Hancur lebur perasaan ketika mendengar setiap kalimat itu muncul dari bibir gadis yang sangat dipuja. Hatinya bagai tercabik-cabik, sebelum kemudian diremas sedemikian rupa. Dia tidak pernah menyangka jika kekasihnya akan berpaling dengan begitu mudah, setelah semua yang mereka lewati bersama. Dia tidak menyangka jika gadis itu tidak bisa memaafkan kekhilafannya.Namun, di balik hancurnya hati seorang Kalandra, ada hati yang lebih hancur lagi karena ucapan-ucapan yang menyakiti pemuda yang sangat dicintainya itu. Bahkan air mata tidak berhenti luruh, saat dirinya mendengar sebuah kalimat doa tapi mengandung sebuah kutukan.“Kamu benar-benar membenciku? Apa kamu bahagia dengannya? Jika memang itu benar, aku akan mundur. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu.”Air mata itu luruh dan tidak mau berhenti setelah Kalandra pergi dari ruang inapnya. Naraya memilih menyakiti hatinya dan hati pemuda yang sangat dicintainya, hanya demi menghindarkan rasa bersalah dari hati Kalandra. Dia lebih bai
Nayla berjalan di koridor rumah sakit dengan rasa kesal. Sofi terus bertanya kenapa Naraya tidak datang, sedangkan kakaknya itu tidak bisa dihubungi.“Kenapa Ibu terus menanyakannya, menyebalkan!” gerutu Nayla. Dia harus menjaga ibunya di rumah sakit karena tidak ada Naraya. Nayla sempat bertanya kepada Kenan apakah tahu di mana keberadaan Naraya, tapi dokter muda itu memilih mengabaikan.“Tidak sudi aku jika harus mencarinya.”Saat Nayla sedang geram karena Sofi terus menanyakan Naraya, langkahnya terhenti saat melihat siapa yang kini duduk di kursi roda dan didorong oleh Kenan, Amanda berjalan di samping Kenan.“Naraya?” Nayla mengamati dari jauh. Dia melihat sang kakak yang menatap lurus ke depan.Nayla penasaran kenapa sang kakak duduk di kursi roda, hingga dia akhirnya mengikuti ke mana Kenan membawa sang kakak.Kenan mengajak Naraya pergi dari rumah sakit setelah menyelesaikan semua administrasi rumah sakit.Naraya sendiri sudah tidak punya pilihan selain menerima tawaran Kenan.
Sakit hati dan hancur kini dirasakan Kalandra, kedua kalinya harus melihat dua orang yang dikasihinya menusuk dari belakang, membuat Kalandra merasa jika dia memang sudah dikhianati sejak awal.“Semuanya sudah selesai diurus, kita bisa pulang sekarang,” ucap Devan yang baru saja masuk selepas dari ruang administrisi.Evangeline sudah mengemas barang mereka, hingga menoleh Kalandra yang duduk termangu menatap jendela.Wanita itu menoleh ke sang suami, memberikan tatapan penuh kekhawatiran akan kondisi putra mereka.“Al, kita pulang sekarang?” tanya Evangeline sambil menyentuh pundak Kalandra.Kalandra menoleh, kemudian menganggukkan kepala. Dia berusaha berdiri dibantu Evangeline untuk berpindah ke kursi roda.Devan mendorong kursi roda untuk keluar kamar dan pergi menuju parkiran rumah sakit. Devan dan Evangeline berencana membawa pulang Kalandra ke rumah karena di kota itu tidak akan ada yang merawat dan menjaga Kalandra di kondisinya sekarang ini.Nayla baru saja mengurus prosedur k
“Mama Ivi.”Angel—kakak Kenan, pagi itu datang mengunjungi kediaman Evangeline untuk menjenguk Kalandra. Meski Angelica adalah putri dari mendiang adik Devan, tapi gadis yang tumbuh bergelimang kasih sayang itu memanggil Evangeline dan Devan dengan sebutan mama dan Papa, serta menganggap Kalandra adalah adiknya sendiri seperti Kenan.“Ica, kamu sudah pulang. Kata mamamu kamu pergi ke luar kota untuk urusan bisnis.” Evangeline terlihat senang melihat gadis itu, lantas memberikan pelukan untuk Angel.“Baru semalam pulang, lalu mendengar kabar tentang Kalandra, hingga pagi ini memutuskan ke sini sebelum ke kantor,” ucap Angel menjelaskan.“Di mana Al?” tanya Angel kemudian.“Dia di kamarnya, naiklah jika ingin bertemu,” jawab Evangeline.Angel menganggukkan kepala, kemudian minta izin untuk melihat kondisi Kalandra.Angel mengetuk pintu, kemudian membuka dan melongok ke dalam. Dia melihat Kalandra yang berdiri di dekat pintu balkon, kaki pemuda itu tampaknya sudah sembuh.“Al, boleh aku
