Kenapa Susan sampai segitunya membela Ivan? Apa mereka cukup dekat? Hubungan apa yang terjalin diantara keduanya? Pikir Ilyaz. Susan lanjut berkata, "Saya meminta kepada Pak Ilyaz sebagai kepala yayasan untuk bertindak sebagaimana mestinya. Jika kasus ini tidak diselidiki lebih lanjut, kasihan sekali orang yang tidak bersalah, Pak yang harus dirugikan dalam hal ini," "Dan tentu, orang-orang yang benar-benar bersalah di luar sana akan senang. Merasa aman. Menang. Hal yang saya takutkan ke depannya adalah bisa saja orang-orang itu akan melakukan hal yang sama karena tidak adanya tindakan. Tentu sistem di sekolah anda akan bobrok karena adanya orang-orang seperti itu." "Selain itu, saya ingin sekolah tempat saya berdonatur bersih dari orang-orang yang curang dan licik. Jika tidak segera diselesaikan, ke depannya juga akan berdampak buruk bagi sekolah anda, Pak Ilyaz." Kata Susan lagi. Mendengar itu, Ilyaz tersentak, benar juga apa yang dikatakan Susan. Bagaimana jika orang-oran
Sontak saja, Ilyaz terhenyak. Sementara Ivan menatap Susan keheranan sebab wanita itu memutuskan memberitahu Ilyaz. Tentu Susan akan meminimalisir orang-orang supaya tidak mengetahui hubungannya dengan dirinya bukan karena mereka hanya akan menikah kontrak? Semakin sedikit orang yang tahu, maka, akan semakin bagus! "Jadi, Ivan adalah kekasihnya, Nona? Calon suaminya Nona?" ulang Ilyaz terbata seraya menarik tubuh dari sandaran sofa hendak memastikan ia tidak salah dengar yang langsung dibalas anggukan kepala oleh Susan. Kini Susan tidak peduli sebab menginginkan Ilyaz mau turun tangan dan membuat Ivan kembali mengajar. Selain itu, ia memutuskan memberitahu hal tersebut supaya Ilyaz tidak berpikir yang aneh-aneh. "Saya begitu mengenal sosok Ivan itu seperti apa Pak Ilyaz karena dia adalah kekasih saya, dia tidak sedang memiliki hutang seperti yang dituduhkan oleh Pak Hernomo, juga dia sedang tidak dalam masalah ekonomi. Selama ini, saya selalu membantu dia ketika dia dalam ke
"Jelas-jelas, terdapat uang di dalam lokernya Ivan sejumlah 20 juta, yang mana jumlahnya sama dengan uang yang hilang di ruang TU, Pak! Jadi, sudah dipastikan kalau Ivan lah yang telah mengambilnya!" sergah Hernomo mencoba mempengaruhi Ilyaz untuk tidak menindaklanjuti kasus itu. Kemudian, Hernomo menggeleng dengan pandangan memicing dan lanjut berkata. "Kita sudah tidak perlu bukti lagi, Pak Ilyaz. Bukti adanya uang di dalam lokernya Ivan itu sudah sangat kuat!" "Betul sekali, Pak Ilyaz. Kita sudah tidak perlu bukti lagi. Lagi pula, mana ada pencuri mau mengakui perbuatannya?" Ucap Andreaz menambahi Hernomo. Mendengar itu, Ilyaz beralih menatap keduanya tajam seraya mengangkat alisnya dan berkata. "Kenapa kalian berdua seperti tidak setuju jika kasus ini saya tindak lanjuti? Dan kalian tidak perlu sampai ngotot segitu kerasnya bukan jika tidak terlibat?" Seketika keduanya terperanjat, merasa perkataan Ilyaz barusan merupakan sindirian. Terang saja keduanya menjadi gelagapan
Di titik ini, Susan yang sedari tadi diam kini angkat bicara seraya melipat tangan di depan dada. "Keberadaan saya disini saya katakan dengan jujur dan terang-terangan kalau saya hendak membela Ivan sebab saya begitu mengenal sosok Ivan adalah orang yang baik dan jujur. Dia tidak mungkin mencuri uang yang seperti kalian tuduhkan itu. Saya percaya dengannya bahwa dia dijebak!" "Jika Ivan terbukti tidak bersalah, tidak mengambil uang itu, minta maaf lah kalian padanya dan teruntuk orang yang ketahuan menjebak Ivan, saya pastikan, akan mendapatkan hukuman yang setimpal!" kata Susan lagi dengan tegas. Sontak saja, semua orang begitu tersentak. Terlebih Hernomo dan Andreaz. Wajah keduanya seketika pucat pasi, lalu saling pandang seraya menelan ludah. Donatur sekolah itu secara gamblang mengatakan jika dia mengenal dan membela Ivan? Kini semua orang menjadi ketakutan, ternyata Ivan mengenal sosok donatur sekolah tersebut. Tapi bagaimana seorang guru biasa seperti Ivan mengenal s
Ivan pun mendecakan lidah. Baru teringat jika ia menunggak uang kos-kos san selama dua bulan. Tidak hanya kali ini saja, ia kerap mendapat omelan dari Ibu pemilik kos lantaran sering telat membayar kos sebab biaya hidup di kota besar yang begitu mahal. Namun jika sampai menunggak, baru kali ini memang, seringnya telat. Gajinya yang kecil membuat Ivan tidak bisa menabung. Pun kadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, serta terkadang ada kebutuhan mendesak yang menyebabkan gaji dari menjadi guru langsung terkuras habis. Apalagi belakangan ini, banyak kebutuhan yang datang tidak terduga. Awal Ivan menjalani kehidupan layaknya orang biasa setelah pergi dari kehidupan yang bergelimang harta sebelumnya ia rasakan begitu berat. Bagaimana tidak, yang sebelumnya ia tidak pernah memikirkan sekali pun bagaimana caranya mencari uang, mengatur uang. Hal tersebut membuatnya pusing dan bahkan setres. Tapi tiba-tiba ia harus merasakan hal tersebut. Kadang kala, ras
"Apa yang sedang Bu Lidia lakukan!?" ucap Ivan sengit sambil beringsut menjauh. Ia benar-benar kaget sebab Lidia main menyentuh juniornya. "Aku akan menganggap tunggakanmu yang dua bulan itu lunas, Ivan. Asalkan, kau puaskan aku." Balas Lidia sambil menyeringai. Ivan yang masih terkejut kini kian membelalak. Terang saja ia tidak mau! Ivan menggeleng cepat. "Tidak. Saya tidak mau. Saya bisa membayar sekarang, Bu!" Ivan berseru tegas. Mendengar jawaban Ivan, Lidia mendesis seraya melipat tangan di depan dada. "Kalau pun kamu bisa membayar, paling setelah ini kamu akan kebingungan, Van. Kamu sudah tidak punya uang lagi. Kamu akan pusing." Balas Lidia lagi dengan senyum merendahkan. "Jika kamu menerima tawaran dariku untuk memuasakanku, maka, kamu bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhan yang lainnya. Toh, kamu juga akan diuntungkan. Kamu juga akan ikut merasakan nikmat." Kata Lidia lagi dengan pandangan memicing sambil tersenyum lebar. Ivan terperanjat! Sesusah-susah dir
Seusai dari kantor, Susan tidak langsung pulang ke apartemennya, melainkan pergi ke rumah kakeknya untuk memberitahu tentang calon suaminya dan mengutarakan keinginan untuk segera menikah sebab ia belum memberitahukan hal tersebut kepada kakeknya. "Kek, aku sudah menemukan calon suami dan kami akan segera menikah dalam waktu dekat ini!" ucap Susan sambil tersenyum kecil. Mendengar itu, Rahardian terhenyak, langsung menarik punggung dari sandaran sofa dan menatap ke arah cucunya yang duduk di sampingnya. Keduanya mengobrol di ruang tengah. "Apakah calon suamimu itu adalah seorang guru biasa dan pria miskin yang diceritakan Herlambang dan Felix itu?" tanya Rahardian hendak memastikan. Kini gantian Susan yang terhenyak. "Paman dan Felix sudah menceritakan tentang hal itu kepada kakek?" Tiba-tiba wajah Susan berubah masam. Pasti paman dan sepupunya menjelek-jelekan Ivan di depan kakeknya, membujuk kakeknya supaya tidak setuju akan pernikahannya, serta tidak memberikan restu.
