"Kenapa kamu membukanya? Apa kamu mau aku melakukannya?" tanya Satria yang mulai menindih tubuh istrinya. Jantung Rachel berdetak begitu kencang.
"Kau menggodaku?" ucap Rachel cemberut dan memalingkan wajahnya.
Satria menyeringai. Ia selalu memandang wajah cantik istrinya yang terlihat begitu pasrah akan perbuatannya. Sesaat, Rachel terkejut ketika melihat Satria menjauhi dirinya. Tubuh atletis itu, perlahan beralih duduk membelakanginya.
"Bersiaplah! Aku tak mau Oma menunggu kita terlalu lama," perintah Satria memakai kembali bajunya.
Rachelpun dengan cepat mengambil kemejanya yang tergeletak di lantai.
Sesaat, kedua matanya mengerling melihat suaminya berjongkok di depannya.
"Ada apa lagi?" tanya Rachel memakai bajunya dengan cepat. Jari jemari tangannya terhenti saat Satria membantu mengancingkan baju untuknya.
"Kalo kamu ketahuan lagi, aku tak akan memberimu ampun!" ucap Satria tersenyum tipis dan pergi
"Kamu diam di sini? Aku akan urus mereka," gegas Satria keluar dari mobil. "Ya Tuhan, siapa mereka sebenarnya? Apa mereka berniat menculikku lagi?" gumam Rachel gemetar. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan agar tidak terjadi apa-apa pada dirinya dan Satria. Dengan berani, Satria menghampiri beberapa orang yang menghadangnya. "Siapa kalian? Kenapa kalian menghalangi jalan saya?" tanya Satria tegas. "Kami tak punya urusan sama Anda. Kami hanya menginginkan wanita yang ada di mobil itu," tunjuk salah satu dari mereka tepat ke arah Rachel. "Heh, jaga ucapan kalian!" ketus Satria menyingkirkan tangan orang tersebut."Tak akan aku biarkan kalian menyentuh dia," ketus Satria mulai menghajar mereka. Perkelahian pun terjadi. Satria bener-bener meladeni mereka seorang diri. Kedua mata Rachel menyipit, ia tak berani melihat Satria yang terkena pukul berkali-kali. "Ya Tuhan, selamatkan dia. Lindungilah dia!" kata Rachel seraya memej
Oma terkejut, terperangah melihat cucunya babak belur seperti itu. "Kenapa wajah kamu babak belur seperti itu?" tanya Oma bernada tinggi. Rachel tertunduk. Ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat mendengar suara dan nada bicara oma sama seperti dengan Satria. Hanya senyum tipis yang tertoreh dari Satria untuk menyikapi pertanyaan omanya. "Persis banget dengan dia,' gumam batin Rachel melirik suaminya yang mencium punggung tangan oma, begitupun juga dengannya. "Apa dia orangnya?" tanya oma menatap Rachel dengan sinis. Satria hanya mengerling melihat omanya begitu jutek melihat istrinya. "Perkenalkan Oma, saya Rachel. Is ...," ucap Rachel terhenti saat telapak tangan oma mengkodenya untuk diam. Seakan-akan tak memperbolehkan meneruskan kata-katanya lagi. "Apa kamu berkelahi lagi?" tanya Oma yang pandangannya tertuju pada Satria. Rachel tersenyum tipis dan mulai duduk di samping Satria.
"Istri kamu di incar? Di incar siapa? Kenapa dia di incar?" tanya Dinda yang mulai kumat akan pertanyaannya yang seperti wartawan. Satria menghela nafas, kedua tangannya menopang di dada seraya memicingkan mata tepat ke arah sahabatnya itu. "Why?" "Segera hubungi suami kamu, sekarang!" perintah Satria yang membuat Dinda tersenyum tipis dan menahan semua pertanyaan yang akan terlontar dari mulutnya. "Iya!" gegas Dinda mencoba menghubungi suaminya. Satria hanya menggelengkan kepala dan mengerjakan pekerjaannya kembali. "Iya, Sayang. Jadi begitu ceritanya, segera kasih kabar, ya. Oh, gitu! Ya sudah, nanti aku akan kirim segera. Love you, Sayangku!" ucap Dinda menutup telponnya."Sat, suamiku butuh foto istri kamu. Ya, katanya sih, agar prosesnya lebih cepat untuk menyelidikinya," kata Dinda yang menghentikan kerja Satria. "Foto?" tanya Satria mengerutkan keningnya. "Ya, bolehkan? Jangan bilang kamu t
"Iya, Oma," jawab Rachel memaksa untuk tersenyum. 'Aku kira, Oma mau membelikan baju untukku. Ternyata oma beli buat dirinya sendiri," gumam batin Rachel sedikit kecewa. Rachel membawakan semua barang belanjaan milik oma. Oma menyeringai melihat Rachel yang begitu sempoyongan membawa belanjaannya yang begitu banyak. "Kamu capek?" tanya Oma. "Ti-dak oma, Rachel baik-baik saja!" jawabnya memasang senyum manisnya. "Baguslah!" "Oma, apa tidak sebaiknya kita makan dulu?" tanya Rachel yang merasa sangat lapar. Langkah Oma terhenti, tatapan matanya tertuju pada orang yang berani memberi saran untuknya. Rachel terdiam. Kedua matanya tak berhenti mengerjap melihat oma yang terlihat seakan ingin memarahinya. "Maaf, Oma. Saya tak bermaksud ...," kata Rachel. "Ya sudah, kita makan di pinggir jalan!" seru oma yang membuat Rachel terkejut. "Di pinggir jalan, Oma?" tanya Rachel ragu.
"Kenapa malah tersenyum seperti itu? Ada yang lucu? Gara-gara kamu, aku nggak mandi! Gara-gara kamu juga, seharian aku nggak ganti baju!" tutur Rachel kesal. 'Sebegitunya kamu merindukan aku, sampai-sampai kamu rela tak mandi dan tak ganti baju. Apa kamu mulai jatuh cinta padaku?" Perkataan Satria yang tertahan di mulutnya. Rasanya tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata yang pastinya membuat Rachel terkejut setengah mati. Rachel mendesah. Kedua matanya memicing memandang suaminya berdiri mematung di hadapannya. "Sudahlah aku capek," kata Rachel meninggalkan Satria begitu saja. Satria mengernyit. Ia terkejut saat melihat tangannya yang dihempaskan begitu saja oleh Rachel. "Kenapa dia? Apa dia ngambek karena aku tak menurutinya?" lirih Satria seraya menopangkan kedua tangan di pinggang. Satria berniat mengejar Rachel, tapi langkahnya kembali terhenti saat ponsel yang ada di saku celananya bergetar. Oma callin
"Pa ...." "Kalo kamu bersikeras ingin menikah dengan sopir kamu itu, biarkan Olivia ikut dengan papa!" "Pa, ya nggak bisa gitu dong!" protes Monica yang tak mendapat respon dari papanya. Pak Dhaniel malah memilih menelpon temannya daripada mendengarkan omongan putrinya. Monica mendesah. Ia memilih keluar meninggalkan papanya seorang diri. Pak Dhaniel meletakkan ponselnya seraya memicingkan mata ke arah putrinya yang mulai menghilang di balik pintu. "Bagaimana bisa dia memilih sopir itu sebagai pengganti Farel? Apa dia tidak mikir ke depannya seperti apa? Punya anak dua, tapi tak ada yang persis dengan papanya. Seleranya semua rendah," gerutu pak Dhaniel mengendorkan dasinya. Langkah kaki Monica terhenti. Wajahnya terlihat begitu muram, mengingat akan kata-kata papanya yang tak sesuai dengan apa yang ia harapkan. "Jangan bersedih! Kita tunggu sampai papa kamu benar-benar merestui hubungan kita," kata Darwin menghampi
Bisa-bisanya, dia lebih memilih wanita lain memakaikan dasi daripada istrinya sendiri. Dia pikir, aku tak bisa apa?" gumam Rachel sangat kesal.Kedua tangannya mengepal, sudut matanya memicing saat wanita(Dinda) itu tersenyum seraya merangkul pundak suaminya."Berani-beraninya dia berbuat ini kepadaku," ucapnya dengan geram. Dengan nafas menggebu, hati kecil yang seakan di penuhi rasa cemburu, membuat Rachel ingin mencakar wajah Dinda secara langsung.Ia menarik nafas dan membuangnya secara perlahan. Sesaat, kedua mata Rachel terbelalak kaget melihat beberapa panggilan dari mama Rita tertera di layar pipih tersebut. "Ada apa, ya? Kenapa mama menghubungiku sebanyak ini?" tanyanya penasaran. Tatapan mata Rachel hanya tertuju ke arah monitor. Ia terperangah melihat tangan Dinda begitu entengnya merapikan jas milik suaminya. "Sedekat itu hubungan mereka?" Bibir Rachel seketika manyun di buatnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencar
Rachel sesekali melihat ke arah oma. Di sepanjang perjalanan, tak ada sepatah katapun terucap dari mulut Oma. Pandangannya hanya tertuju pada ke arah luar jendela. Jenuh dan sepi, itulah yang membuat Rachel sedikit stress berada satu mobil dengan oma. Hal yang pernah di alaminya bersama Satria waktu dulu dan kini terulang kembali. "Oma, kita mau kemana?" tanya Rachel hati-hati dalam mengawali pembicaraan. Sesaat, Oma menoleh dan menatap Rachel sekejap. Pandangan mata tuanya memilih menatap ke arah kaca jendela kembali. "Fokus saja menyetir!" ucap Oma dengan nada tinggi. "Iya, Oma," jawab Rachel. 'Sabar Rachel sabar, bagaimanapun juga dia adalah oma dari suami kamu dan sahabat dari nenek kamu juga!' gumam batin Rachel menghela nafas. "Di depan ada pertigaan belok kanan, kita turun di sana," ucap Oma mengejutkan Rachel. "Iya, Oma," Jawab Rachel. Sesampai di tempat tujuan, Rachel terkejut saat
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap