"Kenapa tiba-tiba Bapak memecat saya? Apa salah saya, Pak?" tanya Ivan bingung.
Hernomo mendengus dingin. "Karena anda telah memberikan contekan kepada para murid, Pak Ivan!" Jawab Hernomo tegas setelah terdiam sebentar yang dibalas anggukan kepala oleh Andreas. Ivan terkejut bukan main mendengar tuduhan tersebut. Mencerna dalam sepersekian detik, lalu menggeleng. "Itu tidak benar, Pak. Saya tidak mungkin melakukan hal itu," ucap Ivan penuh keyakinan. Di saat ini, Andreas berkata. "Sudahlah, Pak Ivan. Anda tidak perlu mengelak lagi karena saya mempunyai buktinya!" Seketika Ivan beralih menatap Andreaz. Selagi Ivan terdiam kaget, Andreaz meletakan beberapa lembar kertas di atas meja. "Itu adalah bukti-buktinya!" ujarnya dengan sinis. Mendengar ucapan guru baru itu, Ivan mengernyitkan kening, lalu menatap ke arah kertas-kertas itu. Bertanya-tanya, Ia lalu meraih dan mengeceknya. Selagi fokus Ivan terpaku pada kertas-kertas itu, Hernomo dan Andreaz saling tatap. Kemudian, sudut bibir mereka berdua masing-masing terangkat membentuk senyuman penuh arti. Sebelumnya, Andreaz datang ke ruangan kepala sekolah dan memperlihatkan bukti-bukti itu. Hernomo langsung percaya dan memutuskan memecat Ivan saat itu juga sebab sebenarnya itu yang ia dan Andreaz inginkan. Mereka berdua membenci Ivan. Tidak suka padanya. Mereka merasa tersaingi. Bagaimana tidak, setiap kelas yang dipegang Ivan selalu memiliki nilai rata-rata yang tinggi! Bahkan, ada rumor yang berkata ia akan menggantikan Hernomo menjadi kepala sekolah. Sedangkan Andreaz, ia begitu kesal pada Ivan lantaran ia kalah pamor. Ia begitu iri dengan popularitas Ivan miliki di sekolah itu! Maka, mereka pun menyusun rencana supaya dapat mendepak Ivan keluar dari sekolah ini. Hernomo buru-buru memasang ekspresi wajah marahnya kembali saat melihat Ivan telah selesai mengecek kertas-kertas tersebut. "Saya tidak mau di sekolah ini ada guru yang tidak bermoral. Tindakan anda ini sudah menyalahi peraturan di sekolah ini, Pak Ivan!" "Ini pasti ada kesalahpahaman, Pak Hernomo," balas Ivan. "Foto-foto ini adalah foto di mana saya sedang mengajari para siswa. Bukan memberikan contekan kepada mere—" "Halah, tidak usah berkelit lagi, Pak Ivan!" sambar Andreaz menyela perkataan Ivan sembari melambaikan tangan. Kentara tidak mau mendengar penjelasan Ivan. "Bukti-bukti itu sudah sangat kuat!" Kata Andreaz lagi. Ivan berganti menatap Andreaz lagi. "Anda menuduh saya, Pak Andreaz—" Hernomo lanjut berkata. "Kalau bukan karena Pak Andreaz, kebusukan anda tidak akan pernah terbongkar!" Ivan mengerjap seketika. Ia melihat ke arah Andreaz yang tersenyum licik kepadanya. Apa-apa an ini? Kenapa kepala sekolah lebih mempercayai guru baru dibandingkan dengan dirinya? “Saya minta segera kemasi barang anda dan…” Belum selesai Hernomo berkata, tiba-tiba pintu kantor tempat mereka memojokkan Ivan terbuka. “Pak Ilyaz! Syukurlah anda di sini!” Hernomo seketika langsung menghampiri pria tua yang nampak berwibawa itu dan menyalaminya. Begitu juga Andreaz yang terlihat sekali berusaha ‘menjilat’ pria tua tersebut dengan bersikap takzim. “Duduk Pak Ilyaz, ini saya bawakan teh hangat,” ucap Andreaz dengan sopan. Tentu saja mereka berdua bersikap demikian, sebab Ilyaz adalah kepala yayasan sekolah tersebut. Walaupun Hernomo memegang jabatan sebagai kepala sekolah, namun Ilyaz lah yang sebenarnya menguasai sekolah itu. Sebagai kepala yayasan, ia memiliki wewenang yang begitu besar dan otoritas penting dalam yayasan. Bahkan, Ilyaz bisa dengan mudah memecat Hernomo dan menggantinya dengan orang lain! “Jadi, begini. Salah satu guru kita telah melakukan tindakan amoral! Ia telah memberikan contekan pada para siswa” ucap Hernomo berapi-api. “Betul Pak Ilyaz, untung saya menemukan bukti kuat tindakan curangnya!” ucap Andreaz menambahi Hernomo. Ivan terperangah, tangannya mengepal kesal seraya menatap kedua pria di depannya yang menatapnya jijik. “Itu tidak benar Pak Ilyaz, anda tahu sendiri integritas saya di sekolah ini,” ucap Ivan membela diri. Ilyaz hanya menatap mereka bertiga dengan tajam, lalu ia menatap ke arah pintu, seperti menunggu kedatangan seseorang. “Simpan tuduhanmu itu, Hernomo. Bukti foto yang kau berikan itu lemah!” Hernomo dan Andreaz terperanjat! Memang, sebenarnya foto itu memperlihatkan Ivan tengah memberikan kisi-kisi sebelum ujian dimulai agar mempermudah para murid mempelajari materi yang diujikan. Tapi, tentu saja itu bukan contekan seperti yang mereka anggap! “Tapi pak Ilyaz…” Namun, Ilyaz tak menggubris mereka dan menatap Ivan dengan tatapan aneh, “Untuk kamu, Ivan, apa kamu mengenal donatur yayasan ini? Ia datang ke sini hanya untuk menemuimu!” Donatur? Menemui Ivan? “Bukankah donatur kita tidak pernah datang ke sekolah Pak Ilyaz? Kenapa sekarang dia datang hanya untuk menemui guru curang ini!?” ucap Hernomo heran sekaligus terkejut. Jelas saja semua orang kaget. Apalagi, semua mafhum kalau donatur yayasan adalah seorang CEO perusahaan terkenal. Bagaimana bisa ia mengenal Ivan yang hanya guru biasa?! Sementara Ivan menggeleng tak paham. Walaupun sudah berada di sekolah itu beberapa tahun, namun ia tak mengetahui donatur yang dimaksud Ilyaz. Namun, di tengah kebingungan itu, tiba-tiba seorang wanita cantik muncul di muka pintu. “Ah, akhirnya anda datang juga, Nona!” Ilyaz buru-buru menghampiri sosok tersebut dan mempersilakannya masuk. Wanita itu mengenakan blazer pendek yang menutupi kemeja putihnya. Kancingnya yang terbuka di bagian atas memperlihatkan dadanya yang menonjol, belum lagi rok span yang memperlihatkan lekuk pahanya. Sontak saja, penampilan wanita itu membuat semua pria di sana terhenyak! Sedangkan Ivan, ia menatap wanita itu justru dengan tatapan tak percaya… “Kenapa wanita itu lagi?”"Dia orangnya, Nona, Ivan, guru yang anda cari," ucap Ilyaz seraya menunjuk ke arah Ivan. Susan pun langsung menatap Ivan. "Pak Ivan, ikut saya keluar!" titahnya dengan nada dingin setelah terdiam sebentar. Ivan gelagapan untuk beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk. Kemudian, ia melangkah keluar mengikuti wanita tersebut. Kepergian mereka berdua dari ruangan itu diiringi tatapan heran semua orang sekaligus penasaran.Apalagi Hernomo dan Andreaz, mereka saling pandang, “Pecundang itu…”Keduanya menatap kepergian Ivan sambil mengepalkan tangan!Sementara itu, setelah keduanya memasuki mobil, Susan menatap tajam Ivan seraya melayangkan tangannya!Plak!“Dasar bedebah!” Hal tersebut membuat Ivan terkejut dan refleks memegangi pipi yang terasa panas seketika. Ia lalu melemparkan tatapan kebingungan ke arah Susan yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan tajam. Selagi Ivan terdiam tak mengerti, Susan berujar. "Apa yang kau lakukan kepadaku tad
