Rafin menatap kepergian gadis itu dengan tangan terkepal erat. Ia sungguh tak menyangka bahwa gadis itu ternyata sangat keras kepala.
"Tom, luangkan waktu untukku! " Rafin memberikan perintah pada Tommy.
Kemudian ia segera kembali masuk ke dalam apartemennya dan bersiap untuk berangkat ke kantor.
***
Kasto dibawa ke sebuah ruangan yang sama sekali tidak ia kenali. Entah sudah berapa jam ia pingsan. Yang pasti ia bangun menjelang subuh. Ia tidur di sebuah ruangan yang lebih mirip seperti gudang. Tumpukan barang tak terpakai teronggok di setiap sudut. Sebuah sofa usang dan kursi-kursi rusak ada di sudut yang lainnya.
Bau debu jelas sekali terasa, ditambah lagi suara tikus yang sesekali terdengar mencicit. Kasto masih bertanya-tanya, dimanakah ia berada saat ini, cahaya masuk melalui sebuah pintu yang tak tertutup sempurna membuat tempatnya berada terasa lebih terang meskipun tak ada lampu yang menerangi ruangan itu.
Tenggorokannya terasa sangat kering, sehingga ia merasa kesulitan walaupun hanya sekedar untuk menelan ludah. Ia menjadi terbatuk-batuk karenanya.
Rupanya seseorang telah berjaga di luar gudang pengap itu, ia masuk kala mendengar suara batuk Kasto. Menghidupkan lampu dan mengambil posisi duduk pada sofa yang telah usang itu. Dengan mata yang masih mengawasi Kasto, ia menghubungi seseorang menggunakan gawainya.
"Bos, ia sudah siuman." Orang itu rupanya menghubungi seseorang yang ia panggil bos.
Tak lama, datanglah seorang pria muda, yang bahkan usianya jauh dibawah Kasto. Berdiri angkuh dengan tangan berada menyilang di dadanya, tersenyum miring, seakan sedang menertawakan sebuah lelucon konyol.
"Tidurmu nyenyak sekali kawan?" tanya orang itu menyeringai.
"Tak perlu basa-basi padaku, katakan apa tujuanmu menculikku, " ucap Kasto tanpa terselip rasa takut.
Cuihh!
"Apa kau merasa dirimu menarik, sehingga membuatku ingin menculikmu?" Pria itu bahkan menertawakan pertanyaan Kasto.
"Tak perlu banyak bicara, apa maumu?" Kasto mulai meninggikan suaranya.
Bugh!
Sebuah pukulan berhasil mendarat di perut lelaki yang baru saja bangun dari pingsannya itu.
"Kalau saja seseorang tak memberi pesan padaku untuk membiarkanmu hidup, pasti kau akan ku habisi," kata pemuda itu geram.
Kasto sedikit merasakan gelap pada pandangannya, kala pukulan itu ia terima.
"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" Kasto hanya mampu menebak-nebak siapa gerangan otak dari peristiwa ini.
"Banjingan sepertimu tak perlu tau siapa dia."
"Apa maunya?" tanya Kasto kemudian.
"Pantas saja wanita kemarin terlihat sangat enggan untuk ikut denganmu, benar-benar tepat tindakannya."
"Apa urusanmu?" tanya Kasto lagi.
"Berapa hutang yang harus dibayarkan wanita itu padamu?" tanya pemuda itu lugas. Namun Kasto tak segera menjawabnya, membuat si penanya menjadi geram dan melemparkan sebuah kursi rusak ke arah belakang lelaki paruh baya itu. Andai Kasto bergeser sedikit saja, pasti kepalanya akan terkena hantaman kayu kursi tadi.
"BERAPA?!" tanya pemuda itu dengan suara menggelegarnya.
"Lima ratus juta." Kasto menyebutkan sebuah angka yang fantastis untuk ukuran rupiah. Ia bukanlah lelaki bodoh yang tak mampu berfikir dalam situasi mendesak. Kelicikannya benar-benar ia gunakan untuk memanfaatkan keadaan.
"Jangan coba-coba menipuku. Kau benar-benar tak tahu sedang berhadapan dengan siapa." Pemuda itu menatap Kasto dengan sangat tajam. Namun bukan Kasto namanya jika akan gentar hanya dengan sebuah tatapan.
Pemuda tadi lantas menunjuk pada sebuah koper, seorang lelaki yang tadi memanggilnya melalui gawai menuruti perintah pemuda itu.
"Lima ratus juta. Cash. Hutang wanita semalam kepadamu telah lunas. Awas jika aku masih melihatmu mengganggunya lagi. Aku pastikan nyawamu akan melayang di tanganku." Pemuda itu melemparkan gepokan-gepokan uang berwarna merah. Kato sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan peristiwa ini. Begitu gampangnya ia mendapatkan uang. Keponakannya itu membawa hoki besar untuknya.
Kasto segera melepaskan kaosnya dan membungkus uang-uang itu dengan tergesa, ingin segera pergi dari tempat itu, merayakan rezeki nomplok nya dengan hura-hura dan makan enak.
"Pergi, dan jangan tampakkan wajahmu kepadaku lagi," ujar pemuda itu dingin.
Meskipun dengan tenaga yang belum pulih benar, Kasto nyatanya mampu bangkit dengan cepat dan segera pergi dari tempat itu, membawa kemenangan telak untuknya.
***
Pram sengaja menunggu Mila keluar dari gang, ia rela parkir di tempat itu bahkan sejak hampir satu jam yang lalu. Dan kesabarannya terbayar kala ia melihat gadis pujaannya telah berjalan menuju halte.
DIN DIIIIN!
Pram berhenti tepat di depan halte, membuat para calon penumpang lain memperhatikannya, tak terkecuali Mila yang bahkan terlihat heran karena ada Pram di tempat itu.
"Ayo, naik!" Pram mengajak Mila dari balik kemudinya.
Awalnya Mila merasa sungkan untuk menuruti tawaran bosnya itu, namun ia tahu karakteristik pria itu, tak akan berhenti jika keinginannya belum terkabul.
"Ayo!" teriak Pram.
Mila akhirnya masuk kedalam mobil Pram. Lelaki itu tampak puas karena telah berhasil membawa gadis pujaannya untuk berangkat menuju toko.
Mila seperti sulit untuk menemukan topik pembicaraan diantara mereka, hingga akhirnya perjalanan itu berlalu hanya dengan suara bising kendaraan dan klakson karena suasana jalanan yang macet dan sesak.
Hingga akhirnya Mila menyadari bahwa jalan yang mereka lalui bukanlah jalan menuju ke arah toko kue.
"Kak, kita mau kemana? Bukanlah ini bukan jalan menuju Hanum Bakery?" tanya Mila heran.
"Memang bukan, kita akan sarapan dulu," jawab Rafin.
"Aku sudah sarapan kak." Mila terlihat keberatan jika harus pergi sarapan berdua dengan bosnya itu, ia masih takut dengan anggapan miring karyawan lain tentangnya.
"Kalau begitu temani aku sarapan. Tempat makan kali ini adalah tempat favoritku, semua menu yang ada di sana adalah kesukaanku." Sepertinya Mila kali ini tak mampu menolak keinginan Pram, karena pada kenyataannya setiap apapun yang disangkanya tak akan diluluskan oleh pria disampingnya.
***
Rafin tiba di sebuah cafe yang terletak di pinggiran kota. Rupanya orang yang ingin dia temui telah berada di sana.
"Bagaimana?" tanya Rafin to the point tanpa basa-basi.
"Sabar bro, kau tak mau pesan minuman dulu?" tanya
"Pesanan seperti biasanya." jawab Rafin kepada para pemuda yang ternyata adalah sahabatnya.
"Mila punya perjalanan hidup yang sangat rumit Fin. Ayahnya pergi karena ada semacam sabotase di perusahaan mereka. Amarta Corp, aku mencoba untuk mencari informasi tentang perusahaan itu, namun nihil. Sepertinya ada pihak yang sengaja menghilangkan jejak perusahaan itu. Gedungnya sendiri kini telah kosong setelah terjadi kebakaran hebat, beberapa saat setelah Puguh Amarta telah menghilang. Ia adalah ayah Mila. Ibunya bahkan meninggal setelahnya, namun karena sakit." Tommy memberikan informasi yang didapatkan dari beberapa sumber yang terpercaya.
Rafin menyesap gelasnya saat seorang waitress cantik mengantarkan pesanannya.
" Ada sebuah rahasia lagi, Puguh Amarta ternyata memiliki seorang anak lelaki yang telah pergi saat usia Mila masih kecil. Kemungkinan usianya sekarang dia puluh sembilan tahun. Namun keberadaanya kini belum ku ketahui. Sedangkan alasan kepergiannya juga belum ku ketahui."
"Mila hidup berdua dengan adiknya, menumpang di rumah Kasto Amarta adik ayah kandung mereka setelah sepeninggal ibunya. Hidup dengan sangat sederhana, adiknya seorang gadis bernama Riska. Ia masih SMA, semua kebutuhan Mila yang menanggung. Dan tahukah kamu Fin? Ternyata dunia memang sempit. Karena ia ternyata adalah karyawannya Praminto. Ia bekerja sebagai waitress di toko kuenya." Tommy melihat Rafin memicingkan mata setelah mendengar jawabannya.
"Terlalu banyak teka-teki dalam hidup gadis itu," kata Tommy mengakhiri laporannya.
"Kasto pergi entah kemana waktu kuberikan tiga ratus juta itu padanya." Rio menambahkan laporan Tommy.
"Tetap awasi pengacau itu, dan ku tunggu informasi selanjutnya." Rafin kemudian berdiri meninggalkan sahabat-sahabatnya. Ia memang terlalu sibuk dengan pekerjaanya di perusahaan.
***
Pram membawa Mila memasuki sebuah pekarangan rumah mewah. Terlihat taman yang penuh bunga berada di sekeliling rumah itu. Seorang satpam tampak kembali menutup gerbang saat mobil Pram telah terparkir dengan sempurna.
"Mau makan disini kak? Nggak salah? Kelihatannya ini bukan rumah makan." Mila mencoba meyakinkan diri bahwa Pram tidak salah alamat."
"Ini rumah Mamaku. Aku akan sarapan disini," kata-kata Pram berhasil membuat Mila terpaku di tempat.
"Tak perlu takut, Mama gak makan orang. Sudah bosan katanya, ingin mencoba menu baru." Pram menggoda Mila dengan candaannya, karena gadis itu terlihat sangat tegang.
"Ayo. Tak apa."
Pada akhirnya Mila mengikuti langkah Pram. Melewati ruang tamu, terlihat beberapa pelayan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Mila sungguh tak pernah menyangka, ia akan memasuki rumah semewah itu.
"Pagi anak ganteng ... , ayo sini masuk. Waaah, bawa gadis manis pula. Sini, kita sarapan bareng. Mama sudah masakin menu kesukaan kamu lho Pram," ujar Ny. Hanum pada anak semata wayangnya.
"Ma, kenalkan ini Mila." Mila lantas mengulurkan tangannya pada wanita yang memiliki nama persis seperti nama toko kue tempat ia bekerja.
"Mila yang kerja di toko kamu?" tanya Mama Pram tanpa tedeng aling-aling. Pram terlihat malu-malu dengan pertanyaan Mamanya, ia merasa seperti kedapatan bertingkah seperti seorang anak pengadu. Pram lantas mengalihkan pembicaraan Mamanya.
"Kamu cantik sekali nak, pantas anak Mama sering banget ngomongin kamu." Ny. Hanum tidak menyambut uluran tangan Mila, namun malah memeluknya. Layaknya seorang ibu yang memeluk anak gadisnya. Mila terlihat menegang, namun akhirnya ia pun membalas pelukan itu. Bagaimanapun juga beliau adalah ibu dari pemilik toko tempatnya bekerja, jadi rasa sungkan itu ada.
"Ayo Mil, kita sarapan bareng Mama, masakannya nomor wahid lho seantero jagad raya. Kamu pasti suka." Rupanya cara itu sangat manjur untuk mengalihkan perhatian Mamanya.
"Kamu suka keterlaluan kalau memuji," ujar Ny. Hanum.
"Aku gak bohong Ma, aku tadi sengaja buat gak makan apapun demi untuk menyambut makanan spesial Mama," sela Pram sambil mulai mengambil posisi duduk di kursi yang mengelilingi meja penuh makanan itu.
"Kamu menganggap ini spesial karena masakan Mama memang enak atau karena ada Mila?" goda Mamanya.
"Mana ada yang seperti itu sih Ma?" Pram sepertinya telah kehabisan kata-kata untuk menyangkal kenyataan yang baru saja dibeberkan oleh Mamanya.
Dihadapannya terhidang menu sarapan yang menggugah seleranya. Nasi kuning dengan menu yang lengkap, mulai abon sapi, telur dadar iris, perkedel, ayam fillet tepung, kering tempe dan lalapan selada dan mentimun.
"Waaah, lengkap banget Mah, beneran spesial ini.
Mereka pun memulai sarapan dengan obrolan ringan, sangat terlihat bahwa Ny. Hanum menyukai Mila, begitupun sebaliknya. Mereka banyak mengobrol kan tentang kelucuan masa kecil Pram. Pemuda itu bahagia mendapati kedua wanita yang sangat dicintainya tampak akrab dan saling menyukai. Sepertinya rencana untuk mengungkapkan cinta pada Mila harus segera direalisasikan. Ia berharap dunianya akan semakin lengkap dengan kehadiran Mila dihatinya.
-TBC
By. Rinto Amicha
Hampir seminggu Kasto tak pulang ke rumah, namun sepulang dari bekerja, Mila terkejut saat Riska mengatakan bahwa Paman Kasto baru saja pulang."Kamu gak kenapa-napa kan Ris?" tanya Mila khawatir."Gak kak, Paman bawa banyak makanan enak lhoh kak, tumben. Kata Paman semua untuk kita. Bahkan Paman beliin juga kebutuhan dapur, tu ada mie instan dalam kardus dan beras di karung. Apa Paman menang judi ya kak? Berarti haram dong ... , gimana kak?" tanya Riska kebingungan pada kakaknya."Sudah, tak usah kau pikir Paman dapat uang darimana, syukurlah kalau Paman tak lagi berbuat kasar."Mila tahu pasti, uang Paman banyak karena ia baru saja mendapatkan tiga ratus juta dari Rafin. Uang sialan yang kini ditanggungnya dan entah hingga kapan akan lunas. Keningnya terasa berdenyut saat memikirkan hutangnya.***Hubungan Pram da
Rafin memesankan sepaket makan siang lengkap dengan buah dan puding, kemudian ia kirimkan ke apartemennya. Ia sendiri bahkan melewatkannya, hanya memesan snack dan secangkir kopi, demi untuk segera menyelesaikan tumpukan tugas yang menggunung.Tiba-tiba sebuah ketukan menginterupsi kegiatan kebutnya. Rupanya Tommy."Berita apa yang kau bawa, sehingga membuatmu datang menemuiku?" tanya Rafin kepada sahabatnya."Apakah aku harus memiliki alasan penting hanya untuk menemui sahabat baikku sendiri?" tanya Tommy yang balas bertanya pada pemuda yang super sibuk itu.Rafin hanya diam saja, tangannya masih sibuk menari-nari di atas tumpukan berkas yang telah lebih dari separuh ia selesaikan."Tadinya aku mampir untuk mengajakmu makan siang, tapi sepertinya kau tak tertarik." Tommy mengemukakan alasan kedatangannya."Ak
Rafin telah memberikan perintah pada Tommy, untuk segera memperkarakan kasus Mila ke pihak yang berwajib. Dan hanya dalam beberapa jam saja, Kasto telah ditangkap dengan tuduhan penganiayaan.Rafin melakukan itu karena Mila tak bersedia untuk meninggalkan rumah itu. Padahal keselamatan hidup mereka tidak terjamin jika pria brengsek itu masih berkeliaran.Rafin bahkan telah menawarkan apartemennya untuk ditinggali bersamanya dan Riska, demi keamanan. Namun Mila tetap menolak dengan alasan karena mereka belum menikah. Dan itulah jalan keluar satu-satunya yang terbaik menurut Rafin, dengan cara menyingkirkan Kasto. Sebenarnya bisa saja ia mengirim orang-orangnya untuk menyingkirkan pria kurang ajar itu, tapi biarlah Kasto merasakan hidup dibalik jeruji besi bercampur dengan pelaku kriminal yang lain, tanpa ia harus susah-susah bertanggung jawab atas kelangsungan hidupnya. Biar Kasto juga merasakan perlakuan bur
Di dalam sebuah restoran bergaya Eropa, terdapat sebuah ruang VIP yang hanya akan ditempati jika melakukan pemesanan sebelumnya. Seorang pria setengah baya, mengenakan setelan resmi lengkap dengan jas dan dasi, ditemani oleh dua orang wanita yang mengenakan gaun indah. Seorang wanita berusia hampir setengah abad, dengan potongan rambut sebatas bahu, jepit pita hitam minimalis menghiasinya, menambah kesan elegan pada tatanan rambutnya,seorang wanita yang lainnya berusia lebih tua, kisaran lebih dari tujuh puluh tahun, namun secara fisik ia masih terlihat berusia enam puluhan, masih jernih berpikir dan masih beraktivitas normal meskipun hanya aktivitas ringan."Aku tak akan menyetujui jika nanti yang dibawa bocah tengik itu adalah perempuan yang suka mengumbar pusar dan payudaranya itu." Wanita yang lebih sering disapa Oma itu mulai membuka pembahasan kala menu pembuka telah dihidangkan." Aku juga tidak akan
"Aku menyukai gadis itu. Semoga ia bisa merubah sifat-sifat buruk bocah tengik macam Rafin. Walaupun terkesan lugu, aku yakin ia memiliki kepribadian yang kuat. Aku benar-benar tak peduli ia berasal dari keluarga mana, tapi yang jelas aku merestui hubungan mereka. Lekas tentukan tanggal pernikahan mereka, jangan lebih dari tujuh hari. Buat momen yang mewah untuk acara ini. Secepatnya." Oma berkata panjang lebar yang disetujui oleh putra dan menantunya."Aku ingin, besok mereka segera pindah ke rumah ini, aku tak ingin terjadi sesuatu dengan keduanya karena ulah paman mereka.Setelah menikah barulah Mila bisa ikut Rafin ke apartemen," ujar Ny. Nara."Boleh." Tn. Arkan menyetujui usulan dari istrinya.Sudah terbayang betapa rumah itu akan menjadi lebih ramai dengan kehadiran dua anak perempuan. Sudah lebih dari lima tahun rumah itu ditinggalkan oleh putri Tuan Arkan. Cintia namanya.
Seorang lelaki keluar dari pekarangan nya yang sederhana, dengan menenteng sebuah arit dan tomblok atau tempat untuk menampung rumput, berbentuk bulat biasa terbuat dari anyaman bambu. Ia berniat untuk pergi menuju kebun sambil mencari rumput untuk ternak sapinya. Urat-urat di tangannya menandakan betapa keras ia bekerja. Pagi ini perutnya telah terisi dengan sepotong Ubi bakar yang berukuran besar.Desa itu bukanlah tanah kelahirannya, namun ia begitu mencintai tempat itu. Beberapa tahun yang lalu, ia datang ketempat ini, menyewa kamar untuk hidupnya selama beberapa bulan. Namun saat dirasa ia cocok dengan tempat itu, maka dihabiskannya uang yang ia bawa untuk membeli sepetak tanah dan kemudian mendirikan sebuah rumah sederhana yang hingga saat ini ia tempati sendirian.Usia yang belum terlalu tua membuatnya masih sanggup untuk mengurus seekor sapi dan beberapa ayam peliharaan. Sepetak sawah yang tak
Mila dan Rafin berangkat bersama pada penerbangan siang, sedangkan Riska, Mama, Papa dan Oma akan menyusul pada sore hari karena Tn. Wijaya ada urusan yang harus diselesaikan terlebih dahulu.Selama perjalanan, Mila dan Rafin sama sekali tidak bercakap-cakap. Tak ada keakraban atau candaan. Mereka seperti orang asing. Rafin yang masih sibuk dengan laporan-laporan dan Mila memilih untuk mendengarkan musik dari ponselnya menggunakan headset.Hingga saat memasuki pesawat, Mila masih tak ada niatan untuk membuka percakapan. Lagipula pria di sampingnya ini bukanlah orang yang asik diajak ngobrol lebih baik tidur batinnya. Rafin sendiri malah memilih untuk membaca buku.Setelah dua jam, akhirnya mereka telah sampai di kota tujuan. Mereka sudah mendapatkan jemputan oleh orang-orang suruhan Tn. Wijaya. Dan sekitar setengah jam kemudian sampailah mereka pada sebuah rumah mewah. Terlihat asr
Pram berangkat ke acara reuni dengan menggunakan pesawat. Ada sedikit rasa kecewa yang hadir dalam hatinya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kali ini ia pun menghadiri acara ini sendirian. Biasanya ia akan datang ke kota itu berhari-hari sebelumnya. Ia akan menghabiskan waktunya untuk menjelajah kota terlebih dahulu, berbelanja dan berwisata. Namun kali ini ia tak ada semangat untuk berpiknik, karena sesungguhnya ia menginginkan melalui kegiatan itu bersama dengan gadis yang dicintainya.Ah... Mengapa sekarang jadi kangen ya? Namun ia kembali merasakan kekecewaan saat panggilan pada gawai nya tidak terhubung. Mungkin gadis itu sedang menyelesaikan urusannya dan tak ingin diganggu. Ada setitik rasa nyeri yang ia rasakan di sudut dadanya. Mengapa ia merasa bahwa hanya dirinya yang mencintai? Ia tak ingin berprasangka buruk pada kekasihnya, karena setahu Pram, Mila memang gadis pendiam yang terlihat sulit untuk mengungkapkan perasaanya. Namun yan