Melayani Jerome saat mengira pria itu tidak tahu siapa dirinya, terasa lebih mudah daripada saat pria itu menyentuhnya setelah semua kedoknya terbongkar. Jenna tak bisa menepis perasaan bahwa dirinya hanya sebagai pelacur pria itu. Tubuhnya serasa kotor, di setiap jengkal kulitnya yang dicium oleh bibir pria itu, pun dengan cara Jerome yang menyentuhnya tak sekasar seperti tadi siang.
Sentuhan pria itu kali ini penuh hasrat, panas membakar, dan menggodanya seperti sebelum-sebelumnya. Yang terasa berbeda hanyalah perasaan Jenna. Yang dipenuhi kebencian untuk Jerome. Rasa jijik dan serangan pria itu yang tak henti-henti menggodanya membuatnya terombang-ombing dalam kebimbangan. Haruskah ia mengikuti semua permainan panas pria itu ataukah menekan dalam-dalam rasa jijiknya.
Kecupan singkat mendarat di kening Jenna yang basah oleh keringat setelah Jerome meledak di dalam dirinya. Pria itu mengerang puas sebelum menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Jenna. Jenna bergegas mem
“Kau terlambat satu menit.” Suara Jerome yang tengah duduk di sofa tunggal ruang tamu menghentikan langkah Jenna yang sudah setengah melintasi ruang tamu dengan langkah terburu.Jenna nyaris menjerit kaget, tersentak kaget menyadari keberadaan Jerome. “A-aku ... maaf aku terlambat,” jelasnya sambil menggigit bibir bagian dalamnya. Ekspresi Jerome tampak sedatar es. Tak ada kemarahan yang muncul ke permukaan, tapi tatapan tajam pria itu terasa begitu menusuk kedua bola matanya. Membuat seluruh tubuh Jenna membeku di tempat.Setelah memikirkan Daniellah satu-satunya kunci yang bisa membantunya menemukan Liora, Jenna langsung bergegas keluar dari apartemen Liora dan mencari taksi untuk mengantarnya ke apartemen Daniel. Berkali-kali ia memencet bel dan menunggu pintu tersebut dibuka, Jenna akhirnya menyerah. Membuatnya nyaris menghubungi nomor Daniel lewat ponselnya jika ia tidak ingat ponselnya pun sedang diawasi oleh Jerome.Jenna pun kemba
Jenna menyimpan ponselnya di dasar lemari pakaian dan menyamarkannya dengan gaun-gaunnya yang menggantung hingga ke dasar lemari. Setelah memastikan tak ada sesuatu pun yang terlihat janggal, ia berpindah ke lemari pakaian yang satunya. Mengambil kotak hadiah yang dimaksud oleh Jerome. Tak terlalu terkejut menemukan lingerie berwarna merahlah yang ada di dalam kotak tersebut. Jerome selalu tergila-gila dengan tubuhnya, dan sekarang bukan saat yang untuk memikirkan harga diri. Jika Jerome menginginkan tubuhnya, ia akan memberikannya. Rasanya hatinya sudah terlalu kebas untuk memikirkan cinta dan segala macam perasaan sentimentil yang mengikuti. Cukup sekali hatinya dipatahkan oleh Juna. Ia tak akan memikirkan apa pun lagi selain lepas dari jeratan Jerome.Setelah menyiapkan air di bath up dan meneteskan bath foam, Jenna menggoyang-goyangkan air hingga tercipta buih di permukaan. Harum mawar, ia tak terlalu menyukainya tapi Jerome sangat menyukainya. Melepas pakaiannya, Jenna p
Seharian penuh, sejak Jenna memastikan mobil Jerome melewati pintu gerbang lewat balkon kamar mereka, hingga siang hari dan pelayan memberitahu makan siang sudah siapkan. Jenna tak berhenti mencoba menghubungi nomor Daniel. Panggilannya terhubung, hanya saja Daniel sengaja tidak mengangkatnya.Jenna pun menyuruh pelayan untuk membawa makanannya ke kamar, sembari tak menyerah untuk mencoba berbicara dengan Daniel.“Nyonya?” Pelayan itu mengalihkan perhatian Jenna dari layar ponsel. “Tuan Jerome ingin bicara dengan Anda.”Mata Jenna melebar, mengumpat pelan menatap telpon yang disodorkan oleh pelayan tersebut dan segera menyembunyikan ponsel baru miliknya dari pelayan tersebut di belakang tubuhnya.“Kali ini apa yang menyibukkan dirimu hingga mengabaikan panggilanku, Jenna?” desis Jerome kesal.“A-aku ketiduran, Jerome. Kau tahu hari ini aku butuh istirahat, kan?” jawab Jenna sambil berdiri dan melangka
“Rumah Sakit Iris. Lantai sembilan no. 5.”Jenna mengingat alamat tersebut dalam ingatannya.“Jika kau bisa menyembunyikan nomormu di belakang Jerome, sepertinya kau cukup bisa dipercaya.”Tak mudah, tapi bukan berarti Jenna tak bisa melakukannya.“Datanglah ke sini dan jangan sampai pengawal Jerome mengendus jejakmu. Aku akan menunggumu besok. Jam sepuluh.”“Ya. Aku akan menghubungimu jika sudah sampai di sekitar rumah sakit.”“Hmm,” jawab Daniel dalam gumaman pelan. “Di mana Jerome?”“Kami sedang makan malam di luar. Sepertinya dengan rekan kerjanya.”“Siapa?”“Namanya Samuel.”“Samuel Marsello?”“Kau tahu?”Daniel mendecakkan lidahnya. “Ya, selain tentang Liora, aku juga mengenal dengan baik pria-pria yang menaruh perhatian padanya. Salah satunya Samuel.”
Jadi, Jerome benar-benar tahu hubungan Liora dengan Samuel? Tubuh Jenna yang sempat memanas, dalam sekejap seperti guyur air es dan membuat seluruh tubuhnya membeku. Pria itu seolah sudah tahu setiap jejak pengkhianatan yang dilakukan oleh Liora tanpa kakaknya menyadari. Seolah sengaja membiarkan kakaknya melakukan apa pun dan di saat yang bersamaan, Jerome lah yang mempermainkan Liora.Yang membuat Jenna sendiri merasa tak aman akan kepercayaan pria itu yang diberikan untuknya. Apakah mungkin Jerome tahu ia menghubungi Daniel di belakang pria itu? Tidak. Jenna yakin untuk yang satu ini, ia sudah membuat kamuflase sebaik mungkin.Jerome melonggarkan lilitannya di pinggang Jenna, membiarkan wanita itu berpijak sepenuhnya ke lantai. Tangannya yang di tengkuk Jenna bergerak menuju bibir wanita itu yang merekah karena lumatannya. Pipi Jenna semerah tomat, bercampur kepucatan yang mulai merebak. Rasanya begitu menyenangkan mempermainkan emosi wanita itu dengan reaksi tubuh
Pertama kalinya, Jenna terpana menatap gedung termegah yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Gedung tinggi bertingkat yang berdiri kokoh di hadapannya, dengan dinding kaca berwarna biru gelap yang didesain dengan begitu mewah dan sempurna."Ke arah sini, Nyonya." Si sopir menginterupsi Jenna yang masih ternganga mengagumi bangunan di depannya.Jenna mengerjap, menahan malu dan bergegas menyesuaikan ekspresinya lalu berjalan mengikuti arah si sopir. Petugas keamanan, resepsionis, dan beberapa orang berkelas yang Jenna tak kenal, entah karyawan atau yang memiliki jabatan tinggi melihat cara berpakaiannya, menyempatkan diri untuk sekedar mengucapkan sapaan 'Nyonya Lim' kepadanya. Jenna merasa sangat canggung dengan perlakuan istimewa tersebut dan membalas dengan seulas senyum tipis.Si sopir membawanya ke lift khusus di ujung lorong pendek di sebelah barat, kemudian menekan tombol bertulis 'CEO' yang ada di deretan tombol paling atas."Tuan ada di ruangannya
“B-ba ...” Suara Jenna tersekat di tenggorokan. Tak mampu menyelesaikan sepatah kata pun di ujung lidahnya karena bibirnya yang bergetar hebat.Seringai keji tersungging tinggi di ujung bibir Jerome.Jenna menoleh ketika pengawal itu keluar, berdiri di samping pengawal yang lainnya dengan ponsel yang disembunyikan Jenna di tangan. Jemarinya berselancar di layar ponsel selama beberapa saat, lalu wajahnya terangkat dan menggeleng sekali pada Jerome.Jerome mengulurkan tangan meminta ponsel tersebut.“J-jerome, aku bisa menjelaskan ini,” cicitan Jenna sangat jelas. Berusaha berdiri di antara kedua kakinya yang lembek seperti jeli.Jerome tak menggubris. Semakin dalam ia mencoba mencari apa yang ada di dalam ponsel tersebut, kemarahan di dalam dadanya semakin mendidih. Tak ada apa pun yang bisa ia temukan di dalam sana. Setiap jejak sudah dihapus bersih. Terakhir, ia membanting ponsel tersebut di lantai, tepat di samping Jenna.
Jenna meringkuk seperti bola di tengah tempat tidur yang amburadul. Mengabaikan udara dingin AC yang menerpa seluruh permukaan kulit telanjangnya. Air matanya mengalir tiada henti, tanpa suara. Ia bisa menahan tangisannya keluar dari mulut, tapi tidak dengan kedua matanya.Hanya suara gemericik air dari kamar mandi yang terdengar di ruangan yang senyap tersebut. Jerome sedang membersihkan diri di dalam sana sejak beberapa menit yang lalu. Meninggalkan tubuhnya yang kotor begitu saja, penuh kepuasan yang membuat hati Jenna mengerang penuh kebencian dan dendam.Jenna membuka mata, langsung menatap gorden balkon yang bergerak lembut tertiup oleh angin. Seolah melambaikan tangan ke arahnya. Memanggilnya dengan undangan yang tak ingin Jenna tolak. Menarik selimut sutra tipis di ujung ranjang untuk menutupi ketelanjangannya, Jenna bergerak bangkit. Menahan jeritan karena rasa sakit dan perih yang berpusat di pangkal paha ketika mengambil langkah pertamanya turun dari tempat
Jangan lupa baca cerita baru author, yaPeringatan : KHUSUS 21+ Di bawah umur sebaiknya melipir. Mengandung adegan dewasa dan kekerasan, TETAPI yang berharap menemukan adegan ena-ena dan eksplisit sebaiknya menjauh sebelum harapan kalian runtuh. Blurb : Anne Lucas, dengan kecantikannya yang begitu memesona berhasil menarik perhatian seorang Luciani Enzio. Supermiliader, filantropis, aktivis dan tak lupa predikat bujangan paling diagungkan di lingkungan sosial atas. Segala macam pujian dipersembahkan oleh semua orang untuk pria itu. Tetapi Anne tak pernah terkecoh dengan semua topeng pria itu yang digunakan untuk menjilat kedua orang tuanya demi restu mereka untuk menikahkan Anne dengan Luciano. Ia tahu, di balik kesempurnaan Luciano. Pria itu tak lebih dari pria tua mesum yang berengsek. Segala cara ia lakukan untuk merobek topeng dan menunjukkan pada dunia wajah Luciano yang sebenarnya. Termasuk menghancurkan tubuhnya yang berhasil menarik pria itu. Tetapi, semua rencananya ta
Jerome berhasil menangkap tubuh Jenna yang terhuyung ke depan tepat sebelum kepala sang istri menyentuh lantai. Wajah Jenna benar-benar seputih kapas. Matanya terpejam. Wanita itu pasti benar-benar terkejut mendengar bahwa Daniel menemukan Liora lebih dulu. Yang artinya Xiu akan dipisahkan dari sang kakak, juga dari mereka berdua.Ya, selama dua tahun merawat Xiu, dan meski balita itu bukan anak kandungnya. Kasih sayang mereka tak berkurang sedikit pun untuk Xiu. Tak ada bedanya dibandingkan dengan Axel dan Alexa. Penyesalan bercokol di dadanya, sepertinya ia memang harus bertemu dengan Daniel."Bangun, Jenna," panggil Jerome dengan telapak tangan yang menepuk lembut pipi sang istri. Tak ada reaksi, Jerome pun menggendong Jenna ke dalam kamar. Membaringkan dengan hati-hati di tempat tidur.Jerome sedikit melonggarkan pakaian dalam Jenna agar lebih mudah bernapas. Mengambil minyak kayu putih di laci dan mengoleskan di dekat hidung. Setelah menunggu beberapa saat, perlahan Jenna terban
Jerome menatap Juna yang berdiri di ambang pintu gandanya yang tinggi dan megah. Berbanding terbalik dengan pakaian sederhana yang dikenakan pria itu. Kaos polos dan celana jeans, juga sepatu kets yang dikotori debu.Di samping Juna berdiri Abe yang mengangguk patuh begitu mendapatkan isyarat pergi dari Jerome.Kedua mata Juna menatap lurus pada Jerome, denga keberanian sebesar itu, Jerome tahu siaa jati diri pria itu yang sebenarnya. Sudah belasan tahun yang lalu, sejak terakhir ia melihat Julian yang dipaksa naik ke dalam mobil oleh anak buah mamanya. Tanpa tahu remaja itu tak akan pernah kembali ke kediaman Lim untuk waktu yang lama. Kecurigaan sempat hinggap di hati Jerome ketika menyuruh anak buahnya menyelidiki tentang tujuan Juna Fadli karena pria itu kembali ke hidup Jenna. Ada sesuatu tang familiar mengamati berkas laporan yang didapatkan oleh anak buahnya. Sekarang kecurigaan itu semakin meruncing."Sudah lama tak bertemu, Jerome," sapa Juna tanpa sedikit pun getaran dalam
"Gali lebih dalam." Jerome melempar berkas di tangannya ke hadapan Max. Wajahnya dipekati kegusaran yang begitu dalam. Menahan kemarahan di dadanya kuat-kuat. Kenapa harus ada kebetulan sialan semacam ini di hidupnya dan Jenna. Yang rasanya baru saja dipenuhi ketenangan. "Cari tahu apakah dia ada hubungannya dengan Karina Darleen."Max mengangguk patuh sembari memungut berkas yang jatuh di lantai. Suasana hati sang tuan jauh dari kata baik. Sedikit saja kekesalan, sang tuan tampak siap mengamuk di detik berikutnya. Beruntung informasi yang didapatkannya tentang asal usul Juna Fadli di kampung halaman pria itu cukup memuaskan sang tuan. Meski perlu informasi lebih dalam lagi. Max pun berpamit undur diri dan berjalan keluar. Berpapasan dengan Jennifer."Karina Darleen?" Jennifer memasuki ruangan Jerome dengan penuh keheranan dan kemarahan yang bercampur jadi satu. Berhenti tepat di depan meja Jerome. "Untuk apa kau mencari tahu tentang wanita itu, Jerome. Dia sudah mati, kan?""Ya, di
"Nyonya?" Mata Jenna terpejam mendengar suara memanggil yang mendadak muncul dari arah belakangnya. Baru saja ia keluar dari lift dan hendak memasuki ruang IGD. Mendesah pendek dan berbalik. "Ada apa lagi?""Tuan meminta saja …""Aku bisa mengurus urusanku sendiri," potong Jenna. "Kau pergilah ke kamar Xiu dan tanyakan apa yang dibutuhkan oleh kakakku.""T-tapi Anda …""Aku akan mengurusnya diriku sendiri.""Tuan Lim …""Abe, aku yang akan bertanggung jawab jika suamiku memarahimu."Abe pun mengangguk menangkap kemarahan yang mulai memekati wajah sang nyonya. Ia mengangguk undur diri dan menunggu sejenak di depan lift untuk naik ke atas.Jenna berbalik setelah pintu lift tertutup, menyusuri lorong pendek dan langsung ke ruang IGD. Tetapi tak menemukan Juna."Pasien yang tadi malam?" Perawat yang berjaga memasang senyum ramahnya. "Atas nama?"Jenna mengangguk. "Juna Fadli."Perawat itu menatap layar komputer di hadapannya, mencari sejenak. "Pasien sudah pulang."Mata Jenna melebar. "B
Abe mengatakan Jenna menyerempet seseorang di basement dan membanting setir hingga menabrak tiang. Saat pengawal wanita itu menemukan Jenna, Jenna sudah ditolong oleh seseorang yang ditabrak istrinya dan dibawa ke ruang UGD.Wajah Jerome yang dipenuhi kepanikan seketika berubah merah padam dan mengeras dengan kuat melihat pemandangannya di hadapannya. Kekhawatiran yang memenuhi dadanya dalam sekejap ditimbun oleh kemarahan melihat Jenna yang berbaring di ranjang pasien salah satu bilik dengan seorang pria. Tangan Jenna berada dalam genggaman jemari pria itu, dengan ibu jari yang mengelus lembut punggung Jenna."Lancang sekali," desis Jerome. Yang membuat pria itu menoleh dan Jerome dikejutkan untuk kedua kalinya. Mengenali si pria dengan sangat baik meski ini adalah pertemuan pertama mereka.Bagaimana mungkin ada kebetulan konyol semacam ini? Jerome jelas tak terima orang yang ditabrak oleh Jenna adalah Juna Fadli. Dari jutaan orang di kota ini, tidak adalah korban lain?"Apa yang k
Napas Jenna masih tertahan akan ancaman yang terselip dalam peringatan yang diucapkan oleh Jennifer. Tetapi terlihat rapuh dan ketakutan sama sekali bukan pilihan bagi Jenna. “Jika kau ingin membuatku ketakutan, kuakui kau sedikit membuat goyah, Jennifer. Tapi maaf mengecewakanmu, aku tak akan tersingkirkan semudah itu. Aku tahu apa yang kumiliki dengan Jerome jauh lebih besar dan kuat dari apa yang kau katakan.”Jenna memajukan tubuhnya lebih dekat ke arah Jennifer yang tampak terdiam. Ada secercah keterkejutan di wajahnya akan keberanian dan keyakinan yang ditampilkan oleh Jenna, tapi ia tahu itu hanyalah penampilan di permukaan saja.“Dan aku tak perlu membuktikan apa pun padamu. Pernikahan ini, kami sendiri yang tahu dan kami yang menjalaninya. Kami memiliki beberapa masalah, ya tidak ada hubungan yang lurus dan lancar-lancar saja. Kadang kami bertengkar karena hal besar maupun kecil, tapi disitulah hubungan kami tumbuh. Dan kami tak membutuhkan masalah lainnya. Seperti dirimu.”K
“Siapa namanya?” Tiga tahun lalu, Jerome ingat Jenna pernah memiliki kekasih yang hubungannya sudah dihancurkan oleh Liora. Tetapi ia tak ingat pasti siapa nama belakang pria itu.“Juna Fadli.”“Cari setiap informasi tentangnya. Alamat dan pekerjaannya sekarang. Sedetail mungkin dan letakkan di atas meja di ruanganku. Secepatnya.” Setelah memungkasi perintahnya, Jeroma menurunkan ponselnya dan meletakkannya di meja wastafel. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Bola matanya yang sepekat arang menghiasi wajahnya yang mengeras. Sekecil apa pun, ia tak akan menciptakan celah sekecil apa pun bagi Jenna untuk mengkhianatinya.Orang tua, kakak, kekasih, tunangan, dan bahkan sepupunya sendiri. Mereka semua mengkhianatinya di belakangnya. Hanya Jenna dan si kembar yang dimilikinya. Ia sudah memberikan apa pun dan menjadikan Jenna kelemahannya. Jika Jenna pun mengkhianatinya juga, maka selesailah sudah.***Jenna tak menemukan Jerome di manapun meski pria itu berpamit akan turun ke lantai satu
Jenna baru saja menuruni anak tangga, Jerome mengatakan akan sampai di rumah dalam sepuluh menit setelah menanyakan si kembar yang sudah terlelap. Ia hendak membantu menyiapkan makan malam di ruang makan, tetapi langkahnya tiba-tiba dihadang oleh Jennifer.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap wanita angkuh itu, melirik ke arah Abe yang berdiri beberapa meter di belakang Jenna. Membuatnya kesal akan keberadaan pengawal wanita itu. “Di ruang makan.”Jenna mengangguk, mengikuti langkah Jennifer. Keduanya duduk berhadap-hadapan dan dipisahkan oleh meja makan yang besar. Saat Jennifer meletakkan sebuah berkas yang baru disadari keberadaannya. Yang kemudian disodorkan tepat di hadapannya. Berikut sebuah pen yang terselip di dalamnya.“Baca dan tandatangani,” perintah Jennifer.Jenna mulai membaca lembaran tersebut. Surat Perjanjian Pernikahan.“Apa ini?” Jenna bukannya tak memahami surat yang disodorkan oleh Jennifer. Dari judulnya semuanya sudah jelas.“Kenapa? Kau tidak mau menandatanganinya