"Tidak ada ciuman, selain pegangan tangan dan peluk pinggang ketika situasi mengharuskan, terutama di depan keluarganya Nona?" ulang Ivan menyebutkan poin yang tertera di surat perjanjian tersebut. Susan mengangguk. Kemudian, Ivan menatap Susan dengan tatapan aneh seraya memicingkan pandangan. "Tapi kita sudah pernah berciuman sebelumnya, Nona dan aku adalah pria pertama—" Belum sempat Ivan menyelesaikan kalimatnya, Susan sudah mendelik lebih dulu. "Itu karena situasi yang mengharuskan kita untuk melakukan hal demikian, paham!?" sentak Susan. Tiba-tiba Susan gelagapan sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Dan mengenai kau adalah pria pertama yang... argh... itu karena aku terkena efek obat afrodisiak waktu itu, jika tidak... argh... sebaiknya kau lupakan hal itu saja dan anggap kalau hal itu tidak pernah terjadi." Setelah mengatakan hal itu, Susan langsung memalingkan muka sebab merasakan pipinya yang tiba-tiba memanas juga menjadi salah tingkah. Mendapati Susan bersik
Tanpa menoleh ke arah Ayahnya, Ivan berkata, "Apa saja yang dilakukan oleh Ayah bersama Kakek Rahardian dalam upaya membuatku dan Susan bersatu?" "Ayah meminta Rahardian untuk mempercepat pernikahan kalian, lalu Ayah juga menyuruhnya untuk membuat kalian berdua supaya segera berbulan madu." "Hanya itu saja?" "Hanya itu, Van. Ayah tidak melakukan hal lainnya!" jawab Graha penuh keyakinan. Lalu, ia kembali menatap Ivan yang masih mencerna perkataannya, "Jika kamu tidak percaya, kamu bisa—" "Aku percaya padamu, Yah," sela Ivan. Graha begitu tersentak mendengarnya. Sungguh? "Termasuk Ayah dan Kakek Rahardian yang tidak ada sangkut pautnya atas pertemuanku dengan Susan. Pertemuanku dengan Susan itu murni karena takdir. Dan aku percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Ayah dan Kakek Rahardian itu hanya untuk mewujudkan harapan kalian dulu!" Graha menggeleng tidak percaya begitu kata-kata itu keluar dari mulut Ivan. Graha buru-buru mengondisikan diri dan berkata, "Terima kasih, Van k
Tanpa berani menatap kedua mertuanya, Susan berkata, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, mengenai kalian yang tidak bisa datang sebagai orang tua Ivan di pesta pernikahan kami. Aku sendiri saja tidak tahu dengan rencana Ivan itu. Juga, tidak tahu jika ternyata Ivan adalah pewaris keluarga Graha, anaknya Ayah dan Ibu... " "Itu bukan salahmu, Susan. Jadi, berhenti lah merasa bersalah. Meski kami sedih tidak bisa menghadiri pesta pernikahan kalian, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kami begitu bahagia karena Ivan telah menikah denganmu," sela Rosalinda yang dibenarkan oleh Graha. Ivan yang mendengar itu juga tiba-tiba merasa bersalah, ia tahu betul bahwa pasti kedua orang tuanya sangat sedih sebab tidak bisa menghadiri pesta pernikahannya. Ivan, dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar angkat bicara, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, jika apa yang aku lakukan itu membuat kalian merasa sedih dan kecewa." "Tidak apa, Van. Kami sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Yang penting, ka
Sesampainya di rumah bak istana, keduanya langsung disambut para bodyguard dan pelayan di depan rumah itu yang membungkukan badan dengan hormat begitu mereka berdua turun dari mobil. "Selamat datang kembali, Tuan Muda!" "Selamat datang di kediaman keluarga Graha, Nona Susan!" Kini Susan tengah terpana, menggeleng penuh takjub dengan penyambutan serta rumah bak istana milik keluarga Graha. Sementara itu, Ivan tiba-tiba merasa cemas. Bagaimana jika Susan mengetahui fakta bahwa sebenarnya keduanya dulu hendak dijodohkan oleh kedua belah pihak keluarga masing-masing? Apa kira-kira reaksi Susan setelah tahu bahwa ia dulu menolak perjodohan? Susan akan marah atau tidak? Namun, Ivan buru-buru membuang jauh kekhawatirannya. Berharap Susan tidak akan marah! Tiba-tiba... "Ivan! Susan!" "Kalian sudah sampai!" Suara yang terdengar begitu menggelegar itu membuat perhatian keduanya teralihkan, lalu kompak menoleh ke arah sumber suara. Dari dalam rumah, muncul Tuan Graha dan Nyon
Pukul lima sore, Basuki telah sampai. Kini, keduanya duduk saling berhadap-hadapan di sebuah cafe yang dipilih Ivan. Tujuan Ivan meminta asisten pribadi Ayahnya untuk bertemu karena mau menanyakan jadwal Ayahnya setelah kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa belakangan ini. Begitu mendengar bahwa jadwal sang Ayah yang lebih sering bertemu dengan Kakek Rahardian dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya membuat Ivan penasaran. Apa yang Ayahnya itu bicarakan dengan Kakek Rahardian? "Apa yang mereka bicarakan, Pak Bass? Sehingga sering bertemu akhir-akhir ini?" tanya Ivan setelah terdiam sebentar. "Saya tidak tahu, Tuan Muda." Jawab Basuki sambil menggeleng. "Tidak mungkin anda tidak tahu!" Tiba-tiba, rahang Basuki mengeras, "Mungkin membahas soal bisnis, Tuan Muda. Atau hanya sekadar bertemu sebab keduanya adalah teman sekaligus partner bisnis. Selain itu, juga berolahraga bersama sebab Tuan Besar sudah pulih total." Tidak puas dengan jawaban Basuki, Ivan menat
"Aku belum memberitahu Susan bahwa Ivan anakmu adalah pria yang dulu akan dijodohkan dengannya." "Bagus lah jika demikian," balas Graha. Lalu, terdengar gumaman sebentar di sebrang sana sebelum akhirnya Graha kembali bicara. "Apakah Ivan sudah pernah mengajakmu bicara empat mata? Menyinggung soal pertemanan diantara kita?" Rahang Rahardian mengeras, "Belum pernah, Graha. Kami masih bersikap layaknya seorang Kakek dan cucu saja. Sebagai menantu di keluargaku. Ivan juga terus memposisikan dirinya sebagai orang biasa yang berprofesi sebagai guru. Tapi, sepertinya Ivan sudah tahu kalau aku itu adalah temanmu. Hanya saja, dia berpura-pura tidak tahu." Lengang sejenak di ujung ponsel. "Biar lah Ivan yang menanyakan tentang perjodohan itu sendiri kepadaku, Bang. Kalau pun tidak, hal itu malah bagus. Toh, mereka berdua sudah sama-sama saling mencintai, sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak." Graha kembali menyahut setelah terdiam beberapa saat. Perkataan Graha langs
Sebelumnya, Susan berencana memberitahu Kakeknya mengenai Ivan yang tidak semiskin yang semua orang kira. Ternyata, Ivan yang dianggap sebagai suami yang hanya numpang hidup pada istri dan keluarganya mempunyai uang 500 miliar serta Lamborghini yang merupakan harta warisan dari Kakek Neneknya. Demikian, setidaknya di mata orang-orang, Ivan tidak akan dianggap parasit lagi. Namun, kini Susan telah mengetahui bahwa Ivan terpaksa berbohong mengenai hal itu sebab masih menyembunyikan identitas aslinya, ditambah fakta yang begitu mencengangkan. Tidak lain dan tidak bukan adalah Ivan yang merupakan anak dari keluarga konglomerat kaya raya dan terpandang di negara Ferania! Terang saja Susan ingin cepat-cepat memberitahukan hal itu kepada Kakeknya. Akhirnya Susan pun meminta ijin dan Ivan memperbolehkannya. Namun reaksi dari Kakeknya malah membuatnya kaget bukan main. Malahan, membuatnya semakin pusing, hingga rasanya mau pingsan. Bagaimana tidak, Kakeknya malah lebih dulu mengetah
Susan telah menanyakan sekaligus memastikan semua hal yang memenuhi benaknya kepada Ivan. Begitu pula dengan Ivan yang telah memberitahu semua kebohongan dan rahasianya kepada sang istri. Sudah tidak ada yang ditutup-tutupi lagi. Meski demikian, kini Susan masih saja terdiam seperti orang linglung. Tengah mencerna fakta bahwa Ivan adalah suaminya yang miskin bergaji kecil, tapi ternyata kaya raya! Susan masih merasa hal tersebut bagai mimpi! Di saat ini, Ivan meraih kedua tangan Susan dan menatapnya dengan senyum tidak berdaya. Hal tersebut membuat Susan tersadar, balik menatap Ivan dengan sayu. "Bersiap lah, sayang sebab aku akan membawamu ke hadapan kedua orang tuaku. Aku akan mengenalkanmu pada mereka," ucap Ivan, "Dan perlu kamu ketahui bahwa itu adalah permintaan dari Ayah dan ibuku langsung yang ingin segera melihatmu!" Mendengar itu, Susan terperangah. "T-tuan Graha dan Nyonya Rosalinda memintamu untuk segera membawaku? Kedua orang tuamu sudah tahu jika aku adala
Kini, Susan mematung dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Telah pindah dari pangkuan Ivan. Tentu, pengakuan Ivan barusan terdengar gila! Mendapati Susan seperti itu, Ivan memilih diam, membiarkan sang istri mencerna apa yang barusan ia katakan. Ia telah menduga bahwa Susan pasti akan bereaksi demikian. Setelah tersadar dari keterkejutan, Susan menatap Ivan dengan tidak karuan. Juga sekujur tubuh gemetaran. Benar kah? Pria yang ada di depannya adalah pewaris keluarga kaya raya? Suaminya adalah anak pemilik perusahaan terbesar yang ada di negara ini? Lalu, dengan suara tergagap, Susan mulai angkat suara. "Ta-tapi kenapa kamu tinggal di kota ini? Dengan menjadi Guru? Dan sebelumnya kenapa kamu memilih tinggal di kos-kos san sempit dan kecil, padahal kamu adalah... " Susan tidak kuasa melanjutkan kalimatnya. Begitu suara Susan terdengar, Ivan buru-buru menghadap sang istri. "Aku pergi dari rumah sebab mempunyai masalah dengan kedua orang tuaku dan hidup sebagai ora
Enam hari Ivan dan Susan berbulan madu di Maldives. Dan di hari ke enam, mereka berdua pulang. Tentu, pulang dengan perasaan bahagia bukan main. Sesampainya di apartemen, Susan langsung teringat dengan surat perjanjian pernikahan kontrak dengan Ivan selama satu tahun dan surat perjanjian yang berisi hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh Ivan selama menjadi suami kontraknya. Setelah ia mengakui perasaanya kepada Ivan, maka, ia berpikir bahwa surat perjanjian itu sudah tidak berlaku lagi. Ketika lelah sudah mulai berangsur menghilang, Susan langsung mencari surat perjanjian itu karena hendak disampaikan kepada sang suami. "Mulai sekarang, surat perjanjian ini sudah tidak berlaku lagi, sayang!" ucap Susan seraya mengangkat map berisi surat perjanjian di hadapan Ivan. "Termasuk pernikahan kontrak kita selama satu tahun? Dan setelah satu tahun kita akan bercerai? Itu juga sudah tidak berlaku?" tanya Ivan yang dibalas anggukan pelan oleh Susan. Tiba-tiba, wajah Susan