"Apa yang sedang Bu Lidia lakukan!?" ucap Ivan sengit sambil beringsut menjauh. Ia benar-benar kaget sebab Lidia main menyentuh juniornya. "Aku akan menganggap tunggakanmu yang dua bulan itu lunas, Ivan. Asalkan, kau puaskan aku." Balas Lidia sambil menyeringai. Ivan yang masih terkejut kini kian membelalak. Terang saja ia tidak mau! Ivan menggeleng cepat. "Tidak. Saya tidak mau. Saya bisa membayar sekarang, Bu!" Ivan berseru tegas. Mendengar jawaban Ivan, Lidia mendesis seraya melipat tangan di depan dada. "Kalau pun kamu bisa membayar, paling setelah ini kamu akan kebingungan, Van. Kamu sudah tidak punya uang lagi. Kamu akan pusing." Balas Lidia lagi dengan senyum merendahkan. "Jika kamu menerima tawaran dariku untuk memuasakanku, maka, kamu bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhan yang lainnya. Toh, kamu juga akan diuntungkan. Kamu juga akan ikut merasakan nikmat." Kata Lidia lagi dengan pandangan memicing sambil tersenyum lebar. Ivan terperanjat! Sesusah-susah dir
Seusai dari kantor, Susan tidak langsung pulang ke apartemennya, melainkan pergi ke rumah kakeknya untuk memberitahu tentang calon suaminya dan mengutarakan keinginan untuk segera menikah sebab ia belum memberitahukan hal tersebut kepada kakeknya. "Kek, aku sudah menemukan calon suami dan kami akan segera menikah dalam waktu dekat ini!" ucap Susan sambil tersenyum kecil. Mendengar itu, Rahardian terhenyak, langsung menarik punggung dari sandaran sofa dan menatap ke arah cucunya yang duduk di sampingnya. Keduanya mengobrol di ruang tengah. "Apakah calon suamimu itu adalah seorang guru biasa dan pria miskin yang diceritakan Herlambang dan Felix itu?" tanya Rahardian hendak memastikan. Kini gantian Susan yang terhenyak. "Paman dan Felix sudah menceritakan tentang hal itu kepada kakek?" Tiba-tiba wajah Susan berubah masam. Pasti paman dan sepupunya menjelek-jelekan Ivan di depan kakeknya, membujuk kakeknya supaya tidak setuju akan pernikahannya, serta tidak memberikan restu.
"Tidak ada ciuman, selain pegangan tangan dan peluk pinggang ketika situasi mengharuskan, terutama di depan keluarganya Nona?" ulang Ivan menyebutkan poin yang tertera di surat perjanjian tersebut. Susan mengangguk. Kemudian, Ivan menatap Susan dengan tatapan aneh seraya memicingkan pandangan. "Tapi kita sudah pernah berciuman sebelumnya, Nona dan aku adalah pria pertama—" Belum sempat Ivan menyelesaikan kalimatnya, Susan sudah mendelik lebih dulu. "Itu karena situasi yang mengharuskan kita untuk melakukan hal demikian, paham!?" sentak Susan. Tiba-tiba Susan gelagapan sebelum kemudian melanjutkan kalimatnya. "Dan mengenai kau adalah pria pertama yang... argh... itu karena aku terkena efek obat afrodisiak waktu itu, jika tidak... argh... sebaiknya kau lupakan hal itu saja dan anggap kalau hal itu tidak pernah terjadi." Setelah mengatakan hal itu, Susan langsung memalingkan muka sebab merasakan pipinya yang tiba-tiba memanas juga menjadi salah tingkah. Mendapati Susan bersik
Melihat kakeknya membeku di tempat, tampak terkejut saat melihat Ivan, Susan pun menautkan kedua alisnya. "Ada apa, Kek?" tanya Susan bingung sekaligus heran. Suara Susan membuat Rahardian tersadar. Kakek tua itu gelagapan untuk beberapa detik sebelum kemudian berpikir. Kenapa pria di hadapannya ini sekilas mirip dengan anaknya Graha? Pria yang tadinya mau dijodohkan dengan Susan? Tidak hanya itu. Namanya pun sama dengan pewaris keluarga Graha tersebut : Ivan! Namun, Rahardian buru-buru menggeleng, menghalau pikiran ngawurnya. Tidak mungkin jika kekasihnya Susan ini adalah Ivan pewaris keluarga Graha itu. Mungkin hanya kebetulan saja. Nama dan wajahnya agak mirip dengan anak dari temannya itu. Rahardian menatap Susan seraya menggeleng dan tersenyum. "Tidak. Tidak apa-apa," Kemudian, Rahardian pindah menatap Ivan dengan kening berkerut. "Jadi, kau Ivan? Calon suaminya, Susan?" ucap Rahardian sambil menunjuk Ivan, hendak memastikan yang langsung dibalas anggukan takzim dari
Setelah mengatakan hal itu, Herlambang beralih menatap Rahardian yang sejak tadi masih diam. "Ayah, pikirkan matang-matang, jika guru miskin ini menjadi menantu di keluarga kita, keluarga kita akan menjadi bahan cemoohan dan hinaan oleh semua orang!" "Mengenai isi surat perjanjian yang dibuat Ayah menurutku tidak lebih penting daripada nama baik keluarga! Toh, semua keputusan ada di tangan Ayah!" Kata Herlambang lagi. "Benar, Kek. Toh, Susan masih bisa mencari calon suami yang setara dengan keluarga kita. Tidak seperti guru miskin ini. Usia Susan juga masih 29 sekarang, menginjak 30 tahunnya masih agak lama, dia masih mempunyai cukup waktu. Lagi pula, banyak para boss-boss di luar sana yang ingin menikah dengan Susan, salah satunya adalah Marco!" Ucap Felix menambahi sang Ayah. "Keluarga kita adalah keluarga pengusaha, pembisnis, Yah. Apa kata orang-orang nanti? Pasti keluarga kita akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang setelah ini!" Lanjut Hesti. Dengan masih berbusa, H
Tanpa menoleh ke arah Ivan, Susan menjawab dengan nada dingin, "Terserah kamu saja," Belum sempat Ivan membalas, Susan lanjut berkata, "Ah, aku tahu. Kamu ingin tidur di apartemenku karna ingin merasakan tidur di tempat enak, lagi, kan? Sementara di kosanmu begitu enggak nyaman, sempit." Ivan tergelak mendengarnya, padahal tak pernah sekali pun ia berpikiran ke arah situ. Ivan menghela napas. "Aku hanya khawatir saja jika Nona masih trauma dengan kejadian waktu itu." Sepertinya memang Susan sudah melupakan kejadian itu dan sudah merasa tenang. "Kalau gitu, aku pulang ke kos saja, Nona." Seketika Susan memutar tubuh menatap Ivan. Ada yang aneh, kenapa justru ia tidak rela? Kemudian, keningnya berkerut. "Kamu tersinggung dengan kalimatku barusan?" tanya Susan. Kini Susan merutuki diri sebab mungkin saja Ivan sakit hati. Ivan kembali tergelak sembari menggeleng. "Tidak sama sekali, Nona. Untuk apa aku tersinggung? Apa yang Nona katakan memang benar bahwa kos sanku tidak nya
"Aku dan Ayahku akan meminta ketua mafia kapak merah untuk menghabisi Ivan!" ucap Marco menatap keduanya bergantian dengan seringaian lebar menghiasi bibirnya. Seketika Herlambang dan Felix tertegun, mencerna perkataan Marco dalam sepersekian detik. Ketua mafia Kapak Merah? Semua orang mahfum jika Delon adalah seseorang yang paling ditakuti dan disegani di dunia bawah. Naga Hitam adalah penguasa dunia bawah hitam negara Ferania. Namun, mafia bernama kapak merah juga tidak main-main. Pengaruhnya cukup besar, meskipun jika sudah berhadapan dengan Naga Hitam akan langsung tunduk. Demikian, ketua mafia kapak merah adalah orang yang tepat untuk mengurus Ivan. Apalagi Ivan jago bela diri. Marco lanjut berkata. "Walau reputasi kapak merah tidak sebesar Naga Hitam, kedudukannya di bawah Naga Hitam, tapi mereka cukup disegani." Mendengar itu, Herlambang dan Felix kompak mengangguk. Setuju dengan apa yang Marco katakan barusan. "Jika hanya sekadar menghabisi Ivan? Itu adalah peker
"Masih ada," jawab Ivan sambil mangguk-mangguk. "Aku memilih tinggal di kos-kos san karena jarak yang agak jauh dari rumahku ke sekolah tempatku mengajar dan supaya menghemat bahan bakar juga." Mendengar itu, Susan mengangguk. Tidak tertarik bertanya lebih jauh lagi. Tiba-tiba raut muka Susan berubah sendu. Lalu, ia memalingkan muka sembari menyenderkan tubuh di kursi yang didudukinya dan menyilangkan tangan di depan dada. Melihat Susan bersikap demikian, Ivan menautkan alis. Susan lanjut berkata, "Beruntung sekali kamu masih memiliki kedua orang tua, sedangkan aku, aku sudah tidak memiliki kedua orang tua. Mereka sudah tidak ada," "Andai saja mereka masih hidup, pasti, mereka akan selalu mendukungku. Mereka akan selalu ada di sisiku." Kata Susan lagi dengan suara lemah. Mendengar itu, Ivan melebarkan matanya. Jadi kedua orang tuanya Susan sudah meninggal? Dibalik sifatnya yang judes, dingin dan galak, ternyata Susan menyimpan kesedihan dan kepedihan seorang diri. W
Sebelumnya, Sheila sudah takut duluan dengan kemunculan Susan. Ia berpikir bahwa istrinya Ivan itu hendak melabrak dirinya seperti terakhir kali sebab kini ia kembali meminta tolong kepada Ivan untuk menyelamatkannya, padahal Susan sudah memperingatinya. Namun, Sheila terpaksa melakukan hal demikian sebab situasi yang benar-benar genting dan tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi. Dugaan Sheila semakin kuat, dengan dirinya dibawa ke rumah kakeknya Susan. Namun, kepanikan dan ketakutan itu mendadak terhempas kala melihat Susan seperti tidak akan marah padanya. Malahan, raut mukanya menunjukan sikap sebaliknya. Menatap dirinya penuh arti juga dengan kedua mata berkaca-kaca. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah perkataannya barusan yang membuat Sheila kaget sekaligus bingung. Apa maksud Susan memanggilnya Natasha? Bukan kah Susan sudah tahu kalau dirinya adalah Sheila? Sheila sendiri masih shock berat, tengah mencerna apa yang terjadi dengan dirinya sejak pagi tad
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr