Seluruh tulang Jenna rasanya remuk redam. Ia sering mendengar, malam pertama adalah malam yang sangat indah. Tidak demikian yang Jenna rasakan. Hanya ada rasa sakit yang seolah membelah tubuhnya, meski Jerome melakukannya dengan sangat perlahan dan penuh kelembutan. Dan ia pun tak menangkis niat pria itu yang bersungguh-sungguh membuatnya memiliki kesempatan menikmati pengalaman malam pertama tersebut.
Sentuhan pria itu dipenuhi cinta, yang sayangnya bukan untuknya. Dan membuat Jenna tak habis pikir, ketololan jenis apa yang membuat Liora mencampakkan pria segentle ini untuk Daniel. Ia bahkan tak bisa melihat kelebihan Daniel dibandingkan dengan Jerome sedikit pun selain kesombongan pria itu yang berhasil menusuk Jerome dari belakang.
Semua cinta Jerome seolah dilimpahkan hanya untuk Liora seorang, dan memang itu yang dikatakan oleh Liora.
Khilaf, itu dalih yang dikatakan oleh Liora.
Jenna bangkit terduduk dengan gerakan sehati-hati mungkin setelah menyingkirkan lengan Jerome yang melingkari pinggangnya. Rasa nyeri luar bisa menusuk pangkal pahanya, membuatnya nyaris meloloskan jeritan jika tidak ingat ada Jerome yang berbaring sama telanjangnya di balik selimut.
Ia berhasil berdiri dan mengunci diri di kamar mandi tanpa membangunkan Jerome. Langkahnya terhenti di depan cermin wastafel ketika hendak melangkah ke bawah shower. Menatap ada sesuatu yang salah dengan lehernya. Ada bekas-bekas merah di seluruh kulit lehernya, dan semakin banyak ketika ia menurunkan kerah jubah tidurnya. Di dada, juga perut.
Seluruh wajah Jenna seketika memerah mengingat bagaiama hausnya Jerome akan tubuhnya semalam. Pria itu tak melewatkan sejengkal pun untuk memiliki seluruh tubuhnya. Seolah-olah belum pernah menyentuhnya. Di lihat dari cara pria itu mencumbunya, sudah jelas pria itu sangat lihai dengan tubuh wanita. Mengetahui seluk beluk tubuh wanita dengan sangat handal. Mengetahui setiap titik sensitif di tubuh wanita yang akan membuatnya tunduk terhadap segala keinginan Jerome.
Tak mungkin Jerome tidak pernah meniduri Liora. Atau mungkin sebelum Liora ada wanita lain?
Pertanyaan itu menggantung di atas kepalanya ketika suara ketukan dari pintu menyentakkan Jenna.
“Jenna, apa kau di dalam?” Suara Jerome membuat Jenna menahan napas sejenak. Wanita itu segera menaikkan jubah tidurnya dan mengikat ketat tali di pinggang sebelum memutar kunci.
Semalam ia sudah melihat pria itu telanjang bulat di atas tubuhnya, tetapi Jenna masih juga terkejut melihat pria itu hanya mengenakan celana karet berdiri di depannya. Ada kekaguman ketika pandangannya menabrak pahatan indah di perut pria itu. Terlihat begitu mengooda dan membuat tangannya terulur ingin menyentuh petak tersebut. Tapi Jenna tahu itu bukan tindakan yang tepat.
“Tak biasanya kau mengunci kamar mandi,” gumam Jerome yang langsung menarik pinggang Jenna dan memutar tubuh wanita itu untuk memeluk dari belakang. Sejenak pria itu mengendus kulit di cekungan leher Jenna sebelum menyandarkan dagu di pundak istrinya.
Jenna menoleh ke samping dan tersenyum tipis. “Aku ingin berendam.”
“Ide yang bagus.”
Seketika Jenna menyadari maksud pria itu berkata demikian dan menyumpahi keinginannya. Tubuhnya yang pegal memang butuh berendam air hangat, tapi lain halnya jika Jerome ikut berendam bersamanya. Acara perendaman itu akan membuat tubuhnya semakin remuk redam. “Bolehkah aku berendam sendirian?”
“Kenapa?”
“A-aku ... badanku benar-benar sakit semua setelah semalam.”
Jerome menelengkan kepalanya ke samping. Memahami kata sakit yang dikatakan oleh Jenna. “Apakah masih sakit?”
Wajah Jenna memerah. Jerome pun tahu bagian tubuh mananya yang paling menderita kesakitan tersebut.
“Maafkan aku. Seharusnya aku melakukannya dengan lebih perlahan,” ucap Jerome lembut penuh dengan penyesalan. “Lain kali aku melakukannya dengan lebih lembut. Lagipula, ini memang pertama kalinya untukmu. Aku berjanji, untuk kedua kalinya kau tidak akan kesakitan.”
Rasanya wajah Jenna tak bisa lebih merah padam lagi dari pada ini. menepis kegugupannya, wanita itu menggeleng dengan tersenyum lagi untuk Jerome. “Aku hanya butuh istirahat. Dan aku tak ingin melemparkan undangan yang tidak sanggup kuhadapi. Bolehkah aku berendam sendirian?”
Jerome menggeleng. “Aku akan menebusnya. Aku akan memijat punggungmu dan aku berjanji tak akan meminta lebih.”
Jenna tak bisa menimbang mana yang lebih baik. Mendapatkan pijatan dari Jerome atau ditemani pria itu berendam. Bukannya mendapatkan sesi rendaman pribadinya, ia malah harus semakin terlibat keintiman yang lebih membuat gugup dengan pria itu.
“Ayo, aku yang akan menyiapkan airnya untukmu. Duduklah di sini.” Jerome membimbing Jenna untuk duduk di pinggiran jacuzzi.
Jenna membiarkan tubuhnya mengikuti Jerome dengan langkah berat. Ini bahkan lebih mendebarkan dari saat ketika Jerome membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan bersiap di antara kedua kakinya.
***
Pernikahan mereka berjalan seperti rumah tangga pada umumnya. Benar yang dikatakan oleh Liora, bahwa Jerome adalah kekasih yang pemurah dan sangat memanjakannya. Jerome membelikan Jenna banyak hadiah mewah. Setelah pulang dari bulan madu ke Singapore, Paris, dan Italia. Jenna melihat seluruh barang Liora di apartemen sudah dipindahkan ke rumah bertingkat tiga milik Jerome. Yang ia yakin jumlahnya bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya.
Jenna berpura menyukainya ketika pria itu menunjukkan semua pemberiannya. Menatap penuh kekaguman dan tak lupa berterima kasih, meskipun semua emosi itu tidak sampai ke dalam lubuh hatinya. Ia tak tahu sampai kapan sandiwara itu akan terus berlanjut.
Liora pun masih belum menghubunginya. Untuk sekedar tahu kabarnya apalagi membicarakan rencana mereka selanjutnya. Jika kakaknya itu menelpon, satu-satunya hal yang akan ia bahas adalah Daniel. Pria itu tak henti-hentinya mengirim pesan dan menelponnya. Yang tak pernah ia balas dan angkat. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan saat ini adalah menghindari pria itu.
Meskipun ternyata itu juga tak bisa berlaku untuk selamanya. Bagaimana pun, hubungan Jerome dan Daniel adalah kerabat. Dan mereka akan masih berada di lingkaran yang sama.
Siang di akhir minggu ketika Jenna menunggu Jerome berenang di kolam renang dan mengambilkan camilan untuk pria itu di dapur. Ia melihat sebuah mobil putih -yang bukan milik Jerome- berhenti di halaman rumah.
Jenna menghentikan langkahnya ketika Daniellah yang turun dari pintu mobil, dengan kaca mata yang bertengger di ujung kepala. Pandangan mereka langsung bertemu dan senyum terlalu lebar terbentuk di kedua sudut bibir Daniel.
“Siang, baby.” Daniel melambai ke arah Jenna. Yang nyaris menjatuhkan nampan di tangan.
Wajah Jenna memucat, pandangannya berkeliling memastikan tidak ada seorang pun mendengar sapaan tersebut, terutama Jerome.
“A-apa yang kaulakukan di sini?” desis Jenna tajam saat Daniel sudah berdiri di hadapannya. Tubuhnya bergerak mundur ketika pria itu berniat menyapanya tak sekedar dengan panggilan baby dengan kedua lengan yang terbuka bersiap memeluknya.
“Mengunjungi kekasihku,” bisik Daniel dengan cengiran bercandanya.
Jenna menatap ke arah pintu samping, tempat Jerome tengah berenang. “Pergilah, Daniel.”
Daniel terkekeh. “Di mana Jerome?”
Jenna tak menjawab, tapi pria itu melangkah ke arah kolam renang. Hanya Jerome lah yang Jenna pikir bisa menyelamatkannya dari Daniel. Untuk pertama kalianya, ia merasa ingin selalu berdekatan dengan Jerome.
Jerome baru saja naik dari kolam renang dan mengambil handuk kering di kursi untuk mengeringkan rambut. Pria itu trsenyum ketika melihat Jenna yang berjalan mendekat, kemudian mengerutkan kening menemukan Daniel berjalan di belakang Jenna.
“Daniel?”
“Hai, sepupu.” Daniel melambaikan tangan dengan senyum semringahnya.
Jerome mengambil jus buah yang disodorkan oleh Jenna dan duduk di samping wanita itu, sedangkan Daniel duduk di kursi satunya sendirian. Bersandar pada kedua tangan di belakang tubuh dan bersilang kaki. Tepat di hadapan Jenna.
“Ada apa?” tanya Jerome setelah menandaskan jusnya dalam sekejap.
Daniel tak langsung menjawab, sedetik pria itu menatap ke arah Jenna untuk melemparkan senyum tersembunyinya sebelum kemudian menatap Jerome dan menjawab. “Apartemenku butuh beberapa renovasi.”
“Lagi?” Jerome mengangkat alisnya.
Daniel mengangkat bahunya sambil lalu. “Aku bosan dengan lukisan dinding yang terakhir, kali ini aku akan menggantinya dengan ... aku masih memikirkannya. Sementara denahnya ada yang diubah beberapa.”
“Kau terlalu sering membongkar apartemenmu,” komentar Jerome sambil lalu.
Daniel hanya terkekeh ringan. “Jadi, bolehkah kali ini aku tinggal di rumahmu lagi untuk sementara?”
Pertanyaan yang dilontarkan Daniel seketika menghentikan napas mengaliri saluran paru-paru Jenna.
‘Apa?’
‘Tinggal di rumah ini?’
Jenna rasanya ingin menangis dengan debaran memualkan yang muncul di dadanya. Ia tak bisa membayangkan apa saja yang akan Daniel lakukan untuk mengusik dirinya jika pria itu tinggal di rumah ini.Untuk pertama kalinya, ia memohon. Memohon pada Tuhan agar Jerome menolak keinginan Daniel. Namun, permohonannya terlambat diucap, Jerome sudah mengangguk sedetik lebih cepat.“Lakukan sesukamu,” kata Jerome. Melempar handuk di lehernya ke kursi dan berdiri. Melangkah ke pinggiran kolam.Senyum licik tersamar di antara keceriaan yang seketika memenuhi wajah Daniel ketika bertatapan dengan Jenna yang pucat pasi.“Kau tidak ikut berenang?” tanya Daniel ketika Jerome melompat turun ke kolam.Jenna mengerjap dan menggeleng.“Aneh, tak biasanya kau tidak berminat berenang,” gumam Daniel menyipitkan mata penuh curiga ke arah Jenna.Kepala Jenna berputar dengan cepat dengan gumaman Daniel. Selain karena Jenna tak
Siang itu Jenna mengambil buku di perpustakaan Jerome dan membawanya ke kolam renang. Semilir angin dan udara yang cerah, membuatnya menikmati siang dengan sedikit kesenangan. Karena ia tak sungguh-sungguh fokus dengan buku bacaan yang diambilnya.Pikirannya masih berkelana tentang Liora, yang masih mengirimkan ribuan tanya di benaknya. Ponsel yang diberikan kakaknya tak banyak membantu. Sama sekali tak membantu.Terlalu lelah dengan pikirannya dan suasana mengenakkan, membuat Jenna tanpa sadar menyandarkan kepala dan matanya terpejam. Membawanya dalam ketenangan yang begitu menghanyutkan.Hingga ketenangan itu terusik oleh gerakan lembut yang menyentuh kening, perlahan mata Jenna terbuka, dan seketika tersentak kaget ketika wajah Daniel berada begitu dekat dengan wajahnya.“Daniel!” Jenna melompat terduduk dengan kedua tangan mendorong pria itu untuk mundur. “Apa yang kau lakukan?”Daniel tersenyum dan menggeleng. “Ak
“Tidak!” sangkal Jenna menggelengkan kepala dengan keras. Wajahnya yang pucat menatap bergantian antara Daniel dan Jerome. Daniel menyeringai puas ke arahnya dengan tatapan licik, dan Jerome, pria itu membeku. Terlalu sulit menemukan reaksi semacam apa dengan ekspresi datar yang tertampil di wajah pria itu. Terkejut? Marah? Memercayai pengakuan Daniel? Jenna tak bisa menentukan emosi mana yang tengah membekukan Jerome. Dan Daniel, pria itu benar-benar sudah kehilangan akal dengan pengakuan sembrononya. Apakah pria itu memang berniat bunuh diri? Dengan membawa nama Liora. “Percaya padaku, Jerome. Apa yang dikatakan Daniel tidak benar. Aku tidak pernah berselingkuh darimu.” Setidaknya itu setengah dari kebenaran. Liora yang berselingkuh dengan Daniel, bukan dirinya. “Dia ... dia memang menggodaku, tapi aku tak pernah mengkhianatimu.” Daniel maju lebih ke depan. Mengambil ponsel dari dalam saku celananya, sesaat jemarinya bergerak di layar ponsel itu sebelum men
Seketika Jenna menyesali kepanikan yang membuatnya keceplosan.“Dan kau memang bukan Jenna yang asli?” Daniel mengangkat salah satu alisnya. “Atau si Liora itu yang menggunakan nama Jenna? Untuk mempermainkanku dan Jerome?”Jenna mengedarkan pandangan ke seluruh ruang apartemen tersebut. Tak ada siapa pun di sini selain dirinya dan Daniel. “D-di mana kakakku?”Seringai di bibir Daniel semakin naik. Kelicikan tersirat di sorot matanya yang penuh kebencian terhadap dirinya. “Jadi kau adik kembarnya Jenna. Ah bukan, kau adiknya Liora?”Bibir Jenna membeku. Tak tahu harus mengiyakan pertanyaan Daniel atau tetap bersikukuh dengan kebohongannya saat kedoknya sudah terbongkar seperti ini.“Sungguh cerdik Liora menggunakan adiknya yang masih perawan untuk menggantikan tempatnya.”Jenna melangkah mundur untuk menghindari gerakan Daniel yang maju mendekatinya dengan perlahan. “D-di mana
Menukarku dengan nyawanya? Jenna mengulang kalimat Jerome dalam kekalutan yang tak dimengertinya. Liora menukarnya dengan nyawa sang kakak?“Sejak awal aku sudah mengetahui Liora menggunakan namamu saat mencoba mendekatiku. Entah tujuannya apa, tapi aku sama sekali tak perlu tahu karena ternyata dia cukup menyenangkan dijadikan pasangan. Hanya saja, ternyata keserakahan menguasai hatinya yang gelap dan licik. Dia mengkhianatiku tepat di hari pertunangan kami. Mereka berbaring telanjang di tempat tidur yang kubelikan untuknya, dalam keadaan mabuk.” Jerome mengucapkan setiap kata-katanya dengan bibir menipis tajam. Seolah kemarahannya diakibatkan oleh luka yang baru dan pengkhianatan Liora serta Danie baru saja terjadi.Hari pertunangan Liora dan Jerome? Itu sudah berbulan-bulan yang lalu. Jadi, selama ini Jerome sudah mengetahui perselingkuhan Liora dan Daniel? Jenna semakin dibuat kebingungan dan tak henti-hentinya tercengang oleh setiap informasi yang diuc
Tangisan Jenna akhirnya terhenti lama setelah Jerome meninggalkan ruang tidur. Dengan ranjang yang masih berserakan, kembali menorehkan yang teramat dalam mengingat pergulatan menyakitkan yang dilakukan Jerome padanya. Dan ia tak bisa menolak setiap kesakitan tersebut hanya karena ingin. Jerome menyetubuhinya seperti hewan.‘Tubuhmu ternyata lebih menggairahkan dari Liora. Aku mulai berpikir untuk menyimpanmu saja.’Kata-kata Jerome kembali terngiang di kepalanya. Hidupnya benar-benar selesai jika Jerome menyimpannya untuk jadi pelacur pria itu. Pemikiran itu membuat Jenna tersadar dan mengangkat wajahnya. Mengabaikan rasa nyeri di pangkal pahanya, ia berjalan ke kamar mandi. Membersihkan seluruh tubuhnya dari keringat dan gairah Jerome secepat mungkin dan segera masuk ke ruang ganti. Menyambar pakaian apapun yang pertama ia lihat dan segera berjalan menuju pintu kamar yang tidak dikunci. Jenna menjulurkan leher, memastikan tidak ada siapa pun di s
Melayani Jerome saat mengira pria itu tidak tahu siapa dirinya, terasa lebih mudah daripada saat pria itu menyentuhnya setelah semua kedoknya terbongkar. Jenna tak bisa menepis perasaan bahwa dirinya hanya sebagai pelacur pria itu. Tubuhnya serasa kotor, di setiap jengkal kulitnya yang dicium oleh bibir pria itu, pun dengan cara Jerome yang menyentuhnya tak sekasar seperti tadi siang.Sentuhan pria itu kali ini penuh hasrat, panas membakar, dan menggodanya seperti sebelum-sebelumnya. Yang terasa berbeda hanyalah perasaan Jenna. Yang dipenuhi kebencian untuk Jerome. Rasa jijik dan serangan pria itu yang tak henti-henti menggodanya membuatnya terombang-ombing dalam kebimbangan. Haruskah ia mengikuti semua permainan panas pria itu ataukah menekan dalam-dalam rasa jijiknya.Kecupan singkat mendarat di kening Jenna yang basah oleh keringat setelah Jerome meledak di dalam dirinya. Pria itu mengerang puas sebelum menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Jenna. Jenna bergegas mem
“Kau terlambat satu menit.” Suara Jerome yang tengah duduk di sofa tunggal ruang tamu menghentikan langkah Jenna yang sudah setengah melintasi ruang tamu dengan langkah terburu.Jenna nyaris menjerit kaget, tersentak kaget menyadari keberadaan Jerome. “A-aku ... maaf aku terlambat,” jelasnya sambil menggigit bibir bagian dalamnya. Ekspresi Jerome tampak sedatar es. Tak ada kemarahan yang muncul ke permukaan, tapi tatapan tajam pria itu terasa begitu menusuk kedua bola matanya. Membuat seluruh tubuh Jenna membeku di tempat.Setelah memikirkan Daniellah satu-satunya kunci yang bisa membantunya menemukan Liora, Jenna langsung bergegas keluar dari apartemen Liora dan mencari taksi untuk mengantarnya ke apartemen Daniel. Berkali-kali ia memencet bel dan menunggu pintu tersebut dibuka, Jenna akhirnya menyerah. Membuatnya nyaris menghubungi nomor Daniel lewat ponselnya jika ia tidak ingat ponselnya pun sedang diawasi oleh Jerome.Jenna pun kemba
Jangan lupa baca cerita baru author, yaPeringatan : KHUSUS 21+ Di bawah umur sebaiknya melipir. Mengandung adegan dewasa dan kekerasan, TETAPI yang berharap menemukan adegan ena-ena dan eksplisit sebaiknya menjauh sebelum harapan kalian runtuh. Blurb : Anne Lucas, dengan kecantikannya yang begitu memesona berhasil menarik perhatian seorang Luciani Enzio. Supermiliader, filantropis, aktivis dan tak lupa predikat bujangan paling diagungkan di lingkungan sosial atas. Segala macam pujian dipersembahkan oleh semua orang untuk pria itu. Tetapi Anne tak pernah terkecoh dengan semua topeng pria itu yang digunakan untuk menjilat kedua orang tuanya demi restu mereka untuk menikahkan Anne dengan Luciano. Ia tahu, di balik kesempurnaan Luciano. Pria itu tak lebih dari pria tua mesum yang berengsek. Segala cara ia lakukan untuk merobek topeng dan menunjukkan pada dunia wajah Luciano yang sebenarnya. Termasuk menghancurkan tubuhnya yang berhasil menarik pria itu. Tetapi, semua rencananya ta
Jerome berhasil menangkap tubuh Jenna yang terhuyung ke depan tepat sebelum kepala sang istri menyentuh lantai. Wajah Jenna benar-benar seputih kapas. Matanya terpejam. Wanita itu pasti benar-benar terkejut mendengar bahwa Daniel menemukan Liora lebih dulu. Yang artinya Xiu akan dipisahkan dari sang kakak, juga dari mereka berdua.Ya, selama dua tahun merawat Xiu, dan meski balita itu bukan anak kandungnya. Kasih sayang mereka tak berkurang sedikit pun untuk Xiu. Tak ada bedanya dibandingkan dengan Axel dan Alexa. Penyesalan bercokol di dadanya, sepertinya ia memang harus bertemu dengan Daniel."Bangun, Jenna," panggil Jerome dengan telapak tangan yang menepuk lembut pipi sang istri. Tak ada reaksi, Jerome pun menggendong Jenna ke dalam kamar. Membaringkan dengan hati-hati di tempat tidur.Jerome sedikit melonggarkan pakaian dalam Jenna agar lebih mudah bernapas. Mengambil minyak kayu putih di laci dan mengoleskan di dekat hidung. Setelah menunggu beberapa saat, perlahan Jenna terban
