Kenapa Ivan benar-benar muncul? Dan kenapa pria itu baik-baik saja? Tak ada luka sedikit pun? Selagi Marco tercengang seraya mengamati Ivan dari atas kepala hingga ujung kaki sebab kaget sekaligus bingung. Tiba-tiba... Tubuh Marco terlempar membentur tembok yang membuatnya langsung mengadu kesakitan.Tidak cukup sampai disitu, sebuah pukulan langsung mendarat di wajah Marco setelahnya. Tidak hanya satu kali. Tapi berkali-kali. Tentu tinju yang kekuatannya begitu kuat, berkali-kali lipat. Alhasil, geraham belakang Marco hancur, giginya rompal, wajahnya dipenuhi luka lebam dan dia langsung memuntahkan darah. Sambil merintih kesakitan, Marco menatap Ivan marah dan berkata dengan tersendat-sendat, "Bang-bangsat kau, Ivan!" Tapi Ivan belum puas, ia yang tengah dikuasai amarah membara, kembali menghajar Marco sembari berteriak, "kau yang bangsat, Marco sialan! Berani-beraninya kau menyentuh wanitaku!" "Kau benar-benar akan kuhabisi, Marco!" BUGH! BUGH! BUGH! Sementar
Mata Susan melebar, menyadari perbuatannya ini yang tidak semestinya ia lakukan. Hanya karena Ivan menyelamatkannya, lalu tiba-tiba ia memeluknya? Susan buru-buru mengondisikan diri kembali kala teringat rencana awalnya yang tidak akan menggunakan hati dalam pernikahan kontrak ini. Demikian, bisa-bisa rencananya akan buyar. Ia pun merutuk dalam hati, menyuruh dirinya sendiri untuk tidak melakukan hal seperti barusan lagi. Sebelumnya, ia begitu ketakutan dan telah pasrah jika pada akhirnya ia akan berakhir di ranjang bersama Marco. Tapi tiba-tiba Ivan datang menyelamatkannya dan langsung menghajar Marco. Tentu ia lega sekaligus senang. Demikian, ia refleks memeluk calon suami kontraknya tersebut. "Maafkan aku, Van ... barusan aku refleks memelukmu. Aku tak bermaksud," ucap Susan dengan pandangan mengedar ke sekeliling. Menghindari tatapan pria yang kini ada di hadapannya. Mendapati hal itu, Ivan menggeleng, Susan masih saja gengsi menampakan dan mengungkapkan apa yang
"Ke-kenapa anda tidak tertarik, tu-tuan Delon?" tanya Marco kebingungan. "Berapa pun bayaran yang anda minta, aku akan langsung setuju. Satu miliar, dua miliar, tiga miliar, empat miliar?" Marco terus mendesak ketua mafia Naga Hitam itu sampai menerima tawarannya sebab ia menginginkan Ivan mati saat ini juga. "Katakan saja, berapa pun bayaran yang tuan Delon minta, akan langsung kupenuhi." Seketika wajah Delon berubah. Jika situasinya berbeda, mungkin ia akan memikirkan tawaran dari Marco yang sudah kepepet ini. Bagaimana pun itu adalah bisnis. Diluar ia yang bekerja pada keluarga Graha. Seraya melangkahkan kakinya, berdiri tepat di hadapan Marco dengan wajah mengeras, ia berkata dengan lantang. "Sudah kukatakan. Aku tidak tertarik membunuh pria yang ada di dalam itu!" "Dan sebanyak apa pun bayaran yang akan kau berikan, aku tetap tidak mau!" Kata Delon tegas. Sontak saja, Marco tercengang. Setelah kepala preman langsung menolaknya tadi, kini ketua mafia Naga Hitam juga
Seruan itu membuat perhatian semua orang yang ada di situ teralihkan. Kepala-kepala pun kompak tertoleh, ke arah sumber suara. Seorang pria paruh baya berjas rapi tampak bergegas menghampiri mereka. Marco yang kini tengah terkejut sebab mengetahui bahwa keluarga Graha mengutus ketua mafia Naga Hitam untuk menyelamatkan Susan, melihat siapa yang datang, mendadak tersadar. "Ayah!!!" seru Marco sembari berusaha bangkit berdiri. Tentu saja dengan susah payah. Rasa sakit yang tengah dideritanya akibat keganasan Ivan tadi begitu menyiksa. Entah lah, kedatangan Ayahnya ini akan menyelamatkannya atau tidak. Pasalnya jika sudah menyangkut keluarga Graha, meskipun keluarganya kaya raya, jelas kalah jauh jika dibandingkan dengan keluarga tersebut. Namun, setidaknya Marco bisa berlindung dibalik ketiak Ayahnya. Pria paruh baya itu adalah Darius Sidartha, Ayahnya Marco yang tak lain dan tak bukan adalah pemilik hotel Paradise ini. Setelah mendapat ancaman dari Delon, juga memerint
Darius pun bingung sebab informasi yang ia dengar dari Marco dan Delon berbeda. Yang benar mana? Lalu, Darius menatap Delon yang juga tengah menatapnya dengan dingin. Setelah itu, ia berganti menatap kepala preman. Seakan bertanya : mengapa mereka tidak mau menghabisi Ivan!? "Kenapa tuan Delon menolak menghabisi guru sialan ini? Apa alasannya? Kami akan memberikan bayaran yang tinggi. Apa pun yang anda mau, sebutkan saja," ucap Darius bingung sekaligus heran. Kemudian, ia memicingkan pandangan. "Bukan kah anda mengatakan di telepon tadi bahwa nona Susan milik seseorang yang paling berpengaruh di negara ini? Seharusnya hal itu tak menjadi masalah bukan?" Seketika wajah Delon berubah. Begitu juga dengan kepala preman. Penghinaan Darius terhadap tuan muda Ivan Graha benar-benar membuat mereka berdua marah. Susan sendiri mengernyitkan kening sebab perkataan Darius barusan. Ia adalah milik seseorang yang paling berpengaruh di negara ini? Tuan Delon mengatakan hal demikian
Susan memicingkan pandangan. "Jadi, kalian tiba bersama waktu di hotel tadi?" tanya Susan. Ivan mengangguk. "Dan ketika Tuan Delon hendak masuk ke dalam kamar untuk menyelamatkan Nona aku bilang padanya biar aku saja karena harus aku yang menghajar Marco bajingan itu." "Dan akhirnya Tuan Delon membiarkanku melakukan hal itu." Kata Ivan lagi. Susan hanya membalas dengan anggukan, semakin yakin bahwa Ivan memang serius. Tiba-tiba rahang Susan mengeras, masih memikirkan keluarga Graha yang peduli akan keselamatannya. Melihat Susan bersikap demikian, Ivan pun bertanya. "Ada apa, Nona?" Mendengar suara Ivan, membuat lamunan Susan terbuyar. Ia kembali menatap Ivan seraya menghela napas. "Aku masih tidak menyangka saja sampai sekarang, Van jika keluarga Graha begitu mempedulikan keselamatanku dan sampai mengutus tuan Delon langsung untuk menyelamatkanku," ucap Susan bingung sekaligus heran, "ternyata ada keuntungan lain yang jauh lebih berarti jika berhubungan dengan keluarga it
Sementara Ivan mengangkat sebelah alisnya. "Ada apa, Nona?" Bukannya menjawab, Susan malah menutup mata seiring menghembuskan napas berat. Untuk apa ia harus merasa gengsi? Toh, ibarat ia adalah boss dan Ivan bawahannya. Tentu segala perintah darinya harus dilakukan oleh pria itu. Akhirnya, setelah terdiam beberapa saat, Susan membuka mata dan menoleh menatap Ivan. "Kau mau meninggalkanku sendirian begitu saja setelah apa yang baru saja aku alami, Ivan!?" ucap Susan dengan nada sengau. Mendengar nada sengau keluar dari mulut Susan, Ivan mengernyitkan kening. "Nona tidak ingin aku pulang? Nona ingin aku menemani Nona?" tanya Ivan hendak memastikan. Jawaban Ivan membuat Susan sedikit kesal. Begitu saja tidak peka! Gumam Susan dalam hati. Kemudian, Susan memalingkan muka seraya melipat tangan di depan dada dengan memasang ekspresi wajah dingin. Tanpa menoleh ke arah Ivan, Susan berkata. "Itu memang sudah seharusnya kamu lakukan, bukan? Aku memintamu untuk tetap di sini
Bagaimana tidak terkejut? Susan adalah wanita yang hendak dijodohkan oleh Graha dan Rosalinda dengan Ivan dulu. Namun Ivan dan Susan belum sempat dipertemukan sebab Ivan langsung menolak perjodohan itu yang membuat keduanya lepas kendali dan membuat Ivan memutuskan pergi dari rumah. Beruntungnya pihak dari keluarganya Susan dengan lapang dada menerima meskipun begitu kecewa dan perjodohan dibatalkan. Setelah kepergian Ivan, keduanya hidup dalam penyesalan, kesedihan, rindu yang menggebu dan semuanya terasa hampa. Keduanya juga sering sakit-sakitan karena selalu kepikiran anak semata wayang mereka. Mendapat kabar jika Ivan telah ditemukan, terang saja Graha dan Rosalinda amat merasa begitu bahagia. Disaat yang sama, terkejut sekaligus heran sebab Ivan malah bertemu dengan Susan! Wanita yang dulu hendak dijodohkan dengannya yang sebelumnya telah ditolak! Kini Graha dan Rosalinda kompak menatap Renata sambil menggeleng tidak percaya. Hal tersebut benar-benar tidak terduga.
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr
Mendapatkan pertanyaan itu, Doni tertawa renyah, "Yang pasti, dari keluarga yang kekayaan, kekuatan dan kekuasaanya setara dengan keluarga Graha!" Namun, Ivan tidak berniat membahas hal itu lebih lanjut. "Baik lah. Coba kita lihat nanti. Apakah bantuan dari keluarga yang katamu, kekayaan, kekuatan dan kekuasaannya setara dengan keluarga kami itu akan bisa menang melawan pasukan keluarga kami atau tidak!" Tawa Doni terhenti, lantas ia mendecih, "Jangan harap kalian bisa menghancurkan markas saya dengan mudah! Walau saya tau kalau belum pernah ada yang bisa mengalahkan pasukan keluarga Graha. Tapi, jangan remehkan pasukan saya kali ini, tuan muda Ivan karena saya akan mengukir sejarah!" Selesai menelfon, Ivan menatap semua orang di hadapannya secara bergantian yang kini tengah balik menatapnya dengan tangan terkepal juga waja-wajah bersemangat. "Kita berangkat sekarang!" *** DOR! DOR! DOR! Di bawah hujan peluru, Charles tampak tergesa menaiki tangga pesawat jet miliknya diik