“Man, apa kamu pikir apa yang aku lakukan sudah benar?” tanya Kenan ke Amanda.Entah kenapa hari itu dirinya merasa gelisah, hingga akhirnya mengajak Amanda bicara berdua setelah praktek untuk bisa sekadar melegakan hatinya,Kenan sendiri mulai nyaman dengan keberadaan Amanda karena keduanya adalah tim yang membantu Naraya agar bisa mandiri. Sikap perhatian Amanda dan juga kesabaran gadis itu, membuat Kenan senang berada di sisi Amanda.“Aku tahu Anda melakukan semua ini demi Naraya, tapi mungkin kita sebenarnya tidak memahami perasaannya, dengan menuruti pemintaannya. Padahal kita tahu kalau sebenarnya dia sangat menderita dengan keputusan yang dibuat,” ujar Amanda panjang lebar.Kenan menatap Amanda, melihat sekali lagi sikap dewasa dari gadis di hadapannya itu. Dia lantas mengingat bagaimana Naraya selama beberapa hari ini, gadis itu terlihat tenang dan bahagia, tapi sebenarnya menderita. Kenan sering melihat Naraya melamun, tak
Kalandra tiba-tiba berlari keluar dari kamar dengan terburu-buru. Dia hanya mengenakan kemeja berwarna navy dan ponsel juga kunci mobil di tangan.“Al, kamu mau ke mana?” tanya Evangeline ketika melihat putranya menuruni anak tangga dengan cepat.“Aku harus memperbaiki sesuatu, Ma.” Tanpa berhenti, Kalandra menjawab pertanyaan sang mama sambil setengah berlari keluar dari rumah.Evangeline panik melihat putranya pergi, sedangkan baru saja sembuh setelah masa pemulihan pasca kecelakaan.“Al! Kamu mau ke mana?” Evangeline mengejar, tapi terlambat karena Kalandra sudah mengemudikan mobil meninggalkan halaman rumah.Wanita itu cemas, kenapa setelah mendapatkan panggilan dari Kenan, putranya pergi dari rumah dengan terburu-buru. Dia pun memilih pergi ke kamar Kalandra, mengambil ponselnya untuk menanyakan apa yang dibicarakan Kenan kepada Kalandra.**Kalandra melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, tidak peduli dengan trauma atau keselamatannya, karena saat ini yang ada di pikirannya bis
“Apa tidak apa-apa seperti ini? Bagaimana jika Naraya menunggu kita pulang?”Kenan dan Amanda sudah selesai bertugas di rumah sakit, tapi mereka tidak langsung pulang dan memilih pergi ke kafe.“Kalandra saat ini pasti sudah sampai di sana, jika kita pulang, aku takutnya mengganggu mereka,” ujar Kenan, sebelum kemudian menyesap kopi yang dipesannya.Amanda terdiam kemudian mengangguk paham. Dia salut kepada Kenan yang mampu melawan ego demi kebahagiaan orang lain. Kenan adalah sosok sempurna yang didamba para gadis.“Kenapa kamu melamun?” tanya Kenan karena Amanda terus menatapnya.Amanda tersadar dari lamunan, lantas tersenyum canggung dan memilih menyesap kopi miliknya.**Kalandra sampai di kota tempat tinggal Naraya saat sore hari. Begitu sampai di alamat Apartemen yang Kenan kirimkan lewat pesan chat, Kalandra berlarian menuju lift hingga keluar dari lift karena ingin segera bertemu dengan Nara
Kalandra sesekali mengecup pucuk kepala Naraya. Mereka kini duduk di sofa dan Kalandra memeluk Naraya dari belakang, seolah tidak ingin melepas karena takut kehilangan.“Maaf jika aku egois hingga akhirnya membuatmu seperti ini, Ra.” Kalandra kembali mencium pucuk kepala Naraya setelah mengucapkan kalimat itu.“Jangan membahas itu lagi, Al. Aku benar-benar sudah tidak mempermasalahkan, ini yang aku takutkan darimu. Aku tidak ingin menjadi bebanmu karena rasa bersalah itu,” ujar Naraya sambil merasakan pelukan hangat pemuda itu.Kalandra akhirnya tidak membahas lagi masalah itu, tapi pikirannya juga masih terbayang-bayang saat Kenan mencium Naraya.“Tapi, bagaimana bisa kamu berciuman dengan Kenan agar membuatku salah paham?” tanya Kalandra penasaran dan juga cemburu.Naraya tersenyum mendengar pertanyaan Kalandra. Dia bangun dari pelukan pemuda itu, menyentuh lengan Kalandra dan meraba hingga ke wajah pemuda itu.Kalandra terus menatap, kini ada rasa menyesal karena Naraya tidak bisa
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Hari pernikahan Kenan dan Amanda pun tiba, mereka menikah tiga bulan setelah acara lamaran berlangsung. Mereka melakukan akad di rumah Amanda, tapi sepakat mengadakan pesta di rumah Kenan karena Milea yang meminta dan disetujui oleh keluarga Amanda.Naraya sendiri senang karena pesta diadakan di rumah Milea, sehingga dia tidak harus bepergian ke luar kota dalam kondisi hamil besar. Usia kandungan Naraya kini sudah memasuki usia delapan bulan, dan ukuran perutnya pun begitu besar karena bagi kembarnya.“Untung kalian menikah di sini, jadi aku tidak kerepotan pergi ke luar kota,” ucap Naraya saat mendatangi kamar Amanda.Amanda dan keluarganya diberi tempat di rumah Evangeline agar memudahkan mereka saat pergi ke rumah Kenan.Amanda langsung berlutut di depan Naraya yang sedang duduk, lantas mengusap-usap lembut permukaan perut temannya itu.“Aunty ‘kan baik, jadi ga mau nyusahin kalian,” ucap Amanda dengan tangan mengelus perut Naraya.Usai bicara demikian, terasa gerakan bergeser di p
Kalandra berbaring berbantal paha Naraya, dengan posisi miring dia menghadap ke perut sang istri dan terlihat sesekali menciumnya manja.“Apa mereka lapar atau menginginkan sesuatu?” tanya Kalandra sambil mengusap perut Naraya lagi.“Mereka sudah makan banyak tadi, jadi ga mau apa-apa lagi,” jawab Naraya sambil mengusap rambut suaminya.Kalandra kembali mencium perut Naraya, sebelum kemudian bangun dan mencium bibir istrinya itu.“Sekarang papinya yang menginginkan sesuatu,” ujar Kalandra dengan senyum menggoda.“Mau apa?” tanya Naraya dengan dahi berkerut halus.“Mau nengokin mereka,” jawab Kalandra tanpa basa-basi.Naraya terkesiap tapi kemudian terlihat malu karena ternyata suaminya meminta jatah. Kalandra memang tidak pernah meminta saat usia kandungannya masih di trimester pertama, itu karena larangan dari dokter agar kondisi jalan rahimnya tidak terbuka karena berhubungan intim. Namun, dokter mengizinkan jika berhubungan setelah masuk di trimester kedua.“Boleh, tapi jangan buat
Hari itu Naraya dan yang lainnya pergi untuk ikut dalam acara lamaran yang akan dilakukan Kenan. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya Kenan memantapkan hati untuk melamar Amanda.Semua orang singgah di hotel sebelum acara lamaran yang akan dilakukan esok hari, sedangkan Naraya meminta izin tinggal di rumah Amanda karena melepas rindu dengan temannya itu.“Perutmu besar sekali, Na? Bukankah kamu bilang baru lima bulan?” tanya Amanda keheranan.“Aku lupa bilang kalau mereka kembar,” ujar Naraya saat melihat temannya terheran-heran melihat perutnya yang besar.“Kembar?” Amanda seolah tidak percaya jika Naraya akan memiliki bayi kembar.Naraya mengangguk-angguk, sebelum kemudian berbisik, “Mereka laki-laki.”Amanda semakin tidak percaya karena Naraya bisa seberuntung itu. Dia menyentuh perut Naraya yang besar, penasaran sedang apa bayi kembar Naraya sekarang.Saat tangan Amanda sedang menyentuh dan mengusap lembut, tiba-tiba terasa gerakan dari dalam sana.“Mereka bergerak.” Amanda