Hidup itu terasa berwarna saat ada orang-orang yang menyayangi serta memberi perhatian, terlebih saat ada yang mencintai setulus hati tanpa melihat siapa dirimu.
“Besok aku akan datang siang, aku harap kamu tidak menungguku,” kata Naraya, saat merapikan pakaian milik Kalandra di lemari.
Kalandra sedang mengecek beberapa dokumen, hingga menegakkan badan saat mendengar perkataan Naraya.
“Kenapa tidak datang?” tanya Kalandra yang tentu saja merasa tak senang, menatap punggung Naraya yang sedang berada di depan lemari.
Naraya menoleh, kemudian mengulas senyum. Ia menutup pintu lantas berjalan mendekat ke arah Kalandra dan duduk di samping pemuda itu. Naraya sudah bisa menebak jika Kalandra pasti tak senang jika dirinya tidak datang ke sana.
“Besok jadwal ibu check up ke rumah sakit, aku akan menemaninya seperti biasa. Setelah selesai, aku akan sege
Naraya pulang ke rumah saat malam hari, langsung melepas sepatu tanpa menyapa karena sepertinya akan percuma. “Lihat siapa yang pulang? Simpanan pria kaya ternyata ingat rumah reot yang ditempati,” sindir Nayla saat melihat sang kakak masuk rumah. Nayla sedang duduk di sofa yang menghadap televisi, memangku mangkok berisi camilan. Ia bicara tanpa menatap ke arah sang kakak. Naraya langsung berhenti melangkah, menatap adiknya yang semakin hari membenci dirinya. Ia pun mencoba tak acuh dan ingin langsung masuk ke kamar. Sofi menatap Naraya yang baru masuk, kemudian beraling memandang Nayla yang baru saja menyindir sang kakak. Sofi tidak menganggap ucapan Nayla sebagai sebuah kebenaran, karena tahu jika putrinya itu sangat membenci Naraya. “Apa kamu sudah makan? Kalau belum, Ibu akan siapkan makan malam,” kata Sofi. Baru saja Naraya ingin membuka mulut untuk membalas, tapi Nayla sudah menyerobot dengan cepat. “Untuk apa Ibu menawarinya makan? Dia pasti sudah kenyang makan enak bers
Naraya sudah berada di kamar dan bersiap tidur, hingga Sofi terlihat masuk dengan sedikit kesusahan karena berjalan menggunakan tongkat. Naraya pun kembali turun dari ranjang, lantas membantu Sofi untuk bisa sampai ke ranjang.“Hati-hati,” ucap Naraya sambil membantu Sofi berjalan.Sofi tersenyum hangat, lantas duduk di kasur di bantu Naraya.“Besok jatah Ibu kontrol,” kata Naraya membantu menaikkan kedua kaki Sofi ke kasur.“Ah … Ibu sampai lupa,” balas Sofi masih terus tersenyum.Naraya menarik selimut untuk menutupi kaki Sofi, lantas dirinya juga naik ke ranjang untuk ikut tidur.“Ibu tidurlah lebih awal, agar besok bisa bangun dengan segar,” ucap Naraya. Meski Naraya selalu mendapat perlakuan buruk di rumah, tapi tak pernah sekalipun gadis itu ingin mendendam.“Oh ya, Ibu dengar kamu sudah tidak bekerja di hotel. Nayla bilang kamu bekerja dengan seorang pengusaha,” ujar Sofi menyelidik, ingin tahu sendiri dari mulut Naraya.Naraya tampak kebingungan mendengar ucapan Sofi, tapi kem
Kalandra ternyata tidak berada di perusahaan. Ia kini berada di depan rumah Naraya untuk memastikan apakah benar gadis itu pergi ke rumah sakit, serta ada hal yang ingin diselidiki.“Jadi, ini adalah rumah yang ditinggali Anira selama beberapa tahun ini,” gumam Kalandra menatap bangunan tua dan berukuran sangat kecil itu.Kalandra merasa miris melihat rumah itu, sangat jauh berbeda dari rumah orangtuanya tempat Naraya dulu tinggal. Jika dilihat, rumah Naraya sekarang tak lebih besar dari ruang tamu rumah keluarganya, membuat Kalandra bertanya-tanya bagaimana bisa Naraya tinggal di rumah itu selama ini.Saat Kalandra sedang mengamati. Pintu rumah tua itu terbuka, Nayla keluar dengan mencangklong tas punggungnya.Gadis itu terkejut melihat keberadaan Kalandra di sana, hingga menyadari jika pemuda itulah yang bersama Naraya.“Wah … dia sangat tampan jika dilihat secara langsung seperti ini,” gumam Naraya sambil tersenyum-senyum sendiri ketika melihat betapa rupawannya wajah Kalandra.Kal
Kenan termenung setelah Naraya dan Sofi pergi, bahkan saat Amanda mengajak bicara karena masih ada satu pasien, pemuda itu tak mendengar sama sekali, pikirannya masih tertuju pada Naraya yang diyakini adalah Anira. Namun, Kenan kecewa saat Naraya berkata jika gadis itu tak mengenal dirinya.“Dok, Dokter!” panggil Amanda karena Kenan tak kunjung membalas ucapannya.Kenan tersadar dari lamunan, menatap Amanda yang sejak tadi sudah memandangnya.“Ya.” Kenan mencoba bersikap biasa.“Masih ada satu pasien lagi,” kata Amanda, tak berani memanggil masuk sebelum Kenan mengizinkan.Kenan menganggukkan kepala, tanda meminta Amanda untuk memanggil pasien yang datang.**Naraya mengantar Sofi pulang menggunakan taksi, tapi sepanjang jalan gadis itu tampak gelisah karena melihat Kenan di kota itu.Sofi menyadari jika Naraya terlihat gusar, hingga menyentuh telapak tangan putrinya itu, mengakibatkan Naraya terkejut dan langsung menoleh Sofi.“Ada apa? Kenapa kamu tampak gusar?” tanya Sofi dengan se
Kenan sudah selesai dengan prakteknya di Poliklinik. Ia kini berjalan bersama Amanda menuju ruang inap untuk mengecek pasiennya yang sedang dirawat.“Dok, saya lihat Anda tidak fokus sejak Ibu Sofi memeriksakan kakinya?” tanya Amanda hati-hati untuk menyelidik karena penasaran, terlebih ketika melihat reaksi Kenan dan Naraya saat bertemu.Kenan menoleh sekilas pada Amanda, lantas tersenyum kecil dengan tetap melangkahkan kaki.“Mungkin hanya kebetulan aku tidak fokus, mungkin aku kurang istirahat,” jawab Kenan yang tentu saja tak mungkin jujur pada Amanda yang baru dikenalnya beberapa hari.Amanda mengangguk-angguk, memeluk stopmap berisi data pasien.Kenan juga tak bicara, hingga ingat jika Amanda tampak dekat dengan Sofi.“Apa kamu sudah kenal lama dengan pasien bernama Bu Sofi itu?” tanya Kenan tiba-tiba.Amanda terkejut mendengar pertanyaan Kenan, merasa jika ini adalah angin segar dari rasa penasarannya sejak tadi.“Ya, tentu saja, Dok,” jawab Amanda. “Selain dia adalah pasien la
Sepuluh tahun yang lalu.Naraya baru saja kembali dari sekolah, dirinya sudah tinggal bersama Sofi beberapa minggu setelah diambil dari keluarga Devan Rajendra. Dulu rumah mereka sedikit besar dan memiliki beberapa kamar, sehingga Naraya bisa mempunyai kamarnya sendiri.Naraya baru saja datang dan melihat pintu kamarnya terbuka. Ia berjalan dengan hati-hati untuk masuk kamar karena takut jika itu pencuri atau yang lainnya. Namun, Naraya sangat terkejut saat melihat siapa yang berada di dalam kamarnya.“Ibu sedang apa?” tanya Naraya ketika melihat Sofi duduk di tepian ranjang memegang gunting.Sofi memandang ke arah Naraya datang, lantas tersenyum pada putrinya itu.“Ibu sedang membersihkan barang yang membuat kamarmu kotor,” jawab Sofi santai, sebelum kemudian menunduk dan memotong sesuatu yang berada di pangkuan.Naraya mengerutkan alis, hingga kemudian berjalan mendekat secara perlahan. Gadis itu sangat terkejut ketika melihat apa yang sedang dilakukan Sofi, wanita itu memotong semu
Di kota tempat orangtua Kenan dan Kalandra tinggal. Milea merasa keheranan ketika Kenan bertanya nama asli Anira. Ia lantas menatap Evangelina—Ibu Kalandra yang kebetulan duduk bersamanya sekarang.“Kenapa kamu tiba-tiba menanyakan hal itu?” tanya Milea masih menatap Evangeline.Evangeline yang sedang menyesap teh, lantas melirik temannya itu.“Karena aku ingin memastikan sesuatu, Ma.” Suara Kalandra kembali terdengar setelah beberapa detik diam.“Ada apa?” tanya Evangeline tanpa suara dan hanya gerakan bibir, karena Milea menatap dirinya.Milea menggelengkan kepala pelan, lantas kembali bicara dengan putranya yang berada jauh darinya.“Memastikan apa?” tanya Milea menyelidik.“Ya, pokoknya sesuatu,” jawab Kenan yang tak mau jujur. “Ayolah, Ma. Mama pasti tahu, Mama Ivi juga pasti memberitahu Mama,” bujuk Kenan yang sudah sangat penasaran.Milea terlihat berpikir, pasti ada sesuatu hingga membuat putranya itu memaksa untuk tahu.“Mama tidak tahu,” jawab Milea pada akhirnya karena Kena
Naraya baru saja selesai mencuci piring di apartemen Kalandra, melakukan pekerjaan seperti biasanya di tempat itu jika mereka di sana. Ia merapikan dapur dan mengelap meja makan, lantas menengok jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.“Aku sudah terlambat pulang,” gumam Naraya. Ia ingat jika Sofi memperingatkannya agar tak pulang malam.Naraya melepas celemek yang dikenakan dan menggantung kembali di tempatnya, kemudian berjalan menuju kamar di mana Kalandra di dalam sedang mengecek berkas.“Al!” panggil Naraya begitu masuk ke kamar.Naraya tak melihat Kalandra di sofa, membuatnya bingung dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan.“Aku tidak melihatnya di ruang tamu, apa dia di ….” Baru saja Naraya hendak menyebut kamar mandi seraya memutar badan, gadis itu sudah dikejutkan terlebih dahulu oleh Kalandra yang memeluknya.“Al! Kenapa tak menyahut panggilanku?” Naraya bertanya sambil menatap Kalandra yang memeluknya dari depan.“Sengaja,” jawab Kalandra santai dengan sen