Beberapa hari kemudian, kasus uang yang hilang di ruang TU yang menyeret Ivan yang sebelumnya ditetapkan sebagai pelaku pencuri uang itu, tapi akhirnya diselidiki ulang oleh kepala yayasan kini telah selesai. Penyelidikan itu kini menemukan titik terang dan menetapkan kepala sekolah yang tak lain adalah Hernomo dan juga guru baru, Andreaz, keduanya ketahuan bersekongkol menjebak Ivan. Hal tersebut dibuktikan sekaligus diperkuat dengan temuan CCTV di sudut lain, keterangan dari orang-orang, serta para saksi yang membuat Hernomo dan Andreaz yang sebelumnya mengelak, bersikeras akhirnya terpojok dan mengakui perbuatannya. Tentu hal tersebut membuat semua orang kaget sekaget-kagetnya. Lebih tidak menyangka. Kini semua orang tengah berkumpul di ruang guru. Juga Ivan bersama Susan ada di sana. Sudah pasti keduanya terus mengawal kasus ini tuntas sampai kebenarannya terungkap. Pun ikut dalam setiap proses penyelidikan. Semua guru benar-benar marah besar kepada Hernomo dan Andreaz.
Setelah kepergian Hernomo dan Andreaz dari ruang guru hendak mengemasi barang-barang milik mereka, semua guru langsung kompak menatap Ivan dengan tatapan sendu sebab merasa bersalah sekaligus menyesal, lalu mereka pun bergantian angkat bicara. "Pak Ivan, maafkan kami..." "Kami sungguh menyesal karena sudah memojokan Pak Ivan waktu itu, kami terhasut oleh Pak Hernomo dan Andreaz," "Maafkan kami karena waktu itu kami kebawa emosi, kami langsung percaya kalau Pak Ivan lah yang mencuri uang di TU itu karena ada uang di dalam lokernya Pak Ivan. Tapi ternyata hal itu tidak benar, ternyata Pak Ivan dijebak oleh Pak Hernomo dan Andreaz. Mereka lah yang menaruh uang itu di dalam lokernya Pak Ivan." "Mereka sungguh jahat, sungguh kejam!" "Pak Ivan mau memaafkan kami, 'kan?" Ivan menatap semua guru satu persatu dengan saksama dan berkata, "Baik lah. Saya memaafkan kalian semua." Mendengar itu, wajah-wajah yang sebelumnya tertekuk dipenuhi gurat penyesalan kini berubah berbinar sekali
Seila begitu tersentak, langsung tersadar dengan keberadaan wanita anggun itu dan buru-buru berkata seraya membungkuk hormat. "Ah, Nona Susan, donatur sekolah ini yang begitu terhormat." Kemudian, Seila menegapkan tubuh kembali dan melanjutkan bicara seraya tersenyum. "Saya ingin berterima kasih kepada Nona yang sebesar-besarnya karena tanpa bantuan Nona Susan, mungkin saja nama Pak Ivan tidak akan bersih, juga Nona yang mau membela Pak Ivan." Susan merespon dengan memasang ekspresi wajah datar, kini ia tengah kesal tanpa sebab dengan guru perempuan itu. Namun untuk menutupinya, Susan balas tersenyum setengah terpaksa kepada Seila. "Sama-sama." "Saya melakukan hal itu karena saya percaya Ivan tidak mungkin mencuri dan juga menginginkan sekolah ini bebas dari orang licik dan berhati busuk seperti Pak Hernomo dan Andreaz." Kata Susan lagi. Seila mengangguk takzim. Seila lanjut berkata sambil menatap Susan dan Ivan bergantian. "Saya tidak menyangka kalau ternyata Pak Ivan menge
Argh, apa yang kamu pikirkan Susan! Tidak seharusnya kamu memikirkan dan mempedulikan hal itu! Bukannya kamu sendiri yang membiarkan Ivan dekat dengan wanita mana pun? Selama kalian menjadi pasangan suami istri kontrak nantinya? Ingat tujuan dan rencana kamu diawal. Kamu melakukan ini karena untuk memenuhi persyaratan dari kakek supaya tetap bisa menjabat sebagai CEO. Jangan sampai kamu membawa-bawa hati karena itu akan merusak segalanya! Gumam Susan memperingati dirinya sendiri. Kala memikirkan hal itu, Susan buru-buru menggeleng sembari memejamkan mata kuat-kuat, mana mungkin ia sampai jatuh cinta dengan pria miskin seperti Ivan! Walau Ivan itu tampan, tapi ia tidak sungguh akan menjadikan suaminya seutuhnya. Ivan bukan tipenya! Sementara itu, Ivan tergelak mendapatkan Susan bersikap demikian. Ia memang sengaja menjawab seperti itu hanya untuk mengetes sekaligus menggoda Susan. Ivan mulai menikmati saat-saat ia menggoda CEO galak itu. Hal tersebut sedikit menyenangkan
Melihat Ivan yang terlihat kaget, Marco tersenyum penuh arti. Lalu, Marco menaikan alis dan berkata. "Kenapa? Kaget kau melihatku ada di sini?" Ivan berdecih, sudah bersikap tenang. "Lukamu itu belum sembuh, mukamu masih terlihat menyedihkan begitu. Tapi, apa yang malah kau lakukan? Kau mau menyerahkan diri supaya jadi tambah bonyok lagi, Marco?" Seketika senyum di bibir Marco pudar. Kalimat Ivan terdengar begitu menjengkelkan di telinga. Menatap Ivan tajam sembari mendengus, Marco berseru, "Kau yang akan kubuat bonyok di sini, bangsat. Riwayatmu kali ini benar-benar akan tamat karena kau tau?" Kemudian, ia menyeringai lebar sambil menunjuk ketua mafia Kapak Merah yang kini masih duduk tenang menghisap rokoknya, membiarkan keduanya bicara. "Ada ketua mafia kapak Merah yang akan menghabisimu. Kali ini kau akan berakhir sebab tak kan ada yang menolongmu seperti waktu kejadian di hotel itu." Bukannya cemas, Ivan justru malah tergelak, "Ah, rupanya kau belum kapok juga ya.
