Melihat kakeknya membeku di tempat, tampak terkejut saat melihat Ivan, Susan pun menautkan kedua alisnya. "Ada apa, Kek?" tanya Susan bingung sekaligus heran. Suara Susan membuat Rahardian tersadar. Kakek tua itu gelagapan untuk beberapa detik sebelum kemudian berpikir. Kenapa pria di hadapannya ini sekilas mirip dengan anaknya Graha? Pria yang tadinya mau dijodohkan dengan Susan? Tidak hanya itu. Namanya pun sama dengan pewaris keluarga Graha tersebut : Ivan! Namun, Rahardian buru-buru menggeleng, menghalau pikiran ngawurnya. Tidak mungkin jika kekasihnya Susan ini adalah Ivan pewaris keluarga Graha itu. Mungkin hanya kebetulan saja. Nama dan wajahnya agak mirip dengan anak dari temannya itu. Rahardian menatap Susan seraya menggeleng dan tersenyum. "Tidak. Tidak apa-apa," Kemudian, Rahardian pindah menatap Ivan dengan kening berkerut. "Jadi, kau Ivan? Calon suaminya, Susan?" ucap Rahardian sambil menunjuk Ivan, hendak memastikan yang langsung dibalas anggukan takzim dari
Setelah mengatakan hal itu, Herlambang beralih menatap Rahardian yang sejak tadi masih diam. "Ayah, pikirkan matang-matang, jika guru miskin ini menjadi menantu di keluarga kita, keluarga kita akan menjadi bahan cemoohan dan hinaan oleh semua orang!" "Mengenai isi surat perjanjian yang dibuat Ayah menurutku tidak lebih penting daripada nama baik keluarga! Toh, semua keputusan ada di tangan Ayah!" Kata Herlambang lagi. "Benar, Kek. Toh, Susan masih bisa mencari calon suami yang setara dengan keluarga kita. Tidak seperti guru miskin ini. Usia Susan juga masih 29 sekarang, menginjak 30 tahunnya masih agak lama, dia masih mempunyai cukup waktu. Lagi pula, banyak para boss-boss di luar sana yang ingin menikah dengan Susan, salah satunya adalah Marco!" Ucap Felix menambahi sang Ayah. "Keluarga kita adalah keluarga pengusaha, pembisnis, Yah. Apa kata orang-orang nanti? Pasti keluarga kita akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang setelah ini!" Lanjut Hesti. Dengan masih berbusa, H
Tanpa menoleh ke arah Ivan, Susan menjawab dengan nada dingin, "Terserah kamu saja," Belum sempat Ivan membalas, Susan lanjut berkata, "Ah, aku tahu. Kamu ingin tidur di apartemenku karna ingin merasakan tidur di tempat enak, lagi, kan? Sementara di kosanmu begitu enggak nyaman, sempit." Ivan tergelak mendengarnya, padahal tak pernah sekali pun ia berpikiran ke arah situ. Ivan menghela napas. "Aku hanya khawatir saja jika Nona masih trauma dengan kejadian waktu itu." Sepertinya memang Susan sudah melupakan kejadian itu dan sudah merasa tenang. "Kalau gitu, aku pulang ke kos saja, Nona." Seketika Susan memutar tubuh menatap Ivan. Ada yang aneh, kenapa justru ia tidak rela? Kemudian, keningnya berkerut. "Kamu tersinggung dengan kalimatku barusan?" tanya Susan. Kini Susan merutuki diri sebab mungkin saja Ivan sakit hati. Ivan kembali tergelak sembari menggeleng. "Tidak sama sekali, Nona. Untuk apa aku tersinggung? Apa yang Nona katakan memang benar bahwa kos sanku tidak nya
