Mama Rita meletakkan kembali kotak kado tersebut dan mulai berjalan menghampiri almari yang berdiri kokoh di sana.
Mereka berjalan kemari? batin Rachel bertanya seraya memejamkan matanya. Dahinya mengernyit seraya melipat bibir mungilnya itu.
Di dalam kegelapan tanpat ada cahaya yang masuk, keringat dingin mulai menghampiri Rachel. Lentik indah matanya tak berhenti mengerjap ketika mendengar hentakan kaki yang menuju ke arahnya.
YaTuhan, semoga saja aku tidak ketahuan! gumam batin Rachel menarik nafas dan berdoa agar ia tidak ketahuan.
Langkah Satria terhenti. Kedua matanya berputar melihat rumahnya begitu sepi."Kok sepi? Apa mama sudah tidur?" tanya Satria menebak. Kedua matanya berputar dan memastikan kalo tebakannya memang benar.
Dengan langkah yang terlihat lelah, ia mulai menaiki anak tangga yApa yang membuat kamu bisa kuat, jika suatu saat nanti kamu menjadi istriku?" Pertanyaan Satria yang membuat Rachel tak mampu menjawab. Kenapa dia malah bertanya seperti itu? kata batin Rachel melipat bibir mungilnya. Sejenak, ia mulai berpikir bagaimana caranya agar atasannya itu membenci dirinya. "Kenapa diam?" tanya Satria yang benar-benar membuat Rachel mau tak mau harus melakukannya. "Bapak jawab dulu pertanyaan saya?" ujar Rachel bernada tinggi dan berharap jika atasannya akan memarahinya habis-habisan. Satria mengernyitkan dahinya dan tersenyum tipis melihat Rachel yang pura-pura galak di kepadanya. "Kenapa diam?" bentak Rachel seraya memegang pinggangnya. Sesaat, mata bundar yang tampak marah itu seketika redup melihat Satria berdiri mendekati dirinya. Matanya tak berhenti berkedip, langkah kakinya perlahan berjalan mundur mengikuti langkah kaki Satria yang terus saja maju ke arahnya. "Ba-pak mau ngapain?" tanya Rachel gugup. Jantungny
"Pak Satria, maafkan saya, ya, Pak. Tak seharusnya saya menyuruh Anda!" tutur Rachel yang menghampiri Satria. "Makasih banyak, ya, Pak. Anda sudah banyak membantu saya," lirih Rachel. Tanpa sepengetahuan Rachel, Satria mendengar semua ucapan penyesalan yang di tujukan padanya. Sesaat, ia menyipitkan mata seraya melihat Rachel yang mulai pergi menuju kamar mandi. Senyum mahalnya kembali tertoreh mendengar penyesalan yang terucap dari mulut Rachel. Dengan rambut yang masih basah, Rachel memandangi tubuhnya yang terbalut kimono pink pemberian Satria. Senyum manisnya merekah melihat dirinya yang terlihat bersinar menggunakan kimono tersebut. "Ya Tuhan, ternyata aku sangat cantik memakai kimono ini," pujinya seorang diri seraya memegang pipinya yang agak tembem. Sesaat, senyum manisnya mulai meredup. Bibirnya yang mungil seketika cemberut saat teringat wajah Satria yang melintas di pikirannya. "Tapi, dibalik sifatnya yang jutek, dia sudah sangat perh
Kenapa aku merasa ada hal yang di sembunyikan dari Satria? batin mama Rita bertanya. "Mungkin, yang mengirim kue ini salah satu klien aden boss, Nya!" tebak simbok membuyarkan lamunan mama Rita. "Ya, bisa jadi! Ya sudah, ayo kita pulang! Saya ada janji dengan teman!" gegas mama Rita melangkah. "Tidak nunggu aden boss bangun dulu, Nya?" tutur simbok mengikuti majikannya yang terlihat terburu-buru. "Tidak usah. Nanti biar saya kabari lew*t w* saja," jaw*b mama Rita memakai kacamata hitamnya yang menggantung di baju. Tangan mulusnya bersiap membuka pintu rumah yang terkunci tersebut. Ceklek Terperangah, terkejut, itulah yang terjadi pada kedua wanita paruh baya yang berbeda penampilan. Kedua mata mereka terbelalak kaget melihat tumpukan kado yang berjejer rapi di teras rumah. "Sebanyak ini, kado untuk Satria?" tanya mama Rita seakan tak percaya. Kedua matanya berputar, kakinya melangkah mengitari tumpukan kado tersebut. "M
Senyum manis mama Rita yang tertoreh seketika hilang mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut salah satu temannya itu. "Iya, Jeng. Andai dia bersikap lembut sedikit saja, pasti banyak perempuan yang mau sama dia," saran Bu Tuti. Mama Rita mencoba untuk tersenyum menghadapi kedua temannya yang begitu sok tau tentang putranya. "Siapa bilang putraku tidak ada yang mau. Dia sudah punya tunangan dan sebentar lagi dia akan menikah," kata mama Rita yang membuat semua terkejut bukan main. Mama Rita hanya tersenyum tipis melihat kedua temannya yang awalnya menyudutkan dirinya sekarang terdiam seribu bahasa. "Benarkah? Syukurlah kalo begitu, Jeng!" kata Ibu Sita seakan tak percaya. "Iya, saya sangat bersyukur memiliki calon mantu yang bisa menerima putra saya apa adanya," ujar mama Rita sombong seraya menyilangkan kedua kakinya. Simbok Darmi menyuguhkan kue dan minuman untuk mereka. "Ayo, di makan! Ini k
"Apa pak Satria marah, kalo aku juga mendapatkan hadiah ini di hari ulang tahunnya?" gumamnya seraya memanyunkan bibirnya. "Oiya, aku belum membelikan hadiah untuk pak Satria," gegasnya pergi. Di kantor, Satria masih saja memikirkan apa yang di ceritakan Intan kepadanya. Drt ... Getaran ponsel membuyarkan lamunannya. Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan membukanya. Sudut matanya berkerut, alis tebalnya seakan ingin menyatu ketika melihat beberapa chat dari pak Slamet. Yach, pak Slamet merupakan satpam yang bekerja di rumahnya. (Saya sudah foto semuanya, Pak.) (Rachel) "Kenapa dia memakai handphonenya pak Slamet?" tanya Satria penasaran. Tanpa banyak buang waktu, ia dengan cepat menghubungi telepon rumah agar rasa penasarannya hilang. "Kenapa tak di angkat?" kata Satria beralih menghubungi pak Slamet. "Pak Slamet, tolong suruh Rachel untuk mengangkat telepon saya!" pinta Satria yang terkejut
"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan dengan tunangan saya!" ketus Satria yang membuat mereka tak berkutik. "Boss, dia Satria Angkasa. Anaknya pak boss besar," bisik salah satu preman tersebut. Mereka saling menatap satu sama lain. Dengan hitungan ketiga, mereka berlari meninggalkan Satria dan Rachel. Satria menatap Rachel yang masih saja tak sadarkan diri.Dengan cepat, ia membopong tubuh Rachel ala bridal itu menuju mobil Jeepnya. Sejenak, tangannya begitu aktif menyapu rambut Rachel yang menutupi wajah cantik di diri Rachel. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mereka lakukan sampai kamu pingsan seperti ini?" gumam batin Satria penasaran. **** Pak Dhaniel tak habis pikir jika orang suruhannya harus gagal membawa Rachel. "Bagaimana bisa kalian gagal lagi?" ketus pak Dhaniel kecewa. "Maaf, Boss. Kami hampir saja membawa nona Rachel, tapi ...." "Sudah! Saya tak mau mendengar alasan kalian lagi.
"Pak Satria, akhirnya saya bertemu dengan Bapak," kata Rachel yang begitu merindukan suara datar nan jutek itu. Ia merasa sangat terjaga jika bersama Satria. Rachel mendongak, manatap Satria dengan penuh haru. Senyum manis mulai merekah di bibirnya. Sejenak, Satria menatap wajah Rachel yang masih tetap cantik walaupun tanpa make-up. Perlahan, kedua tangannya dengan lembut, mengusap air mata yang membasahi pipi Rachel. "Semakin kamu menangis, wajahmu terlihat sangat jelek! Saya tak suka itu!" pinta Satria tersenyum tipis melihat Rachel yang menganggukkan kepala. "Pak, bawa saya pulang. Ada orang yang ingin menculik saya, Pak!" kata Rachel menoleh ke belakang dan berharap security tadi tidak menemukannya. "Menculik?" tanya Satria bingung akan perkataan Rachel. "Iya, Pak. Nanti saya ceritakan semuanya di rumah. Ayo, Pak!" ajak Rachel menarik tangan Satria yang kekar itu. Satria tersenyum tipis menatap tangannya yang b
"Kenapa kamu menampar saya?" "Karena Bapak sudah lancang mencium saya. Bapak seenaknya saja, mencium saya tanpa ijin terlebih dahulu," gumam Rachel. "Hah, Jika saya ijin terlebih dahulu, apa kamu akan mengijinkannya?" Pertanyaan Satria yang benar-benar membuat Rachel terdiam seketika."Sudahlah! Lagian, apa salahnya saya mencium tunangan saya sendiri?" kata Satria begitu enteng dan pergi begitu saja tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. "Kenapa dia selalu menginginkan diriku untuk menjadi tunangannya? Hah, Aku juga! Kenapa harus mau di cium sama dia. Kalo begini kan, aku yang rugi," gerutu Rachel mendesah kesal ketika teringat akan kebodohan yang ia lakukan. Menerima dengan mudahnya ciuman itu. Ayunda benar-benar sakit hati. Ia tak menyangka jika Satria memilih Rachel daripada dirinya.Air mata terus mengalir, hatinya benar-benar hancur saat ini. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya seakan buntu, hanya ada rasa cemburu yang memb
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap