"Saya memilih kamu. Berapapun itu, saya akan membayarnya," kata Satria menatap Rachel yang terkejut setengah mati dengan jawabannya."Tidurlah! Besok pagi kita akan berangkat ke Jakarta!" Perkataan Satria benar-benar membuat Rachel tak mampu menegak salivanya sendiri.
Ke Jakarta? Buat apa? tanya Rachel dalam hati. Kedua matanya tak berhenti menatap Satria yang pergi meninggalkannya. Kedua matanya tak berhenti mengerjap seraya berpikir. Secara spontan ia menutup mulutnya ketika teringat alasan Satria mengajaknya ke Jakarta.
"What? Apa iya, pak Satria mau melamarku?" tanya Rachel seorang diri.
Drt ... Drt ... Drt ...
Rachel mengambil handphone yang ada di sakunya. Kedua matanya menyipit melihat nomor tak di kenal menghubungi dirinya.
"Siapa?" tanyanya penasaran. Perlahan, ia mulai mengangkat telepon tersebut.Kedua matanya terbelalak kaget saat yang mendengar suara yang ia rindukan.
"Ma," kata Rachel tersenyum se
Nasi sudah menjadi bubur. Apapun alasan kamu, tak akan merubah keputusansaya. Bersiaplah! Setengah jam lagi kita berangkat!" ujar Satria membuat Rachel terperangah dan pergi begitu saja. "Kenapa pak Satria ngotot ingin menikahiku? Apa dia memang mempunyai rasa padaku," tebak Rachel Gr. Ia benar-benar bingung dengan apa yang ada di otak atasannya itu. Sepanjang perjalanan Rachel tak berhenti menatap Satria yang berada di sampingnya. Ia tak habis pikir jika janji yang ia ucapkan waktu itu benar-benar akan terjadi padanya. Ya Tuhan, apa ini sudah takdirku untuk menikah dengan pak Satria? kata batin Rachel bertanya seorang diri. Dengan cepat, ia memalingkan wajah saat Satria menoleh ke arahnya. "Ada apa?" tanya Satria. Rachel kembali menoleh dan tersenyum tipis. "Tidak!" jawab Rachel datar. "Bicaralah! Selagi, saya mau mendengarkan kamu berbicara!" ujar Satria yang fokus dalam mengemudi. Dengan hati-hat
Sejak kapan Bapak bicara aku dan kamu," ledek Rachel yang membuat Satria bener-bener malu. "Sejak kapan Bapak bicara aku dan kamu," ledek Rachel yang membuat Satria bener-bener malu. "Bukankah kita harus seperti itu? Sebentar lagi, kamu akan menjadi istriku!" ucap Satria menegaskan. "Ya kalo kedua orangtua saya mengijinkan, ya, Pak." kata Rachel tersenyum tipis. Satria menyeringai. Senyum manis Rachel benar-benar membuat dirinya tak mampu berpaling. "Makasih, ya, Pak! Karena Bapak, saya benar-benar terjaga," ucap Rachel berdiri di hadapan Satria. Satria tersenyum tipis. Entah kenapa hati kecilnya begitu senang akan kelembutan Rachel kepada dirinya."Berlatihlah mengucapkan kata sayang untukku. Mengerti!" pinta Satria melangkah menuju mobilnya. Tubuh Rachel seakan meremang mendengar permintaan Satria tersebut. Hatinya seakan berbunga-bunga, melihat atasannya yang jutek itu memberi perhatian lebih kepadanya. Perh
"Bukankah itu pesanan kamu?" tanya Satria mengernyit. Rachel mendesah sebal. Ia hanya tersenyum tipis melirik Satria yang benar-benar menuruti apa yang ia bilang. "Kenapa kamu membelinya? Aku kan, cuma becanda," ucap Rachel meringis. Satria hanya tersenyum tipis akan tingkah laku Rachel kepadanya. "Kamu berani mengerjaiku?" ucap Satria memicing menatap Rachel mengkodenya dengan jari jemari tangannya yang berbentuk huruf 'v'. "Maaf, Pak, Bu. Buah-buahannya taruh di mana, ya?" tanya kuli pickup tersebut. "Tolong bagikan pada semua orang!" Perintah Satria yang membuat Rachel tercengang melihatnya. Kedua mata indahnya tak berhenti mengerjap memandang Satria. "Bagikan sama orang-orang, Pak?" tanya kulu pickup seakan tak percaya dengan penuturan Satria. Dengan penuh perhatian, Satria merangkul pundak Rachel. "Calon istri saya berubah pikiran. Daripada mubazir, lebih baik bagikan pada semua o
"Apa?" kata Rachel terbelalak kaget. Ia tak menyangka jika orang yang menyelamatkan diri dari perjodohan itu adalah orang yang dijodohkan oleh neneknya. Satria hanya terdiam, ia melirik Rachel yang terlihat belum bisa menerima kenyataan ini. Ia memalingkan wajahnya saat Rachel menoleh ke arahnya. "Ya sudah, persiapkan diri kalian, ya! Jam 8 malam, penghulunya akan datang ke sini!" tutur papa yang mengejutkan mereka. "Penghulu?" tanya batin Satria mengernyit begitupun dengan Rachel. "Makasih, Sayang. Mama senang, melihat kalian akan menikah. Mama istirahat dulu, ya! Satria, kamu bisa istirahat di kamar tamu!" kata Mama Gina. "Iya, Tante!" jawab Satria tersenyum tipis. "Kenapa kamu panggil tante? Sebentar lagi kamu akan menjadi menantu saya. Jadi, panggil saja mama, ya!" pinta mama Gina yang sangat menyukai Satria. Satria menorehkan senyumnya. Ia tak habis pikir jika kedua orangtua Rachel begitu menyukai diri
"Ma, Rachel belum siap dengan pernikahan ini?" Pertanyaan Rachel yang membuat mama Gina terkejut mendengarnya. Mama Gina menghela nafas. Senyumnya kembali tertoreh. Perlahan, Ia mulai membelai rambut indah putrinya yang terurai panjang. "Sayang, kamu itu sudah berumur 25 tahun lho! Masa' kamu belum siap untuk menikah?" tanya mama Gina menatap wajah putrinya yang masih cemberut."Menurut mama, Satria sangat sayang sama kamu. Bukankah kamu juga mencintainya?" tanya mama dengan lembut. "Kami tak saling mencintai, Ma. Kami hanya terjebak dengan keadaan yang membuat kami seperti ini," ucap Rachel mengejutkan mamanya. Rachel mulai menceritakan semua tentang pertemuan antara dirinya dan Satria. Dengan penuh perhatian dan kesabaran, mama Gina mencoba menjadi pendengar setia untuk putrinya. Yach, inilah untuk pertama kalinya, mama Gina mendengar curahan hati putrinya. "Meskipun dia jutek, cuek, tapi dia selalu melindungiku," tutur Rachel menyandarkan ke
"Siapa orang itu?" tanya Satria menatap Rachel yang terlihat ketakutan. "A-ku a-ku bisa jelasin," ucapnya mendongak menatap Satria. Meong ... Suara kucing membuat Satria terkejut. Perlahan jari jemari tangannya membuka korden jendela. Ia menyeringai saat apa yang ia khawatirkan tidak terjadi padanya. Rachel menghela nafas panjang. Ia sangat bersyukur saat ada kucing yang melintas di samping kamarnya. Kedua mata Rachel tak berhenti mengerjap, usapan jari tangan Satria terasa begitu lembut menyentuh bibir mungilnya. "Ya Tuhan, apa dia akan melakukannya hari ini?" gumamnya dalam hatis memejamkan matanya. Satria hanya tersenyum melihat kelucuan istrinya itu. "Kenapa menutup mata?" Pertanyaan Satria membuat Rachel membuka kembali kedua matanya. Kedua matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan dan senyuman Satria membuat dirinya seakan salah tingkah. "Ti-dak, aku hanya ingin menutup mata saja," kata Rachel mengelak.
"Maafkan aku, aku tak bisa menghentikan hawa nafsu ini," bisik Satria membenamkan wajah di belahan bukit kembar yang ada di tubuh istrinya. "Aah ... aah...." Rachel mendesah. Ia menggeliat seperti cacing kepanasan saat Satria memainkan lidahnya di atas bukit kembar tersebut. Tubuh yang tadinya kedinginan kini berubah menjadi kehangatan. Ia sangat menikmati dengan apa yang dilakukan Satria kepadanya. "Ge-li ... a-ah...," desah Rachel menjambak rambut Satria. Satria tak mempedulikan desahan rintihan Rachel. Ia masih melumat dua bukit kembar di tubuh Rachel yang membuatnya lupa akan segalanya. Malam pertama yang sungguh bersejarah dalam hidup mereka. Suasana yang gelap dengan iringan rintikan hujan. Membuat mereka semakin larut dalam kenikmatan. Hanya terdengar erangan dan desahan di kamar itu. "Kau benar-benar membuatku gila," bisik Satria menciumi leher istrinya. Rachel tak menjawab. Ia sangat merasakan kehangatan di pelukan suaminya itu.
Ceklek Dinda mengerling. Ia terkejut melihat sahabatnya sudah datang ke kantor mendahului dirinya. "Sat, bukannya kamu di Jakarta? Kenapa kamu sudah ada di sini? Apa kamu nggak jadi menikah?" Beberapa pertanyaan mulai keluar dari mulut Dinda yang super duper bawel. Dinda semakin bingung melihat sahabatnya hanya terdiam seraya memikirkan sesuatu.Jari jemari tangan Dinda dengan cepat menarik kursi putar dan mendekati Satria. Dengan penuh perhatian, ia mulai menjadi penasihat yang baik untuk sahabatnya itu. "Kita sahabatan dari kecil, sekecil apapun masalahnya kita hadapi bersama. Tak baik jika memendam masalah seorang diri," tutur Dinda menepuk pundak Satria. "Kamu ini bicara apa?" tanya Satria kembali mengerjakan pekerjaannya. "Emang sih, gagal menikah itu sangat menyakitkan. Aku tau itu!" ucap Dinda sok bijaksana."Tapi kamu juga nggak boleh terpuruk. Sahabatku ini kan, sangat kuat!" gumam Dinda
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap