Tidak ada hari yang membahagiakan selain bersama dengan seseorang yang kita cintai dan inginkan. Segala kerinduan yang menumpuk di dada kini satu persatu terurai, bertemu dengan sang kasih yang selalu dinanti.Naraya duduk di tepian ranjang, menatap ponsel di mana banyak sekali pesan dan panggilan dari Kenan. Sejak pergi dengan Kalandra kemarin, Naraya memilih mematikan daya ponsel setelah Kenan berulang kali menghubungi. Dia hanya tak ingin Kalandra bertanya dan curiga.Naraya sudah membaca satu persatu pesan dari Kenan, hingga membalas dengan satu kalimat jika dirinya sibuk. Mungkin itu terkesan kejam bagi Kenan, tapi hanya ini yang bisa dilakukan Naraya sekarang.“Kamu sedang apa?” tanya Kalandra yang baru saja keluar dari kamar mandi.Naraya terkejut mendengar suara Kalandra, hingga langsung berdiri dan menatap kekasihnya itu.“Hanya baru saja menghapus beberapa pesan dan panggilan tak terjawab yang tidak penting,” jawab Naraya jujur meski tidak menyebutkan pesan dari siapa.Kalan
Kenan benar-benar tidak bisa tenang. Naraya tidak menghubunginya sama sekali, meski dirinya sudah mengirimkan banyak pesan.“Apa aku datangi saja tempat kerjanya atau rumah orangtuanya?”Kenan tiba-tiba ingin berbuat nekat dengan mencari Naraya. Dia tidak ingin jika sampai Naraya melupakan dirinya atau tidak peduli terhadapnya.“Baiklah, sepertinya itu ide terbaik.”Kenan berdiri dari duduk, lantas melepas jas putihnya hingga kini hanya mengenakan kemeja berwarna navy. Pemuda itu berjalan keluar dari ruangan, hingga bertemu dengan Amanda.“Anda mau ke mana, Dok?” tanya Amanda sambil memeluk stopmap berisi dokumen pasien.“Man, apa kamu tahu rumah Naraya?”**Naraya baru saja selesai makan, sedangkan Nayla memilih kembali ke kamarnya dan tidak peduli dengan sang kakak.“Nayla masih marah denganku,” ucap Naraya sambil menatap ke pintu kamar adiknya itu.Selama ini Naraya sudah mengalah, bahkan kamar pun dirinya mengalah untuk Nayla. Tidak hanya itu, Naraya harus mengubur keinginan berku
Pram baru saja turun dari bis untuk menemui Nayla, hingga pria itu melihat Naraya yang sedang bicara dengan Kenan.“Wah … kebetulan sekali,” gumam Pram sambil mengeluarkan ponsel.Nayla pernah berpesan jika Pram melihat Naraya bersama pria, maka diminta untuk mengambil foto Naraya.Pram pun tidak menyia-nyiakan kesempatan, dari jarak tidak terlalu jauh, Pram pun mulai mengambil gambar Naraya dan Kenan.Di sisi lain. Naraya kebingungan saat Kenan menanyakan ke mana dirinya kemarin.“Ak-aku hanya sedang sibuk,” kata Naraya.Kenan merasa Jika Naraya sedang menjaga jarak darinya, hingga kemudian menggenggam telapak tangan gadis itu.Naraya sangat terkejut dengan yang dilakukan Kenan, ditatapnya telapak tangan yang digenggam pemuda itu, sebelum kemudian beralih menatap wajah Kenan.“Ke.” Naraya menggerakkan telapak tangannya, tapi tidak berhasil karena Kenan menggenggamnya erat.“Kamu sedang menghindariku, Ra? Ada apa?” tanya Kenan memberanikan diri bertanya. Dia merasa aneh dengan sikap N
Kalandra hendak menghubungi Naraya, tapi saat melihat ada panggilan masuk di ponselnya, pemuda itu pun merekahkan senyum. Dia buru-buru menjawab panggilan itu. “Halo, Ma.” Kalandra senang mendapatkan panggilan dari Evangeline—ibunya. “Al, kamu sekarang berada di mana?” tanya Evangeline dari seberang panggilan. “Di kantor.” “Hm ….” Terdengar suara bergumam dari seberang panggilan, hingga kemudian panggilan itu berakhir. Kalandra merasa heran, hingga melihat pintu ruangannya terbuka. “Al!” Evangeline merekahkan senyum saat melihat putranya. Kalandra sangat terkejut, hingga kemudian berdiri dan langsung menyambut kedua orangtuanya itu. “Pa, Ma! Kenapa datang tidak mengabariku dulu?” tanya Kalandra yang tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. “Kami sengaja karena ingin memberi kejutan,” jawab Evangeline, lantas memeluk putranya untuk melepas rindu. “Di mana Anira?” tanya Devan. “Oh … dia masih di apartemen, tadi bilang ingin menyelesaikan pekerjaan rumah dulu,” jawab Kalandra
“Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Naraya saat dirinya dan Kenan berada di sebuah taman.Kenan mengajak Naraya pergi ke tempat itu agar bisa leluasa bicara. Dia kini memandang Naraya yang terus mengalihkan tatapan darinya.“Ra, kenapa sikapmu berbeda denganku? Kamu tahu sedekat apa kita dulu,” ucap Kenan. Dia hanya merasa kehilangan saat Naraya menjaga jarak darinya.Naraya akhirnya menatap Kenan, melihat kedua bola mata pemuda itu dan mencari arti dari pertanyaan Kenan.“Tidak ada yang berbeda, Ke. Mungkin karena kita sudah terlalu lama tidak bertemu,” ujar Naraya bingung dengan apa yang harus dijelaskan.“Aku pikir kamu akan senang jika kita bertemu lagi, tapi tampaknya tidak demikian,” ucap Kenan dengan sorot mata penuh kekecewaan.Naraya terkejut mendengar ucapan Kenan, dirinya menjadi tidak enak hati dan merasa bersalah.“Bukan seperti itu, Ke.” Naraya menurunkan panda
Naraya buru-buru melepas seat belt begitu mobil sampai di depan lobi. Dirinya terpaksa menerima tawaran Kenan yang ingin mengantar, agar lebih cepat sampai di apartemen.“Terima kasih,” ucap Naraya buru-buru, kemudian membuka pintu mobil.“Ra!” Kenan menahan pergelangan tangan Naraya.Naraya terkejut kemudian menoleh Kenan. Sikap Kenan membuatnya benar-benar gugup.“Jangan menghindar dariku, Ra. Kamu tahu aku tidak akan memaksa kehendakku kepadamu,” ucap Kenan, berharap Naraya tidak semakin menjauhinya karena ungkapan perasaannya tadi.Naraya mengulum bibir, kemudian menganggukkan kepala. “Aku tidak akan menghindar darimu,” ucapnya untuk melegakan hati Kenan.Kenan tersenyum, lantas melepas tangan Naraya. Gadis itu pun buru-buru keluar dari mobil, kemudian setengah berlari masuk ke apartemen.“Kenapa dia sangat terburu-buru? Siapa atasannya?” Kenan jadi penasaran.**Naraya masuk lift dan segera menekan tombol agar lift naik ke lantai tempat Kalandra berada. Dia mencoba mengatur napas
Bukannya mengajak Naraya ke lift, Kalandra malah menarik tangan gadis itu dan masuk ke tangga darurat. Tentu saja hal itu membuat Naraya terkejut, tapi dirinya juga sudah bisa menebak kalau Kalandra marah. Namun, satu hal yang Naraya tidak tahu, dia berpikir jika Kalandra marah karena dirinya tidak berada di apartemen, padahal kenyataannya Kalandra marah karena foto-foto yang diterimanya.Ya, Kalandra mendapatkan banyak kiriman foto Naraya yang bersama Kenan. Nayla memang sudah mengumpulkan banyak foto, hari itu setelah mendapatkan nomor Kalandra, Nayla pun mengirimkan foto itu.“Ada apa, Al? Aku bisa jelasin kenapa tidak berada di apartemen,” ucap Naraya berusaha bersikap tenang meski dirinya merasa takut.Kalandra melepas genggaman tangannya dari pergelangan Naraya, kemudian sedikit mendorong kekasihnya itu ke tembok.Punggung Naraya membentur dinding, ditatapnya wajah Kalandra dengan ekspresi wajah terkejut.“Aku membiarkanmu t
Kalandra melepas pagutan bibir mereka, kemudian memandang wajah Naraya yang basah karena air mata. Diusapnya wajah gadis itu dengan lembut, tatapannya terlihat kesal tapi juga menyesal karena sudah membuat Naraya menangis.“Kamu tidak bohong?” tanya Kalandra memastikan.Naraya menggelengkan kepala dengan tatapan sendu dan wajah yang masih dialiri buliran kristal bening.“Kamu tahu jika aku sangat mencintaimu, Ra. Kamu tahu bagaimana perasaanku saat mengetahuimu bersama Kenan? Rasanya seperti kamu tidak benar-benar serius denganku,” ujar Kalandra lagi.Naraya berpikir jika Kalandra melihat dirinya diantar Kenan, tidak terbesit dalam pikirannya jika ada yang memprovokasi pemuda itu.“Maaf, Al. Sumpah demi apa pun, aku bertemu dengan Kenan karena tidak sengaja.” Naraya berusaha menjelaskan agar Kalandra tidak curiga lagi.Kalandra menyadari jika cintanya ke Naraya membuatnya selalu berpikiran negatif karena takut kehilangan. Namun, semua itu semata-mata karena Kalandra tidak ingin Naraya