"Apa?" tanya Satria penasaran.
"Aku di suruh membeli makanan yang berbungkus daun pisang," kata Rachel.
"Daun pisang?"
"Heem, kata oma di restauran ini makanannya bisa dibungkus pakai daun pisang. Tapi, aku tanya pihak restauran nggak pernah membungkus dengan daun pisang. Masa' iya, panas-panas seperti ini aku harus ke pasar?"
Satria terdiam. Ia menatap wajah cantik istrinya yang terlihat begitu lelah.'Apa dia membuat oma marah? Sampai-sampai oma menyuruhnya untuk membeli makanan yang di bungkus dengan daun pisang,' kata batin Satria seraya melirik istrinya yang tiada henti mengipaskan tangan ke arah wajah cantik nan menawan.
Sejenak, Rachel terkejut saat Satria menarik tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam restauran itu kembali.
Rachel terkejut saat melihat pelayanan seorang waiters pada suaminya. Ramah dan santun, itulah yang tersirat di wajah kedua waiters tersebut. Mereka melayani Satria sangat ramah di bandingkan de
"Tak di angkat lagi," keluh Dinda yang menghubungi Satria kembali. Jari jemarinya dengan cepat melihat rincian waktu dan pengeluaran pembangunan proyek yang tertera jelas di layar laptopnya. Tak ada yang janggal, semua bekerja sesuai dengan apa yang di harapkan. "Apa yang membuat Bryan meminta ganti rugi pada perusahaan ini? Pengerjaan proyeknya juga sesuai kok!" tanya Dinda berpikir seraya menutup beberapa laporannya tersebut. "Apa aku menemuinya saja, ya? Lagian, aku juga ingin tau apa alasan Bryan meminta ganti rugi," ucapnya seraya menopangkan satu tangannya di dagu. "Masalah seperti ini seharusnya aku bisa handle, tak perlu mengandalkan Satria terus. Sekali-kali, nggak apalah, memberi dia waktu untuk bersama dengan istrinya. Lagipula, dulu dia selalu menghandle semua pekerjaannya saat aku bulan madu." Dinda tersenyum jika mengingat perjuangan sahabat juteknya itu kepada dirinya. **** Oma terkejut ketika melihat Satria datang
Kedua mata Darwin mengerling saat melihat senyum manis Olivia terlihat di balik cermin. "Wow, papa Darwin ganteng banget! Papa Darwin mau ikutan foto, ya?" tanya Olivia yang begitu polos. "Iya, dong! Papa Darwin akan ikut foto bareng Olivia dan mama. Ehm, Olivia nggak keberatan, kan?" tanya Darwin memangku tubuh gendut Olivia. "Nggak lah, mana mungkin Olivia keberatan. Justru, papa Darwin yang keberatan karena sudah memangku Olivia yang gendut ini," ucap Olivia yang tak berhenti mengedipkan mata indahnya. Wajah cantik dan lucu Olivia benar-benar membuat Darwin tak berhenti tertawa akan tingkah lucunya. "Bisa aja, kamu ini!" ucap Darwin mentoel hidung mancung bocah tiga tahun itu. "Olivia, mau lihat mama dulu!" Darwin terkejut saat bocah gendut itu turun dari pangkuannya dengan tiba-tiba. "Olivia, lain kali nggak boleh kayak gitu, ya? Papa Darwin sampai kaget tau, nggak?" Dengan penuh perhatian, kedua tangan Darwin memegang bahu Olivia
Malam ini merupakan hari yang bersejarah bagi Monica. Semilir angin malam begitu terasa menembus kulit putihnya. Suasana yang awalnya sepi perlahan mulai ramai akan kedatangan tamu yang telah di undang. Tapi, rasa bahagia itu hanya tertera di wajahnya saja tidak untuk hatinya saat ini. Hatinya terasa sepi dan menanti kedatangan keluarga yang tak kunjung datang di acara pernikahannya. Kedua bola matanya berbinar saat menatap arah pintu masuk yang terhias begitu indah dengan berbagai aneka bunga. Ia tak habis pikir jika pernikahannya kali ini tak membuat keluarganya menyukainya. Beda dengan pernikahannya dengan Farel, ayah Olivia. Padahal, menurut Monica, Darwin bisa menyayangi dirinya melebihi cinta Farel kepadanya. "Ya Tuhan, apa Satria juga tak mau ke sini?' gumam Monica menitikkan air mata. Darwin menghampiri Monica yang duduk di depan meja penghulu. "Kamu sangat cantik," puji Darwin mengagetkan Monica. Tanpa sepengetahuan Darwin, Monica mengusap ai
'Benar apa yang papa bilang. Tak seharusnya aku menyetujui pernikahan mereka. Apalagi melihat tatapan matanya Darwin tadi. Tak ada tata kramanya sama sekali padaku,' gumamnya dalam hati. Sejenak, ia melirik istrinya yang tertidur pulas di sampingnya. Wajah cantiknya terlihat begitu lelah dengan berbagai kegiatan yang dilakukannya hari ini. "Apa aku batalkan saja acara besok?" tanya Satria."Tapi, nggak mungkin. Tak ada alasan yang kuat untuk membatalkan acara yang di buat oleh oma." Spontan, Satria menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Ia mendesah sebal. Lagi dan lagi, beberapa orang yang berparas seperti preman menghalangi jalannya. "Siapa lagi mereka?" ucapnya seraya melepas seatbelt yang melekat di tubuhnya. "Kenapa tidak dari dulu waktu aku masih lajang, mereka mengusik kehidupanku," gumam Satria mulai turun dari mobilnya. Dengan berani, Satria menghampiri mereka yang berdiri di belakang mobil. "Tolong, pinggir
"Tak mungkin, Oma menyetujui pernikahan Monica dengan Darwin. Papa tau, oma pasti sependapat dengan papa," kata pak Dhaniel yang mulai emosi. Mama Rita mencoba menenangkan suaminya. Ia tak mau, suaminya tidak bisa mengontrol emosi di depan semua orang. "Kita ke dalam dulu, ya, Pa. Siapa tau ada kesalahan dalam penulisan namanya." Mama Rita menarik tangan pak Dhaniel dan mengajaknya untuk masuk ke dalam. Sesaat, senyum tua Oma menghilang ketika melihat cucu perempuannya berdiri di hadapannya. "Oma, terimakasih atas semua ini. Monica tak menyangka, oma menyiapkan semua ini untuk Monica. Makasih, Oma!" ucap Monica sumringah seraya memegang tangan sang nenek. Oma mengernyit dan tak mengerti apa yang di maksud cucunya tersebut. Oma terkejut saat Monica memeluknya dengan erat. Setelah sekian lama, Monica bisa merasakan kehangatan tubuh tua yang hampir tiga tahun tak ia rasakan. Sejak kematian Farel, om
Dengan nafas terengah-engah, Rachel menghampiri sang oma yang berada di ruang tamu. "Oma, Oma sendirian?" tanya Rachel. Tatapannya begitu tajam. "Mana Satria?" tanya oma yang membuat Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat berhadapan dengan Oma. "Oma, sebelumnya kami minta maaf karena kami tidak bisa datang ke acara tersebut. Maafkan kami," kata Rachel seraya menunduk. "Mana Satria?" ulang Oma yang membuat Rachel terperangah. "Satria lagi ...," jawabnya terhenti saat Oma mengibaskan kipas ke arah wajahnya. "Bisa-bisanya kalian mengecewakanku," tutur Oma pergi menuju ke arah kamar Satria. Tanpa banyak buang waktu, Rachel mengikuti Oma dan mencoba membantu oma saat menaiki anak tangga yang menjulang tinggi di rumahnya. "Oma, maafkan kami, ya? Satria sakit, jadi itulah alasan kami tidak datang ke acara itu, Oma." Kata-kata Rachel menghentikan langkah sang Oma. Oma tak menyan
Tok tok tok "Iya bentar!" jawab Intan mengikat rambutnya yang pendek. Ceklek! Dua bola mata indahnya terbelalak kaget melihat orang yang ia rindukan datang ke kontrakannya. "Rachel," ucapnya senang. "Hai ...," kata Rachel memeluk sahabatnya yang ia rindukan. "Akhirnya kita bertemu." Keduanya sumringah akan pertemuan yang mereka nanti selama beberapa akhir minggu ini. "Gimana-gimana? Aku penasaran tau cerita cinta kamu sama pak Satria," kata Intan menggeret tubuh sahabatnya untuk duduk. "Cerita apa?" "Ya, cerita cinta kalian. Bagaimana ceritanya, sampai-sampai pak Satria memilih kamu untuk menjadi istrinya." "Heh, ternyata begini ya, rasanya berkeluarga. Tak seindah yang aku bayangkan!" kata Rachel cemberut. Senyum Intan memudar saat mendengar penuturan dari sahabatnya itu. "Maksud kamu apa? Pak Satria KDRT?" tebak Intan asal bicara. "Tidak." "Lha terus apa masalahnya
"Jangan sentuh istri saya!" ketus Satria menendang tubuh orang yang berani menggenggam erat tangan istrinya sampai kesakitan. "Masuk ke mobil!" perintah Satria yang mengusap air mata istrinya yang sempat menetes. Dengan cepat, Satria memutar tubuh istrinya saat menghindari serangan dari orang yang ingin mencelakai Rachel. Sesaat, ia sedikit kesulitan saat Rachel mendekap tubuhnya begitu erat. Tapi, bukan Satria namanya jika ia tak bisa mengalahkan tiga orang yang kemampuan beladirinya sangat jauh darinya. Tendangan kakinya yang kuat dan tangan kanannya yang sangat kekar mampu mengalahkan mereka. "Cabut!" seru mereka pergi meninggalkan Satria. Perlahan, Rachel membuka kedua matanya. Detakan jantung Satria terdengar begitu jelas di telinganya. Sesaat, ia mendongak saat melihat suaminya terlihat begitu kelelahan melawan mereka. Rachel kembali menunduk dan tersenyum. Ia baru menyadari kalo Satria begitu penting baginya
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap