Share

Penelepon Sinting

Luna terbangun dengan perasaan kosong saat menyadari suaminya, Bian, sudah tidak ada di sampingnya. Senyum yang tadinya sempat menghiasi wajahnya kini perlahan pudar. Bayi mereka, Arga, juga tidak ada di dalam box di sudut ruangan. Dengan malas, Luna melirik jam dinding di seberang tempat tidur—pukul 08.00. Sudah jelas kenapa Bian tidak lagi berada di ranjang. Pagi ini ternyata sudah terlambat dimulai.

Menurunkan kakinya dari ranjang dengan berat hati, Luna melangkah lesu menuju kamar mandi. Saat ia menyikat giginya di depan cermin, kilasan malam tadi melintas di pikirannya. "Jangan lupakan ini," kata-kata Bian kembali bergema di telinganya, membuat rona merah menjalar di pipinya. Jadi, ini bukan mimpi, batinnya penuh keyakinan.

Usai dari kamar mandi, Luna menuju meja rias dan mulai mengoleskan krim di wajahnya. Gerakan tangannya terhenti sejenak ketika matanya menangkap sesuatu di atas meja. Sepucuk surat dan setangkai bunga tergeletak manis di sana. Bibirnya tanpa sadar melengkung,
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status