"Jangan bercanda deh, Tan? Bagaimana kamu menyuruhku untuk mengontrak sendiri di saat aku tak punya uang?" Rachel memanyunkan bibirnya. Ia tak bisa bayangkan jika ia hidup seorang diri tanpa uang sepersenpun.
Gelak tawa Intanpun pecah melihat kelucuan sahabatnya itu.
Rachel mengernyit memicing menatap Intan yang benar-benar menguji kesabarannya.
Tepukan keraspun melayang di bahu Intan.
Buk
"Apaan sih? Sakit tau nggak?" keluh Intan memegang bahunya.
"Kamu 'tuh yang apa-apaan! Bisa-bisanya kamu menggodaku seperti ini," kata Rachel kembali menatap wajahnya ke arah kaca kecil yang masih ada di tangan kirinya.
Intan hanya tersenyum tipis melihat sahabatnya yang dari dulu tidak berubah. Selalu membawa kaca kesayangannya ke manapun pergi.
"Rachel-Rachel, berapa tahun kaca ini bersama kamu?" tanya Intan meledek sembari menunjuk kaca jadul itu.
"Apaan, sih!" ujar Rachel memasukkan kacanya kembali.
Sesampai di kantor, kedua mata Rachel berputar melihat kemegahan perusahaan yang ada di hadapannya itu. Perusahaan yang memperkerjakan mau memperkerjakan tubuh besar seperti Intan.
Untuk pertama kalinya, ia melamar pekerjaan di tempat perkantoran yang sesungguhnya. Sejak lulus kuliah, ia ingin sekali bekerja di kantoran seperti teman-temannya. Tapi, semua itu hanyalah mimpi bagi Rachel ketika orangtuanya menyuruh dirinya berdiam diri di rumah dan menunggu orang yang di jodohkan dengan dirinya datang untuk melamarnya.
"Ya Tuhan, aku merasa sangat bangga jika aku bekerja di tempat seperti ini," gumam batin Rachel tersenyum senang. Dan berandai-andai memakai baju perkantoran seperti mereka yang keluar masuk dari kantor itu.
Intan mulai merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Ia mengernyit melirik sahabatnya yang tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila.
"Sekarang mencari pekerjaan sangat sulit. Pokoknya, apapun pekerjaannya, kamu harus menerimanya. Meskipun, gajinya tak sesuai dengan keinginan kita. Yang pasti, cukuplah untuk makan. Ok!" Intan yang membenarkan kemeja milik Rachel.
"Ok!" jawabnya yang begitu semangat.
"Ya sudah, kalo begitu aku masuk dulu, ya? Kamu tau 'kan? Ruang Hrdnya dimana?" tanya Intan melihat Rachel menganggukkan kepala.
"Kamu tenang saja, aku tau, kok!"
"Semangat!" ucap Intan mengepalkan tangannya untuk menyemangati Rachel.
***
Jantung Rachel berdetak begitu kencang, tangannya tak berhenti meremas tangan satunya secara bergantian.
Pandangannya hanya tertuju pada Hrd yang mulai sibuk melihat berkas-berkas lamaran pekerjaannya.
"Aduh, kenapa Hrd ini lama banget? Hampir satu jam ia membolak-balikkan berkas-berkas yang aku tujukan padanya. Apa aku terlalu pintar sehingga dia mau menempatkanku sebagai seorang sekretaris?" gumam batin Rachel tersenyum senang seraya berharap lebih.
Sesaat, senyum itu memudar ketika Hrd melirik ke arahnya. Tatapan yang begitu tajam, kedua tangan menempel di dagu membuat Rachel mengernyitkan keningnya.
"Ehm, bagaimana, Pak? Apa saya diterima?" tanya Rachel melihat Hrd yang begitu serius menatapnya.
"Kamu memiliki kualitas yang sempurna dan kamu juga sangat berbakat dalam dunia perkantoran," ujar Hrd tersenyum bangga pada Rachel.
Rachel tersenyum akan pujian yang terlontar dari mulut Hrd tersebut.
"Ya iyalah, aku memiliki kualitas yang sempurna. Aku 'kan merupakan mahasiswa terbaik di kampus," gumam batin Rachel menyapu rambutnya yang sedikit mengenai lentik indah matanya.
"Tapi ...."
"Tapi? Tapi kenapa? Saya ketrima ' kan, Pak?" tanya Rachel penasaran.
"Tapi, maaf. Tenaga yang kami butuhkan tidak sesuai dengan kemampuan Anda," jawabnya tersenyum tipis.
Senyum Rachel seketika memudar dengan kata-kata yang keluar dari Hrd tersebut.
"Tak sesuai dengan kemampuan saya? Bukankah Anda bilang, kalo saya memiliki kualitas yang sempurna? Tapi, kenapa Anda menolak saya?" kata Rachel yang tak terima.
"Iya. Masalahnya, saat ini kami hanya membutuhkan seorang cleaning servis. Dan tak mungkin juga, jika Anda menerima pekerjaan seperti ini."
"What? Cleaning servis? Yang benar saja, aku menjadi cleaning servis di kantor ini. Ya Tuhan ...," desah Rachel dalam hati.
Sesaat, ia terdiam sejenak seraya mengingat kembali perkataan Intan kepadanya.
"Apapun pekerjaannya, kamu harus terima. Sekarang 'tuh, sangat sulit mencari pekerjaan. Ya, meskipun gajinya kecil, yang penting bisa buat makan." Kata-kata Intan yang mulai terlintas di benaknya.
"Saya yakin, di kantor lain pasti Anda bisa mendapatkan posisi yang Anda inginkan," kata Hrd itu membuyarkan lamunannya.
"Tapi, nggak apalah. Untuk sementara juga. Jika nanti ada yang lebih bagus, aku bisa keluar dari pekerjaan ini. Yang terpenting sekarang adalah dapat pekerjaan. Supaya Intan tak menyuruhku untuk pulang ke Jakarta," gumam batin Rachel mengembangkan senyumnya.
Dengan penuh semangat dan senyum manisnya, Rachel menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh kantor tersebut.
"Anda serius dengan keputusan ini?" tanya Hrd itu terkejut jika Rachel akan menerima pekerjaan yang gajinya lebih rendah daripada yang lain.
"Serius, Pak! Saya siap bekerja. Sekarang juga bisa!" kata Rachel dengan semangat.
"Baiklah. Kalo begitu, mulai besok saja Anda mulai bekerja," ucap Hrd itu sumringah seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Rachel.
****
Rachel menghela nafas seraya mengepalkan tangannya untuk bersemangat.
"Nggak apalah, menjadi seorang cleaning servis. Lagian, pekerjaannya cuma bersih-bersih seperti bi Inem. Bisalah!" ujar Rachel melangkah pergi meninggalkan ruang Hrd tersebut.
Sejenak, Rachel membaca beberapa chat dari temannya tanpa memperhatikan jalan.
"Ya Tuhan, enak banget kalian. Andai aja nenek tidak merencanakan perjodohan konyol itu. Pasti sekarang, aku bisa kumpul sama kalian," kata Rachel terkejut ketika kepalanya menatap sesuatu.
Kedua matanya mengerling,bpenglihatannya berubah menjadi gelap.
Sesaat, kedua matanya terpejam mencium aroma wangi yang membuatnya seakan terbang ke alam mimpi.
Detakan jantung kian terdengar jelas di telinganya. Suaranya mulai menjauh dari telinganya. Kedua matanya sedikit terbuka saat ada tangan yang berusaha menegakkan kepalanya.
Rachel terkejut, terperangah dan seakan tak percaya melihat orang yang tak asing baginya berdiri tegak di hadapannya.
"Kamu!" tunjuk Rachel ke arah Satria, orang yang mengatai dirinya dengan sebutan anak manja.
Alis tebal, hidung mancung, gayanya yang cool dan tatapan tajam tanpa senyum itulah yang melekat pada diri CEO ANGKASA GROUP. Satria Angkasa, pengusaha muda yang terlahir sangat sempurna. Hanya saja, sifatnya yang angkuh dan dingin membuatnya di segani oleh semua orang.
"Kenapa kamu di sini? Kamu juga bekerja di sini?" tanya Rachel yang tak mendapat respon dari Satria.
"Ah, atau jangan-jangan kamu ngikutin aku dan mau menagih uang kemarin?"
Satria terdiam. Tatapan matanya tak berhenti menatap Rachel yang begitu cerewetnya.
Rachel mengernyit.
"Aduh, gimana kalo dia benar-benar menagih uangnya? Aku kan, belum ada uang," gumam batin Rachel melirik Satria yang terlihat begitu perfect.
"Kenapa kamu diam! Uang kamu pasti akan aku balikin, kok! Tenang, saja. Tapi, satu bulan lagi, ya. Nunggu gajian," bisik Rachel meringis.
"Sudah?" tanya Satria melihat ekspresi wajah Rachel yang begitu imut. Tanpa sepatah katapun terucap dari mulutnya, Rachel hanya menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan dari Satria.
"Minggir!" ketus Satria pergi meninggalkan Rachel seorang diri. Rachel mendesah sebal dengan pengusiran yang ditujukan kepadanya.
"Hah, siapa dia? Bisa-bisanya dia berkata seperti itu padaku. Emangnya dia pemilik kantor ini apa? Paling juga karyawan biasa. Huh, tapi, kalo dia bekerja di sini, secara tidak langsung aku akan selalu bertemu dengannya," gumam Rachel menoleh ke arah Satria yang mulai masuk ke dalam lift.
"Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kalo dia ingin menagih uangnya?" gumam batin Rachel mendesah.
"Ya Tuhan, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi?" gumam batin Rachel mendesah dan melangkah pergi meninggalkan kantor tersebut. Di ruang kerjanya, Satria menyandarkan kepala seraya menopangkan kedua kakinya tepat di atas meja. Perlahan, Ia mulai mengendorkan dasinya. Ia mendesah sebal jika teringat perkataan mamanya yang selalu membahas tentang calon tunangannya. "Siapa cewek itu? Berani-beraninya, dia malah kabur di hari yang sangat spesial," desah Satria memejamkan matanya sejenak. "Untung saja, para wartawan tidak tau masalah ini. Jika ada salah satu media mengetahuinya, mau taruh dimana mukaku ini," gerutu Satria beralih berdiri seraya mondar-mandir ke sana kemari dengan kedua tangan yang memegang pinggangnya. "Mama juga, kenapa nggak dibatalkan saja pertunangan ini? Kenapa malah di tunda segala? Secara tidak langsung, cewek itu menolakku secara mentah-mentah," ucap Satria geram. Tok tok tok Satria menoleh.
"Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya itu. Kedua matanya terbelalak kaget saat Rachel menoleh ke arahnya. "Rachel? Benarkah itu dia?" tanya batin Darwin menyeringai melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mantan kekasihnya. Sesaat, senyum Darwin memudar ketika wanita yang ia kira Rachel adalah orang lain. "Hah, bicara apa aku ini. Mana mungkin dia ada di sini? Apalagi sebentar lagi dia akan menikah dengan orang lain," gumam batin Darwin memakai kacamatanya kembali. "Papa Darwin liatin apa?" tanya anak kecil tersebut yang bernama Olivia, putri dari atasannya. "Ti-dak. Om Darwin hanya melihat kucing sedang menyeberang jalan," jawab Darwin berbohong. Sesaat, Darwin mengkode Olivia untuk diam. Dia tak mau, jika at
Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut.Sesaat, kedua matanya mengerling saat nama Darwin menelpon dirinya. "Darwin?" tanyanya terkejut. Seketika, ia mematikan ponselnya. Ia tak mau berbicara ataupun mendengar suara dari Darwin. Ia ingin melupakan semuanya. Perlahan, ia merebahkan tubuhnya kembali seraya mendekap guling membelakangi Intan. Ia mulai memejamkan matanya kembali. Intan melirik sahabatnya yang terlihat muram dan tak bersemangat. "Chel," lirih Intan mencoba menggagalkan tidur sahabatnya itu. "Hem," lirih Rachel dengan mata yang masih tertutup. "Bagaimana? Apa kamu di terima?" tanya Intan penasaran. Saking penasarannya, ia beralih untuk duduk dan membangunkan Rachel. "Apaan, sih?" rengek Rachel dengan malesnya. "Cerita dulu, bagaimana apa kamu ket
"Kenapa bengong?" tanya Satria seraya menopangkan kedua tangan di dada. "Serius?" tanya Dinda seakan tak percaya. "Kalian tau, saya tak suka mengulang perkataan saya lagi," ketus Satria. "Ya, Pak!" jawab mereka serempak. "Let' go!" kata Satria membalikkan badannya dan terkejut saat suara teriakan tertuju padanya. "Pak Satria," teriak mereka serempak. Brak! Semua mata tertuju pada CEO yang terjatuh dan tertindih oleh cleaning servis tepat di atasnya. Ya, siapa lagi kalo bukan Rachel. Rachel tak berhenti berkedip ketika semua orang menatap dirinya dengan wajah yang terlihat begitu syok. Tangannya gemetar, ia melepas lap dan alat pembersih kaca itu dari tangannya. Jantungnya berdetak begitu kencang saat ia berada tepat di atas tubuh seseorang. "Kenapa kalian diam saja! Singkirkan orang yang menindihku ini!" ketus Satria dengan posisi yang tengkurap dan tak tau kalo seoran
"Tapi, kenapa aku merasa mengenal postur tubuh cleaning servis itu.Trus, kenapa dia terdiam saat aku bertanya padanya? Apa aku mengenalnya?" katanya berpikir sejenak. Iapun melangkah pergi meninggalkan ruang kerjanya. Tanpa senyum, pandangan yang lurus membuat Satria tak merespon Dinda yang bertanya kepadanya. "Mau kemana? Tumben, dia pergi tak memberitahuku dulu? Apa mungkin, dia akan pulang? Tapi, jika dia pulang sekarang bukan Satria namanya. Dia 'kan, selalu pulang kerja di saat semua staf kantor pulang," gumam Dinda berpikir sejenak dan merapikan kembali laporan yang tertumpuk di meja kerjanya. Satria menuju ruang cctv yang letaknya dekat dengan receptionist. Ia berniat untuk melihat siapa cleaning servis yang menimpanya itu. Pikirannya selalu ada tanda tanya tentang cleaning servis itu. Ceklek! Suara pintu ruang cctv membuat dua karyawan yang bertugas di sana terkejut ketika atasannya berdiri dengan wajah yang
Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?"Sayang, tadi waktu perjalanan ke sini. Mama lihat Rachel," tutur mama yang membuat satria mengernyit mendengar nama yang sangat asing baginya. "Rachel? Siapa Rachel?" tanya Satria penasaran. Drt ... Drt ... Satria mengangkat telepon dari klien dan meninggalkan mereka. Mama Rita mennghela nafas panjang, ia tak menyangka jika putranya benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. "Ini sudah malam, tapi dia tetap saja mengurus pekerjaannya," keluh mama Rita yang seakan tak ada waktu untuk berbicara dengan putranya. "Ma, alangkah baikny
Sesaat, kedua matanya mengerling dan terkejut ketika melihat foto cewek yang begitu tak asing baginya, terpampang jelas dengan senyum manis bak seperti model. "Bukankah cewek ini?" tunjuk Satria yang mengingat momen pertemuan mereka. Sejenak, senyum yang tak pernah tertoreh di dirinya, kini sedikit tertoreh saat melihat beberapa foto Rachel yang membuatnya sedikit terpesona. "Jika, diperhatikan cewek ini cantik juga," gumam batin Satria yang selalu melihat foto Rachel selanjutnya. Senyum itu hilang seketika saat menyadari dirinya hanyut dalam perasaan. Ia memilih menjauh dari laptopnya seraya mendengus sebal. "Bicara apa aku ini? Bisa-bisanya, aku bilang cewek bawel dan manja itu cantik," gumam Satria mematikan laptopnya. *** Di satu sisi, Pak Dirga terkejut ketika mendengar kabar kalo putrinya pergi ke kota Bogor. Ia tak menyangka, jika Rachel benar-benar tak memperdulikan perasaan keluarganya. Kabur dari
"Rachel Anastasya?" kata Satria datar dan membuat Rachel terkejut ketika atasan yang terbilang sangat kejam mengetahui nama lengkapnya. Lentik indah matanya terbelalak kaget, bibir mungilnya yang merah sedikit bergetar dan menggigitnya dengan pelan. Ia mencoba menahan kata-kata yang ingin terlontar dari mulutnya saat Satria bersiap mencecarnya. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Satria duduk di kursi putarnya seraya menatap Rachel dari bawah sampai ke atas. "Bukankah kamu terlahir dari orang yang berada?" tanya Satria yang membuat Rachel semakin bingung saatsSatria mengetahui semua tentang dirinya. "Kenapa dia tau tentang diriku? Apa dia tau tentang aku yang kabur dari rumah?" tebak Rachel dalam hati. "Kenapa kamu diam? Apa nada bicara saya kurang jelas?" Pertanyaan Satria yang benar-benar membuat kesabaran Rachel habis. Rachel menghela nafas panjang dan mencoba untuk tersenyum menghadapi Satria. "Maaf,