"MILA ... !"
Meski hatinya merasa khawatir, tapi ia beranjak dan menemui seseorang yang berteriak memanggilnya. Paman Kasto.
"Mana uang tiga juta ku?" pinta Kasto padanya.
"Bagaimana bisa paman mengatakan tiga jutaku? sedangkan aku pernah meminjam apapun pada paman?" Mila mencoba untuk mengulur percakapan.
" Tapi kau sudah menjanjikan tiga juta itu padaku," ujar Kasto enteng.
" Aku tak pernah menjanjikan apapun padamu Pamanku ... " Mila sengaja menekankan kata Pamanku pada pria dewasa itu. seolah menegaskan, bahwa sangat tidak layak seorang Paman memeras uang pada keponakannya sendiri.
"Apalagi berjanji padamu untuk sesuatu yang tak mampu aku sanggupi," tambah gadis itu. Sementara Riska terlihat ketakutan, berlindung di balik meja makan, mengambil jarak aman dari keberadaan sang Paman.
"Aku kalah berjudi. Jika kau tak punya tiga juta untukku, maka kau harus menemani juragan Cina itu malam ini," kata Kasto yang menatap Mila dengan tajam.
"Bagaimana bisa itu menjadi urusanku?" tanya gadis itu terkejut. Riska bahkan telah menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tau betul apa maksud dari perkataan Pamannya.
"Temani Juragan Cina itu malam ini!" kata Kasto sambil menggebrak meja.
"Kataku ... , kau harus temani dia!" ulang Kasto dengan teriakan yang menambah ketakutan Riska. Sementara Mila hanya mampu membelalakkan matanya. Tak menyangka bahwa Pamannya tega menjualnya seharga tiga juta rupiah. Ia merasa bahwa dirinya sangat rendah dan dihinakan.
"Tidak !" sebuah kata akhirnya berhasil lolos dari bibirnya.
"Kau tak bisa menolak." ucap Kasto menggeram sambil mencekal pergelangan tangan Mila kemudian menyeretnya.
"Riska, pergi!" perintah Mila berteriak sambil mengikuti seretan Pamannya.
"Lepaskan aku Paman!" ucap gadis malang itu. Sedangkan Kasto hanya diam sambil mencengkram pergelangan tangan keponakannya.
Mila merasa dirinya seperti seekor kambing yang diseret oleh pemiliknya, mau tersandung atau terjatuh pun pemilik tak peduli. Air matanya meleleh membasahi pipi.
"Eh ... , kenapa kau memperlakukan Mila seperti itu Kas!" kata seseorang yang mereka jumpai di ujung jalan.
"Bukan urusanmu, dan jangan coba-coba menghalangi langkahku!" kata Kasto memberi ancaman pada orang itu. Tercium bau alkohol dari nafasnya yang memburu.
Entah takut atau tak mau berurusan dengan Kasto, semua orang yang bertemu dengan mereka memilih untuk minggir dan memilih untuk diam. Rupanya nasib baik sedang tak berpihak pada gadis malang itu. Hingga akhirnya mereka telah sampai di jalan yang gelap dan lengang. Suasana bertambah menyeramkan karena jalan yang mereka lalui berada di pinggir ladang pertanian. Dan di ujung jalan ini, kira-kira seratus meter di depan sana, berdirilah sekumpulan bangunan yang akan sangat ramai jika malam telah tiba. Dan Mila sudah tau, akan dibawa kemana ia oleh Pamannya.
Mendadak pikiran nekat muncul dalam benaknya saat dirasa cengkeraman tangan Pamannya sedikit mengendur. Ia tiba-tiba berhasil melepaskan diri dan mendorong Kasto hingga terjatuh masuk kedalam parit sawah. Keinginannya hanyalah kabur dari pria itu sejauh-jauhnya, namun kakinya sendiri masih terasa nyeri saat digunakan berlari akibat hajaran Pamannya tadi pagi. Untungnya Kasto juga dalam kondisi mabuk, setidaknya laju lari Pamannya lebih terhambat.
Mila sempat berniat ingin berhenti berlari, namun niat itu ia urungkan saat ditolehnya kebelakang dan ia dapati Kasto yang masih mengejarnya dengan tergopoh-gopoh, sama payah dengan dirinya. Berkali-kali ia jatuh dan harus bangkit dengan cepat, mengesampingkan luka di kaki dan rasa pegal yang membuat kakinya terasa mau patah.Heran juga ia dengan Kasto yang tak menyerah untuk mengejarnya. Didengarnya lelaki itu mengucapkan umpatan dan sumpah serapah untuknya.
DIIIIIIINNN!!! BRUKKK!!!
Mila tertabrak sebuah mobil mewah berwarna putih, tanpa sempat menghindar. Si pengemudi keluar dari kendaraanya dengan tergesa, mencoba untuk memeriksa seorang gadis yang tadi ditabraknya. Namun nihil, ia sama sekali tak menemukan gadis itu disana. Pengemudi itu masih celingukan mencari korbannya. Mungkinkah ia berhalusinasi? ataukah ia sedang mendapatkan gangguan dari makhluk tak kasat mata? Bulu kuduknya meremang seketika, buru-buru ia akan membalikkan badan saat sebuah cengkeraman di kemejanya menginterupsi niatnya semula. Sebuah pekikan nyaris lolos saat ia menoleh dan mendapati seorang gadis dengan keadaan begitu memprihatinkan. Terlihat memohon mengiba bantuannya.
"Tolong aku Tuan, bawa aku pergi dari sini segera," pintanya.
Pengemudi itu ternyata adalah Rafin, seorang CEO muda yang sedang dilanda stres akibat tuntutan orang tuanya untuk segera menikah.
Rafin masih mempelajari keadaan saat gadis malang itu ditarik oleh seorang pria setengah baya yang terlihat mabuk. Rafin masih sempat menangkap pandangan mata gadis itu yang memelas padanya. Mereka berjalan semakin menjauh.
Ia masih berdiri mematung di samping mobilnya saat wanita itu telah menghilang dari pandangannya, pergi bersama seseorang yang menyeretnya kasar dan dipanggil dengan sebutan Paman oleh gadis itu. Menghilang dalam tikungan gelap.
Hufftt ...
Rafin tak mau ambil pusing dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Ia tak ingin niat mencari kesenangan harus terusik oleh seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Segeralah ia meneruskan perjalanan, menuju kearah sekumpulan gedung yang sudah terlihat dari tempatnya berdiri saat ini.
Sudah ia bayangkan, betapa ia malam ini akan melepaskan segala beban yang menghimpitnya. Permasalahan yang seakan terasa hingga meremas paru-paru dan merampas stok oksigennya dengan paksa.
***
Rafin mencari teman-temannya yang lebih dulu sampai, mereka sudah menunggu di sana sejak tadi. Rio, Tommy dan Hendra. Ketiganya telah bersahabat sejak di bangku SLTP, persahabatan masih berlanjut walaupun mereka menempuh pendidikan ditempat yang berbeda.
Rafin menggerakkan tubuhnya seiring dengan alunan musik yang menghentak keras memekakkan telinga. Meskipun cahaya terbilang redup, namun Rafin masih mampu melihat beberapa wanita yang menatap penuh minat padanya. Siap menghabiskan satu malam penuh meski tanpa bayaran sekalipun. Namun hati Rafin telah membeku, baginya wanita yang mampu menarik perhatiannya hanyalah Anggita, dan selain dia, Rafin benar-benar menutup hati.
"Ambil posisi bro!" ucap Tommy dengan suara cukup keras berusaha mengimbangi musik riuh yang mengalun keras. Rafin segera mengambil segelas wine dan menjatuhkan bobotnya pada sebuah sofa empuk di sana. Ia menyesapnya perlahan, menikmati rasa blackcurrant dan oakville yang menjadi rasa favoritnya. Sesekali netranya menatap wanita-wanita penghibur yang tersorot saat kilatan lampu diskotik mengarah padanya. Tampak tubuh-tubuh sintal yang hanya terbalut bahan tipis dan minimalis, memperlihatkan lekuk tubuh yang begitu kentara. Mungkin pria lain akan begitu berminat jika melihat semua itu, namun tidak bagi Rafin.
Entah ada angin apa, Rafin tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju ke arah seorang wanita berbaju kuning, berbahan chiffon, tipis dan ringan. Berbelahan dada rendah dengan pundak yang terekspos dan berpotongan ketat dua puluh centi diatas lutut, dipadukan dengan heels berwarna hitam. Terlihat sangat cocok dengan warna kulitnya yang putih. Ditambah dengan rambut ikal yang tergerai sebatas punggung. Cantik. Itu yang Rafin katakan dalam hatinya.
Sementara Rio, Tommy dan Hendra tampak antusias menyambut inisiatif Rafin yang berjalan menuju dance floor. Ketiganya mengikuti seseorang yang turun lebih dahulu. Mereka menggerakkan tubuh mengikuti alunan musik yang seakan mengamuk. Rafin dan wanita tadi pun juga ikut masuk dalam kerumunan. Tubuh mereka saling menyatu, menciptakan sensasi liar yang mereka ciptakan sendiri. Rafin bahkan telah mengecup bibir wanita itu dalam tarian erotisnya. Tak lagi dipikirkan permasalahannya, hilang sudah bayangan Anggita dalam otaknya. Ia terlalu bingung dan terluka, ia butuh pelampiasan untuk semua itu.
***
Mila masih saja digelandang oleh Kasto, persis seperti seorang pencuri ayam yang tertangkap basah oleh warga kampung.
Matanya mendadak menangkap siluet tubuh manusia yang cukup ia ingat, ya ... ia melihat lelaki yang tadi sedang keluar dari basement gedung sebuah diskotik. Maka sekali lagi ia berhasil menggunakan kesempatan untuk kabur saat Kasto lengah.
Ia berhasil menerobos penjagaan security dan masuk ke dalam lorong yang menghubungkannya dengan kerumunan di ruangan yang lebih dalam. Ia menyelinap, menghilangkan jejak dari Kasto yang ternyata juga berhasil menyusulnya bersama dua orang security lainnya.
Mila mencari lelaki tadi diantara orang-orang yang tengah berjoget asyik. Ia menabrak, mendesak, mendorong siapapun dengan kalap. Hingga tubuhnya telah merasa lelah dan menabrak seseorang.
***
BRUKK!!!
Rafin menggeram marah saat kesenangannya harus terinterupsi karena seseorang telah membuatnya tersungkur. Sementara seorang wanita berbaju kuning tadi juga ikut terjatuh bersamaan dengannya. Sedangkan sebagian tubuhnya juga sedang tertindih oleh seonggok tubuh lemah yang tadi menabraknya. Rafin bangkit, menyingkirkan tubuh yang telah dengan lancangnya berani membuatnya jatuh tersungkur dengan posisi yang nggak banget.
Sejenak ia berpikir, seolah membuka rekam jejak dalam otaknya. Mencoba untuk mengingat wajah seorang wanita yang baru saja menabraknya. Ingatannya belakangan ini memang agak lambat.Dan sesaat kemudian,
"Kau lagi !" kata Rafin berteriak marah pada Mila. Sedangkan Mila hanya mampu meringis, mencoba untuk bangkit dari jatuhnya, sebenarnya ia cukup malu dengan peristiwa ini, ditambah lagi ini adalah tempat umum. Ia dikerumuni oleh orang banyak yang hampir seluruhnya memusatkan pandangan kepadanya.Belum sempat ia berdiri sempurna, sebuah teriakan dibarengi dengan seretan ia dapatkan kembali. Sungguh ia merasa hari ini adalah hari terburuk.
"Mila!" teriak seorang pria yang sama seperti tadi. Bahkan perilakunya sekarang juga sama. Bersikap kasar dan terlihat semena-mena.
"Tolong aku Tuan!" ucap Mila pada Rafin.
Sementara Rafin masih tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis itu.
"Mengapa kau susah-susah mencariku, apa kau tak mengerti apa itu polisi? atau satpam? bahkan kau baru saja melewati beberapa orang security kan? MENGAPA HARUS AKU?!" teriak Rafin kalap dan frustasi.
Belum lagi gadis itu menjawab pertanyaannya, lelaki kasar tadi menyeret gadis itu dengan paksa, hingga jatuh tersungkur. Bahkan ia masih saja diseret dalam posisi seperti itu.
Rafin bisa saja bersikap tak mau tau dan acuh seperti sebelumnya, namun sisi kemanusiaannya akhirnya bangkit saat kejadian yang sama dengan orang yang sama tersiksa didepan mata kepalanya.
"Dasar bajingan! Jangan perlakukan manusia dengan kasar seperti hewan!" ucap Rafin berteriak.
"Ini urusanku, tak perlu kau ikut campur. Dasar bocah tengik!" umpat lelaki setengah baya itu masih berusaha untuk menyeret si gadis.
"Aku tak mau dijual, paman!" teriak gadis itu. Air mata telah mengalir deras di pipinya.
"Kalau kamu tak mau ikut denganku, lalu siapa yang akan melunasi hutangku?!"
"DIA!" ucap gadis itu menunjuk pada Rafin.
Rafin yang tak tahu menahu hanya melongo.
"Hutang apa? kenapa kau bawa-bawa aku dalam urusanmu? urus sendiri masalahmu!" ucapnya penuh emosi dan berniat pergi meninggalkan gedung itu. Ia sudah kehilangan minat untuk mencari kesenangan di sana.
"Tolong jangan pergi Tuan. Bantulah aku." ucap gadis itu kembali.
"Sudahlah perempuan jalang! Ikutlah aku. Ini waktunya kau balas budi padaku!" kata pria tua itu sambil menjambak rambut panjang gadis itu, membuatnya terseret-seret sambil menahan sakit memohon ampun pada seseorang yang sejak tadi ia panggil paman.
Rafin merasa miris melihat kejadian itu. Betapa buruk perlakuan yang diterima gadis itu sedari tadi. Emosi, kekecewaan dan kemarahan yang menumpuk atas berbagai permasalahan Rafin akhir-akhir ini, membuatnya kalap dan akhirnya menghajar lelaki tua itu dengan membabi buta sambil mengucapkan sumpah serapah sesukanya.
"Dasar bajingan tua, sudah kubilang perlakukan seseorang dengan baik, atau kau juga akan merasakan perlakuan buruk dariku, persis seperti kau memperlakukannya !"
Pukulan bertubi-tubi yang didaratkan pada lelaki tua itu berhasil membuat korbannya ambruk tersungkur, belum juga bangkit dengan sempurna Rafin sudah menjejakkan kakinya di perut lelaki tadi, kemudian ia menduduki perutnya masih sambil memukul dan menghantam wajahnya hingga lebam dan berdarah.
-TBC
By. Rinto Amicha
Riska berlari keluar dari rumahnya saat Mila berteriak padanya untuk segera lari menyelamatkan diri. Dan secara tak sengaja, ia bertemu dengan Pak RT. Sejumlah warga yang tadi sempat bertemu dengan Kasto dan Mila ternyata berinisiatif untuk melaporkan kejadian itu pada perangkat kampung. Untuk sementara Riska aman berada di rumah pak RT. Warga kampung telah membuat kesepakatan untuk tidak menerima Kasto kembali ditinggal diantara mereka. Bagaimanapun juga Mila dan Riska sudah tak memiliki siapapun untuk melindungi mereka, sehingga warga kampung berkeputusan bahwa keamanan mereka berdua adalah tanggungjawab bersama.***Tommy berhasil merangkul Rafin yang masih membabi buta memukuli Kasto."Berhenti Fin, ia sudah tak bergerak. Berabe urusannya kalau ia sampai mati." Setelah diperiksa, ternyata pria itu hanya pingsan. Setidaknya kasus tak akan berbuntut panjang. Roy, yang ternyata ad
Rafin mencium bau masakan yang sangat wangi, mungkinkah tetangga sebelah sedang memasak? Perutnya mendadak meronta untuk diisi. Apalagi semalam ia telah melewatkan ritual mengisi perut karena kejadian itu. Ia segera bangkit menuju kamar mandi, waktu masih terlalu pagi untuk berangkat ke kantor, masih ada waktu sekitar tiga jam lagi.Sebelum keluar dari kamar, ia sempatkan untuk membuka emailnya, beberapa pesan telah ia Terima dari semalam, namun ada satu pesan yang sangat menarik perhatiannya, saputratommy621@gmail.com.***Malam ini Mila nyaris tak mampu memejamkan matanya, sebagian besar pikirannya tertuju pada Riska. Ia bahkan tak sempat untuk membawa gawainya saat Paman Kasto menyeretnya semalam. Jangankan gawai, uang saja hanya selembar sepuluh ribu, sejatinya uang itu ia persiapkan untuk biaya angkot kembali dari tempat kerja kemarin. Karena ia menerima tumpangan dari bosnya,
Rafin menatap kepergian gadis itu dengan tangan terkepal erat. Ia sungguh tak menyangka bahwa gadis itu ternyata sangat keras kepala."Tom, luangkan waktu untukku! " Rafin memberikan perintah pada Tommy.Kemudian ia segera kembali masuk ke dalam apartemennya dan bersiap untuk berangkat ke kantor.***Kasto dibawa ke sebuah ruangan yang sama sekali tidak ia kenali. Entah sudah berapa jam ia pingsan. Yang pasti ia bangun menjelang subuh. Ia tidur di sebuah ruangan yang lebih mirip seperti gudang. Tumpukan barang tak terpakai teronggok di setiap sudut. Sebuah sofa usang dan kursi-kursi rusak ada di sudut yang lainnya.Bau debu jelas sekali terasa, ditambah lagi suara tikus yang sesekali terdengar mencicit. Kasto masih bertanya-tanya, dimanakah ia berada saat ini, cahaya masuk melalui sebuah pintu yang tak tertutup sempurna me
Hampir seminggu Kasto tak pulang ke rumah, namun sepulang dari bekerja, Mila terkejut saat Riska mengatakan bahwa Paman Kasto baru saja pulang."Kamu gak kenapa-napa kan Ris?" tanya Mila khawatir."Gak kak, Paman bawa banyak makanan enak lhoh kak, tumben. Kata Paman semua untuk kita. Bahkan Paman beliin juga kebutuhan dapur, tu ada mie instan dalam kardus dan beras di karung. Apa Paman menang judi ya kak? Berarti haram dong ... , gimana kak?" tanya Riska kebingungan pada kakaknya."Sudah, tak usah kau pikir Paman dapat uang darimana, syukurlah kalau Paman tak lagi berbuat kasar."Mila tahu pasti, uang Paman banyak karena ia baru saja mendapatkan tiga ratus juta dari Rafin. Uang sialan yang kini ditanggungnya dan entah hingga kapan akan lunas. Keningnya terasa berdenyut saat memikirkan hutangnya.***Hubungan Pram da
Rafin memesankan sepaket makan siang lengkap dengan buah dan puding, kemudian ia kirimkan ke apartemennya. Ia sendiri bahkan melewatkannya, hanya memesan snack dan secangkir kopi, demi untuk segera menyelesaikan tumpukan tugas yang menggunung.Tiba-tiba sebuah ketukan menginterupsi kegiatan kebutnya. Rupanya Tommy."Berita apa yang kau bawa, sehingga membuatmu datang menemuiku?" tanya Rafin kepada sahabatnya."Apakah aku harus memiliki alasan penting hanya untuk menemui sahabat baikku sendiri?" tanya Tommy yang balas bertanya pada pemuda yang super sibuk itu.Rafin hanya diam saja, tangannya masih sibuk menari-nari di atas tumpukan berkas yang telah lebih dari separuh ia selesaikan."Tadinya aku mampir untuk mengajakmu makan siang, tapi sepertinya kau tak tertarik." Tommy mengemukakan alasan kedatangannya."Ak
Rafin telah memberikan perintah pada Tommy, untuk segera memperkarakan kasus Mila ke pihak yang berwajib. Dan hanya dalam beberapa jam saja, Kasto telah ditangkap dengan tuduhan penganiayaan.Rafin melakukan itu karena Mila tak bersedia untuk meninggalkan rumah itu. Padahal keselamatan hidup mereka tidak terjamin jika pria brengsek itu masih berkeliaran.Rafin bahkan telah menawarkan apartemennya untuk ditinggali bersamanya dan Riska, demi keamanan. Namun Mila tetap menolak dengan alasan karena mereka belum menikah. Dan itulah jalan keluar satu-satunya yang terbaik menurut Rafin, dengan cara menyingkirkan Kasto. Sebenarnya bisa saja ia mengirim orang-orangnya untuk menyingkirkan pria kurang ajar itu, tapi biarlah Kasto merasakan hidup dibalik jeruji besi bercampur dengan pelaku kriminal yang lain, tanpa ia harus susah-susah bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya. Biar Kasto juga merasakan perlakuan bur
Di dalam sebuah restoran bergaya Eropa, terdapat sebuah ruang VIP yang hanya akan ditempati jika melakukan pemesanan sebelumnya. Seorang pria setengah baya, mengenakan setelan resmi lengkap dengan jas dan dasi, ditemani oleh dua orang wanita yang mengenakan gaun indah. Seorang wanita berusia hampir setengah abad, dengan potongan rambut sebatas bahu, jepit pita hitam minimalis menghiasinya, menambah kesan elegan pada tatanan rambutnya,seorang wanita yang lainnya berusia lebih tua, kisaran lebih dari tujuh puluh tahun, namun secara fisik ia masih terlihat berusia enam puluhan, masih jernih berpikir dan masih beraktivitas normal meskipun hanya aktivitas ringan."Aku tak akan menyetujui jika nanti yang dibawa bocah tengik itu adalah perempuan yang suka mengumbar pusar dan payudaranya itu." Wanita yang lebih sering disapa Oma itu mulai membuka pembahasan kala menu pembuka telah dihidangkan." Aku juga tidak akan
"Aku menyukai gadis itu. Semoga ia bisa merubah sifat-sifat buruk bocah tengik macam Rafin. Walaupun terkesan lugu, aku yakin ia memiliki kepribadian yang kuat. Aku benar-benar tak peduli ia berasal dari keluarga mana, tapi yang jelas aku merestui hubungan mereka. Lekas tentukan tanggal pernikahan mereka, jangan lebih dari tujuh hari. Buat momen yang mewah untuk acara ini. Secepatnya." Oma berkata panjang lebar yang disetujui oleh putra dan menantunya."Aku ingin, besok mereka segera pindah ke rumah ini, aku tak ingin terjadi sesuatu dengan keduanya karena ulah paman mereka.Setelah menikah barulah Mila bisa ikut Rafin ke apartemen," ujar Ny. Nara."Boleh." Tn. Arkan menyetujui usulan dari istrinya.Sudah terbayang betapa rumah itu akan menjadi lebih ramai dengan kehadiran dua anak perempuan. Sudah lebih dari lima tahun rumah itu ditinggalkan oleh putri Tuan Arkan. Cintia namanya.