"Kenapa kamu menampar saya?"
"Karena Bapak sudah lancang mencium saya. Bapak seenaknya saja, mencium saya tanpa ijin terlebih dahulu," gumam Rachel.
"Hah, Jika saya ijin terlebih dahulu, apa kamu akan mengijinkannya?" Pertanyaan Satria yang benar-benar membuat Rachel terdiam seketika."Sudahlah! Lagian, apa salahnya saya mencium tunangan saya sendiri?" kata Satria begitu enteng dan pergi begitu saja tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
"Kenapa dia selalu menginginkan diriku untuk menjadi tunangannya? Hah, Aku juga! Kenapa harus mau di cium sama dia. Kalo begini kan, aku yang rugi," gerutu Rachel mendesah kesal ketika teringat akan kebodohan yang ia lakukan. Menerima dengan mudahnya ciuman itu.
Ayunda benar-benar sakit hati. Ia tak menyangka jika Satria memilih Rachel daripada dirinya.Air mata terus mengalir, hatinya benar-benar hancur saat ini. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya seakan buntu, hanya ada rasa cemburu yang memb
Ia tersenyum tipis menatap handphone baru yang ada di tangannya. Jari jemari tangannya tak berhenti mengusap layar hp tersebut. Ia tak menyangka dan seakan tak percaya akan tingkah laku atasannya yang begitu peduli padanya. "Ya Tuhan, di balik sifatnya yang nyebelin, dia masih peduli sama aku. Padahal, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Seharusnya dia yang mendapatkan hadiah bukan aku," gumam Rachel dengan mata berbinar. ***** Marah-marah tak jelas dan menggerutu tiada henti. Itulah yang dilakukan pak Dhaniel saat ini. Kedua tangannya menopang di dada, dengan tatapan mata yang begitu tajam. Mama Rita menghela nafas melihat suaminya yang terlihat begitu emosi. Dengan langkah perlahan, mama Rita mulai menghampiri pak Dhaniel. Belaian tangannya membuat amarah pak Dhaniel sedikit luntur. "Pa, ada apa? Kenapa papa menyebut nama Satria dengan nada seperti itu?" tanya mama Rita duduk d
"Jika kamu dan mama bertemu, tak menutup kemungkinan kita akan menikah dalam waktu yang dekat." Perkataan Satria dulu mulai terlintas di benak Rachel. Menikah? Apa iya, aku akan menikah secepatnya dengan pak Satria?" tanya batin Rachel seraya melirik mama Rita yang selalu tersenyum manis ke arahnya. "Syukurlah, kalo kamu wanita itu." Mama Rita terlihat begitu lega. Ketakutan, kecemasannya, hilang begitu saja."Wanita itu?" tanya Rachel bingung dengan perkataan mama Rita barusan."Iya, kamu adalah ...," ucap mama Rita terhenti."Ma, lebih baik Mama pulang! Satria dan Rachel ada janji sama temen," kata Satria mengusir msmanya secara halus."Temen? Temen yang mana? Perasaan di Bogor kamu nggak punya temen selain Dinda dan Ayunda?" Pertanyaan mama Rita yang membuat Satria harus mencari alasan yang tepat."Sat?" tanya mama Rita ulang."Kami berdua ada janji dengan temannya Rachel, Ma. Jadi, Satria harus mengantar Rachel ke sana. Ya kan, Sayang?" tanya
"Saya memilih kamu. Berapapun itu, saya akan membayarnya," kata Satria menatap Rachel yang terkejut setengah mati dengan jawabannya."Tidurlah! Besok pagi kita akan berangkat ke Jakarta!" Perkataan Satria benar-benar membuat Rachel tak mampu menegak salivanya sendiri. Ke Jakarta? Buat apa? tanya Rachel dalam hati. Kedua matanya tak berhenti menatap Satria yang pergi meninggalkannya. Kedua matanya tak berhenti mengerjap seraya berpikir. Secara spontan ia menutup mulutnya ketika teringat alasan Satria mengajaknya ke Jakarta. "What? Apa iya, pak Satria mau melamarku?" tanya Rachel seorang diri. Drt ... Drt ... Drt ... Rachel mengambil handphone yang ada di sakunya. Kedua matanya menyipit melihat nomor tak di kenal menghubungi dirinya. "Siapa?" tanyanya penasaran. Perlahan, ia mulai mengangkat telepon tersebut.Kedua matanya terbelalak kaget saat yang mendengar suara yang ia rindukan. "Ma," kata Rachel tersenyum se
