Ceklek
Dinda mengerling. Ia terkejut melihat sahabatnya sudah datang ke kantor mendahului dirinya.
"Sat, bukannya kamu di Jakarta? Kenapa kamu sudah ada di sini? Apa kamu nggak jadi menikah?" Beberapa pertanyaan mulai keluar dari mulut Dinda yang super duper bawel.
Dinda semakin bingung melihat sahabatnya hanya terdiam seraya memikirkan sesuatu.Jari jemari tangan Dinda dengan cepat menarik kursi putar dan mendekati Satria. Dengan penuh perhatian, ia mulai menjadi penasihat yang baik untuk sahabatnya itu.
"Kita sahabatan dari kecil, sekecil apapun masalahnya kita hadapi bersama. Tak baik jika memendam masalah seorang diri," tutur Dinda menepuk pundak Satria.
"Kamu ini bicara apa?" tanya Satria kembali mengerjakan pekerjaannya.
"Emang sih, gagal menikah itu sangat menyakitkan. Aku tau itu!" ucap Dinda sok bijaksana."Tapi kamu juga nggak boleh terpuruk. Sahabatku ini kan, sangat kuat!" gumam Dinda
Rachel kembali memejamkan matanya. Jantungnya berdetak begitu kencang saat mendengar suara hentakan kaki Satria berjalan ke arahnya. 'Aduh, kenapa dia mau ke sini? Jantungku, kenapa jantungku berdebar seperti ini?' gumam batin Rachel seraya memegang dadanya. Suasana dingin mendadak begitu hangat. Dekapan hangat membuat tangan Rachel sedikit gemetar. "Kenapa aku sangat menyukai tubuh ini," gumam Satria menggoda Rachel. 'Menyukai tubuh ini?' ucap batin Rachel sembari membuka matanya kembali. Satria tersenyum tipis melihat istrinya terbangun dan melepas pelukannya. "Jangan sentuh aku!" ucap Rachel terbelalak melihat badan atletis suaminya yang terlihat begitu sempurna. Kedua matanya tak berhenti mengerjap memandang tubuh atletis yang tanpa ia sadari sudah menjadi miliknya. "Kenapa? Apa aku salah memeluk istriku sendiri?" Pertanyaan Satria yang membuat Rachel terdiam. Ia menunduk dan tak berani menatap suaminya.
"Wait! Dia kan, hanya membawa dua baju. Satu baju tidur dan setelan jas yang ia pakai. Berarti, yang ada di dalam koper itu ...?" tebaknya terperangah dan menutup mulutnya. Dengan cepat, ia membuka almari pakaian miliknya. Kedua matanya terbelalak kaget melihat sebagian pakaiannya berkurang. "Benar dugaanku, dia membawa pakaianku!" Rachel menutup kembali almarinya. Sesaat, ia membukanya kembali. Ia tercengang karena pakaian dalamnya juga berkurang. "Oh My God! Kenapa dia juga mengambilnya?" Rachel benar-benar tak habis pikir dengan apa yang di perbuat oleh suaminya. *** "Bagaimana keadaan keluarga kamu, Win? Adik kamu sudah sehat?" tanya Monica penuh perhatian. "Iya, Alhamdulillah. Mereka semua baik-baik saja. Adikku juga sudah jauh lebih baik," jawab Darwin tersenyum manis. "Syukurlah!" "Itu semua karena kamu," ucap Darwin mulai membelai rambut indah Monica. Monica tersenyum senang, setelah penanti
"Kenapa kamu membukanya? Apa kamu mau aku melakukannya?" tanya Satria yang mulai menindih tubuh istrinya. Jantung Rachel berdetak begitu kencang. "Kau menggodaku?" ucap Rachel cemberut dan memalingkan wajahnya. Satria menyeringai. Ia selalu memandang wajah cantik istrinya yang terlihat begitu pasrah akan perbuatannya. Sesaat, Rachel terkejut ketika melihat Satria menjauhi dirinya. Tubuh atletis itu, perlahan beralih duduk membelakanginya. "Bersiaplah! Aku tak mau Oma menunggu kita terlalu lama," perintah Satria memakai kembali bajunya. Rachelpun dengan cepat mengambil kemejanya yang tergeletak di lantai. Sesaat, kedua matanya mengerling melihat suaminya berjongkok di depannya. "Ada apa lagi?" tanya Rachel memakai bajunya dengan cepat. Jari jemari tangannya terhenti saat Satria membantu mengancingkan baju untuknya. "Kalo kamu ketahuan lagi, aku tak akan memberimu ampun!" ucap Satria tersenyum tipis dan pergi
