Home / Romansa / Terjebak Dalam Pesona / BAB 4: Keputusan yang Terlambat

Share

BAB 4: Keputusan yang Terlambat

Author: Septiono17
last update Last Updated: 2024-12-30 20:34:21

Lia duduk di ujung tempat tidur, matanya kosong menatap ke dinding putih yang hampir tak memberi kesan apapun. Ia merasa seperti hantu yang berjalan, bergerak tanpa tujuan, hidup tanpa makna. Setiap langkah yang ia ambil, setiap senyum yang ia paksakan, semakin membuatnya merasa kehilangan diri. Dunia yang ia kenal dulu, dunia desa yang sederhana, seakan semakin jauh dan tak terjangkau lagi. Kini, ia terperangkap dalam kehidupan yang penuh kebohongan dan ketakutan.

Hari-hari berlalu dengan cepat, namun semuanya terasa begitu lambat. Setiap malam, ia dipaksa untuk bertemu dengan tamu-tamu yang berbeda—beberapa tampak ramah, namun kebanyakan hanya memandangnya dengan cara yang sangat berbeda. Lia belajar untuk tidak merasa terhina, belajar untuk menahan perasaan dan tetap tersenyum. Dunia ini tidak memberi ruang untuk keraguan atau kelemahan. Di dunia ini, dia harus menjadi apa yang mereka inginkan—sebuah bayangan dari kesempurnaan yang tak pernah ia rasakan.

Suatu malam, seperti biasa, Karina memanggil Lia ke ruang tamu. Lia sudah menebak, ada tamu baru yang akan datang. Karina memberikan instruksi seperti biasanya, mengenakan gaun merah yang lebih terbuka dan makeup yang lebih mencolok dari biasanya. “Malam ini kamu akan menemani seorang pria bernama Darma,” kata Karina sambil mengatur rambut Lia. “Dia berbeda dari yang lainnya. Jangan khawatir, kamu akan baik-baik saja.”

Lia hanya mengangguk, meskipun hatinya penuh dengan kekhawatiran. Apa yang dimaksud Karina dengan “berbeda”? Apakah itu berarti lebih mudah, atau justru lebih berat? Tidak ada penjelasan yang cukup untuk mengatasi ketakutannya. Yang bisa ia lakukan hanya mengikuti perintah.

Ketika Lia memasuki ruang tamu, pria itu sudah menunggunya di kursi panjang dengan pemandangan kota yang bisa dilihat melalui jendela besar. Darma, seperti yang disebutkan Karina, adalah pria yang jauh lebih tenang dibandingkan tamu-tamu sebelumnya. Ia mengenakan jas hitam sederhana, dan wajahnya menunjukkan ketenangan yang jarang ditemui di tempat seperti ini. Tidak ada kesan terburu-buru atau menuntut, hanya senyum ramah yang menyambut Lia.

“Selamat malam,” kata Darma, suara lembutnya membuat Lia merasa sedikit lebih nyaman.

“Selamat malam,” jawab Lia, suaranya sedikit gemetar meski ia berusaha keras untuk mengendalikannya.

Darma mengamati Lia beberapa detik sebelum berbicara lagi. “Kamu terlihat berbeda,” katanya, menatapnya dengan lebih cermat. “Ada sesuatu yang lebih dari sekadar penampilanmu. Apa yang sebenarnya kamu cari di dunia ini?”

Lia terdiam. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Apa yang ia cari? Uang? Kehidupan yang lebih baik? Atau mungkin hanya cara untuk bertahan hidup? “Aku hanya mencoba menjalani hidupku,” jawab Lia akhirnya, dengan suara yang terdengar lebih lemah daripada yang ia inginkan.

Darma mengangguk pelan, seolah memahami perasaan Lia tanpa perlu kata-kata lebih lanjut. Ia menatap Lia dengan mata yang penuh empati. “Aku tahu apa yang kamu rasakan,” ujarnya. “Terkadang, kita terjebak dalam dunia yang membuat kita merasa tak ada pilihan lain selain mengikuti arus. Tapi kamu masih bisa memilih, Lia. Kamu masih punya waktu untuk keluar.”

Lia terdiam, kata-kata Darma seolah mengguncang dasar kehidupannya yang sudah rapuh. Untuk pertama kalinya, ia merasa seperti ada orang yang benar-benar mengerti. Namun, perasaan itu segera digantikan oleh rasa takut. Keluar? Dari dunia ini? Bagaimana mungkin? Ia sudah terlanjur terperangkap dalam janji-janji palsu yang ditawarkan kepadanya. Kehidupan keluarganya yang semakin sulit, dan apa yang sudah ia lakukan untuk bertahan hidup—semua itu membuatnya merasa tidak punya jalan lain. Keluar berarti melepaskan segalanya, dan itu adalah hal yang sangat menakutkan.

“Aku... aku tidak tahu,” jawab Lia dengan suara tercekat. “Aku tidak tahu apakah aku bisa keluar. Semua ini sudah terlalu dalam, Darma. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk berhenti.”

Darma tidak langsung menjawab. Ia duduk lebih dekat, tetap menjaga jarak yang sopan, namun ada ketulusan dalam pandangannya. “Lia, dunia ini mungkin terlihat seperti tempat yang tidak memberi pilihan, tetapi kamu tidak perlu terus berada di dalamnya jika kamu tidak mau. Tidak ada yang memaksamu. Apa yang kamu rasakan sekarang—ketakutan, kebingungan—semua itu bisa berubah. Tapi kamu harus berani mengambil langkah pertama.”

Lia merasa hatinya berdebar kencang. Ia tahu kata-kata itu adalah sebuah tawaran—tawaran untuk bebas, untuk keluar dari kehidupan yang membelenggunya. Namun, ia juga tahu bahwa melangkah keluar berarti harus menghadapi kenyataan yang lebih keras. Ia tidak tahu apakah ia cukup kuat untuk itu.

“Darma,” kata Lia dengan suara serak, “terima kasih. Tapi aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya. Aku terjebak.”

Darma menatap Lia dengan mata yang penuh pengertian. “Aku mengerti. Semua ini tidak mudah, Lia. Tapi ingat, kamu punya pilihan. Kamu bukan barang yang bisa diperdagangkan begitu saja. Jangan biarkan dunia ini mengubah siapa dirimu.”

Lia menunduk, merasa kata-kata Darma seperti pisau yang mengiris hati. Ia tahu Darma benar, namun dunia ini—dunia yang telah ia pilih—sudah terlalu dalam mengikatnya. Apa yang akan terjadi jika ia berhenti sekarang? Apa yang akan terjadi pada keluarganya, pada semua yang telah ia perjuangkan?

Malam itu, setelah Darma pergi, Lia duduk sendirian di kamar, meresapi setiap kata yang diucapkan Darma. Ada rasa lega yang tak terjelaskan, namun juga ada beban yang lebih berat di dadanya. Akankah ia terus terjebak dalam dunia ini? Atau apakah masih ada harapan untuknya? Setiap keputusan yang ia buat sekarang akan menentukan jalan hidupnya selanjutnya.

Pagi hari berikutnya, Karina datang seperti biasa, mempersiapkan Lia untuk tamu lainnya. Namun, Lia merasa berbeda. Meskipun ketakutan masih menyelimuti hatinya, ada secercah harapan yang mulai tumbuh. Ia tahu, bahwa satu-satunya cara untuk keluar adalah dengan berani mengambil langkah itu—meskipun itu berarti meninggalkan segala yang telah ia kenal.

Namun, apakah ia siap untuk melepaskan semuanya? Dan apakah keputusan itu datang terlambat?

Lia menatap cermin di depannya, wajahnya terlihat lebih lelah dari sebelumnya, namun ada tekad yang mulai tumbuh dalam matanya. Dunia ini mungkin mengharuskannya memilih, tetapi ia tahu, apa pun yang terjadi, ia harus bisa kembali menemukan dirinya sendiri.

Related chapters

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 5: Langkah Kecil Menuju Kebebasan

    Pagi itu, Lia bangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di tepi tempat tidur, matanya memandangi jendela yang menghadap ke kota. Udara pagi yang dingin menyusup melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka, membawa bau kota yang sibuk. Namun, meskipun suasana di luar terasa biasa, hatinya tak bisa berbohong. Ada perasaan yang lebih berat dari sebelumnya, sebuah perasaan yang semakin sulit untuk disangkal.Malam sebelumnya, setelah pertemuan dengan Darma, Lia merasa seolah-olah ada sesuatu yang terbangun dalam dirinya—sesuatu yang telah lama terkubur. Kata-kata Darma mengenai pilihan dan kebebasan bergaung terus dalam pikirannya. Namun, di sisi lain, ia juga tahu bahwa segala yang telah ia jalani sampai saat ini tidak bisa begitu saja dilupakan. Dunia yang telah mengikatnya terlalu kuat, terlalu dalam. Keluar dari sana berarti memulai semuanya dari awal, tanpa kepastian apa pun.Namun, meskipun hati dan pikirannya bertentangan, Lia tahu bahwa sesuatu harus berubah. Ia merasa semaki

    Last Updated : 2024-12-30
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 6: Di Ambang Ketidakpastian

    Langkah Lia terasa ringan, namun setiap jengkal yang ia lewati seolah menambah beban di pundaknya. Setelah berbulan-bulan terjebak dalam rutinitas yang tak berujung, ia kini berada di luar dunia yang telah mengikatnya. Malam itu, kota yang seharusnya hidup dengan ribuan cahaya tampak begitu sunyi. Hanya suara deru kendaraan yang terdengar, tetapi hatinya berdebar keras, seolah ada ribuan suara yang menceritakan kisah-kisah yang belum ia ketahui.Ia melihat ke belakang, ke gedung tempat ia meninggalkan segalanya—kehidupan yang penuh dengan kemewahan semu dan kekosongan yang menyelimutinya. Ia tahu, meskipun dunia luar lebih keras dan penuh ketidakpastian, ia tidak bisa kembali lagi. Dunia itu sudah tidak bisa memberinya apa-apa lagi selain rasa terperangkap dan kehilangan jati diri.Darma sudah menunggu di luar, berdiri dengan tubuh tegap di pinggir trotoar, di bawah lampu jalan yang temaram. Wajahnya tenang, seolah tak terpengaruh oleh situasi yang baru saja terjadi. Lia merasakan ket

    Last Updated : 2024-12-30
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 7: Cahaya di Ujung Terowongan

    Lia membuka matanya perlahan. Cahaya pagi menyelinap melalui celah tirai jendela kecil di kamar sederhana tempat ia tidur. Udara segar memenuhi ruangan, jauh berbeda dengan kamar mewah namun sesak yang dulu menjadi penjaranya. Di sini, tidak ada suara musik bising, tidak ada aroma parfum yang menusuk, dan tidak ada suara langkah sepatu hak tinggi yang menghantui malam-malamnya. Ia bangun dari tempat tidur, merapikan rambutnya yang kusut, dan berjalan ke dapur kecil. Di meja, sudah ada segelas teh hangat dan sepiring roti yang disiapkan oleh pemilik rumah, seorang wanita paruh baya bernama Bu Sari. Wanita itu adalah teman lama Darma yang bersedia menampung Lia sementara waktu. “Selamat pagi, Lia. Tidurmu nyenyak?” Bu Sari menyapa dengan senyum ramah. “Selamat pagi, Bu. Iya, terima kasih. Aku tidur cukup nyenyak,” jawab Lia, meskipun dalam hatinya masih ada perasaan gelisah. Bu Sari duduk di seberangnya, menatapnya lembut. “Kamu bisa merasa tenang di sini. Tidak ada yang akan me

    Last Updated : 2024-12-31
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 8: Bayangan yang Mengintai

    Malam itu, Lia duduk di balkon kecil rumah Bu Sari. Angin dingin menyentuh kulitnya, membuatnya merapatkan selimut yang ia kenakan. Suasana tenang di sekitar terasa menenangkan, namun di dalam dirinya ada kegelisahan yang sulit dijelaskan. Hari-hari di kafe mulai memberikan rasa nyaman, tetapi di sudut hatinya, ia tahu bahwa ketenangan ini belum sepenuhnya aman. Lia memejamkan mata, mencoba membiarkan pikirannya rileks. Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Senyum licik para pria yang pernah ia temui, suara tawa sinis, dan sentuhan yang membuatnya merasa jijik semua kembali berputar di kepalanya. Ia membuka mata dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. “Lia, kamu tidak apa-apa?” suara Bu Sari mengejutkannya. Wanita itu berdiri di ambang pintu dengan tatapan khawatir. Lia tersenyum samar. “Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit sulit tidur.” Bu Sari mendekat dan duduk di sampingnya. “Kamu tidak perlu memaksakan diri. Proses penyembuhan itu butuh waktu

    Last Updated : 2024-12-31
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 9: Menyingkap Masa Lalu

    Lia duduk di sudut kamar, memandangi foto dari amplop misterius yang diterimanya. Wajahnya di foto itu adalah gambaran masa lalu yang ingin ia lupakan—polesan makeup tebal, senyum yang dipaksakan, dan gaun mahal yang menutupi luka di hatinya. Foto itu bukan hanya ancaman, melainkan bukti bahwa seseorang masih mengawasinya.Darma datang dengan ekspresi tegas, membawa secangkir teh hangat untuk Lia. “Aku sudah berbicara dengan Rani dan Bu Sari. Kita harus melaporkan ini ke polisi.”“Tapi… aku takut,” jawab Lia lirih. “Bagaimana kalau mereka tahu aku melarikan diri? Mereka bisa menyeretku kembali.”“Lia, kamu bukan budak mereka lagi. Kamu berhak hidup bebas. Ini waktunya kita melawan.”Lia menatap Darma. Ada kekuatan dalam matanya yang membuat Lia merasa sedikit lebih tenang.---Esok paginya, Lia dan Darma pergi ke kantor polisi terdekat. Lia menceritakan semua yang terjadi—bagaimana ia ditipu, dipaksa menjadi wanita penghibur, dan kini diancam. Polisi mencatat keterangannya dan berjanj

    Last Updated : 2024-12-31
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 10: Bayang Bayang yang Mengintai

    Malam itu, hujan turun deras, menutupi suara langkah kaki di luar rumah Bu Sari. Lia duduk di ruang tamu bersama Darma dan Rani, mencoba mencari kehangatan dari teh yang baru saja diseduh. Namun, suasana tegang di antara mereka tak bisa disembunyikan.“Polisi bilang apa?” tanya Bu Sari, menyela keheningan.Darma meletakkan cangkirnya. “Mereka sedang memantau, tapi mereka juga bilang ini kasus yang rumit. Butuh waktu untuk menemukan bukti kuat.”Lia menarik napas dalam-dalam. “Jadi aku harus hidup dengan rasa takut ini sampai kapan?”Rani menggenggam tangan Lia. “Kita semua di sini untukmu. Mereka tidak akan bisa menyentuhmu.”Lia ingin percaya pada kata-kata Rani, tapi bayangan sosok di seberang jalan masih menghantui pikirannya. Malam ini, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.---Tepat tengah malam, bunyi ketukan keras di pintu depan membuat semua orang terkejut. Darma segera berdiri, memberi isyarat pada yang lain untuk tetap diam. Ia meraih tongkat kayu di sudut ruangan dan b

    Last Updated : 2025-01-13
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 1 : Pencarian Penuh Harapan

    Senyum Lia sering kali jadi penawar lelahnya. Di tengah desanya yang sederhana, dengan jalan-jalan tanah yang berdebu dan rumah-rumah kecil yang berdempetan, parasnya selalu menjadi perhatian. Kulitnya yang halus, rambut panjang yang selalu dibiarkan tergerai, dan mata hitam yang berbinar penuh harapan—semua itu memberi kesan bahwa dunia di luar sana menantinya. Namun, siapa yang tahu kalau senyum itu lebih banyak menyimpan keraguan daripada kebahagiaan? Lia tumbuh besar di sebuah desa yang jauh dari gemerlap kota. Keluarganya hanya mengandalkan pertanian kecil-kecilan untuk bertahan hidup. Ayahnya, Pak Budi, adalah seorang petani yang bekerja keras meski hasilnya tak pernah mencukupi. Ibunya, Bu Sari, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, mengurus pekerjaan rumah tangga sambil sesekali menjual jajanan pasar untuk membantu ekonomi keluarga. Sejak kecil, Lia sudah terbiasa dengan kehidupan yang sederhana. Namun, ia selalu punya impian besar. Impian untuk merasakan kehidupan yang

    Last Updated : 2024-12-30
  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 2: Masuk ke Dunia Baru

    Malam pertama Lia di apartemen itu terasa panjang dan mencekam. Ia duduk di ujung tempat tidur yang sederhana, dengan lampu kamar yang redup. Suasana sepi mengelilinginya, hanya terdengar suara detakan jam di dinding yang menjadi latar belakang bagi pikirannya yang kacau. Ia memandangi pakaian yang diberikan Karina, pakaian yang jauh berbeda dari yang biasa ia kenakan—sebuah gaun malam berwarna hitam dengan belahan tinggi yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Lia mengusap wajahnya, mencoba mengusir kegelisahan yang semakin menggila. Apa yang telah ia lakukan? Ia merasa seolah-olah terperangkap dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dunia kota yang sebelumnya penuh harapan kini terasa begitu asing. Ia teringat kembali pada ibunya yang mengkhawatirkan keputusannya, dan pada ayahnya yang semakin sakit. Mereka pasti tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan di sini.Pintu kamar yang terbuka sedikit, menyadarkan Lia dari lamunannya. Karina muncul, mengenakan pakaian yang jauh

    Last Updated : 2024-12-30

Latest chapter

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 10: Bayang Bayang yang Mengintai

    Malam itu, hujan turun deras, menutupi suara langkah kaki di luar rumah Bu Sari. Lia duduk di ruang tamu bersama Darma dan Rani, mencoba mencari kehangatan dari teh yang baru saja diseduh. Namun, suasana tegang di antara mereka tak bisa disembunyikan.“Polisi bilang apa?” tanya Bu Sari, menyela keheningan.Darma meletakkan cangkirnya. “Mereka sedang memantau, tapi mereka juga bilang ini kasus yang rumit. Butuh waktu untuk menemukan bukti kuat.”Lia menarik napas dalam-dalam. “Jadi aku harus hidup dengan rasa takut ini sampai kapan?”Rani menggenggam tangan Lia. “Kita semua di sini untukmu. Mereka tidak akan bisa menyentuhmu.”Lia ingin percaya pada kata-kata Rani, tapi bayangan sosok di seberang jalan masih menghantui pikirannya. Malam ini, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.---Tepat tengah malam, bunyi ketukan keras di pintu depan membuat semua orang terkejut. Darma segera berdiri, memberi isyarat pada yang lain untuk tetap diam. Ia meraih tongkat kayu di sudut ruangan dan b

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 9: Menyingkap Masa Lalu

    Lia duduk di sudut kamar, memandangi foto dari amplop misterius yang diterimanya. Wajahnya di foto itu adalah gambaran masa lalu yang ingin ia lupakan—polesan makeup tebal, senyum yang dipaksakan, dan gaun mahal yang menutupi luka di hatinya. Foto itu bukan hanya ancaman, melainkan bukti bahwa seseorang masih mengawasinya.Darma datang dengan ekspresi tegas, membawa secangkir teh hangat untuk Lia. “Aku sudah berbicara dengan Rani dan Bu Sari. Kita harus melaporkan ini ke polisi.”“Tapi… aku takut,” jawab Lia lirih. “Bagaimana kalau mereka tahu aku melarikan diri? Mereka bisa menyeretku kembali.”“Lia, kamu bukan budak mereka lagi. Kamu berhak hidup bebas. Ini waktunya kita melawan.”Lia menatap Darma. Ada kekuatan dalam matanya yang membuat Lia merasa sedikit lebih tenang.---Esok paginya, Lia dan Darma pergi ke kantor polisi terdekat. Lia menceritakan semua yang terjadi—bagaimana ia ditipu, dipaksa menjadi wanita penghibur, dan kini diancam. Polisi mencatat keterangannya dan berjanj

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 8: Bayangan yang Mengintai

    Malam itu, Lia duduk di balkon kecil rumah Bu Sari. Angin dingin menyentuh kulitnya, membuatnya merapatkan selimut yang ia kenakan. Suasana tenang di sekitar terasa menenangkan, namun di dalam dirinya ada kegelisahan yang sulit dijelaskan. Hari-hari di kafe mulai memberikan rasa nyaman, tetapi di sudut hatinya, ia tahu bahwa ketenangan ini belum sepenuhnya aman. Lia memejamkan mata, mencoba membiarkan pikirannya rileks. Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Senyum licik para pria yang pernah ia temui, suara tawa sinis, dan sentuhan yang membuatnya merasa jijik semua kembali berputar di kepalanya. Ia membuka mata dengan napas terengah-engah, keringat dingin membasahi dahinya. “Lia, kamu tidak apa-apa?” suara Bu Sari mengejutkannya. Wanita itu berdiri di ambang pintu dengan tatapan khawatir. Lia tersenyum samar. “Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit sulit tidur.” Bu Sari mendekat dan duduk di sampingnya. “Kamu tidak perlu memaksakan diri. Proses penyembuhan itu butuh waktu

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 7: Cahaya di Ujung Terowongan

    Lia membuka matanya perlahan. Cahaya pagi menyelinap melalui celah tirai jendela kecil di kamar sederhana tempat ia tidur. Udara segar memenuhi ruangan, jauh berbeda dengan kamar mewah namun sesak yang dulu menjadi penjaranya. Di sini, tidak ada suara musik bising, tidak ada aroma parfum yang menusuk, dan tidak ada suara langkah sepatu hak tinggi yang menghantui malam-malamnya. Ia bangun dari tempat tidur, merapikan rambutnya yang kusut, dan berjalan ke dapur kecil. Di meja, sudah ada segelas teh hangat dan sepiring roti yang disiapkan oleh pemilik rumah, seorang wanita paruh baya bernama Bu Sari. Wanita itu adalah teman lama Darma yang bersedia menampung Lia sementara waktu. “Selamat pagi, Lia. Tidurmu nyenyak?” Bu Sari menyapa dengan senyum ramah. “Selamat pagi, Bu. Iya, terima kasih. Aku tidur cukup nyenyak,” jawab Lia, meskipun dalam hatinya masih ada perasaan gelisah. Bu Sari duduk di seberangnya, menatapnya lembut. “Kamu bisa merasa tenang di sini. Tidak ada yang akan me

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 6: Di Ambang Ketidakpastian

    Langkah Lia terasa ringan, namun setiap jengkal yang ia lewati seolah menambah beban di pundaknya. Setelah berbulan-bulan terjebak dalam rutinitas yang tak berujung, ia kini berada di luar dunia yang telah mengikatnya. Malam itu, kota yang seharusnya hidup dengan ribuan cahaya tampak begitu sunyi. Hanya suara deru kendaraan yang terdengar, tetapi hatinya berdebar keras, seolah ada ribuan suara yang menceritakan kisah-kisah yang belum ia ketahui.Ia melihat ke belakang, ke gedung tempat ia meninggalkan segalanya—kehidupan yang penuh dengan kemewahan semu dan kekosongan yang menyelimutinya. Ia tahu, meskipun dunia luar lebih keras dan penuh ketidakpastian, ia tidak bisa kembali lagi. Dunia itu sudah tidak bisa memberinya apa-apa lagi selain rasa terperangkap dan kehilangan jati diri.Darma sudah menunggu di luar, berdiri dengan tubuh tegap di pinggir trotoar, di bawah lampu jalan yang temaram. Wajahnya tenang, seolah tak terpengaruh oleh situasi yang baru saja terjadi. Lia merasakan ket

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 5: Langkah Kecil Menuju Kebebasan

    Pagi itu, Lia bangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di tepi tempat tidur, matanya memandangi jendela yang menghadap ke kota. Udara pagi yang dingin menyusup melalui celah-celah jendela yang sedikit terbuka, membawa bau kota yang sibuk. Namun, meskipun suasana di luar terasa biasa, hatinya tak bisa berbohong. Ada perasaan yang lebih berat dari sebelumnya, sebuah perasaan yang semakin sulit untuk disangkal.Malam sebelumnya, setelah pertemuan dengan Darma, Lia merasa seolah-olah ada sesuatu yang terbangun dalam dirinya—sesuatu yang telah lama terkubur. Kata-kata Darma mengenai pilihan dan kebebasan bergaung terus dalam pikirannya. Namun, di sisi lain, ia juga tahu bahwa segala yang telah ia jalani sampai saat ini tidak bisa begitu saja dilupakan. Dunia yang telah mengikatnya terlalu kuat, terlalu dalam. Keluar dari sana berarti memulai semuanya dari awal, tanpa kepastian apa pun.Namun, meskipun hati dan pikirannya bertentangan, Lia tahu bahwa sesuatu harus berubah. Ia merasa semaki

