“Apa yang ingin kau minum?” tanyanya. Yang sukses membuat Aara semakin merasa takut.Terlebih, saat dia mendengar suara langkah kaki Zayden yang mendekat padanya.‘Ba-bagaimana ini,’ batinnya.“Aku tanya, apa yang kau minum?!” tanya Zayden lagi. Namun, kali ini suaranya sudah meninggi sampai membuat Aara tersentak.“I-ini ... ini ....” Aara terlihat gugup saat hendak mengatakan bahwa itu adalah pil kontrasepsi yang selalu dia minum setelah mereka melakukan hubungan. Tapi kenapa? Melihat Zayden yang bertanya dengan marah seperti itu. Membuatnya tidak bisa mengatakan apa yang ingin dia katakan. Bukankah seharusnya ini tidak papa, Zayden sangat membencinya. Dia pasti tidak ingin memiliki anak darinya, kan?Zayden sepertinya sudah habis kesabaran, karena Aara tak kunjung menjawab pertanyaannya. Dia lalu melihat ke arah bungkusan yang Aara pegang lantas mengambilnya dengan paksa.Zayden melihat tablet obat itu yang berbentuk bulat kecil. Dia juga melihat bungkus dari obat itu yang be
Aara terlihat duduk di pojok ruang kamarnya, dia memeluk erat kedua lututnya. Seraya pandangannya itu menatap lurus ke arah depannya. Kepalanya tidak mau berhenti berpikir tentang apa sebenarnya yang terjadi padanya, kenapa semua ini tidak bisa dia mengerti. Kenapa Zayden bisa menganggap dirinya sebagai simpanan papanya. Kenapa dia bisa salah paham, dan memandangnya dengan serendah itu. “Aku sungguh tidak mengerti dengan semua ini. Bagaimana caraku menjelaskannya, dia sama sekali tidak percaya padaku. Aku bukan simpanan, aku bukan wanita yang sekotor itu hiks hiks,” ucapnya sembari terus menangis. Tok tok! Aara tidak memedulikan suara ketukan yang berasal dari luar pintu kamarnya itu. Karena saat ini dia tidak ingin diganggu, dia ingin sendiri dan merenungkan semua hal yang terjadi padanya. Tok tok! “Nyonya, ini saya. Anda harus makan, jadi tolong keluarlah Nyonya!” Ternyata orang yang mengetuk pintu kamar Aara adalah pelayannya Feni, yang memintanya untuk makan karena sedari p
“Zayden Crisiant Tan? Pewaris satu-satunya dari konglomerat ternama dan yang sangat berpengaruh itu?” tanya lagi salah satu wanita yang ada di sana.“Tepat sekali, dia bahkan tidak datang sendiri. Dia datang bersama sekretaris pribadinya yang tak kalah tampan dan berkuasanya,” ucapnya lagi.“Maksud Mami, sekretaris tampan yang berdiri dengan gagahnya di belakang tuan Zayden, yang tak lain adalah Samuel Seanca?”“Iya, sekarang mami ingin kalian dandan secantik mungkin. Pikat mereka dengan kecantikan kalian. Terutama tuan Zayden. Karena jika dia senang, mungkin saja dia akan menjadi pelanggan tetap kita. Pokonya kita tidak boleh kalah dari klub malam saingan kita itu, karena mami dengar primadona mereka yang bernama Aara sudah berhenti. Karena itu, kalian harus bekerja keras. Karena dengan menarik seorang Zayden, klub malam kita pasti menjadi yang terdepan!”Wanita-wanita di sana tampak mengangguk, mereka juga begitu senang, dan langsung sibuk sendiri-sendiri untuk mendandani diri m
Zayden kembali menunjukkan smirknya, dia memegang dagu Naura dengan jari telunjuknya dan mendekatkan wajahnya pada wajah Naura.Melihat Zayden yang terus mendekatkan wajahnya padanya, Naura langsung menutup kedua matanya. Dia tahu, apa yang akan Zayden lakukan.“Kau, bodoh!” bisik Zayden pada telinga Naura.Sontak, Naura langsung membuka kembali kedua matanya itu saat mendengar bisikan Zayden yang mengejutkannya. Dia menatap terkejut ke arah Zayden yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan dingin. Padahal, tadi dia kira Zayden akan menciumnya. Tapi, dia malah berbisik dan mengatakan dirinya bodoh.Zayden tiba-tiba berdiri, saat ini ekspresi wajahnya tampak sangat mengerikan. Itu adalah ekspresi dimana dia sedang sangat marah, dan bersiap untuk melampiaskan amarahnya pada orang yang sudah menyulut rasa kesalnya.Naura menciut, melihat Zayden yang tampak sangat mengerikan saat ini, membuat rasa takutnya muncul.“Tu-tuan, A-anda mau apa?” tanyanya dengan terbata-bata.“Memata
Waktu sudah menunjukkan pukul 01.03 dini hari. Namun, Zayden tak kunjung pulang. Entah ini suatu kebaikan atau keburukan untuk Aara, yang jelas saat ini dia tidak sedang memikirkan Zayden. Di dalam pikirannya saat ini, hanya kehidupan gelapnya yang membuatnya sampai buta dan tidak bisa lagi melihat adanya kebahagiaan. Padahal bulan bersinar dengan terangnya di atas langit, tapi kenapa bulan itu hanya menerangi gelapnya bumi tapi tidak dengan hidupnya, padahal bintang berkerlip-kerlip dengan sangat indahnya, tapi kenapa bintang-bintang itu hanya memberikan keindahan pada langit tapi tidak pada hidupnya. Kenapa semua ini terasa tidak adil, kenapa penderitaan yang tidak dia ketahui sebabnya terus menghalangi cahaya yang ingin masuk ke dalam hidupnya. Kenapa semuanya menjadi seperti ini, apakah Tuhan tidak mau lagi memberinya cahaya walaupun hanya sedikit. Sebenci itukah Tuhan padanya, memangnya apa salahnya. Aara kembali menyeka air matanya yang terus turun membasahi pipinya. Entah bera
“Heuummm.” Aara merenguh saat dirinya mulai bangun dari tidurnya dan membuka matanya dengan perlahan.Deg!Dia tersentak dan langsung terbangun saat matanya menangkap sosok Zayden yang sudah berada di depannya sembari memperhatikannya dengan intens.Glek!Kegugupan mulai menjalar ke tubuh Aara, dia berpikir apa yang akan Zayden lakukan lagi padanya.Aara terlihat sedih, kala dia mengingat lagi apa yang Zayden katakan semalam.Dia sama sekali tidak pernah menyangka, jika Zayden akan memiliki kesalahpahaman yang sebesar itu padanya.“Se-selamat pagi Tuan,” sapanya, sekaligus untuk menghilangkan rasa gugupnya.“Kuberi waktu 5 menit, bersiap-siaplah dan ikut denganku!” titah Zayden.“Hah?” Aara tersentak, saat ini kesadarannya bahkan masih belum sepenuhnya terkumpul. Tapi, apa maksud dari perintahnya itu.‘Dia mau mengajakku kemana lagi,' pikirnya. “Kemana, Tuan?” tanyanya kemudian.“4 menit 30 detik lagi. Atau kau tidak perlu bersiap-siap dulu, kalau begitu baiklah. Aku tidak
“Ikuti saja aku, dan jangan banyak bertanya!” ucap Zayden dengan suaranya yang benar-benar dingin.Dengan masih menahan nafasnya, Aara pun mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti atas apa yang Zayden tadi katakan padanya. Zayden akhirnya melepaskan Aara, dan melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit itu.“Hufffttt.” Tampak helaan nafas terdengar dari mulut Aara, karena tadi jantungnya hampir saja terlepas dari tempatnya karena rasa gugupnya itu.“Cepat ikutilah Tuan, Nona, atau beliau akan marah lagi!” seru seseorang dari arah belakang Aara yang mengagetkannya. Dia lalu menoleh, ternyata di sana sudah ada Sam yang sedang menatapnya dengan tak kalah dingin juga.Melihat itu, Aara langsung memegang tengkuknya, karena dia merasa kengerian yang besar sedang menyelimutinya. “Situasi apa ini sebenarnya, mereka berdua kenapa menatapku dengan derajat kedinginan yang semakin minus,” gumamnya.Aara akhirnya mengikuti Zayden dari belakangnya, begitu pun dengan Sam. Dia mengikuti Zay
Zayden pun berdiri. Dia memegang pergelangan tangan Aara dan menariknya keluar dari ruangan itu. Genggaman itu begitu kuatnya, hingga membuat Aara kesakitan.Ceklek!Zayden membuka pintu ruangan itu, dan menghampiri Sam yang berdiri di sana. “Sam, tebus semua yang tertulis di sini!” serunya sembari menyerahkan kertas resep yang tadi ditulis oleh dokter Nita.“Baik Tuan.” Sam membungkuk, dan pergi ke apotek rumah sakit untuk menebus resep itu. Berbarengan dengan kepergian Sam, dari kejauhan tampak David yang sedang berjalan menuju ke arah Zayden dan Aara. Saat melewati Sam, dia juga tampak menyapanya. Namun, sepertinya Sam tidak menghiraukannya dan tetap meneruskan langkahnya.“Zay, apa pemeriksaannya sudah selesai?” tanya David, saat dia sudah berada di dekat Zayden dan Aara.“Sudah,” jawab Zayden dengan malas. “Dari mana saja kau, kenapa tidak menyambutku?!” tanyanya kemudian.“Ahh, itu tadi aku sedang memeriksa pasien,” jawab David. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada Aar