Hari itu Naraya dan Kalandra pergi ke butik langganan Evangeline ditemani wanita itu. Mereka ke sana untuk memesan gaun, setelah sebelumnya sudah menentukan kapan pernikahan Naraya dan Kalandra akan dilakukan.“Hati-hati.” Kalandra membantu Naraya masuk agar tidak menabrak sesuatu di butik itu.“Ada yang bisa kami bantu?” Seorang pelayan mendekat dan menyambut Kalandra juga yang lain.“Aku ingin memesan gaun pengantin dan setelan jas untuk putra dan calon menantuku.” Evangeline bicara sambil mengamati gaun dan pakaian yang terpajang di toko itu.Pelayan wanita itu tersenyum hangat, kemudian melirik Kalandra yang berpenampilan sangat menarik, lantas menatap Naraya yang terlihat biasa saja.“Saya akan menunjukkan gaun terbaik di butik ini.” Pelayan wanita itu bicara sedikit centil sambil melirik Kalandra.Kalandra tidak memperhatikan, tangannya sibuk menggenggam tangan Naraya.Pelayan itu memanggil rekannya, hendak meminta untuk melayani Naraya dan dia sendiri bermaksud melayani Kalandr
“Apa mereka mengatakan sesuatu tentangmu?”Pertanyaan kembali terlontar karena Evangeline tidak percaya jika tidak terjadi apa-apa, tapi Naraya tiba-tiba berkata demikian. Evangeline melirik tajam kepada kedua pelayan yang berdiri dan menunduk di belakang Naraya.“Beneran tidak ada, Ma. Aku hanya berpikir jika apa pun pilihan Mama pasti bagus,” elak Naraya tidak enak hati karena reaksi Evangeline.Evangeline menatap tajam ke pelayan yang kini saling senggol, kecurigaannya pun semakin menjadi-jadi karena tingkah keduanya.“Kalian mengatakan sesuatu kepadanya!” bentak Evangeline. Ini adalah pertama kalinya Evangeline membentak, biasanya wanita itu selalu bersikap lemah lembut.Tepat saat Evangeline membentak, Kalandra muncul di sana untuk memperlihatkan jas pilihannya.“Ada apa ini, Ma?” tanya Kalandra saat melihat sang mama terlihat begitu murka.Kedua pelayan itu ketakutan, hingga mereka langsung membungkuk meminta maaf.“Kami minta maaf, tidak sengaja membicarakan Nona ini yang buta,
“Kamu dengar mereka menggunjingmu?” tanya Kalandra saat berada di kamar bersama Naraya.Kalandra duduk di samping Naraya sambil menggenggam erat telapak tangan gadis itu.“Itu hanya salah paham, Al. Aku juga salah bicara, makanya Mama Ivi marah,” jawab Naraya masih tidak enak karena masalah di butik.“Ra, kamu tidak usah bohong. Aku tahu kamu bagaimana, kamu tidak akan mengatakan sesuatu, jika tidak ada pemicunya,” ujar Kalandra masih tidak percaya jika tidak ada apa-apa yang bisa membuat sang mama marah.Naraya mengulum bibir, memang tidak bisa jika berbohong kepada pemuda itu.“Aku saja yang mungkin terlalu sensitif, Al. Entah kenapa mendengar ucapan mereka, membuatku tiba-tiba kesal dan salah bicara,” ujar Naraya akhirnya jujur.Kalandra pun mendengarkan dengan seksama Naraya yang sedang bercerita tentang hal yang didengarnya.“Karena itu, Al. Mungkin lebih baik jika tidak usah ada pesta, aku hanya tidak ingin jika ada pembicaraan buruk tentang kalian,” ujar Naraya lagi.Kalandra k
“Ra, kamu ga lupa sama aku, ‘kan?”Naraya menajamkan pendengaran saat mendengar suara menyapanya. Memastikan suara siapa yang didengarnya saat ini.“Kak Ica.” Naraya masih mengingat suara itu meski sudah sepuluh tahun tidak bertemu dan mendengar.Angel senang karena Naraya mengingat namanya, hingga menghampiri sambil melirik Kalandra.“Aku masih musuhan sama kamu,” ketus Angel ke Kalandra.Kalandra hanya bisa menghela napas kasar, lantas berdiri karena diusir Angel. Kini pemuda itu hanya berdiri di samping ranjang sambil bersedekap dada.Naraya senang mengetahui Angel di sana, senyum tidak pudar dari wajah, tangan meraba karena ingin menyentuh gadis yang umurnya lebih tua darinya dan dulu sering mengajak main juga berbagi makanan dengannya.“Kak Ica bagaimana kabarnya?” tanya Naraya begitu senang.Angel meraih tangan Naraya, terlihat senyum di bibir gadis berumur tiga puluh satu tahun itu.“Aku baik, Ra. Senangnya bisa melihatmu lagi di sini.” Angel mengusap pipi Naraya, menyayangi ga
Kenan mengajak Amanda mampir makan setelah pulang bekerja. Mereka pergi ke sebuah kafe yang tidak terlalu jauh dari rumah Amanda.“Aku senang akhirnya Naraya akan menikah dengan Kalandra,” ujar Amanda saat mereka baru saja turun dari mobil dan kini berjalan menuju kafe.Kenan menoleh Amanda yang berjalan di sampingnya, hingga kemudian menautkan jemari mereka.Amanda terkejut karena Kenan langsung menggenggam telapak tangannya, tapi kemudian tersenyum karena malu juga senang.“Apa kamu mau menikah juga? Aku akan melamarmu,” ucap Kenan dengan suara lirih.“Hah? Apa?” Amanda terkejut mendengar ucapan Kenan yang terdengar samar-samar.“Memangnya aku bicara apa?” Bukannya mengulang apa yang dikatakan tadi, Kenan malah bertanya balik.“Kamu tadi mengatakan sesuatu,” ujar Amanda kesal karena Kenan suka sekali bicara pelan, kemudian tidak mau mengulang.“Tidak ada, mungkin kamu salah dengar,” balas Kenan santai, masih dengan jemari saling menggenggam.Amanda mengerucutkan bibir, hingga kemudi
“Ada apa, kenapa kamu melamun?” tanya Kalandra saat melihat Naraya yang terlihat hanya diam saja sejak pagi.Naraya mencoba tersenyum, kemudian meraba sisi ranjang, seolah ingin menyentuh Kalandra.Pemuda itu pun paham, hingga kemudian duduk di samping Naraya dan meraih tangan kekasihnya itu.“Ada apa?” tanya Kalandra penuh kelembutan.“Al, besok kita ke pengadilan, ‘kan?” tanya Naraya karena ingat harus menghadiri sidang kasus pelecehan dirinya.“Iya,” jawab Kalandra.“Bolehkah setelah sidang, aku bertemu Ibu?” tanya Naraya hati-hati. Dia tidak ingin jika sampai Kalandra marah karena dirinya meminta bertemu Sofi, Naraya tahu jika Kalandra membenci Sofi.Semalam Amanda menghubunginya, mengatakan jika bertemu dengan Nayla dan menceritakan kalau wanita itu sudah berubah.“Kenapa kamu ingin bertemu ibumu?” tanya Kalandra mencari tahu.“Aku hanya ingin tahu kondisinya, Al. Aku tidak mau jika sampai Ibu berpikir kalau aku masih membencinya,” jawab Naraya.Kalandra sebenarnya tidak suka jik
“Na.”Nayla terkejut melihat Naraya berada di kafe tempatnya bekerja. Tangannya tiba-tiba gemetar melihat sang kakak yang dulu dibenci dan selalu ingin dicelakainya. Rasa bersalah itu membuat Nayla malu untuk bertemu dengan Naraya, dia malu karena Naraya begitu baik meski sudah dia sakiti.Mendengar suara Nayla, membuat Naraya mengulas senyum. Dibantu Evangeline, Naraya berjalan menghampiri Nayla.“Kamu tahu aku kerja di sini?” tanya Nayla karena salah tingkah harus bicara apa.“Ibu yang kasih tahu, tadi aku dari rumah,” jawab Naraya dengan sikap tenang.Naraya ingin bicara berdua dengan Nayla, membuat Evangeline memilih duduk berdua dengan Kalandra di meja yang tidak terlalu jauh dari Naraya dan Nayla duduk.“Bagaimana kabarmu, Nay?” tanya Naraya meski tidak bisa melihat wajah sang adik.Mendengar sang kakak yang bertanya terlebih dahulu tentang kabarnya, membuat Nayla ingin sekali menangis. Kenapa kakaknya itu berhati malaikat, sampai-sampai masih bertanya tentangnya yang sudah begi
“Aku pasti akan datang ke pernikahan kalian, tenang saja.”Amanda sangat senang saat Naraya datang berkunjung ke rumah sakit. Mereka kini berada di ruang kerja Kenan, bersama dokter muda itu juga.Amanda terus menggenggam telapak tangan Naraya, mereka duduk berdua di sofa.“Kamu harus datang sebelum hari pernikahan, aku ingin kamu menemaniku,” pinta Naraya sambil menggenggam telapak tangan temannya itu.“Tentu saja, kamu jangan khawatir. Nanti aku akan ke sana bareng Kenan,” balas Amanda dengan wajah berseri-seri karena senang didatangi temannya itu.“Apa hubungan kalian semakin lancar?” tanya Naraya sambil berbisik.Amanda melirik Kenan yang memandang dirinya, kemudian dia mendekatkan bibir ke telinga Naraya.“Sangat lancar, doakan dia cepat melamarku agar aku bisa segera menikah seperti dirimu,” jawab Amanda berbisik pula.Naraya tertawa kecil mendengar jawaban Amanda, sebelum kemudian mengangguk tanda akan mendoakan temannya itu.Kalandra memperhatikan Kenan yang terus memandang Am