“Apa tidak apa-apa seperti ini? Bagaimana jika Naraya menunggu kita pulang?”
Kenan dan Amanda sudah selesai bertugas di rumah sakit, tapi mereka tidak langsung pulang dan memilih pergi ke kafe.
“Kalandra saat ini pasti sudah sampai di sana, jika kita pulang, aku takutnya mengganggu mereka,” ujar Kenan, sebelum kemudian menyesap kopi yang dipesannya.
Amanda terdiam kemudian mengangguk paham. Dia salut kepada Kenan yang mampu melawan ego demi kebahagiaan orang lain. Kenan adalah sosok sempurna yang didamba para gadis.
“Kenapa kamu melamun?” tanya Kenan karena Amanda terus menatapnya.
Amanda tersadar dari lamunan, lantas tersenyum canggung dan memilih menyesap kopi miliknya.
**
Kalandra sampai di kota tempat tinggal Naraya saat sore hari. Begitu sampai di alamat Apartemen yang Kenan kirimkan lewat pesan chat, Kalandra berlarian menuju lift hingga keluar dari lift karena ingin segera bertemu dengan Nara
Kalandra sesekali mengecup pucuk kepala Naraya. Mereka kini duduk di sofa dan Kalandra memeluk Naraya dari belakang, seolah tidak ingin melepas karena takut kehilangan.“Maaf jika aku egois hingga akhirnya membuatmu seperti ini, Ra.” Kalandra kembali mencium pucuk kepala Naraya setelah mengucapkan kalimat itu.“Jangan membahas itu lagi, Al. Aku benar-benar sudah tidak mempermasalahkan, ini yang aku takutkan darimu. Aku tidak ingin menjadi bebanmu karena rasa bersalah itu,” ujar Naraya sambil merasakan pelukan hangat pemuda itu.Kalandra akhirnya tidak membahas lagi masalah itu, tapi pikirannya juga masih terbayang-bayang saat Kenan mencium Naraya.“Tapi, bagaimana bisa kamu berciuman dengan Kenan agar membuatku salah paham?” tanya Kalandra penasaran dan juga cemburu.Naraya tersenyum mendengar pertanyaan Kalandra. Dia bangun dari pelukan pemuda itu, menyentuh lengan Kalandra dan meraba hingga ke wajah pemuda itu.Kalandra terus menatap, kini ada rasa menyesal karena Naraya tidak bisa
Uap panas yang masih mengepul di udara, menggeliti hidung yang menghidu aroma khas dari minuman berwarna hitam itu.“Kopi.” Kenan menyodorkan secangkir kopi ke Kalandra.Kenan menghampiri Kalandra yang berdiri di balkon, kakak sepupunya itu baru saja selesai menerima panggilan.“Terima kasih,” ucap Kalandra sambil menerima cangkir kopi yang diberikan Kenan.Keduanya berdiri menatap hamparan kota yang bermandikan cahaya. Sesekali meniup uap panas yang masih mengepul, lantas menyesap kopi hitam pekat itu.Tidak ada pembahasan di antara keduanya. Mungkin karena mereka terlalu lama saling mendiamkan dan tidak pernah bertegur sapa.“Terima kasih,” ucap Kalandra tanpa menatap Kenan.“Kamu sudah mengucapkannya tadi,” balas Kenan, kemudian kembali menyesap kopinya.Kalandra tersenyum getir, menebak apakah Kenan benar-benar tidak tahu untuk apa dirinya berterima kasih, atau hanya berpura-pura tidak tahu untuk memancingnya bicara lebih banyak.“Kamu pasti tahu untuk apa aku berterima kasih, jad
“Aku akan mencarikan donor mata untukmu.”Setelah kembali bersama, Kalandra mengajak kembali Naraya ke apartemen yang disewanya.Naraya tersenyum mendengar ucapan Kalandra, tangannya meraba hingga kemudian menggenggam telapak tangan kekasihnya itu.“Maaf, jadi harus merepotkanmu dengan kondisiku,” ucap Naraya. Dia merasa sudah menjadi beban banyak orang.Kalandra menggenggam erat tangan Naraya, mengangkat dan mendekatkan ke bibir, sebelum kemudian mengecup punggung tangan dengan lembut.“Jangan meminta maaf atau berterima kasih. Kamu lupa jika aku sudah melamarmu dan berjanji akan menikahimu? Bagaimanapun kondisimu, aku akan menerimanya,” ujar Kalandra. Dia lantas menatap jari manis Naraya yang masih memakai cincin pemberiannya.Naraya mengangguk-angguk, saat ini dirinya ingin sekali bisa melihat bagaimana senyum kekasihnya itu. Naraya mengulurkan tangan, menyentuh kedua pipi Kalandra, lantas meraba hidung, mata, dan bibir pemuda itu.“Aku sangat ingin melihat senyummu, tapi sayangnya
Sofi gelisah karena Naraya tidak ada kabar, bahkan sekadar mengunjunginya pun tidak saat di rumah sakit maupun sekarang saat sudah di rumah.Wanita itu takut jika sampai Naraya melupakan dan lepas dari tangannya. Dia sampai saat ini tidak sadar jika telah egois dan selama ini membuat Naraya menderita.“Aku tidak bisa diam saja jika Naraya mengabaikan dan melupakanku,” gumam Sofi dengan rasa takut.Wanita itu akhirnya memilih pergi dari rumah, hendak mencari Naraya di apartemen tempat Kalandra tinggal.Sofi pergi ke apartemen tempat Naraya tinggal menggunakan bis. Dia berjalan menggunakan bantuan tongkat, melangkah dengan perlahan menuju gedung tinggi itu.“Maaf, apa saya bisa minta nomor unit Kalandra?” tanya Sofi saat berada di depan bagian resepsionis.“Boleh saya tahu, Anda siapanya?” tanya resepsionis yang tidak langsung memberikan jawaban.Sofi memutar otak, dirinya harus bisa mendapatkan nomor unit apartemen Kalandra tanpa dicurigai.“Jadi gini, anak saya bekerja di unit itu seb
Naraya sangat terkejut mendengar suara Sofi, hingga dia mencengkram erat kemeja yang dikenakan Kalandra. Entah kenapa takut jika Sofi memaksanya ikut.“Na, apa yang terjadi denganmu?” tanya Sofi sambil mengulurkan tangan ingin menyentuh Naraya.Kalandra langsung menepis tangan Sofi, tidak akan membiarkan wanita yang tidak pernah menyayangi dan hanya memanfaatkan Naraya saja itu, menyentuh atau membujuk Naraya untuk ikut.“Lebih baik kamu pergi dari sini. Anira sudah tenang tinggal bersamaku, jadi jangan pernah mengganggunya lagi,” ujar Kalandra sambil mengusir Sofi.“Tapi aku ibunya!” Sofi tidak terima karena diusir.Naraya merapatkan tubuh ke Kalandra, seolah meminta perlindungan pemuda itu.“Kamu ibunya tapi hanya memanfaatkannya saja! Kamu pikir aku tidak tahu dengan semua yang kamu lakukan kepadanya selama ini? Kamu hanya memanfaatkannya atas dasar rasa bersalahnya! Kamu hanya ingin dia berada di sampingmu, tanpa mau mengerti penderitaannya. Kamu menjadikannya budak, bukan anak!”
“Bagaimana?” tanya Nayla begitu menjelaskan penawaran yang diinginkan.Hardi terlihat berpikir, hingga rasa kesalnya terhadap Naraya yang menolaknya, membuat pria itu mengangguk dan menerima penawaran Nayla.Nayla tersenyum miring, kini rencananya membuat Naraya jatuh tinggal satu langkah lagi.Tanpa Nayla sadar, Hardi sudah mendekat ke arahnya, kemudian merengkuh pinggang Nayla tanpa permisi.Nayla terkejut dan saat itu dirinya sudah dalam pelukan Hardi, pria tua yang haus akan buaian dan sentuhan gadis muda.“Sebelum aku melakukan kesepakatan kita, kamu harus melayaniku, bagaimana?” Hardi bicara sambil mengapit dagu Nayla.“Brengsek, dia memang begitu licik dan selalu memanfaatkan kesempatan. Tapi, aku juga bisa mendapatkan uang banyak darinya,” gumam Nayla dalam hati.Wanita itu memainkan jari di dada Hardi, sebelum kemudian sedikit mendongakkan wajah hingga begitu dekat dengan pria itu.“Asal Anda membayarku dengan layak, maka aku akan memuaskan Anda. Bahkan kalau perlu berulang-u
Amanda duduk berhadapan dengan Naraya. Mereka kini berada di meja makan karena Amanda membawakan makanan untuk temannya itu. Kalandra sendiri sedang menghubungi Devan untuk membahas masalah pekerjaan dan dirinya yang akan membawa Naraya pulang. “Makan yang banyak, ini sudah aku kupaskan, kamu tinggal makan,” ucap Amanda setelah mengupaskan beberapa udang dan meletakkan di piring Naraya. “Terima kasih, Man.” Naraya tersenyum, begitu bersyukur memiliki teman sebaik Amanda. Naraya makan tanpa sendok, langsung menggunakan tangan karena itu lebih mudah untuknya. “Na, bagaimana menurutmu tentang dokter Kenan?” tanya Amanda. Dia menyangga dagu dengan telapak tangan, sedangkan siku bertumpu di meja. “Maksudnya bagaimana?” tanya Naraya masih dengan mulut mengunyah. “Maksudnya kepribadiannya atau mungkin sifatnya,” jawab Amanda antusias mendengarkan. Dia sedikit tersenyum saat menyebut nama pemuda itu. “Dia baik, sopan, bertanggung jawab,” jawab Naraya. Amanda mengangguk-angguk mendenga
“Dokter Ke.”Kenan begitu terkejut mendengar seseorang memanggilnya, hingga pemuda itu hampir saja menjatuhkan berkas yang sedang dibaca.Amanda menaikkan kedua sudut alis, merasa heran karena Kenan terkejut, sedangkan dia memanggilnya dengan suara pelan.Kenan menoleh, melihat Amanda yang sudah berdiri di belakangnya.“Ada apa?” tanya Kenan untuk menutupi kegugupannya.Amanda meletakkan stopmap yang dibawa ke meja, kemudian mengulas senyum manis.“Hanya mau mengantar berkas pasien,” jawab Amanda.Kenan mengangguk-angguk, jantungnya masih berdegup cepat karena terkejut.Amanda pun pamit keluar dari ruangan karena harus mengerjakan hal lainnya.Kenan terlihat bernapas lega, entah kenapa sekarang dirinya begitu tegang dan selalu salah tingkah saat bertemu juga bicara dengan Amanda.“Apa yang salah?” Kenan memegangi dada, jantungnya kembali berdegup dengan cepat.