"Iya, Oma," jawab Rachel memaksa untuk tersenyum.
'Aku kira, Oma mau membelikan baju untukku. Ternyata oma beli buat dirinya sendiri," gumam batin Rachel sedikit kecewa.
Rachel membawakan semua barang belanjaan milik oma.
Oma menyeringai melihat Rachel yang begitu sempoyongan membawa belanjaannya yang begitu banyak.
"Kamu capek?" tanya Oma.
"Ti-dak oma, Rachel baik-baik saja!" jawabnya memasang senyum manisnya.
"Baguslah!"
"Oma, apa tidak sebaiknya kita makan dulu?" tanya Rachel yang merasa sangat lapar.
Langkah Oma terhenti, tatapan matanya tertuju pada orang yang berani memberi saran untuknya.
Rachel terdiam. Kedua matanya tak berhenti mengerjap melihat oma yang terlihat seakan ingin memarahinya.
"Maaf, Oma. Saya tak bermaksud ...," kata Rachel.
"Ya sudah, kita makan di pinggir jalan!" seru oma yang membuat Rachel terkejut.
"Di pinggir jalan, Oma?" tanya Rachel ragu.
"Kenapa malah tersenyum seperti itu? Ada yang lucu? Gara-gara kamu, aku nggak mandi! Gara-gara kamu juga, seharian aku nggak ganti baju!" tutur Rachel kesal. 'Sebegitunya kamu merindukan aku, sampai-sampai kamu rela tak mandi dan tak ganti baju. Apa kamu mulai jatuh cinta padaku?" Perkataan Satria yang tertahan di mulutnya. Rasanya tak mampu untuk mengeluarkan kata-kata yang pastinya membuat Rachel terkejut setengah mati. Rachel mendesah. Kedua matanya memicing memandang suaminya berdiri mematung di hadapannya. "Sudahlah aku capek," kata Rachel meninggalkan Satria begitu saja. Satria mengernyit. Ia terkejut saat melihat tangannya yang dihempaskan begitu saja oleh Rachel. "Kenapa dia? Apa dia ngambek karena aku tak menurutinya?" lirih Satria seraya menopangkan kedua tangan di pinggang. Satria berniat mengejar Rachel, tapi langkahnya kembali terhenti saat ponsel yang ada di saku celananya bergetar. Oma callin
"Pa ...." "Kalo kamu bersikeras ingin menikah dengan sopir kamu itu, biarkan Olivia ikut dengan papa!" "Pa, ya nggak bisa gitu dong!" protes Monica yang tak mendapat respon dari papanya. Pak Dhaniel malah memilih menelpon temannya daripada mendengarkan omongan putrinya. Monica mendesah. Ia memilih keluar meninggalkan papanya seorang diri. Pak Dhaniel meletakkan ponselnya seraya memicingkan mata ke arah putrinya yang mulai menghilang di balik pintu. "Bagaimana bisa dia memilih sopir itu sebagai pengganti Farel? Apa dia tidak mikir ke depannya seperti apa? Punya anak dua, tapi tak ada yang persis dengan papanya. Seleranya semua rendah," gerutu pak Dhaniel mengendorkan dasinya. Langkah kaki Monica terhenti. Wajahnya terlihat begitu muram, mengingat akan kata-kata papanya yang tak sesuai dengan apa yang ia harapkan. "Jangan bersedih! Kita tunggu sampai papa kamu benar-benar merestui hubungan kita," kata Darwin menghampi
Bisa-bisanya, dia lebih memilih wanita lain memakaikan dasi daripada istrinya sendiri. Dia pikir, aku tak bisa apa?" gumam Rachel sangat kesal.Kedua tangannya mengepal, sudut matanya memicing saat wanita(Dinda) itu tersenyum seraya merangkul pundak suaminya."Berani-beraninya dia berbuat ini kepadaku," ucapnya dengan geram. Dengan nafas menggebu, hati kecil yang seakan di penuhi rasa cemburu, membuat Rachel ingin mencakar wajah Dinda secara langsung.Ia menarik nafas dan membuangnya secara perlahan. Sesaat, kedua mata Rachel terbelalak kaget melihat beberapa panggilan dari mama Rita tertera di layar pipih tersebut. "Ada apa, ya? Kenapa mama menghubungiku sebanyak ini?" tanyanya penasaran. Tatapan mata Rachel hanya tertuju ke arah monitor. Ia terperangah melihat tangan Dinda begitu entengnya merapikan jas milik suaminya. "Sedekat itu hubungan mereka?" Bibir Rachel seketika manyun di buatnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencar
Rachel sesekali melihat ke arah oma. Di sepanjang perjalanan, tak ada sepatah katapun terucap dari mulut Oma. Pandangannya hanya tertuju pada ke arah luar jendela. Jenuh dan sepi, itulah yang membuat Rachel sedikit stress berada satu mobil dengan oma. Hal yang pernah di alaminya bersama Satria waktu dulu dan kini terulang kembali. "Oma, kita mau kemana?" tanya Rachel hati-hati dalam mengawali pembicaraan. Sesaat, Oma menoleh dan menatap Rachel sekejap. Pandangan mata tuanya memilih menatap ke arah kaca jendela kembali. "Fokus saja menyetir!" ucap Oma dengan nada tinggi. "Iya, Oma," jawab Rachel. 'Sabar Rachel sabar, bagaimanapun juga dia adalah oma dari suami kamu dan sahabat dari nenek kamu juga!' gumam batin Rachel menghela nafas. "Di depan ada pertigaan belok kanan, kita turun di sana," ucap Oma mengejutkan Rachel. "Iya, Oma," Jawab Rachel. Sesampai di tempat tujuan, Rachel terkejut saat
Kedua mata Satria tak berhenti berputar melihat kotak hitam yang membuatnya sangat penasaran. Keningnya mengerut saat melihat tulisan yang tertera di kotak tersebut. "Dasi?" tanyanya mengernyit. Drt ... Drt ... Drt ... Dengan cepat, Satria mengangkat telepon dari salah satu klien. Ia meletakkan kotak tersebut di meja dan meninggalkannya begitu saja. Lain halnya dengan Rachel, ia terkejut, kedua matanya mengerling melihat rumah singgah oma yang terlihat biasa saja. Jauh dari kata mewah dan megah. Hanya rumah kecil dan asri yang saat ini oma tempati untuk istirahat. "Ya sudah, kamu bawa saja mobilnya. Besok kamu ke sini bawa kue seperti kemarin! Oma istirahat dulu!" kata Oma membenarkan kacamatanya dan meninggalkan Rachel begitu saja. "Tapi, Oma ...," ucapnya terhenti ketika oma menggerakkan tangan, mengkode agar dirinya segera pergi meninggalkan rumahnya. ***** Sesampai di rumah, Rachel terkejut melih
"Kamu kirim semuanya melalui email, ya! Aku ada urusan," kata Satria mematikan ponselnya.Dengan cepat, ia mengejar Rachel yang terlihat marah karena dirinya.'Menyebalkan! Bisa-bisanya tuh cewek selalu menghubungi dia?' ucap batin Rachel dengan nafas yang menggebu. Bibirnya manyun, kedua matanya memerah menatap suaminya yang mulai membuka pintu kamarnya.Sesaat, ia memalingkan wajah cantiknya ketika Satria datang menghampirinya.Dengan langkah hati-hati, Satria berdiri di depan Rachel. Ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada istrinya. Pergi dan marah tanpa sebab yang jelas."Ada apa?" tanya Satria."Kenapa? Nggak ada apa-apa," ujar Rachel tak sedikitpun menatap ke arah Satria."Kenapa kamu pergi begitu saja? Bukankah ada hal yang ingin kamu bicarakan kepadaku?" tanya Satria terus menekan Rachel agar mau berterus terang kepadanya."Nggak jadi. Lagian, nggak penting juga. Udah, sana! Urus pekerjaan kamu dengan sekertaris kamu itu! Ak
Ya, kemungkinan lusa kami akan adakan acara resepsi itu," ujar Rachel yang membuat Satria mengerling mendengarnya.Hati Bryan seakan hancur berkeping-keping. Di saat ia mulai merasakan jatuh cinta yang sebenarnya, kini harus musnah begitu saja. Melihat keromantisan sepasang pengantin baru yang seharusnya tak ingin ia ketahui."Kebetulan kamu ke sini, sekalian kita makan bersama," ajak Satria duduk seraya memegang tangan istrinya dengan erat.'Heh, bisa-bisanya dia menikungku. Mengambil wanita yang aku cintai," gumam batin Bryan memicingkan matanya ke arah Satria.Satria tau dengan apa yang di pikirkan oleh kliennya itu. Dengan sengaja, ia tak mungkin melepas tangannya begitu saja di hadapan Bryan.Ia sangat puas melihat Bryan si cowok playboy kelas kakap itu cemburu akan kemesraan yang ia lakukan bersama Rachel.Hati Bryan seakan terbakar melihat kemesraan mereka berdua.Drt ... Drt ...Handphone Bryan bergetar. Kedua matan
Senyum manisnya benar-benar membuat hati Satria meleleh. Hati mereka berdesir hebat secara bersamaan. "Jangan tersenyum!" ucap Satria yang membuat senyum Rachel memudar. "Kenapa?" "Hatiku semakin berdebar melihat senyum kamu ini." Perkataan Satria benar-benar membuat Rachel tak percaya dengan apa yang ia dengar. Deg deg Hati Rachel berdesir begitu hebat dan seakan-akan melebihi kapasitas di dalam tubuhnya. Kedua matanya mengerling dan berbinar. Ia tak menyangka kata-kata manis itu terlontar dari mulut suaminya. Cowok angkuh, jutek, dingin itu mampu berkata manis dan menyejukkan hati kecilnya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Satria tersenyum tipis dan tangannmencoba melepaskanya. "Apa ini kenyataan?" tanya Rachel yang tak melepaskan tangan suaminya. Kedua mata Satria mengerling melihat istrinya yang terlihat tak mau jauh darinya. "Apa aku harus mencubit pipimu dulu agar