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 4: Keputusan yang Terlambat

    Lia duduk di ujung tempat tidur, matanya kosong menatap ke dinding putih yang hampir tak memberi kesan apapun. Ia merasa seperti hantu yang berjalan, bergerak tanpa tujuan, hidup tanpa makna. Setiap langkah yang ia ambil, setiap senyum yang ia paksakan, semakin membuatnya merasa kehilangan diri. Dunia yang ia kenal dulu, dunia desa yang sederhana, seakan semakin jauh dan tak terjangkau lagi. Kini, ia terperangkap dalam kehidupan yang penuh kebohongan dan ketakutan.Hari-hari berlalu dengan cepat, namun semuanya terasa begitu lambat. Setiap malam, ia dipaksa untuk bertemu dengan tamu-tamu yang berbeda—beberapa tampak ramah, namun kebanyakan hanya memandangnya dengan cara yang sangat berbeda. Lia belajar untuk tidak merasa terhina, belajar untuk menahan perasaan dan tetap tersenyum. Dunia ini tidak memberi ruang untuk keraguan atau kelemahan. Di dunia ini, dia harus menjadi apa yang mereka inginkan—sebuah bayangan dari kesempurnaan yang tak pernah ia rasakan.Suatu malam, seperti biasa,

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 3: Kehilangan Diri

    Hari-hari berlalu dengan cepat, namun bagi Lia, waktu seolah berjalan begitu lambat. Setiap malam yang ia lewati di apartemen itu, bertemu dengan tamu yang berbeda, setiap senyum yang dipaksakan, semakin membuat dirinya merasa hilang. Ia seperti bayangan yang tak pernah benar-benar ada, hanya mengikuti arus yang membawa ke tempat yang tidak diketahui.Malam itu, seperti malam-malam sebelumnya, Lia mempersiapkan dirinya dengan hati yang berat. Karina memberikan arahan seperti biasa, memberinya pakaian yang lebih menggoda daripada yang ia kenakan sebelumnya. Lia hanya menuruti, meski hatinya merasa semakin sesak. Ia menatap dirinya di cermin, mengenakan gaun merah yang memeluk tubuhnya, dengan rambut yang disisir rapi dan wajah yang dipoles dengan riasan. Semuanya terasa asing. Dulu, ia hanya memakai pakaian sederhana dan rambut yang dibiarkan lepas. Tapi sekarang, setiap pertemuan di dunia ini mengharuskannya tampil sempurna, seperti boneka yang dipoles.“Lia, kamu tampak sangat cantik

  • Terjebak Dalam Pesona   BAB 2: Masuk ke Dunia Baru

    Malam pertama Lia di apartemen itu terasa panjang dan mencekam. Ia duduk di ujung tempat tidur yang sederhana, dengan lampu kamar yang redup. Suasana sepi mengelilinginya, hanya terdengar suara detakan jam di dinding yang menjadi latar belakang bagi pikirannya yang kacau. Ia memandangi pakaian yang diberikan Karina, pakaian yang jauh berbeda dari yang biasa ia kenakan—sebuah gaun malam berwarna hitam dengan belahan tinggi yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman.Lia mengusap wajahnya, mencoba mengusir kegelisahan yang semakin menggila. Apa yang telah ia lakukan? Ia merasa seolah-olah terperangkap dalam sebuah permainan yang tidak ia mengerti. Dunia kota yang sebelumnya penuh harapan kini terasa begitu asing. Ia teringat kembali pada ibunya yang mengkhawatirkan keputusannya, dan pada ayahnya yang semakin sakit. Mereka pasti tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan di sini.Pintu kamar yang terbuka sedikit, menyadarkan Lia dari lamunannya. Karina muncul, mengenakan pakaian yang jauh

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status