"Kamu diam di sini? Aku akan urus mereka," gegas Satria keluar dari mobil. "Ya Tuhan, siapa mereka sebenarnya? Apa mereka berniat menculikku lagi?" gumam Rachel gemetar. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan agar tidak terjadi apa-apa pada dirinya dan Satria. Dengan berani, Satria menghampiri beberapa orang yang menghadangnya. "Siapa kalian? Kenapa kalian menghalangi jalan saya?" tanya Satria tegas. "Kami tak punya urusan sama Anda. Kami hanya menginginkan wanita yang ada di mobil itu," tunjuk salah satu dari mereka tepat ke arah Rachel. "Heh, jaga ucapan kalian!" ketus Satria menyingkirkan tangan orang tersebut."Tak akan aku biarkan kalian menyentuh dia," ketus Satria mulai menghajar mereka. Perkelahian pun terjadi. Satria bener-bener meladeni mereka seorang diri. Kedua mata Rachel menyipit, ia tak berani melihat Satria yang terkena pukul berkali-kali. "Ya Tuhan, selamatkan dia. Lindungilah dia!" kata Rachel seraya memej
Oma terkejut, terperangah melihat cucunya babak belur seperti itu. "Kenapa wajah kamu babak belur seperti itu?" tanya Oma bernada tinggi. Rachel tertunduk. Ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat mendengar suara dan nada bicara oma sama seperti dengan Satria. Hanya senyum tipis yang tertoreh dari Satria untuk menyikapi pertanyaan omanya. "Persis banget dengan dia,' gumam batin Rachel melirik suaminya yang mencium punggung tangan oma, begitupun juga dengannya. "Apa dia orangnya?" tanya oma menatap Rachel dengan sinis. Satria hanya mengerling melihat omanya begitu jutek melihat istrinya. "Perkenalkan Oma, saya Rachel. Is ...," ucap Rachel terhenti saat telapak tangan oma mengkodenya untuk diam. Seakan-akan tak memperbolehkan meneruskan kata-katanya lagi. "Apa kamu berkelahi lagi?" tanya Oma yang pandangannya tertuju pada Satria. Rachel tersenyum tipis dan mulai duduk di samping Satria.
"Istri kamu di incar? Di incar siapa? Kenapa dia di incar?" tanya Dinda yang mulai kumat akan pertanyaannya yang seperti wartawan. Satria menghela nafas, kedua tangannya menopang di dada seraya memicingkan mata tepat ke arah sahabatnya itu. "Why?" "Segera hubungi suami kamu, sekarang!" perintah Satria yang membuat Dinda tersenyum tipis dan menahan semua pertanyaan yang akan terlontar dari mulutnya. "Iya!" gegas Dinda mencoba menghubungi suaminya. Satria hanya menggelengkan kepala dan mengerjakan pekerjaannya kembali. "Iya, Sayang. Jadi begitu ceritanya, segera kasih kabar, ya. Oh, gitu! Ya sudah, nanti aku akan kirim segera. Love you, Sayangku!" ucap Dinda menutup telponnya."Sat, suamiku butuh foto istri kamu. Ya, katanya sih, agar prosesnya lebih cepat untuk menyelidikinya," kata Dinda yang menghentikan kerja Satria. "Foto?" tanya Satria mengerutkan keningnya. "Ya, bolehkan? Jangan bilang kamu t
"Iya, Oma," jawab Rachel memaksa untuk tersenyum. 'Aku kira, Oma mau membelikan baju untukku. Ternyata oma beli buat dirinya sendiri," gumam batin Rachel sedikit kecewa. Rachel membawakan semua barang belanjaan milik oma. Oma menyeringai melihat Rachel yang begitu sempoyongan membawa belanjaannya yang begitu banyak. "Kamu capek?" tanya Oma. "Ti-dak oma, Rachel baik-baik saja!" jawabnya memasang senyum manisnya. "Baguslah!" "Oma, apa tidak sebaiknya kita makan dulu?" tanya Rachel yang merasa sangat lapar. Langkah Oma terhenti, tatapan matanya tertuju pada orang yang berani memberi saran untuknya. Rachel terdiam. Kedua matanya tak berhenti mengerjap melihat oma yang terlihat seakan ingin memarahinya. "Maaf, Oma. Saya tak bermaksud ...," kata Rachel. "Ya sudah, kita makan di pinggir jalan!" seru oma yang membuat Rachel terkejut. "Di pinggir jalan, Oma?" tanya Rachel ragu.
"Kenapa malah tersenyum seperti itu? Ada yang lucu? Gara-gara kamu, aku nggak mandi! Gara-gara kamu juga, seharian aku nggak ganti baju!" tutur Rachel kesal. 'Sebegitunya kamu merindukan aku, sampai-sampai kamu rela tak mandi dan tak ganti baju. Apa kamu mulai jatuh cinta padaku?" Perkataan Satria yang tertahan di mulutnya. Rasanya tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata yang pastinya membuat Rachel terkejut setengah mati. Rachel mendesah. Kedua matanya memicing memandang suaminya berdiri mematung di hadapannya. "Sudahlah aku capek," kata Rachel meninggalkan Satria begitu saja. Satria mengernyit. Ia terkejut saat melihat tangannya yang dihempaskan begitu saja oleh Rachel. "Kenapa dia? Apa dia ngambek karena aku tak menurutinya?" lirih Satria seraya menopangkan kedua tangan di pinggang. Satria berniat mengejar Rachel, tapi langkahnya kembali terhenti saat ponsel yang ada di saku celananya bergetar. Oma callin