Jerome menatap Juna yang berdiri di ambang pintu gandanya yang tinggi dan megah. Berbanding terbalik dengan pakaian sederhana yang dikenakan pria itu. Kaos polos dan celana jeans, juga sepatu kets yang dikotori debu.Di samping Juna berdiri Abe yang mengangguk patuh begitu mendapatkan isyarat pergi dari Jerome.Kedua mata Juna menatap lurus pada Jerome, denga keberanian sebesar itu, Jerome tahu siaa jati diri pria itu yang sebenarnya. Sudah belasan tahun yang lalu, sejak terakhir ia melihat Julian yang dipaksa naik ke dalam mobil oleh anak buah mamanya. Tanpa tahu remaja itu tak akan pernah kembali ke kediaman Lim untuk waktu yang lama. Kecurigaan sempat hinggap di hati Jerome ketika menyuruh anak buahnya menyelidiki tentang tujuan Juna Fadli karena pria itu kembali ke hidup Jenna. Ada sesuatu tang familiar mengamati berkas laporan yang didapatkan oleh anak buahnya. Sekarang kecurigaan itu semakin meruncing."Sudah lama tak bertemu, Jerome," sapa Juna tanpa sedikit pun getaran dalam
"Gali lebih dalam." Jerome melempar berkas di tangannya ke hadapan Max. Wajahnya dipekati kegusaran yang begitu dalam. Menahan kemarahan di dadanya kuat-kuat. Kenapa harus ada kebetulan sialan semacam ini di hidupnya dan Jenna. Yang rasanya baru saja dipenuhi ketenangan. "Cari tahu apakah dia ada hubungannya dengan Karina Darleen."Max mengangguk patuh sembari memungut berkas yang jatuh di lantai. Suasana hati sang tuan jauh dari kata baik. Sedikit saja kekesalan, sang tuan tampak siap mengamuk di detik berikutnya. Beruntung informasi yang didapatkannya tentang asal usul Juna Fadli di kampung halaman pria itu cukup memuaskan sang tuan. Meski perlu informasi lebih dalam lagi. Max pun berpamit undur diri dan berjalan keluar. Berpapasan dengan Jennifer."Karina Darleen?" Jennifer memasuki ruangan Jerome dengan penuh keheranan dan kemarahan yang bercampur jadi satu. Berhenti tepat di depan meja Jerome. "Untuk apa kau mencari tahu tentang wanita itu, Jerome. Dia sudah mati, kan?""Ya, di
"Nyonya?" Mata Jenna terpejam mendengar suara memanggil yang mendadak muncul dari arah belakangnya. Baru saja ia keluar dari lift dan hendak memasuki ruang IGD. Mendesah pendek dan berbalik. "Ada apa lagi?""Tuan meminta saja …""Aku bisa mengurus urusanku sendiri," potong Jenna. "Kau pergilah ke kamar Xiu dan tanyakan apa yang dibutuhkan oleh kakakku.""T-tapi Anda …""Aku akan mengurusnya diriku sendiri.""Tuan Lim …""Abe, aku yang akan bertanggung jawab jika suamiku memarahimu."Abe pun mengangguk menangkap kemarahan yang mulai memekati wajah sang nyonya. Ia mengangguk undur diri dan menunggu sejenak di depan lift untuk naik ke atas.Jenna berbalik setelah pintu lift tertutup, menyusuri lorong pendek dan langsung ke ruang IGD. Tetapi tak menemukan Juna."Pasien yang tadi malam?" Perawat yang berjaga memasang senyum ramahnya. "Atas nama?"Jenna mengangguk. "Juna Fadli."Perawat itu menatap layar komputer di hadapannya, mencari sejenak. "Pasien sudah pulang."Mata Jenna melebar. "B
Abe mengatakan Jenna menyerempet seseorang di basement dan membanting setir hingga menabrak tiang. Saat pengawal wanita itu menemukan Jenna, Jenna sudah ditolong oleh seseorang yang ditabrak istrinya dan dibawa ke ruang UGD.Wajah Jerome yang dipenuhi kepanikan seketika berubah merah padam dan mengeras dengan kuat melihat pemandangannya di hadapannya. Kekhawatiran yang memenuhi dadanya dalam sekejap ditimbun oleh kemarahan melihat Jenna yang berbaring di ranjang pasien salah satu bilik dengan seorang pria. Tangan Jenna berada dalam genggaman jemari pria itu, dengan ibu jari yang mengelus lembut punggung Jenna."Lancang sekali," desis Jerome. Yang membuat pria itu menoleh dan Jerome dikejutkan untuk kedua kalinya. Mengenali si pria dengan sangat baik meski ini adalah pertemuan pertama mereka.Bagaimana mungkin ada kebetulan konyol semacam ini? Jerome jelas tak terima orang yang ditabrak oleh Jenna adalah Juna Fadli. Dari jutaan orang di kota ini, tidak adalah korban lain?"Apa yang k
Napas Jenna masih tertahan akan ancaman yang terselip dalam peringatan yang diucapkan oleh Jennifer. Tetapi terlihat rapuh dan ketakutan sama sekali bukan pilihan bagi Jenna. “Jika kau ingin membuatku ketakutan, kuakui kau sedikit membuat goyah, Jennifer. Tapi maaf mengecewakanmu, aku tak akan tersingkirkan semudah itu. Aku tahu apa yang kumiliki dengan Jerome jauh lebih besar dan kuat dari apa yang kau katakan.”Jenna memajukan tubuhnya lebih dekat ke arah Jennifer yang tampak terdiam. Ada secercah keterkejutan di wajahnya akan keberanian dan keyakinan yang ditampilkan oleh Jenna, tapi ia tahu itu hanyalah penampilan di permukaan saja.“Dan aku tak perlu membuktikan apa pun padamu. Pernikahan ini, kami sendiri yang tahu dan kami yang menjalaninya. Kami memiliki beberapa masalah, ya tidak ada hubungan yang lurus dan lancar-lancar saja. Kadang kami bertengkar karena hal besar maupun kecil, tapi disitulah hubungan kami tumbuh. Dan kami tak membutuhkan masalah lainnya. Seperti dirimu.”K
“Siapa namanya?” Tiga tahun lalu, Jerome ingat Jenna pernah memiliki kekasih yang hubungannya sudah dihancurkan oleh Liora. Tetapi ia tak ingat pasti siapa nama belakang pria itu.“Juna Fadli.”“Cari setiap informasi tentangnya. Alamat dan pekerjaannya sekarang. Sedetail mungkin dan letakkan di atas meja di ruanganku. Secepatnya.” Setelah memungkasi perintahnya, Jeroma menurunkan ponselnya dan meletakkannya di meja wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Bola matanya yang sepekat arang menghiasi wajahnya yang mengeras. Sekecil apa pun, ia tak akan menciptakan celah sekecil apa pun bagi Jenna untuk mengkhianatinya.Orang tua, kakak, kekasih, tunangan, dan bahkan sepupunya sendiri. Mereka semua mengkhianatinya di belakangnya. Hanya Jenna dan si kembar yang dimilikinya. Ia sudah memberikan apa pun dan menjadikan Jenna kelemahannya. Jika Jenna pun mengkhianatinya juga, maka selesailah sudah.***Jenna tak menemukan Jerome di manapun meski pria itu berpamit akan turun ke lantai satu
Jenna baru saja menuruni anak tangga, Jerome mengatakan akan sampai di rumah dalam sepuluh menit setelah menanyakan si kembar yang sudah terlelap. Ia hendak membantu menyiapkan makan malam di ruang makan, tetapi langkahnya tiba-tiba dihadang oleh Jennifer.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap wanita angkuh itu, melirik ke arah Abe yang berdiri beberapa meter di belakang Jenna. Membuatnya kesal akan keberadaan pengawal wanita itu. “Di ruang makan.”Jenna mengangguk, mengikuti langkah Jennifer. Keduanya duduk berhadap-hadapan dan dipisahkan oleh meja makan yang besar. Saat Jennifer meletakkan sebuah berkas yang baru disadari keberadaannya. Yang kemudian disodorkan tepat di hadapannya. Berikut sebuah pen yang terselip di dalamnya.“Baca dan tandatangani,” perintah Jennifer.Jenna mulai membaca lembaran tersebut. Surat Perjanjian Pernikahan.“Apa ini?” Jenna bukannya tak memahami surat yang disodorkan oleh Jennifer. Dari judulnya semuanya sudah jelas.“Kenapa? Kau tidak mau menandatanganinya