Mata Susan melebar, menyadari perbuatannya ini yang tidak semestinya ia lakukan. Hanya karena Ivan menyelamatkannya, lalu tiba-tiba ia memeluknya? Susan buru-buru mengondisikan diri kembali kala teringat rencana awalnya yang tidak akan menggunakan hati dalam pernikahan kontrak ini. Demikian, bisa-bisa rencananya akan buyar. Ia pun merutuk dalam hati, menyuruh dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal seperti barusan lagi. Sebelumnya, ia begitu ketakutan dan telah pasrah jika pada akhirnya ia akan berakhir di ranjang bersama Marco. Tapi tiba-tiba Ivan datang menyelamatkannya dan langsung menghajar Marco. Tentu ia lega sekaligus senang. Demikian, ia refleks memeluk calon suami kontraknya tersebut. "Maafkan aku, Van ... barusan aku refleks memelukmu. Aku tak bermaksud," ucap Susan dengan pandangan mengedar ke sekeliling. Menghindari tatapan pria yang kini ada di hadapannya. Mendapati hal itu, Ivan menggeleng, Susan masih saja gengsi menampakan dan mengungkapkan apa yang
"Ke-kenapa anda tidak tertarik, tu-tuan Delon?" tanya Marco kebingungan. "Berapa pun bayaran yang anda minta, aku akan langsung setuju. Satu miliar, dua miliar, tiga miliar, empat miliar?" Marco terus mendesak ketua mafia Naga Hitam itu sampai menerima tawarannya sebab ia menginginkan Ivan mati saat ini juga. "Katakan saja, berapa pun bayaran yang tuan Delon minta, akan langsung kupenuhi." Seketika wajah Delon berubah. Jika situasinya berbeda, mungkin ia akan memikirkan tawaran dari Marco yang sudah kepepet ini. Bagaimana pun itu adalah bisnis. Diluar ia yang bekerja pada keluarga Graha. Seraya melangkahkan kakinya, berdiri tepat di hadapan Marco dengan wajah mengeras, ia berkata dengan lantang. "Sudah kukatakan. Aku tidak tertarik membunuh pria yang ada di dalam itu!" "Dan sebanyak apa pun bayaran yang akan kau berikan, aku tetap tidak mau!" Kata Delon tegas. Sontak saja, Marco tercengang. Setelah kepala preman langsung menolaknya tadi, kini ketua mafia Naga Hitam juga
Seruan itu membuat perhatian semua orang yang ada di situ teralihkan. Kepala-kepala pun kompak tertoleh, ke arah sumber suara. Seorang pria paruh baya berjas rapi tampak bergegas menghampiri mereka. Marco yang kini tengah terkejut sebab mengetahui bahwa keluarga Graha mengutus ketua mafia Naga Hitam untuk menyelamatkan Susan, melihat siapa yang datang, mendadak tersadar. "Ayah!!!" seru Marco sembari berusaha bangkit berdiri. Tentu saja dengan susah payah. Rasa sakit yang tengah dideritanya akibat keganasan Ivan tadi begitu menyiksa. Entah lah, kedatangan Ayahnya ini akan menyelamatkannya atau tidak. Pasalnya jika sudah menyangkut keluarga Graha, meskipun keluarganya kaya raya, jelas kalah jauh jika dibandingkan dengan keluarga tersebut. Namun, setidaknya Marco bisa berlindung dibalik ketiak Ayahnya. Pria paruh baya itu adalah Darius Sidartha, Ayahnya Marco yang tak lain dan tak bukan adalah pemilik hotel Paradise ini. Setelah mendapat ancaman dari Delon, juga memerint
Darius pun bingung sebab informasi yang ia dengar dari Marco dan Delon berbeda. Yang benar mana? Lalu, Darius menatap Delon yang juga tengah menatapnya dengan dingin. Setelah itu, ia berganti menatap kepala preman. Seakan bertanya : mengapa mereka tidak mau menghabisi Ivan!? "Kenapa tuan Delon menolak menghabisi guru sialan ini? Apa alasannya? Kami akan memberikan bayaran yang tinggi. Apa pun yang anda mau, sebutkan saja," ucap Darius bingung sekaligus heran. Kemudian, ia memicingkan pandangan. "Bukan kah anda mengatakan di telepon tadi bahwa nona Susan milik seseorang yang paling berpengaruh di negara ini? Seharusnya hal itu tak menjadi masalah bukan?" Seketika wajah Delon berubah. Begitu juga dengan kepala preman. Penghinaan Darius terhadap tuan muda Ivan Graha benar-benar membuat mereka berdua marah. Susan sendiri mengernyitkan kening sebab perkataan Darius barusan. Ia adalah milik seseorang yang paling berpengaruh di negara ini? Tuan Delon mengatakan hal demikian
Susan memicingkan pandangan. "Jadi, kalian tiba bersama waktu di hotel tadi?" tanya Susan. Ivan mengangguk. "Dan ketika Tuan Delon hendak masuk ke dalam kamar untuk menyelamatkan Nona aku bilang padanya biar aku saja karena harus aku yang menghajar Marco bajingan itu." "Dan akhirnya Tuan Delon membiarkanku melakukan hal itu." Kata Ivan lagi. Susan hanya membalas dengan anggukan, semakin yakin bahwa Ivan memang serius. Tiba-tiba rahang Susan mengeras, masih memikirkan keluarga Graha yang peduli akan keselamatannya. Melihat Susan bersikap demikian, Ivan pun bertanya. "Ada apa, Nona?" Mendengar suara Ivan, membuat lamunan Susan terbuyar. Ia kembali menatap Ivan seraya menghela napas. "Aku masih tidak menyangka saja sampai sekarang, Van jika keluarga Graha begitu mempedulikan keselamatanku dan sampai mengutus tuan Delon langsung untuk menyelamatkanku," ucap Susan bingung sekaligus heran, "ternyata ada keuntungan lain yang jauh lebih berarti jika berhubungan dengan keluarga it
Sementara Ivan mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa, Nona?" Bukannya menjawab, Susan malah menutup mata seiring menghembuskan napas berat. Untuk apa ia harus merasa gengsi? Toh, ibarat ia adalah boss dan Ivan bawahannya. Tentu segala perintah darinya harus dilakukan oleh pria itu. Akhirnya, setelah terdiam beberapa saat, Susan membuka mata dan menoleh menatap Ivan. "Kau mau meninggalkanku sendirian begitu saja setelah apa yang baru saja aku alami, Ivan!?" ucap Susan dengan nada sengau. Mendengar nada sengau keluar dari mulut Susan, Ivan mengernyitkan kening. "Nona tidak ingin aku pulang? Nona ingin aku menemani Nona?" tanya Ivan hendak memastikan. Jawaban Ivan membuat Susan sedikit kesal. Begitu saja tidak peka! Gumam Susan dalam hati. Kemudian, Susan memalingkan muka seraya melipat tangan di depan dada dengan memasang ekspresi wajah dingin. Tanpa menoleh ke arah Ivan, Susan berkata. "Itu memang sudah seharusnya kamu lakukan, bukan? Aku memintamu untuk tetap di sini
Bagaimana tidak terkejut? Susan adalah wanita yang hendak dijodohkan oleh Graha dan Rosalinda dengan Ivan dulu. Namun Ivan dan Susan belum sempat dipertemukan sebab Ivan langsung menolak perjodohan itu yang membuat keduanya lepas kendali dan membuat Ivan memutuskan pergi dari rumah. Beruntungnya pihak dari keluarganya Susan dengan lapang dada menerima meskipun begitu kecewa dan perjodohan dibatalkan. Setelah kepergian Ivan, keduanya hidup dalam penyesalan, kesedihan, rindu yang menggebu dan semuanya terasa hampa. Keduanya juga sering sakit-sakitan karena selalu kepikiran anak semata wayang mereka. Mendapat kabar jika Ivan telah ditemukan, terang saja Graha dan Rosalinda amat merasa begitu bahagia. Disaat yang sama, terkejut sekaligus heran sebab Ivan malah bertemu dengan Susan! Wanita yang dulu hendak dijodohkan dengannya yang sebelumnya telah ditolak! Kini Graha dan Rosalinda kompak menatap Renata sambil menggeleng tidak percaya. Hal tersebut benar-benar tidak terduga.
Kenapa Susan sampai segitunya membela Ivan? Apa mereka cukup dekat? Hubungan apa yang terjalin diantara keduanya? Pikir Ilyaz. Susan lanjut berkata, "Saya meminta kepada Pak Ilyaz sebagai kepala yayasan untuk bertindak sebagaimana mestinya. Jika kasus ini tidak diselidiki lebih lanjut, kasihan sekali orang yang tidak bersalah, Pak yang harus dirugikan dalam hal ini," "Dan tentu, orang-orang yang benar-benar bersalah di luar sana akan senang. Merasa aman. Menang. Hal yang saya takutkan ke depannya adalah bisa saja orang-orang itu akan melakukan hal yang sama karena tidak adanya tindakan. Tentu sistem di sekolah anda akan bobrok karena adanya orang-orang seperti itu." "Selain itu, saya ingin sekolah tempat saya berdonatur bersih dari orang-orang yang curang dan licik. Jika tidak segera diselesaikan, ke depannya juga akan berdampak buruk bagi sekolah anda, Pak Ilyaz." Kata Susan lagi. Mendengar itu, Ilyaz tersentak, benar juga apa yang dikatakan Susan. Bagaimana jika orang-oran
"Jika kita lapor polisi, itu tandanya kita menantang para penculik dan hal itu akan membuat mereka marah. Bukan tidak mungkin, jika mereka akan nekat membunuh anak-anak kita!" "Lebih baik, segera siapkan uang masing-masing sebesar 5 miliar dari kita dan bawa uang itu ke penculik untuk menebus anak kita! Dengan begitu, mereka akan melepaskan mereka dan anak-anak kita akan selamat!" "Tapi kami tidak mempunyai uang sebanyak itu! Dari mana coba kami mendapatkan uangnya?!" "Bagaimana mungkin kami bisa mengumpulkan uang 5 miliar dalam waktu 48 jam?!" "Kami bukan dari keluarga kaya raya seperti kalian yang dengan mudahnya mengeruk uang!" "Usaha dong! Jangan pasrah begitu! Cari pinjaman uang atau tidak minta bantuan kepada suadara-saudara kalian. Apakah kalian tidak menginginkan anak kalian kembali?!" "Kalian pikir, cari pinjaman uang dengan nominal yang bagi kami sangat besar itu mudah?!" Terbentuk lah dua kubu yang berbeda, kubu yang memilih menebus anak-anak mereka dan kubu yang
"Betul!!!" yang lainnya langsung berseru menambahi. Sebelum Ivan dan para guru angkat bicara, orang tua murid lainnya sudah angkat bicara lebih dulu dengan nada yang meledak-ledak pula. "Kami sudah membayar mahal sekolah ini! Tapi, pengawasan dan penjagaanya buruk sekali!" "Kami sungguh menyesal!" "Kami semua kecewa!!!" Mendapatkan cibiran dan protes dari orang tua murid, para guru hanya bisa menunduk tidak berdaya. Pasalnya, sedari tadi sudah mencoba menenangkan, tapi tidak bisa! Di sisi lain, beberapa dari mereka adalah donatur sekolah! Sedangkan Ivan tetap duduk dengan tenang di kursinya, membiarkan mereka meluapkan segala emosi. Tiba-tiba ... "Anda dan guru-guru di sekolah ini harus tanggung jawab!" "Betul! kelalaian kalian lah yang menyebabkan anak-anak kami diculik!" "Tolong! Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian bisa tenang dulu—" "Bagaimana kami bisa tenang, Pak Ivan! Anak kami diculik!" "Para penculik itu meminta tebusan uang sebesar 5 miliar per anak dan jika k
Setelah memberitahu informasi terkini mengenai pembajakan buss dan penculikan terhadap sepuluh murid itu dan berkoordinasi dengan para guru, Ivan baru menemui Renata di tempat yang telah dipilihnya tak jauh dari sekolah. Kini, Ivan benar-benar dikejar waktu. Ia harus bergerak cepat dan efisien dalam menyelesaikan masalah yang terjadi bersamaan! "Informasi apa yang akan kamu sampaikan, Renata? Apakah ada kendala?" ucap Ivan dengan rahang mengeras setelah menjatuhkan diri di kursi di hadapan Renata. Ivan bertanya demikian, sebab Renata dalam keadaan panik saat pertama kali ia melihatnya. Di sisi lain, pikiran Ivan harus terbagi. Tidak bisa fokus. Sepertinya tidak bisa semua masalah ia yang turun tangan. Terpaksa, ia akan melepas salah satu masalah kepada bawahannya untuk mengurus sepenuhnya. Sebenarnya, Ivan tidak setuju jika menyerahkan penculikan Sheila ini kepada pihak polisi sebab pasti akan berakhir sia-sia. Bercermin dari kejadian sebelumnya, yang tidak bisa diselesaikan
Sehari sebelum terjadinya pembajakan buss dan penculikan terhadap sepuluh murid di sekolahnya Ivan, Hernomo, Andreaz dan Sudibyo terlihat sedang memantau keadaan sekitar sambil mengobrol di sebuah pabrik terbengkalai. Ada banyak anak buah yang tengah disibukan dengan pekerjaanya dalam rangka persiapan akhir yang akan digunakan untuk menyekap para murid nantinya. "Bagaimana, Jack?" tanya Hernomo kepada ketua anak buahnya. "Sebentar lagi, semuanya siap, Pak Hernomo, Pak Andreaz dan Pak Sudibyo," jawab pria itu mantap sambil menatap ketiganya. Seketika mereka bertiga kompak menyeringai sambil manggut-manggut, "Bagus, selesaikan secepatnya!" Setelah itu, ketua bernama Jack itu kembali melakukan pekerjaanya bersama anak buahnya yang lain. Tiba-tiba, Sudibyo berseru lantang yang membuat Hernomo dan Andreaz menoleh padanya, "Aku ingin karir Ivan segera berakhir! Sama sepertiku! Gara-gara dia, aku harus dipecat!" Hernomo, dengan mendengus menimpali, "Mari Pak Sudibyo, kita buat kar
Ivan tidak terlalu mempedulikan laporan barusan, sebab ada masalah Sheila yang harus segera ia urus. Setelah memasukan ponsel kembali, Ivan melangkahkan kakinya menuju lobi ekolah. Di sana, Ivan berpapasan dengan salah satu wakil kepala sekolah. Lalu, ia langsung memerintahkan padanya untuk mengumpulkan wakil kepala sekolah lainnya dan beberapa guru untuk rapat di ruangannya. Setelah itu, Ivan pergi ke ruangannya lebih dulu. Sedangkan wakil kepala sekolah itu langsung melakukan perintah Ivan. Tak lama kemudian, beberapa wakil kepala sekolah dan guru telah datang. Seketika mereka langsung duduk di sana diikuti Ivan setelahnya. "Tadi pagi, saya mendapatkan pesan dari Bu Sheila yang mengabarkan jika ada tiga orang pria yang hendak membawa pergi Bu Sheila dan ibunya secara paksa," ucap Ivan sambil menatap semua orang secara bergantian. Sontak saja, perkataan Ivan membuat mereka kompak terperanjat! Ivan lanjut menjelaskan, "Dan hari ini, Bu Sheila tidak masuk mengajar dan dia men
Di tempat lain, Doni dan Charles tampak tengah mengobrol serius. "Aku mohon jangan apa-apakan Nona Sheila, tuan muda Charles," pinta Doni memohon sambil membungkuk hormat. Doni terpaksa menyerahkan Sheila kepada Charles karena hanya dengan itu Ivan tidak akan bisa merebutnya. Tujuan Doni dulu menculik Sheila—yang aslinya bernama Natasha, yang tidak lain adalah adiknya Susan—hanya untuk merenggut kebahagiaan keluarga Robin semata. Tanpa ada niatan melenyapkan nyawanya. Alasan ia tetap menyembunyikan Sheila dari keluarga Rahardian adalah karena Sheila ia jadikan alat untuk mengancam keluarga itu kalau-kalau berani melawan. "Anda tidak percaya padaku, tuan Doni?" Charles mengangkat sebelah alisnya. Ekspresi wajahnya berubah datar. Juga kentara mengintimidasi. Mendapati hal itu, membuat Doni gentar. Bagaimana tidak, ia sedang berurusan dengan keluarga penguasa negara Lordia! Dengan ketakutan, Doni buru-buru menggeleng, "Bukan itu maksud saya, tuan muda Charles. Hanya saja, anak i
Mendapatkan pertanyaan itu, Susan mengangguk sambil berusaha mengingat-ingat. "Memang, kita berhasil menakhlukan musuh kala itu. Tapi, sepertinya ada pengkhinat, ada keluarga lain, salah satu keluarga penguasa Asia yang membantu keluarga Gao. Jadi, sekarang, mereka berencana menyerang keluarga kita dan juga keluarga Gandara, keluarga tuan muda Aditama, sayang." "Aku, benar-benar tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu dan calon anak kita. Maka dari itu, untuk jaga-jaga, aku memperketat pengawalan demi keselamatanmu ke mana pun kamu pergi karena ditakutkan mereka akan mengincar kamu dan bayi yang ada di dalam perutmu!" Seketika Susan terbeliak, mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik. Lalu, ia kembali manggut-manggut. Demikian, ia mengerti sekarang dan akan menurut dengan suaminya. *** Sementara itu, di rumahnya Sheila, ibunya tampak ketakutan setelah mengecek ke depan. Sheila yang melihat ibunya bersikap demikian, buru-buru berjalan menghampiri. "Ada apa, Bu? Kenap
Kini Ivan tampak berada di balkon apartemen, tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon. "Keluarga Gao benar-benar tidak tunduk pada kita sepenuhnya, kak!" ucap Ivan begitu Aditama mengangkat panggilannya. Setelah mendapat telepon dari Basuki, Ivan langsung menghubungi Aditama. Lupakan soal Aditama yang hendak memulai obrolan dengan topik santai, sebab ada hal mendesak yang harus Ivan beritahu kepadanya dan sesegera mungkin mengambil langkah apa yang akan keduanya buat. "Itu tidak mungkin, Van! Waktu itu, seluruh tukang pukul keluarga Gao yang masih hidup telah menyerahkan diri dan kita juga telah bicara baik-baik dengan anggota penting keluarga Gao sebelumnya, bukan? Mereka telah mengakui kekalahan, berjanji tidak akan berbuat macam-macam dan akan saling menghormati keluarga yang lain kedepannya!" Aditama langsung menyangkal di sebrang sana. Menandakan bahwa pewaris keluarga Gandara itu tidak langsung mempercayai apa yang dikatakan Ivan. Suara Aditama kembali terdengar
"Setelah ibu dan Ayahmu yang menginginkan kamu cepat-cepat menikah, hal itu sudah terwujud sekarang dan lalu ibu mendengar jika istri kamu hamil!?" suara ibunya berubah serak. Terang saja ia terharu. "Sebentar, Van! Ibu akan memanggil Ayahmu!" Kemudian, terdengar teriakan ibunya yang memanggil-manggil suaminya dengan nada yang begitu riang. Ivan dan Susan yang mendengar itu hanya saling tatap sebelum kemudian kompak tersenyum. Tidak lama waktu berselang, suara di ujung ponsel Ivan kini telah berganti dengan suara Ayahnya, "Benar kah jika Susan hamil, Van?!" "Betul sekali, Yah." Graha langsung bereaksi sama seperti istrinya, "Ayah sangat-sangat bahagia mendengarnya, Van. Apalagi jika teringat dulu kamu yang menolak dijodohkan. Kamu pasti tau, betapa sedihnya juga marahnya Ayah dan ibumu dulu, Van! Tapi, sekarang kamu sudah menikah, hal itu membuat kami bahagia dan lalu ditambah kalian berdua yang akan segera memiliki anak!" "Ini harus dirayakan besar-besaran, Van! Sekaligus un