Nasi sudah menjadi bubur. Apapun alasan kamu, tak akan merubah keputusansaya. Bersiaplah! Setengah jam lagi kita berangkat!" ujar Satria membuat Rachel terperangah dan pergi begitu saja. "Kenapa pak Satria ngotot ingin menikahiku? Apa dia memang mempunyai rasa padaku," tebak Rachel Gr. Ia benar-benar bingung dengan apa yang ada di otak atasannya itu. Sepanjang perjalanan Rachel tak berhenti menatap Satria yang berada di sampingnya. Ia tak habis pikir jika janji yang ia ucapkan waktu itu benar-benar akan terjadi padanya. Ya Tuhan, apa ini sudah takdirku untuk menikah dengan pak Satria? kata batin Rachel bertanya seorang diri. Dengan cepat, ia memalingkan wajah saat Satria menoleh ke arahnya. "Ada apa?" tanya Satria. Rachel kembali menoleh dan tersenyum tipis. "Tidak!" jawab Rachel datar. "Bicaralah! Selagi, saya mau mendengarkan kamu berbicara!" ujar Satria yang fokus dalam mengemudi. Dengan hati-hat
Sejak kapan Bapak bicara aku dan kamu," ledek Rachel yang membuat Satria bener-bener malu. "Sejak kapan Bapak bicara aku dan kamu," ledek Rachel yang membuat Satria bener-bener malu. "Bukankah kita harus seperti itu? Sebentar lagi, kamu akan menjadi istriku!" ucap Satria menegaskan. "Ya kalo kedua orangtua saya mengijinkan, ya, Pak." kata Rachel tersenyum tipis. Satria menyeringai. Senyum manis Rachel benar-benar membuat dirinya tak mampu berpaling. "Makasih, ya, Pak! Karena Bapak, saya benar-benar terjaga," ucap Rachel berdiri di hadapan Satria. Satria tersenyum tipis. Entah kenapa hati kecilnya begitu senang akan kelembutan Rachel kepada dirinya."Berlatihlah mengucapkan kata sayang untukku. Mengerti!" pinta Satria melangkah menuju mobilnya. Tubuh Rachel seakan meremang mendengar permintaan Satria tersebut. Hatinya seakan berbunga-bunga, melihat atasannya yang jutek itu memberi perhatian lebih kepadanya. Perh
"Bukankah itu pesanan kamu?" tanya Satria mengernyit. Rachel mendesah sebal. Ia hanya tersenyum tipis melirik Satria yang benar-benar menuruti apa yang ia bilang. "Kenapa kamu membelinya? Aku kan, cuma becanda," ucap Rachel meringis. Satria hanya tersenyum tipis akan tingkah laku Rachel kepadanya. "Kamu berani mengerjaiku?" ucap Satria memicing menatap Rachel mengkodenya dengan jari jemari tangannya yang berbentuk huruf 'v'. "Maaf, Pak, Bu. Buah-buahannya taruh di mana, ya?" tanya kuli pickup tersebut. "Tolong bagikan pada semua orang!" Perintah Satria yang membuat Rachel tercengang melihatnya. Kedua mata indahnya tak berhenti mengerjap memandang Satria. "Bagikan sama orang-orang, Pak?" tanya kulu pickup seakan tak percaya dengan penuturan Satria. Dengan penuh perhatian, Satria merangkul pundak Rachel. "Calon istri saya berubah pikiran. Daripada mubazir, lebih baik bagikan pada semua o
"Apa?" kata Rachel terbelalak kaget. Ia tak menyangka jika orang yang menyelamatkan diri dari perjodohan itu adalah orang yang dijodohkan oleh neneknya. Satria hanya terdiam, ia melirik Rachel yang terlihat belum bisa menerima kenyataan ini. Ia memalingkan wajahnya saat Rachel menoleh ke arahnya. "Ya sudah, persiapkan diri kalian, ya! Jam 8 malam, penghulunya akan datang ke sini!" tutur papa yang mengejutkan mereka. "Penghulu?" tanya batin Satria mengernyit begitupun dengan Rachel. "Makasih, Sayang. Mama senang, melihat kalian akan menikah. Mama istirahat dulu, ya! Satria, kamu bisa istirahat di kamar tamu!" kata Mama Gina. "Iya, Tante!" jawab Satria tersenyum tipis. "Kenapa kamu panggil tante? Sebentar lagi kamu akan menjadi menantu saya. Jadi, panggil saja mama, ya!" pinta mama Gina yang sangat menyukai Satria. Satria menorehkan senyumnya. Ia tak habis pikir jika kedua orangtua Rachel begitu menyukai diri
"Ma, Rachel belum siap dengan pernikahan ini?" Pertanyaan Rachel yang membuat mama Gina terkejut mendengarnya. Mama Gina menghela nafas. Senyumnya kembali tertoreh. Perlahan, Ia mulai membelai rambut indah putrinya yang terurai panjang. "Sayang, kamu itu sudah berumur 25 tahun lho! Masa' kamu belum siap untuk menikah?" tanya mama Gina menatap wajah putrinya yang masih cemberut."Menurut mama, Satria sangat sayang sama kamu. Bukankah kamu juga mencintainya?" tanya mama dengan lembut. "Kami tak saling mencintai, Ma. Kami hanya terjebak dengan keadaan yang membuat kami seperti ini," ucap Rachel mengejutkan mamanya. Rachel mulai menceritakan semua tentang pertemuan antara dirinya dan Satria. Dengan penuh perhatian dan kesabaran, mama Gina mencoba menjadi pendengar setia untuk putrinya. Yach, inilah untuk pertama kalinya, mama Gina mendengar curahan hati putrinya. "Meskipun dia jutek, cuek, tapi dia selalu melindungiku," tutur Rachel menyandarkan ke