"Tidak ada orang yang mirip di foto itu di sekolah ini, Nona," jawab Ilyaz gemetar seraya menatap Hernomo dengan ketakutan.Ilyaz tidak mau terlibat lebih jauh dengan urusan orang itu yang sepertinya bukan orang main-main dilihat dari penampilan dan sikapnya, dikawal oleh banyak bodyguard pun iring-iringan SUV mewah. Demikian, pasti bukan Ivan yang mereka maksud walau foto itu mirip dengan Ivan. Lagi pula, mana mungkin Ivan berhubungan dengan orang kaya dan berkuasa? Perempuan misterius itu menatap Ilyaz dan Hernomo bergantian dengan saksama. Kemudian ia berkata, "Kalian berdua yakin?" tanyanya hendak memastikan. "Tidak ada orang yang mirip di foto ini di sekolah ini?" Mereka berdua saling pandang dan kemudian mengangguk cepat-cepat ke arah perempuan itu.Selama sesaat, rahang perempuan itu mengeras. "Jika kalian berdua ketahuan berbohong," ujar perempuan misterius itu seraya menuding muka mereka bergantian. "Kalian akan mendapatkan hukuman yang setimpal!" Setelah mengatakan
“Nona, anda—” Namun, sentuhan bibir ranum dan manis Susan di bibirnya membuatnya terhenti. Ivan tahu jika tindakan Susan ini tak lain demi membuat Marco percaya. Maka, Ivan berinisiatif untuk membantu Susan meyakinkan pria tersebut. Demi membuat sandiwara itu sempurna, Ivan balas memeluk dan menekan pinggul dan bokong Susan di hadapan Marco. Mendapati Ivan memeluk dan menyentuh bagian tubuhnya, wajah Susan seketika merona merah. Di saat yang sama, ia merasa malu dan marah. Berani-beraninya Ivan menyentuh pinggul dan bokongnya? Padahal, ia tak menyuruh pria itu untuk melakukan hal tersebut. Tapi pria itu bertindak seenaknya sendiri! Kalau saja apa yang kini tengah ia lakukan kepada Ivan hanya semata-mata karena untuk meyakinkan Marco, pasti sebuah tamparan sudah melayang keras di pipi Ivan atau sepatu hak tingginya akan langsung mendarat di wajah pria itu. Tapi, ia terpaksa membiarkan hal itu seraya menekan emosinya supaya Marco dan semua orang percaya kalau Ivan adalah ke
Seruan itu membuat perhatian semua orang yang ada di situ teralihkan. Kepala-kepala kompak tertoleh, mencari sumber suara. Seorang perempuan yang memiliki tubuh berisi, mengenakan blazer dipadu dengan rok span serta kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya tampak bergegas menghampiri mereka. "Bu Renata, manager Investasi Graha Group!" seru salah satu orang, mengenali sosok terkenal itu diikuti tatapan terkejut yang lainnya. Ivan langsung terperanjat! Renata?Jelas panggilan 'tuan muda' itu ditujukan untuknya. Renata adalah salah satu orang kepercayaan keluarganya. Ivan seketika merutuki diri sebab Renata menemukan dirinya.Mendadak, ia cemas akan sesuatu. Lalu, semua orang langsung melemparkan senyuman lebar ke arah perempuan itu seraya membungkuk hormat. Namun, Renata tak mempedulikan mereka. Tetap melangkahkan kakinya hendak menghampiri Ivan. Akhirnya ia menemukan tuan muda keluarga Graha yang sedang ia cari. Sebelumnya, ia yang sedang berjalan hendak pergi dar
Marco mendelik, “Cih! Sampah sepertimu memangnya tahu apa?! Tempatmu hanya di kalangan orang miskin, bukan seperti kami para keluarga kaya di kota ini!!”Kemudian, ia mengangkat tangan dan menunjuk ke arah Ivan. "Ingat. Urusan kita belum selesai. Aku akan membalas perbuatanmu ini!" ancamnya dengan suara menggelegar.Setelah mengatakan hal itu, Marco melenggang pergi bersama dua bodyguardnya dari sana. Setelah kepergian Marco, Susan melangkah mendekat ke arah Renata dan berujar. "Apakah anda mencari saya, Nona Renata?" tanya Susan hati-hati hendak memastikan. Susan berpikir demikian sebab Graha Group adalah pemilik saham mayoritas di perusahaannya. Pun seperti yang sudah-sudah, jika Renata datang ke perusahaannya, maka sudah pasti dia memiliki urusan dengannya. Renata yang masih curi pandang ke arah Ivan yang kini juga tengah balik menatapnya sembari masih memberikan kode buru-buru menguasai diri, kemudian beralih menatap Susan dan mengangguk. Mendapati hal itu, Ivan tak elak
"Kau tetap tidak bisa memenuhi syarat yang dibuat oleh kakek, Susan!" ucap Herlambang tegas, sesekali menatap Ivan dengan jijik. Susan menautkan alis. "Kenapa tidak bisa?" tanya Susan bingung. "Aku sudah memiliki calon suami dan kami akan segera menikah. Demikian, aku telah memenuhi syarat yang diberikan!" Herlambang mendengus dingin. Tentu saja ia bersikap demikian sebab sebenarnya ia tengah mencoba menghalangi pernikahan Susan supaya wanita itu melepaskan jabatannya. Dengan begitu, ia bisa menggantikan posisinya setelahnya. Dengan wajah mengeras, Herlambang kembali bicara. "Tapi tidak dengan sampah ini yang pekerjaanya hanya sebagai guru! Dia akan mencoreng nama baik keluarga Rahardian!" Susan begitu tersentak mendengarnya. Sang paman tak setuju? Menentangnya?Sebelumnya, Susan telah menduga hal itu sebab status sosial dan pekerjaan Ivan yang memang begitu rendahan. Namun ia tak terlalu mempedulikannya karena kini yang ia pikirankan adalah ia harus segera m
Dengan tatapan merendahkan ke arah Ivan, Herlambang menggeleng sambil berkata. "Dasar bodoh! Memangnya kau itu pemilik Graha Group? CEO Graha Group? Sehingga bisa melakukan hal demikian?" Begitu pula dengan Felix yang kentara gemas sebab perkataan Ivan yang ngaco. Dengan tatapan yang sama seperti sang Ayah, Felix menambahi. "Heh, sampah! jangan berkhayal kau. Bangun dari mimpimu. Kau itu hanya seorang guru rendahan yang tidak mengerti bisnis sama sekali!" Namun, Ivan tak peduli, masih menatap keduanya dengan dingin. Dalam hati ia tertawa sebab apa yang diucapkan Herlambang itu memang benar adanya. Lalu, sambil kembali menggeleng selagi menatap Ivan dengan kebencian, Herlambang dan Felix melangkahkan kakinya hendak pergi dari ruangan tersebut. Berjalan menuju ke arah pintu, Herlambang menatap Susan sambil mencibir. "Ingat Susan keluarga kita akan malu jika Malice Inc sampai bangkrut!""Dan kau yang akan bertanggung jawab jika hal itu sampai terjadi!" ucap Felix menambahi s
Pagi itu, Ivan tengah mengajar seperti biasa di salah satu kelas. Tiba-tiba, pintu kelas diketuk membuat Ivan yang tengah menjelaskan materi pelajaran seketika berhenti dan menoleh ke arah pintu. Juga para murid. Rekan guru pria nampak berdiri di ambang pintu dan berkata. "Bisa keluar sebentar Pak Ivan," Setelah izin kepada para murid lebih dulu, Ivan melangkah keluar menemui guru tersebut. "Ada apa?" tanya Ivan penasaran begitu tiba di luar kelas. "Kau dipanggil kepala sekolah untuk ke ruang guru, Ivan."Ivan menautkan alis. Ada apa ia dipanggil kepala sekolah? Guru pria itu lanjut berkata. "Di ruang guru sedang ada rapat dadakan membahas uang yang hilang di ruang TU yang merupakan SPP para murid, Van." Lalu, mereka berdua pun berjalan menuju ruang guru setelah sebelumnya Ivan masuk kelas kembali dan menyuruh para siswa untuk mengerjakan soal selagi ia tinggal ke ruang guru. Sesampainya di sana, Ivan langsung disambut dengan tatapan tajam dari k
Informasi itu memuat hubungan antara Doni dengan Samuel lebih detail lagi yang disertai dengan foto-foto. Juga dijabarkan segala macam bentuk teror yang dulu dialami oleh anggota keluarga Rahardian merupakan ulah Doni. Sebenarnya, hal tersebut sudah mencurigakan dari awal mengingat teror itu tiba-tiba berhenti ketika keluarganya Susan berhenti mengusutnya. Selesai membaca dokumen dan mengamati foto yang telah dikumpulkan oleh para bawahannya, Ivan menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan rahang mengeras. Sembilan puluh sembilan persen semua bukti mengarah kepada Doni yang merupakan dalang dibalik kasus hilangnya Natasha. Terang saja, kini Ivan sudah tidak ragu untuk segera memanggil mereka berdua untuk diintrogasi. Kemudian, Ivan menempelkan ponsel di telinga lagi, "Segera jadwalkan pertemuanku dengan mereka berdua, Renata!" ucap Ivan tegas, "kita akan bicara baik-baik terlebih dahulu dengan mereka, mengundang mereka! Itu adalah plan A," "Jika tidak berhasil, maka, ter
"Kami berhasil menemukan saksi kejadian delapan belas tahun silam yang memberikan keterangan jika melihat Natasha waktu itu terjebur ke sungai dan tenggelam sebelum akhirnya hanyut terbawa arus, tuan muda." Di sebrang sana, suara Renata terdengar. Ivan begitu tersentak. Lalu, ia refleks menarik tubuh dari sandaran kursi dan berkata, "Apakah dia benar-benar melihatnya? Atau dia berbohong?!" "Dia berbohong, tuan muda," balas Renata. Kini Ivan menghela napas. Demikian, ada seseorang yang menyuruhnya, supaya kejadiannya jadi seperti itu. Lalu, rahang Ivan mengeras. Jelas, itu adalah salah satu skenario yang dibuat oleh dalang dibalik penculikan Natasha! Sebelum Ivan angkat bicara, suara Renata di ujung ponsel kembali terdengar, "Ternyata saksi itu memberikan keterangan palsu kepada orang-orang yang waktu itu ada di sana, juga yang ikut melakukan pencarian dan tentu saja kepada pihak kepolisian, tuan muda," "Sebenarnya, dia tidak melihat adiknya Nyonya Susan itu terjebur dan te
"Benar, sayang. Om Doni lah orangnya!" ucap Ivan sambil menatap Susan dengan memasang ekspresi wajah datar. "Aku harap, setelah ini, mata kamu terbuka dan dapat menerima kenyataan bahwa Om Doni tidak sebaik yang kamu kira selama ini. Om Doni adalah orang yang sebenarnya jahat kepada keluargamu! Bukan Pak Mahendra, dia hanya dijadikan kambing hitam!" Ucapan Ivan membuat Susan tersadar dari lamunannya. Kemudian, Susan menatap suaminya sambil mengangguk, "Sekarang, aku sudah sepenuhnya percaya jika om Doni lah yang jahat, sayang. Kebaikannya yang selama ini dia ulurkan kepada keluarga kami itu palsu. Ck, Kenapa aku bisa tertipu olehnya..." Susan mendecak kesal seraya menyugar rambut dengan kasar. Disaat yang sama, matanya berkaca-kaca. Kini perasaanya begitu campur aduk tidak karuan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun, ia telah mempercayai orang yang salah! Orang yang ia anggap saudara, ternyata adalah musuh. Benar-benar musuh dalam selimut! "Hei, sekarang kamu sudah menge
Mendengar itu, Ivan mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang barusan Susan katakan. Ivan, dengan rahang mengeras menimpali, "Urusan ini serius, sayang. Musuh sedang mengincar untuk menumbangkan perusahaan!" "Jelas, jika perusahaan dan pabrik Malice runtuh. Maka, bisnis keluarga Rahardian akan terganggu!" Seketika Susan gelagapan. Kentara langsung cemas. Lalu, ia kembali menoleh, menatap suaminya sebentar. Kenapa tiba-tiba saingan bisnis keluarganya menyerang perusahaan? Padahal, beberapa tahun belakangan ini, adem ayem saja. Tidak ada serangan secara sembunyi mau pun terang-terangan. Meski hal itu lazim terjadi di dunia bisnis, tapi mengingat Malice Inc yang diakusisi oleh Graha Group membuat para kompetitor diluar sana merasa iri. Mungkin, hal itu lah yang membuat para kompetitor Malice ingin menghancurkannya. Sebenarnya, Susan selalu berhati-hati, waspada semenjak ia menjabat sebagai CEO. Namun, setahun yang lalu, Susan sedikit lengah. Bagaimana tidak, pikirannya
Sebab Ivan yang telah berkontribusi besar dalam menangani krisis keuangan dan sabotase yang terjadi pada Malice Inc. Kini, Ivan jadi dihormati, dipuji oleh petinggi perusahaan dan karyawan Malice setelah sebelumnya sempat dipandang rendah. Bahkan, tidak sedikit yang sebelumnya menghina, juga merendahkan. Sebenarnya, Ivan mulai dipandang berbeda semenjak Ivan diketahui berteman dekat dengan Tuan Muda Aditama. Demikian, seseorang itu akan dianggap hebat jika bisa berteman dengan pewaris dari keluarga terkaya negara Ferandia tersebut. Apalagi hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenalnya. Sementara itu, orang yang tidak suka atas keberhasilan Ivan dan Susan dalam mengatasi krisis kali ini tidak lain adalah Herlambang. Tentu, hal itu membuat Ivan pasti akan lebih disayang oleh kakek Rahardian. Diterima oleh orang-orang. Herlambang pun tidak tahan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Ivan? Kau meminjamnya dari sia
Mendengar itu, Herlambang tertawa. Lalu, ia menatap Ivan dengan sinis sekaligus jijik, "Dengar, uang yang dibutuhkan Malice itu bukan uang satu juta, dua juta, melainkan satu triliun!" ucap Herlambang penuh penekanan. "Kau saja belum pernah memiliki uang dengan nominal segitu banyaknya. Dan sekarang, dengan sangat percaya dirinya, kau akan meminjamkan uang satu triliun kepada Malice? Astaga, orang-orang miskin memang suka berkhayal ya!" Ivan hanya tersenyum miring sambil menyilangkan tangan di depan dada menyaksikan Herlambang yang lanjut terkekeh usai berkata demikian. Sedangkan Susan sendiri jengah bukan main. Susan, dengan mendengus menimpali, "Paman, aku tau paman sangat tidak percaya. Tapi, Ivan sungguh akan meminjamkan uang kepada Malice. Sehingga, kita tidak perlu meminjam uang kepada orang lain!" Tanpa menunggu respon Herlambang, Susan segera memberikan tanda pada Ivan untuk mengirimkan uangnya. Mendapati hal tersebut, Ivan mengangguk. Lantas, segera berkutat dengan
Ivan mendapat informasi tentang Irwandi dari Renata yang sangat mengejutkan. Hingga membuat ia berpikir ; apakah sang paman memiliki niat jahat dibaliknya? Tiba-tiba, Ivan angkat bicara yang membuat keduanya seketika berhenti mengobrol dan menoleh ke arahnya. Lalu, Ivan menatap Herlambang dengan pandangan memicing, "Paman yakin, akan meminjam uang padanya?" Mendapatkan pertanyaan itu, kening Herlambang ikutan berkerut. "Yakin sekali! Kenapa aku harus ragu meminjam uang padanya? Dia itu pebisnis handal. Pemilik bank swasta terkenal di negara kita, salah satu bank swasta terbesar!" Sementara Susan yang kebingungan dengan perkataan Ivan buru-buru menghadapnya yang kini langsung balik menatap istrinya. Tahu apa yang tengah Susan pikirkan, Ivan segera menyodorkan ponsel padanya, "Baca lah, sayang. Nanti, kamu akan mengerti siapa Pak Irwandi lebih dalam!" Separuh masih bingung sekaligus penasaran, Susan menerima ponsel yang disodorkan Ivan dan seketika langsung membaca informas
Sebelum menuju ruang rapat, Ivan dan Susan telah membahas soal laporan gedung perusahaan dan pabrik yang disabotase di apartemen. Yang mana, hal tersebut mengakibatkan kerusakan parah dan perusahaan mengalami kerugian hebat. Ivan yang sudah tahu apa yang terjadi dengan Malice langsung meminta Susan untuk menyerahkan masalah itu padanya saja. Setelah itu, Ivan pun langsung memerintah Delon untuk mengecek lokasi dan mencari tahu siapa pelakunya. Baik Ivan mau pun Susan menduga jika itu adalah ulah diantara Mahendra dan Doni. Siapa lagi jika bukan saingan bisnis Malice? Perusahaan yang mengalami krisis diambang kebangkrutan, cara-cara licik kerap dilakukan oleh musuh. Juga serbuan terang-terangan atau sabotase. Sementara itu, berdiri dari tempat duduknya, adalah Herlambang yang barusan berbicara dengan lantang sekaligus penuh ketidaksukaan yang ditunjukan kepada Ivan. Mendengar itu, wajah Susan seketika berubah. Sedangkan Ivan hanya menatap Herlambang dengan memasang ekspresi
"Tante sudah gila?!" Ivan langsung meraih dan mencengkram pergelangan tangan Irene untuk menahan gerakan tangannya yang nyaris saja menuju ke bawah perut Ivan. Menggeleng tegas dengan wajah mengeras, Ivan lanjut berkata, "Aku bukan pria bayaran! Selain itu, aku dan Susan itu saling mencintai. Sebentar lagi, kami akan memiliki anak! Jika tante tidak percaya, tanyakan saja kepada Susan!" Ivan berkata demikian sebab menduga jika Irene belum mengetahui bahwa Susan telah mencintai dirinya sepenuhnya. Begitu pula dengan Susan yang sepertinya belum bercerita dengan Irene. Kini Ivan mengusap muka dengan kasar sembari menghembuskan napas besar. Sebab begitu shock mendengar perkataan Irene barusan. Sementara senyum Irene mendadak pudar kala mendapat penolakan dari Ivan. Namun, perempuan itu tidak langsung menampakan kekesalannya di depan Ivan. Kentara berusaha mengendalikan emosinya dengan bersikap tenang dan angkuh. "Baik lah. Aku akan tanyakan hal itu kepada Susan. Jika memang demikia