“Ada apa, kenapa kamu melamun?” tanya Kalandra saat melihat Naraya yang terlihat hanya diam saja sejak pagi.Naraya mencoba tersenyum, kemudian meraba sisi ranjang, seolah ingin menyentuh Kalandra.Pemuda itu pun paham, hingga kemudian duduk di samping Naraya dan meraih tangan kekasihnya itu.“Ada apa?” tanya Kalandra penuh kelembutan.“Al, besok kita ke pengadilan, ‘kan?” tanya Naraya karena ingat harus menghadiri sidang kasus pelecehan dirinya.“Iya,” jawab Kalandra.“Bolehkah setelah sidang, aku bertemu Ibu?” tanya Naraya hati-hati. Dia tidak ingin jika sampai Kalandra marah karena dirinya meminta bertemu Sofi, Naraya tahu jika Kalandra membenci Sofi.Semalam Amanda menghubunginya, mengatakan jika bertemu dengan Nayla dan menceritakan kalau wanita itu sudah berubah.“Kenapa kamu ingin bertemu ibumu?” tanya Kalandra mencari tahu.“Aku hanya ingin tahu kondisinya, Al. Aku tidak mau jika sampai Ibu berpikir kalau aku masih membencinya,” jawab Naraya.Kalandra sebenarnya tidak suka jik
“Na.”Nayla terkejut melihat Naraya berada di kafe tempatnya bekerja. Tangannya tiba-tiba gemetar melihat sang kakak yang dulu dibenci dan selalu ingin dicelakainya. Rasa bersalah itu membuat Nayla malu untuk bertemu dengan Naraya, dia malu karena Naraya begitu baik meski sudah dia sakiti.Mendengar suara Nayla, membuat Naraya mengulas senyum. Dibantu Evangeline, Naraya berjalan menghampiri Nayla.“Kamu tahu aku kerja di sini?” tanya Nayla karena salah tingkah harus bicara apa.“Ibu yang kasih tahu, tadi aku dari rumah,” jawab Naraya dengan sikap tenang.Naraya ingin bicara berdua dengan Nayla, membuat Evangeline memilih duduk berdua dengan Kalandra di meja yang tidak terlalu jauh dari Naraya dan Nayla duduk.“Bagaimana kabarmu, Nay?” tanya Naraya meski tidak bisa melihat wajah sang adik.Mendengar sang kakak yang bertanya terlebih dahulu tentang kabarnya, membuat Nayla ingin sekali menangis. Kenapa kakaknya itu berhati malaikat, sampai-sampai masih bertanya tentangnya yang sudah begi
“Aku pasti akan datang ke pernikahan kalian, tenang saja.”Amanda sangat senang saat Naraya datang berkunjung ke rumah sakit. Mereka kini berada di ruang kerja Kenan, bersama dokter muda itu juga.Amanda terus menggenggam telapak tangan Naraya, mereka duduk berdua di sofa.“Kamu harus datang sebelum hari pernikahan, aku ingin kamu menemaniku,” pinta Naraya sambil menggenggam telapak tangan temannya itu.“Tentu saja, kamu jangan khawatir. Nanti aku akan ke sana bareng Kenan,” balas Amanda dengan wajah berseri-seri karena senang didatangi temannya itu.“Apa hubungan kalian semakin lancar?” tanya Naraya sambil berbisik.Amanda melirik Kenan yang memandang dirinya, kemudian dia mendekatkan bibir ke telinga Naraya.“Sangat lancar, doakan dia cepat melamarku agar aku bisa segera menikah seperti dirimu,” jawab Amanda berbisik pula.Naraya tertawa kecil mendengar jawaban Amanda, sebelum kemudian mengangguk tanda akan mendoakan temannya itu.Kalandra memperhatikan Kenan yang terus memandang Am
“Kamu mau rasa apa?” tanya Kalandra.Kalandra mengajak Naraya ke toko kue, mereka baru saja jalan-jalan lantas mampir untuk sekadar menikmati kue sambil mengenang kebersamaan mereka saat dulu masih duduk di bangku SMA.“Apa saja boleh,” jawab Naraya.Naraya berjalan dengan bantuan tongkat, meski Kalandra sudah memegang satu tangannya.“Agak antri, kamu tunggu di sini sebentar,” kata Kalandra yang ingin mengantri dulu.Naraya mengangguk-angguk dengan seulas senyum di bibir. Dia berdiri memegangi tongkat sambil menunggu Kalandra datang lagi.Saat Naraya sedang menunggu, ponselnya di tas berdering dan membuat gadis itu mencoba merogoh tasnya. Dia tidak sengaja menjatuhkan tongkatnya, saat bersamaan ada seorang wanita sedang melintas dan membuat wanita itu tersandung tongkat.Wanita yang tersandung tongkat Naraya sedang membawa secangkir kopi, membuat kopi itu tumpah dan mengenai pakaiannya sendiri. Tentu saja hal itu membuat wanita berumur lebih muda dari Naraya itu terkejut dan mengamuk
Kalandra begitu murka saat mendengar ucapan Stella, tidak tahu kenapa wanita itu harus berkata demikian. Kalandra tidak bisa diam saja mendengar ucapan Stella yang akan memengaruhi pikiran Naraya, hingga langsung berbalik dan saling berhadapan dengan Stella.“Al, sudah abaikan.” Naraya menahan lengan Kalandra.“Jaga bicaramu!” Kalandra sangat murka, hingga menunjuk wajah Stella dengan urat leher yang tampak jelas karena menahan amarahnya.“Aku hanya bicara fakta, Al. Apa kamu sebenarnya memang sedang ingin membodohi wanita buta itu.” Stella tidak takut sama sekali dengan kemarahan Kalandra, hingga terus saja menghina Naraya.Stella dulu ditolak mentah-mentah saat mengutarakan cinta ke Kalandra, lalu bagaimana bisa sekarang Kalandra malah memilih wanita buta, daripada dirinya yang sempurna. Semua itu terasa tidak masuk akal untuk Stella.“Al, sudah. Kita pergi saja.” Naraya kembali membujuk agar Kalandra tidak terpancing emosi. Dia sampai menggenggam erat telapak tangan pemuda itu.Pen
[Apa kalian tahu kalau Kalandra akan menikah?]Sebuah pesan chat dimulai pada sebuah grup aplikasi berbalas pesan.[Kalandra? Benarkah? Wah, pasti calon istrinya sangat cantik dan sempurna. Apa kamu tidak cemburu Stella? Bukankah kamu menyukai Kalandra?]Ternyata Stella sengaja membuka percakapan di grup alumni jurusannya, di mana tentunya Kalandra juga ada di grup itu.[Dari mana kamu tahu? Apakah kamu diberitahu Kalandra? Ataukah diundang? Wah, tidak adil kalau kita tidak diundang.]Penghuni grup lainnya mulai ikut masuk dalam obrolan itu.Stella menyeringai membaca pesan-pesan yang mulai menanggapi pesan chat yang dimulainya. Dia kesal karena Kalandra menolak dirinya tapi memilih wanita buta.Stella semakin bersemangat karena kebanyakan dari teman-teman alumninya itu bertanya apakah wanita pilihan Kalandra cantik, secara Kalandra bisa dibilang sempurna, banyak gadis yang menginginkan bersanding dengan pemuda itu, tapi sayangnya Kalandra tidak pernah sekalipun membuka hati untuk gad
“Al, apa ada masalah?” tanya Naraya karena tiba-tiba Kalandra diam.“Oh, tidak ada. Aku keluar sebentar,” jawab Kalandra. Dia mengusap pipi Naraya, sebelum kemudian meninggalkan gadis itu di kamar sendirian.Kalandra benar-benar marah karena tindakan Stella yang sengaja menggiring opini teman-temannya terhadap Naraya. Dia tidak akan terima jika wanita itu mengganggu bahkan mencampuri urusannya.Begitu sampai di luar kamar Naraya, Kalandra mengetik pesan menohok ke grup agar teman-temannya membaca.[Buta bukan berarti tak layak, lebih baik buta mata daripada buta hati hingga menjelekkan orang lain yang sama sekali tidak dikenal. Jangan bersikap bijak, sedangkan perkataan kalian sebenarnya menyakiti hati orang lain. Menikah dengan siapa itu urusanku, aku yang hendak menjalani, kenapa kalian yang pusing? Apa kalian yang membiayai pernikahanku?]Pesan itu pun dikirimkan, Kalandra benar-benar geram meski awalnya hendak mengabaikan. Tidak ada yang berani membalas pesan Kalandra, pesan itu h
Evangeline menatap penampilan Naraya yang sangat cantik. Gadis itu kini sudah mengenakan gaun pengantin berwarna peach dengan manik yang tersebar di seluruh gaunnya. Make up yang dipoleskan tidak terlalu tebal sehingga tidak mengurangi kecantikan alami gadis itu.Hari itu pernikahan Naraya dan Kalandra pun tiba. Naraya sudah didandani begitu cantik, hingga yang melihatnya akan terkesima dan tidak percaya jika itu dia.“Kamu sangat cantik, Ra.” Evangeline begitu memuji penampilan Naraya.Naraya mengulas senyum, secantik apa pun dirinya, dia tidak bisa menatapnya langsung karena masih tidak bisa melihat. Kecewa, mungkin dia merasakannya, tapi Naraya berusaha menepis perasaan itu karena dia tidak ingin membuat Kalandra merasa bersalah.“Terima kasih, Bibi.”“Apa Naraya sudah siap?” Amanda yang memang sudah datang di sana sejak semalam, kini masuk ke ruang khusus untuk merias.Amanda terkagum-kagum saat melihat Naraya yang begitu cantik ketika memakai gaun pengantin.“Ya Tuhan, kamu sanga