"Aku dan Ayahku akan meminta ketua mafia kapak merah untuk menghabisi Ivan!" ucap Marco menatap keduanya bergantian dengan seringaian lebar menghiasi bibirnya. Seketika Herlambang dan Felix tertegun, mencerna perkataan Marco dalam sepersekian detik. Ketua mafia Kapak Merah? Semua orang mahfum jika Delon adalah seseorang yang paling ditakuti dan disegani di dunia bawah. Naga Hitam adalah penguasa dunia bawah hitam negara Ferania. Namun, mafia bernama kapak merah juga tidak main-main. Pengaruhnya cukup besar, meskipun jika sudah berhadapan dengan Naga Hitam akan langsung tunduk. Demikian, ketua mafia kapak merah adalah orang yang tepat untuk mengurus Ivan. Apalagi Ivan jago bela diri. Marco lanjut berkata. "Walau reputasi kapak merah tidak sebesar Naga Hitam, kedudukannya di bawah Naga Hitam, tapi mereka cukup disegani." Mendengar itu, Herlambang dan Felix kompak mengangguk. Setuju dengan apa yang Marco katakan barusan. "Jika hanya sekadar menghabisi Ivan? Itu adalah peker
"Masih ada," jawab Ivan sambil mangguk-mangguk. "Aku memilih tinggal di kos-kos san karena jarak yang agak jauh dari rumahku ke sekolah tempatku mengajar dan supaya menghemat bahan bakar juga." Mendengar itu, Susan mengangguk. Tidak tertarik bertanya lebih jauh lagi. Tiba-tiba raut muka Susan berubah sendu. Lalu, ia memalingkan muka sembari menyenderkan tubuh di kursi yang didudukinya dan menyilangkan tangan di depan dada. Melihat Susan bersikap demikian, Ivan menautkan alis. Susan lanjut berkata, "Beruntung sekali kamu masih memiliki kedua orang tua, sedangkan aku, aku sudah tidak memiliki kedua orang tua. Mereka sudah tidak ada," "Andai saja mereka masih hidup, pasti, mereka akan selalu mendukungku. Mereka akan selalu ada di sisiku." Kata Susan lagi dengan suara lemah. Mendengar itu, Ivan melebarkan matanya. Jadi kedua orang tuanya Susan sudah meninggal? Dibalik sifatnya yang judes, dingin dan galak, ternyata Susan menyimpan kesedihan dan kepedihan seorang diri. W
"Maafkan saya, Tuan, Nyonya yang harus membawa kabar buruk, kabar yang akan membuat Tuan dan Nyonya sedih karna Tuan Muda belum mau membawa Nona Susan ke hadapan Tuan dan Nyonya sekarang," jelas Renata. Setelah pertemuannya dengan Ivan, Renata langsung ke rumah Tuan dan Nyonyanya untuk menyampaikan hasil pembicaraan dengan Tuan Muda keluarga Graha tersebut. Mendengar itu, seketika wajah Graha dan Rosalinda tertekuk. Tentu saja mereka berdua menjadi sedih. Bagaimana tidak, mereka sudah sangat bahagia sebelumnya, akan menyambut anak laki-laki satu-satunya pulang dengan membawa pujaan hatinya. "Kenapa Ivan belum mau membawa Susan, Renata?" tanya Rosalinda dengan suara lemah diikuti tatapan penasaran dari suaminya. "Alasannya mungkin saja karena Tuan Muda masih merahasiakan identitasnya dari Nona Susan sebab selama ini Tuan Muda hidup sebagai orang biasa, Tuan, Nyonya. Semua orang tidak tahu kalau ternyata dia adalah pewaris keluarga Graha yang kaya raya." Graha dan Rosalinda
Beberapa hari kemudian, kasus uang yang hilang di ruang TU yang menyeret Ivan yang sebelumnya ditetapkan sebagai pelaku pencuri uang itu, tapi akhirnya diselidiki ulang oleh kepala yayasan kini telah selesai. Penyelidikan itu kini menemukan titik terang dan menetapkan kepala sekolah yang tak lain adalah Hernomo dan juga guru baru, Andreaz, keduanya ketahuan bersekongkol menjebak Ivan. Hal tersebut dibuktikan sekaligus diperkuat dengan temuan CCTV di sudut lain, keterangan dari orang-orang, serta para saksi yang membuat Hernomo dan Andreaz yang sebelumnya mengelak, bersikeras akhirnya terpojok dan mengakui perbuatannya. Tentu hal tersebut membuat semua orang kaget sekaget-kagetnya. Lebih tidak menyangka. Kini semua orang tengah berkumpul di ruang guru. Juga Ivan bersama Susan ada di sana. Sudah pasti keduanya terus mengawal kasus ini tuntas sampai kebenarannya terungkap. Pun ikut dalam setiap proses penyelidikan. Semua guru benar-benar marah besar kepada Hernomo dan Andreaz.
Setelah kepergian Hernomo dan Andreaz dari ruang guru hendak mengemasi barang-barang milik mereka, semua guru langsung kompak menatap Ivan dengan tatapan sendu sebab merasa bersalah sekaligus menyesal, lalu mereka pun bergantian angkat bicara. "Pak Ivan, maafkan kami..." "Kami sungguh menyesal karena sudah memojokan Pak Ivan waktu itu, kami terhasut oleh Pak Hernomo dan Andreaz," "Maafkan kami karena waktu itu kami kebawa emosi, kami langsung percaya kalau Pak Ivan lah yang mencuri uang di TU itu karena ada uang di dalam lokernya Pak Ivan. Tapi ternyata hal itu tidak benar, ternyata Pak Ivan dijebak oleh Pak Hernomo dan Andreaz. Mereka lah yang menaruh uang itu di dalam lokernya Pak Ivan." "Mereka sungguh jahat, sungguh kejam!" "Pak Ivan mau memaafkan kami, 'kan?" Ivan menatap semua guru satu persatu dengan saksama dan berkata, "Baik lah. Saya memaafkan kalian semua." Mendengar itu, wajah-wajah yang sebelumnya tertekuk dipenuhi gurat penyesalan kini berubah berbinar sekali
Mendadak, Susan bersemu merah. Susan pun terbahak untuk menutupinya, kentara tidak percaya. Lalu, Susan melambaikan tangan dan berkata, "Jangan bercanda kamu, Ivan—" "Aku serius!" potong Ivan yang membuat tawa Susan terhenti. Detik berikutnya, wajah Susan berubah. Menatap Ivan lekat untuk beberapa saat. Ivan juga memasang ekspresi wajah sama seriusnya, "Jujur saja, kamu mulai menganggu pikiranku. Aku sudah mulai nyaman denganmu, Susan," Susan begitu tersentak, mendadak kehilangan kata-kata. Susan pun mendecak kesal, kenapa pembicaraan keduanya harus jadi seserius ini sih? Namun, bukan Susan namanya jika tidak bisa menguasai diri, ia lalu mengibaskan rambutnya ke belakang, "Sudah kuduga. Kamu pasti akan merasa nyaman denganku. Pria mana coba yang tidak akan nyaman denganku? Semua pria yang kukenal selama ini, rata-rata mengatakan hal yang sama," ucap Susan sinis penuh percaya diri. Meskipun jantungnya saat ini tengah dag dig dug serr. Mendapati respon Susan seperti
"Sekali lagi saya minta maaf, Nona. Saya benar-benar menyesal karena telah melakukan hal menjijikan seperti itu," Susan tidak membalas perkataan Sheila, mendadak ia membayangkan hal sebaliknya yang telah mereka berdua jelaskan sebelumnya. Membayangkan mereka berdua yang sedang melakukan hal itu di dalam kamar... Seketika dada Susan terasa sakit. Emosinya langsung membuncah! Susan pun menggeleng cepat. Tidak! Tidak mungkin! Ya, tidak mungkin! Mereka berdua tidak mungkin melakukan hal itu! Kamu harus percaya, Susan! Merasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Susan bangkit dari tempat duduknya hendak pergi. Namun, perkataan Sheila selanjutnya membuat Susan urung pergi, kembali menjatuhkan diri di kursi. "Saya ingin berterima kasih kepada Nona atas bantuan yang telah Nona diberikan. Sehingga saya terselamatkan dari Tuan Romo," "Astaga... bagaimana mungkin saya membuat Nona marah, mengecewakan seperti ini. Padahal Nona sudah baik sekali pada saya," Sheila benar-be
Kini, Sheila dan Ivan telah menjelaskan bahwa mereka berdua tidak berbuat mesum barusan di dalam kamar hotel seperti apa yang dipikirkan Susan. Juga Sheila menjelaskan tujuan meminta Ivan untuk bertemu dan apa yang telah ia perbuat kepadanya, tapi Ivan menolak. Ivan juga menambahi, membenarkan apa yang baru saja dijelaskan Sheila. Keduanya cukup lega tatkala mendapati Susan yang tampaknya percaya dengan penjelasan mereka berdua. Walau Susan bersikap seolah tidak peduli, tidak menunjukan perasaan marah, juga cemburu saat ini, tapi Ivan bisa menyadari ekspresi dan sorot mata istri kontraknya itu yang menunjukan hal sebaliknya. Ayo lah, Susan. Tunjukan bahwa kamu cemburu. Kamu marah. Gumam Ivan dalam hati. Ivan pun menjadi yakin bahwa Susan memang cemburu. Marah. Jika tidak, seharusnya dia tidak mengikutinya ke sini! Juga sebelumnya Susan langsung menuduh mereka berdua berbuat mesum sebelum akhirnya keduanya menyangkal hal tersebut! Ivan tahu bahwa Susan selalu bisa meng
Sebab sudah memutuskan tidak akan menyentuh Sheila, Ivan buru-buru menggeleng tegas, "Aku tidak akan menyentuhmu, Sheila! Dirimu bukan milikku. Janjimu telah gugur. Kamu harus menjaga mahkota dan tubuhmu untuk calon suamimu kelak. Aku menyelamatkanmu itu tulus, ikhlas. Jika aku menyentuhmu, apa bedanya aku dengan Romo si bejat itu? Jadi, kenakan pakaianmu kembali!" Mendengar itu, Sheila merasa sangat tertampar. Tiba-tiba, wajah Sheila menjadi murung. Menjaga mahkota dan tubuh untuk suaminya kelak? Rasanya Sheila mau tertawa keras, bagaimana mungkin, ia saja sudah dinodai oleh Romo! Oleh sebab itu, ia rela berjanji demikian sebab merasa sudah tidak suci lagi. Mungkin jika pria lain yang akan menyentuhnya, ia akan langsung menolak mentah-mentah, tapi lain halnya dengan Ivan. Setelah menundukan kepala sebentar, Sheila kembali mendongak menatap Ivan. Namun, ia malah menghangat mendengar kalimat Ivan yang begitu menjunjung tinggi martabat dirinya. Entah kenapa, ia malah rela
Jangan-jangan... Pantas saja Sheila mengajak dirinya bertemu di kamar hotel, bukan di tempat lain! Namun Ivan tidak menyela pembicaraan, membiarkan rekan guru wanitanya itu menyelesaikan kalimatnya. Setelah terdiam sejenak, Sheila kembali bicara, "Meskipun kamu sempat terlintas di benakku waktu itu sebagai orang yang kemungkinan besar akan datang menyelamatkanku, tapi aku tidak menyangka kalau hal itu benar-benar menjadi kenyataan," Di titik ini, Ivan mengusap muka dengan kasar seraya mengedar pandangan ke sekeliling. Mendadak, Ivan teringat kejadian ia yang terjebak bersama Susan di kamar hotel sewaktu wanita itu terpengaruh obat perangsang dan meminta dirinya untuk melepaskan pengaruh obat tersebut dengan cara berhubungan badan. Dan kini ia harus mengalami hal yang sama lagi? Bedanya, wanita ini hendak menyerahkan dirinya untuk ia sentuh! Sewaktu terjebak bersama Susan, jika bukan karena terpaksa sebab mengharuskan ia menuruti permintaan Susan untuk melepaskan pengaruh
"Katanya kamu ingin cepat-cepat pulang dan bermesraan denganku, sayang—" Mendengar itu, Susan mendecakan lidah, "Ivan, jangan bercanda, jangan mengalihkan pembicaraan. Aku lagi serius. Jawab pertanyaanku sekarang... siapa kamu sebenarnya, hah!?" potong Susan kesal. Usai berkata, Susan berjalan menuju ke arah sofa dan menjatuhkan diri di sana. Ivan tidak kunjung menjawab, ikut duduk di sofa, di hadapan sang istri kontraknya yang tampak begitu frustasi. Tak sabar. "Aku adalah anak dari Bu Yuni dan Pak Joko yang memang dari keluarga biasa-biasa saja. Bahkan miskin—" jawab Ivan setelah terdiam sebentar. Mendengar jawaban Ivan, Susan kembali mendecak, "Itu aku juga tahu Ivan! Masalahnya adalah kenapa kamu yang berasal dari keluarga miskin itu tiba-tiba memiliki banyak uang dan memiliki Lamborghini?!" "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu? Kapan kamu membeli Lamborghini itu? Selama ini Lamborghinimu kamu tempatkan di mana? Kenapa baru sekarang kamu memperlihatkan Lamborg
Rasya dan para pendukungnya harus tahu hal ini! Maka, mereka pun menahan Ivan dan Susan untuk jangan pulang dulu. Terpaksa, mereka berdua menurut. Alamat akan terjadi kehebohan lagi! Lalu, salah satu dari mereka menghubungi salah satu para pendukung Rasya yang semuanya masih berada di atas. Tidak lama kemudian, beberapa teman-teman lama Susan telah muncul. Tidak semua. Juga Rasya tidak ikut bersama mereka karena dia buru-buru dilarikan ke rumah sakit untuk segera mendapat pertolongan. Luka yang didapatkan akibat pukulan Ivan begitu serius! Seketika orang-orang itu langsung memberitahu mereka bahwa Ivan memiliki Lamborghini dan menunjukan surat-surat bukti kepemilikan Lamborghini itu atas nama Ivan. Sontak saja, teman-teman Susan bereaksi sama seperti orang-orang itu sebelumnya. Benar saja, kehebohan kembali terjadi di area parkiran hotel tersebut. Saking shocknya untuk membuktikan kebenaran, mereka bahkan sampai mengecek berulang-ulang. Tentu mereka tidak masalah den
Hal tidak terduga kembali terjadi untuk kesekian kali, Ivan berhasil membuat semua bodyguardnya Rasya KO! Satu bodyguard telah Ivan habisi lebih dulu yang kini tergeletak di lantai tidak sadarkan diri ; pingsan. Dua orang lagi ditendang Ivan hingga terpental menabrak ke meja tamu. Ivan mengakhiri pertarungan itu dengan sebuah pukulan tepat di ulu hati dua bodyguard tersisa. Suara keduanya pun seketika menggema di seluruh ruangan. Kini mereka berdua tengah meraung dan berguling-guling di lantai. Satu tangan keduanya sama-sama patah. Setelah itu, segalanya mendadak senyap. Semua orang kompak membuka mulut lebar-lebar ke arah Ivan. Mendapati kekalahan bodyguardnya, Rasya murka bukan main. Namun ia sudah tidak berdaya, tidak tahu harus membalas Ivan dengan cara apa lagi. Bagaimana tidak, keadaan dirinya pun sudah mengenaskan akibat keganasan pria itu tadi. Juga ia yang sudah malu dengan semua orang. Kini harga dirinya benar-benar telah jatuh ke dalam jurang yang paling dal
Namun, tentu saja Ivan akan membalas, balik menyerang Rasya. Kini Ivan tengah menatap Rasya dengan tersenyum miring seraya menyeka sudut bibirnya yang berdarah dengan santai, giliran Ivan yang merangsek maju, melayangkan pukulan di wajah pria tersebut. Dalam sekejab, situasi telah berbalik! Rasya yang tidak menduga Ivan akan balas menyerang tidak mampu melindungi diri. Dan ketika mau membalas, tak sempat sebab pukulan Ivan sangat cepat. Juga tanpa jeda. Melihat hal itu, seruan desakan dari pendukung Ivan dan Susan pun terdengar saling bersahut-sahutan. "Ayo! Hajar Rasya, Van!" "Dia pantas diberi pelajaran!" Susan sendiri menyeringai, bersikap tenang menyaksikan hal tersebut, mendukung apa yang dilakukan Ivan sepenuhnya sebab Rasya memang pantas diberi pelajaran! Sementara pendukung Rasya panik. Menyuruh Rasya untuk melawan Ivan balik. BUGH! BUGH! BUGH! Kini Ivan terus mencecar wajah Rasya dengan pukulan. Gerakan Ivan yang begitu cepat tidak memberikan jeda sedik