimpan memori itu dalam ruang khusus di sudut hatinya. "Kamu kapan berangkat, Ti?" tanya Yosrey memecahkan keheningan. "Jumat nanti kami ke Jakarta dulu. Ke New Zealand-nya, Sabtu siang," jelas Tanti. "Kenapa harus ke Jakarta? Enggak bisa berangkat dari sini?" "Sebetulnya bisa. Tapi, Jumat siang, Mas Farzan rapat te
44Ruang pertemuan di lantai tiga gedung hotel Bramanty Grup, Jumat malam terlihat ramai orang. Selain karyawan di perusahaan itu, teman-teman semasa kuliah Farzan juga turut hadir. Seusai memberikan kata sambutan, Farzan meminta Tanti untuk maju dan bergabung dengannya di panggung. Pria bersetelan jas abu-abu mengulaskan senyuman, saat menyambut istrinya yang mengenakan gaun panjang berwarna serupa dengannya. Farzan melingkarkan tangan kiri ke pinggang Tanti, kemudian mencuri kecupan di pipi sang istri. Tidak peduli diteriaki hadirin, Farzan justru mengangkat tangan kanan dan melambai seraya tersenyum lebar. Setelahnya, CEO Bramanty Grup tersebut mengambil mikrofon dari tiang di depannya. Farzan mendekatkan benda itu ke depan wajah, lalu memindai sekitar seraya mengulum senyum. "Teman-teman semuanya, sekali lagi, saya dan istri mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di malam perpisahan kami," tutur Farzan. "Kami sengaja mengumpulkan karyawan perusahaan, teman-teman kuliah
43Seunit mobil MPV hitam berhenti di depan sebuah rumah di kawasan Sriwijays. Pengemudinya turun sambil membawa dua kantung belanja sarat barang. Dia memasuki pekarangan rumah di mana beberapa pria tengah menurunkan perabotan dari mobil bak terbuka. Farzan memasuki ruang tamu sambil mengucapkan salam yang disahut kedua perempuan dari ruangan dalam. Pria berkemeja cokelat muda meneruskan langkah hingga tiba di ruang keluarga, yang lebih rapi daripada di depan. Farzan meletakkan kedua tas ke sofa. Tanti segera membongkar isi tas sambil menyusunnya di meja. Sementara Ristin memasukkan beberapa bungkusan berisi aneka buah ke lemari pendingin. "Ti, masak nggak?" tanya Farzan sambil mendudukkan diri di sofa tunggal. "Enggak, Mas," jawab Tanti. "Mas lapar?" tanyanya. "Hu um. Tadi siang padahal sudah makan. Tapi jam segini sudah qlapar lagi." "Aku bikinin nasi goreng, mau?" "Boleh. Sekalian es teh manis." "Sip." Tanti bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan buat suaminya. Ristin
42Beberapa unit mobil MPV berbagai tipe dan warna, melaju di jalan bebas hambatan menuju luar Kota Jakarta, Sabtu pagi. Setiap lima kilometer, semua sopir yang merupakan pengawal PBK akan berlatih manuver. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan semua pengawal bila harus menghindari pihak lawan. Farzan berada di kursi bagian depan mobilnya yang dikemudikan Hisyam, pengawas beberapa unit kerja para pengawal di Bandung. Hisyam juga menjadi manajer operasional BPAGK yang nantinya akan bersinergi dengan Farzan di New Zealand. Pada kursi tengah, Wirya dan Zulfi serta Moreno tengah berdiskusi serius. Dimas dan Valdy turut mendengarkan percakapan itu. Kedua pria di kursi belakang yang masih aktif sebagai pengawal sekaligus asisten bos masing-masing, nantinya akan ikut tinggal di New Zealand. Hansel Arvasathya, anak dari Timothy Arvasathya, telah menyediakan dua rumah bersebelahan yang akan ditempati Farzan, Moreno dan tim pengawal yang menjadi tim pelaksana proyek. Selain rumah, Hansel
41Detik terjalin menjadi menit. Jam terus berputar hingga hari berganti, tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Jumat pagi, Farzan berpamitan pada Tanti. Setelah mendaratkan kecupan di dahi sang istri, pria berkemeja biru muda bergegas memasuki mobilnya yang berada di depan pagar rumah.Moreno yang menjadi sopir, menekan klakson sebagai tanda berpamitan. Lelaki berkulit kuning langsat menekan pedal gas hingga kendaraan melaju melintasi jalan blok tersebut. Tanti mengamati hingga mobil suaminya menghilang dari pandangan. Selanjutnya dia membuka pintu mobil sedannya dan memasuki kendaraan yang tengah dipanaskan mesinnya. Yayat berpindah ke dekat pagar. Dia segera menutup benda besi, sesaat setelah mobil Tanti keluar dari pekarangan rumah. Pria tua memasang gembok, sebelum kembali ke halaman untuk melanjutkan pekerjaan memangkas rumput. Tanti melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sekali-sekali dia akan berdendang mengikuti irama lagu yang diputar di radio. Jalanan yang padat tidak