Mendengar itu, sang ketua bernama Gading melotot ke arah Ivan. "Anjing kau!" maki Gading sambil menunjuk muka Ivan dengan muka merah padam. "Kurobek mulutmu karena kau berani menantang dan mengatai Boss Besar kami!" Kemudian, Gading buru-buru mengondisikan diri dan membungkuk di hadapan Boss Besar Kapak Merah seraya berkata. "Bagaimana jika kita langsung habisi dia sekarang saja, Boss? Dia benar-benar kurang ajar, berani menantang dan mengatai Boss! Dia juga benar-benar telah menginjak harga diri kita, Boss!" Tanpa menoleh ke arah Gading, Axel mengangkat tangan di hadapan kaki tangannya itu dan berkata. "Nanti dulu, Ding. Pemuda ini memang menarik. Berbeda. Baru pertama kali ini ada sampah yang berani mengatai dan menantangku. Dia memang bodoh sebab sepertinya tidak tahu siapa kita. Sebentar, aku masih ingin mengobrol dengannya sebelum kita hajar habis-habisan." "Supaya dia tahu, sedang berhadapan dengan siapa!" Kata Axel lagi dengan geram. Mendapati hal itu, Gading menegapkan
Sontak saja, Gading membeku di tempat, tercengang seraya menggeleng tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pria yang mereka anggap payah dan lemah itu berhasil mengalahkan sepuluh anak buahnya yang semuanya memiliki kemampuan di atas rata-rata? Terang saja Gading menggeram marah dengan kedua tangan terkepal kuat. "Bangsat!" maki Gading tak kalap. "Kau boleh saja menang melawan mereka, tapi tidak denganku!" Gading berteriak, langsung merangsek maju. Seketika Ivan kembali memasang kuda-kuda, mengepalkan tinju. Gading menyerang lebih dulu, beringas mencecar pukulan dan tendangan kepada Ivan. Jual beli pukulan dan tendangan pun kembali terjadi, saling menghindar, mengelak dan menepis. Plak! Plak! Kini Gading baru benar-benar terkejut setelah bertarung melawan Ivan secara langsung mengenai gerakan Ivan yang cepat sekali. Tidak hanya itu, Ivan juga tampak santai dan tenang. Mendapatkan hal itu, Gading berdecak kesal, juga jengkel kala melihat pukulannya berkali-kali menge
Ivan benar-benar harus membuat perhitungan yang sangat akurat jika ia harus melawan pistol itu. Sedangkan Axel yang sudah kepalang malu sebab seorang ketua mafia seperti dirinya bisa dikalahkan oleh pria yang kini belum diketahui identitasnya tersebut. Tapi yang jelas pria itu bukan orang sembarangan. Kemampuan bertarungnya sungguh luar biasa. Benar-benar menakutkan. Axel kian semakin malu sekaligus marah, bagaimana tidak, tempat untuk mengeksekusi Ivan adalah bar miliknya. Seharusnya ia beserta anak buahnya dapat meringkus Ivan dengan begitu mudah di kandang sendiri. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Tidak mau hal ini diketahui orang-orang, maka, pria itu harus segera mati. Ia benar-benar tidak punya pilihan lain selain melenyapkan pria itu. Lalu, dengan menatap lurus ke arah sasaran, Axel segera menarik pelatuk pistolnya. Ivan sendiri sudah mempersiapkan diri sejak awal dan membuat perhitungan yang sangat akurat. Ia membaca ekspresi wajah, getaran tubuh dan geraka
Sebelumnya, Sheila sudah takut duluan dengan kemunculan Susan. Ia berpikir bahwa istrinya Ivan itu hendak melabrak dirinya seperti terakhir kali sebab kini ia kembali meminta tolong kepada Ivan untuk menyelamatkannya, padahal Susan sudah memperingatinya. Namun, Sheila terpaksa melakukan hal demikian sebab situasi yang benar-benar genting dan tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi. Dugaan Sheila semakin kuat, dengan dirinya dibawa ke rumah kakeknya Susan. Namun, kepanikan dan ketakutan itu mendadak terhempas kala melihat Susan seperti tidak akan marah padanya. Malahan, raut mukanya menunjukan sikap sebaliknya. Menatap dirinya penuh arti juga dengan kedua mata berkaca-kaca. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah perkataannya barusan yang membuat Sheila kaget sekaligus bingung. Apa maksud Susan memanggilnya Natasha? Bukan kah Susan sudah tahu kalau dirinya adalah Sheila? Sheila sendiri masih shock berat, tengah mencerna apa yang terjadi dengan dirinya sejak pagi tad
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr