“Jadi, bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Kenzo, Rhe?” tanya Lidia pada calon menantu kesayangannya.
Rhea memasang wajah sedih. “Belum ada kemajuan yang berarti, Tante. Ken terus menolakku,” lirihnya.
Lidia berdecih sebal, tidak mengerti dengan jalan pikiran Kenzo. Bisa-bisanya lelaki itu menolak wanita sesempurna Rhea, dan memilih gadis yang sangat biasa saja seperti Kenzie.
“Kau tenang saja, aku pastikan kalian akan segera menikah dalam waktu dekat.”
Mata Rhea yang semula sendu, berbinar indah setelah mendengar ucapan Lidia. Ia yakin, Lidia pasti bisa membuat Kenzo mau menikahinya. Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan dirinya akan keluar sebagai pemenang.
“Aura, Kenzie, lihat saja, sebentar lagi Kenzo akan menjadi milikku,” batin Rhea seraya tersenyum miring.
Akan tetapi, ada satu masalah besar yang masih mengganggu pikiran Rhea. Yakni, Brata. Lelaki itu tampak kurang setuju dengan Lidia
Kenzie memindai sekeliling. Udara pagi ini terasa begitu sejuk, berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang tak karuan. Perasaan bersalah, penyesalan, dan rasa khawatir bercampur menjadi satu. Ia tak bisa tenang sebelum mengakui kesalahannya dan meminta maaf pada Kenzo. Biar bagaimanapun, dirinya telah bersalah karena menuduh lelaki itu.“Pak, masih lama ya?” tanya Kenzie pada sopir taksi yang membawanya menuju kediaman Kenzo.“Dua menit lagi, Mbak. Sabar ya,” balas sopir tersebut.Dua menit kali ini terasa lebih lama dari biasanya. Kenzie tak henti melihat benda bulat yang melingkari pergelangan tangannya, guna memastikan apakah Kenzo masih berada di rumah, atau sudah berangkat bekerja.“Baru setengah tujuh, harusnya masih di rumah,” gumam Kenzie.Dua menit berhasil terlewati. Taksi yang membawa Kenzie berhenti tepat di depan rumah mewah bernuansa putih. Ia segera menyerahkan uang lima puluh ribuan pada sopi
Suara ribut-ribut seseorang membuat gadis yang masih lelap dalam tidurnya itu terganggu. Matanya terbuka perlahan, dan seketika membola sempurna saat setengah ingatan membawanya pada ,kejadian tadi malam, ketika dirinya dan Kenzo berada di ruangan yang sama. Langit-langit dan dinding kamar yang asing, membuat Alea segera menyingkap selimut. Ia sangat yakin, ruangan besar ini bukanlah kamarnya. Setelah seluruh ingatannya kembali, hal pertama yang dia lakukan adalah memeriksa apakah pakaiannya masih lengkap atau…“Seharusnya Bang Ken tidak melakukan apa pun. Semua pakaianku masih lengkap. Ya, aku yakin kami hanya tidur. Pasti begitu,” gumam Alea. Ia bergegas keluar dari kamar itu, sambil terus mensugesti diri, bahwa tidak ada yang terjadi antara dirinya dan Kenzo. Saat itulah telinganya menangkap percakapan dua manusia yang seperti tengah meributkan sesuatu. Alea diam seraya mencuri dengar, sampai akhirnya ia yakin kalau pemilik suara tersebut adalah Kenzie dan Kenzo. Jangan-jangan
“Bukan begitu, Ma,” jawab Kenzo.“Lantas apa?!” sahut Lidia. Ia memasang raut sedih dan kecewa atas sikap Kenzo yang sebenarnya wajar dilakukan pria dewasa yang sudah memiliki istri.“Ken hanya tidak ingin gagal dua kali,” ujar Kenzo tak sepenuhnya berbohong.“Ya sudah, kejar gadis itu.” Lidia menggantung ucapannya, seraya menatap dingin Kenzo. “Tapi, jangan pernah menyesal jika saat kau kembali, aku tak ada di muka bumi ini lagi,” tegasnya sembari melenggang pergi.Kenzo merasa syarat yang diajukan Lidia adalah pilihan yang sulit. Di satu sisi, ia ingin mengejar Kenzie dan meminta maaf pada wanita tersebut. Tapi, statusnya sebagai anak membuat dia tak bisa leluasa melakukan itu. Aplagi, Kenzo merasa ucapan Lidia kali ini tidak main-main.“Arghhhh!” Kenzo menyugar rambutnya frustrasi. Ia benci situasi ini, situasi dimana seseorang berhasil memainkan emosinya.Kenzie dan Lidia sama-sama penting, dan memiliki tempat masing-masing. Haruskah dia memilih salah satunya? Jawabannya tentu tid
“Mbak, gimana keadaan Mama?” tanya Gala panik. Tadi, sewaktu mendapat kabar Melati jatuh dari kursi roda dan tak sadarkan diri, ia tak memikirkan apa pun lagi, selain keselamatan sang mama. Bahkan, dia terpaksa membatalkan janjinya pada Amanda.“Sudah tidak apa-apa, Gal. Kondisinya sudah stabil,” terang Sani sambil tersenyum tipis.“Syukurlah.” Gala menarik napas lega. Ia mengambil tempat di sisi kanan Melati, sembari menatap dalam wajah itu.“Tidak ke sekolah, Gal?” tanya Sani. Ia berdiri di samping Gala dan memandang pada objek yang sama.Pertanyaan Sani lebih terdengar seperti basa-basi, mengingat jarum penunjuk waktu sudah mengarah ke angka sembilan.“Sepertinya tidak, Mbak, aku ingin menemani Mama,” jawab Gala.Sani paham perasaan Gala. Oleh sebab itu, ia tak bertanya lebih lanjut, apalagi memaksa lelaki tersebut. “Kalau gitu, Mbak keluar sebentar ya, beli sarapan,”
“Capek, hmm?” Anggita menyambut kepulangan Bara seraya bergelayut manja di lengan lelaki itu.“Tidak, kau adalah obat paling mujarab untuk segala penyakit yang ada dalam diriku,” kelakar Bara sambil tersenyum lembut dan mencium kening Anggita.Kupu-kupu berterbangan memenuhi hati yang berbunga. Begitulah Anggita, wanita itu akan sangat bahagia ketika Bara menggodanya. Ia tak bisa membayangkan akan mejalani hidup seperti apa jika tanpa Bara. Sebab, menurutnya Bara adalah malaikat penolong yang dikirim Tuhan khusus untuknya.“Bang?” panggil Anggita. Ia menelisik wajah Bara, seakan tengah mencari sesuatu di sana.“Iya, sayang?”Mereka berjalan beriringan dengan Anggita yang terus menempel pada Bara. Keduanya seperti pasangan suami istri yang hidupnya dipenuhi kebahagiaan.“Kapan Abang berniat menikahiku?”Seketika, Bara menghentikan langkah. Ia cukup terusik dengan pertanyaan An
Kenzie kehilangan kendali bersamaan dengan tamparan keras yang mendarat sempurna di pipi Kenzo. Sekuat tenaga ia berusaha tak menangis, meskipun cacian dan hinaan lelaki itu benar-benar menyakiti. Bukannya menyembuhkan luka sebelumnya, dia malah menambah luka baru di tempat yang sama.Senyum miring terbit dari bibir Kenzo, ia menatap Kenzie seraya menyentuh pipinya yang terasa perih. “Kenzie,, Kenzie, kenapa kau marah? Bukankah ucapanku benar, hmm?”“Laki-laki brengsek! Pergi dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!” teriak Kenzie dengan emosi meledak-ledak.Melihat perseteruan yang kian memanas, Amanda tak tinggal diam. Ia menghampiri Kenzie dan berusaha menenangkan kakaknya. Biar bagaimanapun, ia tak mau melihat Kenzie menangis lagi. Meski, bulir bening yang menggantung di pelupuk mata sang kakak sudah tampak, dan akan terjun bebas hanya dengan satu kedipan saja. Dia berusaha mencegah agar hal itu tak terjadi, paling tidak sampai Ken
Seketika, Alea mundur beberapa langkah, membuat jarak dengan Gala. Raut wajahnya seperti orang bingung. Namun, ia juga tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya karena bertemu Kenzie.“Kak Ziezie.” Alea mendekat, ia menggapai punggung tangan Kenzie. “Seharian ini aku cari Kakak kemana-mana, syukurlah ketemu di sini.” Ia tampak sumringah, berbanding terbalik dengan eskpresi Kenzie yang terlihat datar dan dingin.“Mau apa kamu cari Kakak?” tanya Kenzie.“Kak, percaya sama aku, aku dan Bang Ken…”“Kakak gak peduli, Al, mau kamu ada apa-apa, atau gak ada apa-apa sekalipun terserah kalian,” ungkap Kenzie.Gala mengerutkan kening, merasa heran dengan Kenzie yang terlihat sangat kesal, dan Alea yang juga tampak merasa bersalah. Berada di tengah-tengah mereka membuatnya bingung harus bereaksi seperti apa. Alhasil, Gala memilih pamit lebih dulu, meninggalkan kakak beradik itu.“Ma
Dini hari menjelang pagi, Kenzo yang baru selesai memeriksa beberapa berkas menyandarkan punggungnya seraya memfokuskan perhatian pada ponsel pintar di genggaman. Matanya melebar kala mendapati Kenzie masih online di waktu seperti ini. Mengabaikan ego dan gengsi, ia segera menghubungi wanita itu. Pikirannya sudah kemana-mana, salah satunya bagaimana jika Bara sempat meminta nomor ponsel Kenzie, dan keduanya rutin berkomunikasi?Panggilan Kenzo tak kunjung dijawab, membuat lelaki itu menggeram kesal. Ia memutuskan mengirim pesan, kalau Kenzie juga tak membalas, dia akan menemui wanita tersebut dan menyeretnya secara paksa.“Kau mau mati! Jangan menguji kesabaranku, Kenzie!”Setelah pesan tersebut berhasil terkirim, Kenzo menunggu sembari mengetuk-etuk meja. Tatapannya tak lepas dari benda pipih yang tak kunjung memunculkan notifikasi.Satu menit, dua menit, hingga lima menit terlewati, notifkasi yang diharapkan Kenzo tak kunju